Hutan di sini masih asri dan banyak binatang buas apabila masuk lebih dalam. Warga di desa curuk ayu biasa pergi ke hutan hanya untuk mencari kayu bakar dan mencari tanaman yang bisa dimakan serta menjerat ayam hutan.
Aldo mencari Sinta di hutan yang berada di dekat pohon besar. Di sana, mereka biasa menjerat ayam hutan yang memang banyak hidup di sekitaran kayu besar tersebut.Tak biasanya Sinta ke hutan sendirian, biasanya ia selalu pergi bersama Aldo. Sinta termasuk perempuan penakut, lihat ulat bulu dan memegang ayam pun tak berani."Pak, lihat istriku tidak?" Aldo bertanya pada lelaki tua yang tengah memotong kayu tumbang untuk di jadikan kayu bakar.Lelaki itu berhenti mengayunkan kapak, berdiri tegap dan menoleh ke arah Aldo. "Tadi lewat sini, Do! Mungkin di dekat kayu besar sana." Setelah memberitahu kepada Aldo, lelaki itu kembali membungkuk dan mengayunkan kapak itu kembali.Aldo kembali berjalan menyusuri jalan setapak, di sisi kiri dan kanan banyak tumbuhan liar dan juga semak belukar yang banyak duri-duri tajam.Aldo sesekali menguap dengan lebar, rencananya ingin tidur nyenyak jadi terhambat. Sembari terus berjalan, Aldo mengeluarkan ponsel jadul miliknya. Terpampang di layar ponsel kecil itu, waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi.Aldo gegas mempercepat langkah kakinya menuju pohon besar yang sudah nampak di depan mata. Dirinya ingin cepat-cepat mengajak sang istri pulang dan ia bisa segera beristirahat."Dek! Kamu di mana!?"Aldo terus mencari dan menyusuri area sekitar pohon besar. Lama mencari dan terus berteriak memanggil nama sang istri, namun tak ada tanda-tanda bahwa istrinya itu ada di sini. Aldo semakin khawatir takut terjadi sesuatu pada Sinta.Krosek... Krosek... Krosek...Aldo kembali ke tempat semula saat mendengar suara seseorang. Namun, ternyata itu bukan istrinya, melainkan warga desa yang tengah memasang jeratan."Lagi ngapain, Do? Cari kayu bakar?" Laki-laki bertubuh jangkung itu bertanya tanpa menoleh ke arah Aldo."Enggak Mas. Ini lagi cari istriku. Katanya dia masuk hutan sendirian. Tapi, aku cari-cari tak ketemu." Aldo berjalan mendekat dan duduk di samping laki-laki tersebut karena kelelahan berjalan ke sana ke mari.Laki-laki itu menoleh, lalu menatap Aldo. "Sampai tahun depan pun tidak akan ketemu, Do! Sinta ada di rumah, tadi aku melihatnya tengah menjemur pakaian."Aldo sangat terkejut mendengar penuturan tetangganya itu. "Yang benar Mas? Tadi kata orang-orang yang ada di kebun, istriku jalan masuk hutan loh!" sahut Aldo tak percaya."Dibilangin ngeyel! Kamu pulang saja dan lihat di rumah."Tanpa basa-basi Aldo berdiri dan segera meninggalkan hutan ini. Bagaimana mungkin istrinya sudah ada di rumah? Jalan untuk masuk hutan hanya lewat kebun Mak Siti. Karena jalan lainnya pasti banyak semak belukar dengan duri-duri tajam.Sesampainya di depan rumah, Aldo segera masuk dan mencari keberadaan istrinya. Di ruang tamu, dapur dan samping rumah pun tidak ada. Aldo lantas menuju kamar. Saat pintu terbuka, betapa terkejutnya dia. Sinta tengah tiduran di atas ranjang."Kamu dari mana, Mas?" Melihat Aldo masuk, Sinta segera duduk dan mengikat rambutnya.Aldo duduk di tepi ranjang, menatap istrinya dari atas sampai bawah. "Seharusnya Mas yang tanya begitu. Kamu dari mana saja? Mas cari-cari di hutan tak taunya kamu sudah ada di rumah."Sinta terkekeh pelan, "Ngapain cari di hutan, Mas? Sinta saja di rumah terus dari tadi pagi.""Ha?" Aldo melongo mendengar jawaban Sinta. "Kamu jangan bercanda ya, Dek! Bukannya kamu pergi ke kebun Mak Siti untuk mengambil sayur? Dan kata Mak Siti, kamu masuk ke hutan."Sinta lagi-lagi tertawa mendengar ucapan Aldo "Jangan ngawur deh, Mas. Aku ambil sayur setelah itu langsung pulang. Kalau tidak percaya lihat saja di dapur, sawi nya sudah aku tumis dan aku juga baru selesai mencuci pakaian seragam anak-anak."Aldo tak membantah lagi, sebab memang ada baju di jemuran. Dirinya membaringkan tubuhnya dan memijat keningnya yang terasa pusing dengan kejadian janggal ini."Omong-omong, ikan dari mana itu, Mas?""Hasil pancinganku dengan Ardi semalam, Dek.""Berartti setelah aku tertidur di pelukan mu, ya?" Sinta pikir, Aldo berangkat pukul 03.30 setelah memberinya kepuasan. Namun, nyatanya Aldo berangkat pukul 01.30 dan baru pulang pukul 04.00"Hmmm..." Aldo hanya bergumam pelan karena matanya sudah sangat mengantuk dan tubuhnya pun juga lelah.******"PERGI KAMU...!!!"Aldo berteriak lantang, berjalan cepat dan menerjang sesosok mahluk bertubuh besar berwarna hitam yang sangat menyeramkan tengah menindih tubuh istrinya.Napas Aldo memburu, dirinya mengumpulkan keberanian dan segera menendang mahluk itu sampai terguling dari atas tubuh Sinta."Dek! Bangun,.Dk! Pergi! Lari!"Aldo terus berteriak berharap istrinya yang tengah terbaring dengan mata terpejam, bangun dan segera berlari.Seberapa kuat Aldo berteriak, istrinya seolah tak mendengar. Saat sesosok mahluk hitam besar itu hendak mendekat, Aldo segera menerjang sembari berdoa meminta bantuan Tuhan yang Maha Kuasa."Allahu Akbar ... Allahu Akbar!!!"Aldo mengangkat tubuh Sinta dan memeluknya erat. Mahluk itu menatap Aldo, matanya yang berwarna merah seperti mengeluarkan api. Mahluk itu membuka mulutnya lebar yang terdapat gigi runcing dengan darah yang menetes, belatung dan ular.Aldo semakin mengeratkan pelukannya. Mulut itu semakin lebar dan semakin mendekat ke wajah Aldo."Aaarrrrhhgghhh....!!!""Bapak kenapa? Bangun,.Pak!" Guncangan yang begitu kuat membuat Aldo tersadar dan terbangun dari tidurnya. Aldo terduduk dengan napas yang masih memburu."Bapak kenapa teriak-teriak? Bapak mimpi buruk?" Rafa bertanya sembari mengelap kening bapaknya yang bercucuran keringat."Kalau mau tidur, baca doa dulu, Pak." sahut Sheila"Kalian baru pulang? Ibu mu mana?" Masih dengan rasa takutnya, Aldo mencoba menetralkan detak jantungnya. Mimpinya itu terasa sangat nyata."Kami baru saja pulang Pak. Ibu ada di rumah Mak Siti."******"Kamu kenapa sih, Mas? Dari tadi siang kelihatan lesu begitu, kamu sakit?"Aldo menggeleng pelan. "Aku hanya kecapean saja, Dek."Sinta ikut membaringkan badan dan memeluk suaminya dengan erat. Perlahan dua insan itu memejamkan mata dan terlelap.....Sheila terbangun tengah malam sebab ingin ke kamar mandi. Membangunkan sang kakak beberapa kali. Namun, Rafa tak kunjung bangun.Sheila gegas ke kamar bapaknya yang berada tepat di sebelah kamarnya.Perlahan, pintu yang tidak terkunci itu terbuka."Aaaaa...." Bocah perempuan itu menjerit histeris.Kepanikan di sepertiga malam terjadi di rumah kayu itu. Aldo terus memanjatkan doa, sedangkan Sinta turut menenangkan putrinya yang tak hentinya meracau dan kejang-kejang.Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Sheila berhasil di tenangkan. Namun, suhu badannya meningkat drastis. "Dek, ambilkan kompres sama air." titah Aldo kepada Sinta.Sheila segera di kompres karena badannya begitu panas sampai membuat dirinya menggigil. Aldo dibantu sang istri segera membuka baju yang dikenakan bocah perempuan itu dan diganti dengan pakaian tipis.Aldo perlahan berdiri dengan Sheila yang masih berada digendongannya. Aldo berniat menidurkan sang anak di ranjang miliknya. Baru beberapa langkah masuk, Sheila memejamkan mata dan kembali memekik histeris."Sheila tidak mau tidur di sini!" Bocah perempuan itu kembali mengeratkan pelukan.Aldo mencoba membujuk. "Di kamar Sheila kan ranjangnya kecil, tidur di sini sama Bapak, ya?"Sheila terus saja menggelengkan kepala dengan kuat. Aldo menghembuskan na
"Aku takut," ucap Sheila sangat lirih.Ardi mencoba mencerna kembali ucapan gadis kecil di hadapannya ini. "Mungkin Sheila mengigau. Sudah jangan dipikirkan. Sekarang istirahat dan tidur ya? Om temani di sini."Sheila mengangguk dan memejamkan mata. Usapan lembut Ardi berikan agar Sheila cepat terlelap. Ardi memilih tak menanggapi ucapan Sheila, dia pikir semua itu hanya halusinasinya saja.******Beberapa minggu pun berlalu, Aldo bingung karena tak ada uang sama sekali. Sedangkan kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi. Tidak ada pekerjaan di ladang sebab tengah musim kemarau. Mencari ikan untuk lauk makan pun hanya dapat sedikit karena air sungai mulai surut.Kalau hanya untuk makan sehari-hari, mereka bisa mengambil sayur mayur di kebun. Hanya saja, untuk membeli beras, kebutuhan sekolah anak, kebutuhan istri, listrik dan kebutuhan lainnya membutuhkan uang.Aldo masih termenung memikirkan tawaran suaminya Mak Siti beberapa hari yang lalu. Kata suami Mak Siti, kerja kuli bangunan di
Sinta mencium bau hangus, seperti bau ubi yang di masukan ke dalam arang dan dibiarkan menghitam. Kira-kira seperti itulah bau tubuh suami Sinta saat ini.Sinta yang tadinya bergelayut manja di lengan kekar Aldo, seketika menjauhkan kepalanya. Mengendus bau tak sedap yang keluar dari tubuh sang suami.Braaakkk !!!Sinta tersentak dan memegangi dadanya. Ia pun segera menoleh ke samping, tatkala pintu yang terbuat dari kayu jati putih itu tiba-tiba tertutup sendiri dan menimbulkan suara yang cukup nyaring."Astaghfirullah. Apa itu, Mas?" pekik Sinta. Wanita itu pun beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju pintu yang memang belum sempat ia tutup. Dirinya lantas segera mengunci pintu tersebut."Hanya angin." Aldo bangkit, berjalan gontai menuju kamar.Wanita itu segera menyusul sang suami ke dalam kamar. Saat dirinya tiba di ambang pintu, ia melihat Aldo yang sudah terbaring terlentang. Baju kemeja kotak-kotak yang Aldo kenakan pun sudah terlepas dari tubuhnya.Sinta berjalan men
Pukul 19.00"Bu, kata para tetangga, rumah kita ada hantunya ya?" tanya Rafa, mimik wajah bocah itu nampak bergidik ngeri.Saat ini Sinta tengah berada di teras rumah mertuanya untuk membujuk kedua anaknya yang tidak mau pulang ke rumah."Sheila mau menginap di rumah kakek, tidak mau tidur di rumah sebelum ayah pulang dari kota," sahut bocah perempuan berusia 7 tahun itu.Sinta menghela napas mendengar penuturan anak-anaknya tersebut. "Sssttt ... tidak boleh bicara seperti itu. Walau bagaimana pun, itu rumah kita, tempat tinggal kita. Rafa dan Sheila tidak usah mendengarkan apa kata orang. Apa selama ini ada yang aneh di rumah?" tanya Sinta.Kedua bocah itu sama-sama menggelengkan kepala seraya menatap ibunya."Nah, tidak ada bukan? Buktinya selama ini rumah kita adem ayem dan tidak terjadi apa-apa. Dan satu lagi, ayah semalam pulang loh! Tetapi, pagi tadi sudah berangkat lagi." Sontak ucapan Sinta berhasil membuat kedua anaknya tercengang."Benarkah, Bu? Padahal kemaren sore kami dan
"Lepas! TOLONG!" Teriakan Sinta hanya tertahan di tenggorokan. Sekuat apapun perempuan itu berteriak, yang keluar hanyalah angin dan mulutnya yang nampak bergerak-gerak."Tolooonnggg ...!" Lagi-lagi suara itu tak dapat keluar. Teriakan dan jeritan Sinta tertahan, seperti ada sesuatu yang menghalangi. Ia terus berusaha, akan tetapi tak mampu mendobrak penghalang tersebut.Tangan Aldo yang kekar berubah menjadi lebih besar, hitam dan berbulu. Kukunya panjang dan berserabut seperti akar pohon. Lidah panjangnya masih menjulur dan menjilati darah yang berserakan di atas selimut.Aldo mendongak dan melihat Sinta dengan tatapan tajam. Sontak hal tersebut membuat wanita itu kembali merasakan ketakutan yang luar biasa. Sinta terus bergerak mundur saat tangan besar itu sudah melepaskan kakinya dan beralih meraih kain yang penuh dengan darah.Saat Sinta berhasil menjauh, tangan itu kembali terulur dan berhasil mencengkeram pergelangan kakinya. Bahkan semakin erat karena ada kuku-kuku yang berser
Tangan lelaki itu mulai kelelahan karena lamanya menarik pedal gas. "Perasaan matahari hendak terbit. Kenapa sekarang menjadi gelap lagi? Apa mungkin mau turun hujan?" Ardi bergumam pelan. Motornya pun masih melaju dengan kecepatan sedang.Tiba-tiba saja angin berhembus dengan kencang membuat rambutnya yang sedikit panjang di bagian depan ikut berkibar. Lelaki itu sampai menggigil karena kencangnya angin, sekujur tubuhnya pun mulai merasakan ada titik-titik air yang berjatuhan dari langit. Awalnya hanya rintik-rintik, lama kelamaan hujan turun semakin lebat sehingga membuat sekujur tubuh lelaki itu basah. Ardi memutuskan menepi dan berhenti di bawah pohon mahoni karena hujan tak kunjung reda. Ardi melirik pohon yang berada di belakangnya ini. Ia nampak heran sebab pepohonan yang berada di sekitarnya sudah gersang serta daunnya pun banyak yang berguguran. Hanya pohon besar ini satu-satunya yang masih rimbun dan daunnya pun masih hijau.Ardi meraih ponsel yang berada di dalam saku cela
Pak Sholeh memutuskan menyuruh anak lelakinya untuk mendatangi seorang Ustadz yang tinggal di kampung ujung."Sepertinya Pak Ustadz di kampung sebelah tidak ada. Maka dari itu Ardi lama, Pak Wito," ujar Pak Sholeh."Mungkin saja Ardi mencari orang ahli agama yang lainnya." Sambung salah seorang bapak-bapak yang tengah memegang tangan Sinta.Wanita itu kini sudah jauh lebih tenang, tidak berteriak-teriak seperti sebelumnya. Hanya saja, Sinta sesekali masih menendang dan jika di lepas akan melukai dirinya sendiri."Seharusnya Ardi akan langsung ke Ustadz yang di kampung ujung. Anak itu juga kenal dengannya," sahut Pak Wito, yang tak lain adalah bapaknya Ardi dan juga Aldo."Lalu ke mana perginya Ardi? Hampir satu jam dia belum tiba juga," pungkas lelaki paruh baya itu, suaranya pun terdengar khawatir."Kita berpikir positif saja Pak. Bisa jadi Ardi kehabisan bensin atau bannya bocor."Beberapa menit kemudian terdengar suara deru motor. Anak lelaki Pak Sholeh sudah tiba bersama seorang U
"Kamu jangan ikut, jaga Sheila dan Rafa. Biar bapak yang ke hutan." Lelaki yang berumur lebih dari 50 tahun itu mencegah saat Sinta ingin ikut ke hutan."Hati-hati, Pak."Pak Wito berjalan dengan tergesa, tak memperdulikan tubuhnya yang mulai kelelahan karena tak terbiasa jalan terlalu jauh. Sudah beberapa ratus meter lelaki itu berjalan. Hingga ada suara deru motor dan seseorang yang memanggil namanya dari arah belakang dan membuat langkah kaki Pak Wito terhenti. Ia pun menoleh dan mendapati beberapa warga yang menyusul dirinya. "Ayo naik, Pak Wito," ajak salah seorang bapak-bapak yang berkendara sendirian. Sedangkan yang lainnya tetap melajukan kendaraanya menuju hutan.Lelaki paruh baya itu lantas naik dan motor kembali melaju. Tak hanya khawatir, mereka pun di buru oleh waktu karena hari mulai senja. Semburat merah mewarnai langit, cahaya matahari perlahan mulai meredup karena sang Surya sedikit demi sedikit mulai tenggelam."Pegangan Pak Wito," seru bapak yang mengendarai motor
Mendengar suara ribut membuat Sinta dan kedua anaknya ketakutan. Mereka tetap berada di sana dan menuruti semua perkataan sang Ustadz."Takut, Bu," cicit kedua anak Sinta.Wanita itu memeluk keduanya dengan erat. Hingga suara-suara itu berhenti dan berganti suara Ardi yang menjerit memanggil nama Aldo."Ayo kita keluar," ajak Sinta. Dirinya gegas beranjak dan menarik tangan kedua bocah itu. Perasaannya tak enak dan memilih keluar menghiraukan larangan Pak Ustadz.Braaakk..Saat Sinta keluar, bersamaan dengan itu pintu kamar sebelah pun dibuka oleh sang Ustadz. Sinta membekap mulut menahan tangis saat menyaksikan sang suami tergeletak tak berdaya di pangkuan Ardi.Sinta dan kedua bocah itu berjalan cepat dan turut bersimpuh mengerumuni Aldo."Mas Aldo kenapa, Di?" Sinta tak mampu membendung lagi, cairan bening tumpah melihat kondisi sang suami."Bapak!" Sheila dan Rafa memeluk badan Aldo yang lemah.Mereka mengangkat dan membaringkan Aldo di sebuah tikar. "Cepet cari bantuan, Di. Bawa
"Allahu Akbar." Pak Ustadz tak berhenti, membuat Sheila merasakan sesuatu yang luar biasa sakit."Bu! Sakit!" teriak Sheila, disertai tangis dan raungan histeris. Kedua tangan dan kakinya dipegang kuat agar tak menyakiti tubuhnya sendiri.Pak Ustadz melangkah maju, menempelkan telapak tangannya ke dahi bocah itu. "Ya Allah, tolong hambamu. Keluarkan sesuatu yang bersarang di dalam tubuh anak ini," ucapnya lirih.Mata Sheila bergerak liar, bola matanya hanya nampak warna putih. Mulutnya menganga dengan napas memburu dan tersengal-sengal, seolah menahan sesuatu yang hendak keluar.Doa-doa terus di lantunkan. Ardi, Sinta dan Rafa pun turut berdoa dalam hati. Berharap Sheila segera sembuh dari penyakit aneh ini.Lewat tengah malam, suara batuk Aldo tak berhenti di kamar sebelah. Sedangkan Sheila tergeletak lemas tak berdaya di pangkuan sang ibu. Sesekali wanita itu mengusap buliran bening yang masih merembes di sekitar dahi."Alhamdulillah, gangguan dari mahluk itu sudah keluar. Insha Alla
Waktu silih berganti. Tak terasa sudah satu bulan lamanya. Awalnya tak ada kejadian yang janggal setelah peristiwa itu. Aldo dan keluarganya menjalani hidup tentram tanpa gangguan.Namun, siapa sangka ternyata semua masih berlanjut. Setelah memasuki minggu pertama, keluarga Aldo sakit secara bergantian.Mereka pikir itu hal yang wajar dan sebuah kebetulan, sebab musim berganti serta cuaca tidak menentu.Ardi dan Rafa baru saja sembuh, kini giliran Sheila mengalami gatal yang luar biasa. Sedangkan Aldo batuk parah hingga mengeluarkan cairan kental berwarna hitam pekat dan bau yang begitu menyeruak di indra penciuman.Uhuuk … uhuuuk ….Aldo yang tengah terbaring di ranjang terbatuk lagi. Wajahnya nampak pucat serta bibir mengering. Sinta meraih segelas air dan membantu sang suami untuk minum."Gimana keadaan Sheila, Dek?"Sinta kembali menaruh gelas ke atas nakas, dan kembali menatap sang suami. "Alhamdulillah dia sudah bisa tidur, Mas."Aldo tak berani untuk sekedar mendekati kedua an
Aldo berjalan cepat, menghampiri ranjang yang berada di sisi kiri. Anak perempuannya masih memejamkan mata. Namun, gerakan liar tangan dan kakinya tak berhenti membuat ranjang itu bergeser sedikit demi sedikit. Tubuh Aldo menahan sisi ranjang dan tangannya memegang tubuh putrinya agar tak terjatuh. "Sheila, bangun," ucap Aldo pelan. Satu tangannya menepuk pelan pipi yang terasa dingin itu. Padahal suhu ruangan di sini sangat panas dan pengap.Kreeettt ... Kreeett ... Kreeettt ...Ranjang masih bergoyang, menimbulkan suara decitan dari kaki ranjang besi yang bergesekan dengan lantai. Nyaring, membuat Ardi yang terbaring di kursi terusik dari tidurnya."Ada apa, Mas?" Ardi bersuara serak, mengucek mata yang terasa masih mengantuk. Lalu berjalan menghampiri Aldo."Sheila kenapa?" tanyanya lagi. Tanpa di suruh tangannya ikut memegangi kaki Sheila."Gak tau, Di. Mas sudah mencoba membangunkan, tetapi Sheila tak kunjung membuka matanya." Aldo panik. Air mukanya berubah cemas takut terjadi
Aldo mengendong tubuh Sinta yang lemas tak berdaya. Sungguh, keadaan wanita itu saat ini sangat kacau. Aroma busuk menyengat membuat Aldo sesekali menahan napas saat bau itu menusuk indera penciumannya."Pelan-pelan Mas Aldo," ucap Pak Ustadz mengingatkan. Lelaki yang memakai baju putih, celana berwarna hitam dan kopyah yang bertengger di kepalanya itu berjalan di depan Aldo sembari menyingkap ranting-ranting kering yang menghalangi jalan."Iya Pak Ustadz," jawab Aldo pelan. Napasnya terasa sesak menahan berat badan Sinta.Aldo berhenti sejenak dan membenarkan posisi sang istri lalu kembali melanjutkan perjalanan mengikuti Pak Ustadz.Aldo memperhatikan jalan setapak dan di depan sana sudah nampak cahaya yang terang. Terus menyusuri jalan hingga mereka berhasil keluar dari dalam hutan."Masih kuat Mas Aldo?" Pak Ustadz menghentikan langkah kakinya. Ia pun mengajak Aldo untuk istirahat sejenak. Aldo menurut dan menidurkan Sinta di sebuah gubuk di tengah ladang.Aldo ngos-ngosan, tubuh
Kabut asap, bau hangus, bangkai, belatung serta darah menjadi hal biasa di dunia alam ghaib inj. Gelap, pengap, anyir menjadi satu.Seorang Wanita dengan perut yang besar, rambutnya berantakan serta gigi-giginya yang mulai menghitam. Di dampingi sesosok mahluk hitam, besar berbulu yang menyeramkan. Matanya pun merah menyala dengan gigi tajam serta kuku yang runcing. Kakinya berserabut bak akar pohon beringin yang menjuntai ke tanah.Pemandangan yang sangat menakutkan. Namun, di mata wanita itu, semuanya indah. Ia merasa tubuhnya yang kini memiliki perut buncit, bertambah cantik dan menawan. Begitupun dengan lelaki yang berada di sampingnya. Di mata Sinta, Virgon amatlah tampan serta singgasana yang luar biasa megah."Kamu mau makan lagi, sayang?" Virgon bertanya lembut. Tangannya masih setia bertengger di bahu Sinta. Senantiasa memeluk wanita itu setiap saat. Tak sedikit pun melepasnya."Aku sudah kenyang, Mas."Sinta selalu di suguhi makanan-makanan menjijikan dan kepuasan setiap saa
"Aduh ..." Pak Wito hampir saja terjatuh karena kakinya tersandung batu. Lelaki itu masih terus berjalan di tengah gelapnya malam mengikuti bayangan tubuh Aldo yang terus berjalan menuju sumur. Hanya ada penerangan lampu dari teras depan rumah, sedangkan di teras bagian samping rumah sampai ke belakang tak ada lampu sama sekali."Tungguin Bapak, Do," Pak Wito mempercepat langkahnya walau dirinya agak kewalahan. Saat dirinya sudah berada di dekat Aldo, tangan yang sudah keriput itu meraih tangan Aldo yang berhenti menunggu dirinya. Ya, Pak Wito takut terjatuh atau pun terpeleset."Tangan mu dingin sekali. Lagian, ke hutan tengah malam, mana gak pakai jaket pula," Pak Wito ikut melangkahkan kakinya saat sang anak berjalan pelan."Sinta di mana, Do?" Pak Wito memindai sekitar.Gelap. Sunyi. Hanya ada suara binatang malam serta suara angin yang berhembus membuat ranting-ranting kayu bergesekan. Mereka berdua sudah sampai di sumur. Aldo terus mengajak Pak Wito untuk berdiri mendekat. N
Suara genteng yang beradu dengan batu kerikil menimbulkan suara yang nyaring. Bahkan beberapa batu itu berukuran cukup besar sehingga beberapa genteng pecah dan terjatuh mengenai lantai rumah."Ayo kita keluar." Ardi melindungi Rafa, sedangkan Aldo memeluk putrinya agar tak terkena pecahan genteng. Mereka berempat berjalan cepat menuju pintu. Suara keributan di luar sana semakin terdengar jelas.Setelah mereka berhasil keluar, Ardi memegangi kedua bocah itu yang kini semakin ketakutan. Membawa mereka menyingkir ke tempat yang lebih aman. Sedang Aldo segera menghampiri beberapa warga yang tiba-tiba melempari rumahnya dengan batu."Tolong bapak-bapak dan ibu-ibu berhenti!" Tak hanya Aldo yang menghentikan. Tetapi beberapa tetangga Aldo pun sedari tadi sudah mencegah perbuatan itu."Kami tidak mau ikut sial karena perbuatan keluargamu!" Teriak salah seorang warga yang kontra dengan masalah yang menimpa keluarga Aldo.Namun, tak sedikit pula tetangganya yang justru peduli dan kasian deng
"Jangan-jangan kamu dan kakakmu juga anaknya genderuwo.""Iya. Serem.""Jadi merinding begini dekat dengan Sheila.""Ngeri, anaknya setan ternyata ...""Jangan dekat-dekat sama Sheila. Kata emakku, bisa-bisa kita juga di culik sama genderuwo itu. Apalagi kalian yang perempuan.""Ihhh ... Takut ...""Kamu pindah ke belakang sana, Sheila. Aku takut kalau duduk sebangku dengan mu lagi. Bisa-bisa aku di culik.""Sheila anak setan ... Sheila anak setan ... " Beberapa temannya menyoraki dan bertepuk tangan."Huuu ... Sheila anak genderuwo."Semua perkataan dari beberapa teman-temannya membuat telinga gadis kecil itu terasa panas. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa iya semua yang dikatakan itu benar?Sheila terus menunduk dan tak kuasa mengangkat kepala. Air matanya seolah berlomba ingin keluar. Namun, Sheila sekuat tenaga menahannya hingga jam pelajaran di mulai.Sheila tak berani keluar kelas karena teman-temannya pasti akan memojokkan dirinya. Gadis kecil itu menyibukkan diri dengan mencor