Home / Urban / STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU / Hutang di Bayar Lunas

Share

Hutang di Bayar Lunas

Author: hilda hakim
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

<span;>Hutang dibayar Lunas

"Berapa hutang Emak saya, Mbok? Saya bayar lunas semuanya," ujarku tegas. 

Mbok Inah sama terkejutnya dengan emak. Raut wajah mbok Inah segera berubah masam, diraihnya buku kecil yang ada di meja dapurnya dengan kasar. Usia mbok Inah lebih muda dari emak, tetapi entah mengapa tidak ada hormatnya sedikitpun dengan bapak dan emak. Padahal, usia anaknya juga masih tingkat sekolah dasar. 

"Owh, jadi anak kebanggaanmu udah pulang, toh," ujarnya sarkas.

"Maaf, Mbok, berapa hutang Emak semuanya?" ucapku kembali lembut. Emak menggenggam tanganku seraya menepuk pelan tanganku, mengisyaratkan agar aku tidak emosi. 

"Dua ratus lima puluh ribu," Mbok Inah menatapku jengah. 

"Emak mau belanja apa lagi?" kutarik lengan Emak lembut, dan menuntunnya ke depan. 

"Emak cuma mau beli minyak sama gula aja, Nduk," 

Padahal aku tahu, emak bukan belanja bahan itu saja, melainkan juga ayam dan bumbu dapur lainnya. Sempat terdengar sebelumnya, emak meminta itu sebelum aku memergoki emak menangis. 

"Mbok, tolong juga dihitung, ayam setengah kilo, gula dan minyak juga satu kilo, ya," ucapku, seraya tanganku sibuk menumpuk barang-barang lainnya. 

Mbok Inah bergegas merapikan barang belanjaanku, tak lupa mulutnya ikut komat kamit seakan tidak suka. 

"Yang ini dibayar kok, Mbok. Jadi gak usah masam gitu, mukanya," Ibu mengedipkan matanya, tanda tak suka akan ucapanku. 

"Totalnya sembilan puluh tiga ribu, ditambah hu … tang," Mbok Inah menekankan kata hutang dengan tegas. 

"Jadi, semuanya tiga ratus empat puluh tiga ribu," jemarinya sibuk menekan kalkulator mininya. 

Kuambil dompet yang ada di saku gamisku, menyerahkan uang lima puluh ribuan sebanyak tujuh lembar dan menyerahkannya ke mbok Inah. 

Mbok Inah sedikit terkejut, tetapi dengan cepat menguasai kembali keadaanya. 

"Nih, kembaliannya," 

"Terimakasih, Mbok," ucap emak seraya mengangkat satu kantong belanjaan. 

"Ya, besok-besok jangan ngutang lagi. Kan si miskin udah jadi kaya," ucapnya pelan, tetapi masih terdengar ditelingaku dan emak. 

Mulutku baru mangap ketika emak sudah menarik paksa untuk keluar dari kedai Mbok Inah. 

"Sudah, jangan dilayani, gak enak nantinya. Emak kalau belanja cuma kesana. Karena itu yang terdekat, Nduk," 

"Iya, Mak. Tapi kan seharusnya mbok Inah mulutnya jangan lemes," memonyongkan bibirku, tanda tidak setuju dengan perkataan emak. 

"Mak, apa uang yang dikirim bang Ilham tidak cukup?" tanyaku 

Mendadak emak menghentikan langkahnya, dan memandang lekat. Ada air mata yang tertahan di sudut mata emak. 

"Besok-besok, Emak cerita ya, Nduk. Sekarang kita masak dulu, kamu juga pasti sudah lapar dan butuh istirahat," ujar emak seraya melangkahkan kakinya kembali. 

Ternyata banyak rahasia yang harus ku ungkap. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Ah, sejenak akan kulupakan dulu hal tersebut, sekarang waktunya makan enak dan istirahat. 

***

Adzan maghrib telah berkumandang, bapak dan Taufik sudah berangkat ke masjid sejak tadi. Indahnya kampungku, tidak ada suara kendaraan yang berlalu lalang. Berbeda dengan di kota, kendaraan yang sibuk hilir mudik, menandakan waktunya untuk pulang setelah selesai mencari nafkah. 

Emak meraih mushaf yang sedikit usang, dibacanya pelan. Terdengar suara bapak dan Taufik diluar rumah. 

"Assalamu'alaikum," ucap kedua lelaki tersebut bersamaan. 

" Waalaikumsalam," 

"Sudah shalat, nduk?" tanya bapak. 

"Lagi izin, Pak." jawabku. Begitulah kebiasaan bapak, pasti selalu mengabsen anak-anaknya, apakah sudah shalat atau belum. 

'Bapak bukan tidak percaya, tetapi setan banyak tipu muslihatnya. Jadi, Bapak hanya mengingatkan saja. Karena terkadang ada orang yang sudah dengar adzan, tetapi berat untuk melaksanakannya.' Kalimat itu kembali terngiang ditelingaku. 

"Pak, hutang di kedai Mbok Inah, alhamdulillah sudah lunas. Tadi Nia sudah membayarnya," ujar emak seraya menutup mushaf ditangannya. 

"Lah, kok?" 

"Iya, Pak. Alhamdulillah," kulirik Taufik yang tengah makan menghentikan suap nya. 

"Dengan bunganya juga, Kak?" sahut Taufik. 

"Bunga? Maksudnya, Fik?" 

"Hutang Emak, kan, cuma tujuh puluh ribu. Tapi kalau di kedai mbok Inah bisa jadi tujuh ratus ribu," 

"Astagfirullah, benar, Mak?" 

Emak mengangguk lemah dan Bapak terlihat menerawang jauh ke arah pintu rumah. Emak mulai bercerita, kalau kas bon di kedai mbok Inah maka akan ditambah dengan persen bunga per hari dari jadwal pembayaran yang telah ditentukan. Maka apabila telat sehari membayar, maka akan bertambah pula catatan hutangnya. Apakah mbok Inah tidak tahu, bahwa itu adalah riba dan Allah sangat membenci perbuatan tersebut. 

"Pak, Nia mau tanya, apakah uang yang dikirim bang Ilham selama ini, tidak cukup untuk Bapak dan Emak," tanyaku pelan. Kulangkahkan kakiku menuju kursi bapak, ku genggam tangannya hangat. 

Semua terdiam, tidak ada yang terdengar terkecuali suara jangkrik yang bersahutan diluar rumah. 

"Mak?" kualihkan pertanyaanku kepada emak. 

"Nanti juga kamu akan tau, Nduk." Hanya itu jawaban Bapak dan aku paham bahwa ini bukan saat yang tepat untuk mendapatkan jawabannya. 

*** 

Mentari bersinar terik pagi ini, waktu masih menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit. Bapak dan Taufik sudah pergi setelah subuh, ke kebun yang ada di kampung sebelah. Emak tengah sibuk di halaman belakang memetik sayuran yang telah ditanamnya. 

Drrt

Drrt 

Terdengar pesan masuk ke telepon genggamku, yang ada di meja dapur. 

[Nia, besok kamu sudah bisa datang ke sekolah ya. Tepat pukul delapan, jangan telat], rupanya Intan yang mengirim pesan. 

[Beres, bu bos] balasku. 

Akhirnya, setelah dua hari menunggu kabar, Intan, teman kecilku dan juga tenaga pengajar di sekolah dasar tempat pengajuan kerjaku memberi kabar. 

"Nia, kapan kamu mulai mengajar?" Emak sudah berdiri di hadapanku. 

"Alhamdulillah, Mak. Intan baru kasih kabar, kalau besok, Nia sudah bisa datang ke sekolah," 

"Alhamdulillah, berarti besok kamu diantar bapak, ya." 

"Loh, bapak gak ke kebun, Mak?" 

Sekolah dan kebun berbeda arah, sekolah yang ku tuju berada di kampung Cemara, sedangkan kebun berada di arah sebaliknya, yaitu di kampung Padi.

"Bapakmu ada urusan di kantor camat," ucap emak ragu. 

"Oh, yowes. Besok aku sama Intan aja, Mak!" Emak tak menanggapi lagi jawabanku, seakan setuju akan keinginanku. 

"Mak, aku ke kedai mbok Inah dulu, ya. Mau beli ***balut," 

"Hati-hati, awas jangan lemes mulutnya," ujar emak seraya terkekeh lucu.  

****

Kedai mbok Inah terlihat ramai oleh ibu-ibu. Wajar bila waktunya mereka belanja untuk keperluan makan siang. Kulihat ada mbah Sarmi, mbak Risa dan mbak Atun, sedangkan yang lainnya tidak ku kenal. 

"Assalamu'alaikum," 

"Waalaikumsalam," ucap mereka serentak, seperti koor paduan suara. 

Mbak Risa memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung kepala, dahinya berkerut menandakan sedang berpikir. 

"Gak usah banyak mikir, itu si miskin yang jadi kaya, Nia, anaknya Arman," mbok Inah tiba tiba muncul dari samping kedainya. 

Andaikan tidak ingat perkataan emak, mungkin sudah ku segel mulut mbok Inah. 

"Wah, Nia. Makin cantik aja," mbah Sarmi menghampiriku, kusalami wanita berkerudung warna maroon itu. 

"Mau ngutang lagi?" Masih dengan ketusnya, mbok Inah terus saja memancing emosiku. Ibu-ibu yang lain mencoba terlihat sibuk dengan memilih bahan belanjaan, mulut mereka juga sibuk berbisik-bisik sambil melirik ku. 

"Gak kok, mbok. Cuma mau beli ***balut, yang merk ***** ada, Mbok?" Merk yang kusebutkan memang sedikit mahal dari lainnya. Bukan karena harga, tapi karena memang aku sudah cocok menggunakannya. 

"Alah, emang kalau pakai merk lain, yang lebih murah, kenapa? Miskin ya miskin aja, keluarga miskin aja belagu" ujarnya lagi. Mbah Sarmi mengusap lembut tanganku sedangkan yang lain terlihat semakin kusuk memindai wajahku. 

"Mbok, dengar ya. Nia tidak tahu, ada masalah apa sebelumnya Mbok dengan keluarga Nia. Setahu Nia, hutang emak sudah Nia bayarkan, lunas. Bukankah hutang emak cuma tujuh puluh ribu? Mengapa Mbok menagihnya menjadi dua ratus lima puluh ribu? Apa Mbok sadar, kalau itu riba? Apa Mbok tahu, orang pemakan riba di hari kiamat tubuhnya halal disentuh api neraka?" ucapku garang, terdengar detak jantung dan nafas ku yang memburu. 

Seketika suara manusia tidak terdengar di telingaku. Semuanya terdiam, mulut mbok Inah terbuka lebar memandangku, pukulan telak baginya. Kuambil ***balut yang ada di gantungan kedai, meletakkan uang dua puluh ribu diatas meja. 

"Kembaliannya untuk mbok saja,. Nia, ikhlas. Lebih baik miskin harta, daripada miskin hati," ujarku seraya meninggalkan kedai tersebut. Masih sempat kuucapkan salam, dan hanya satu orang saja yang menjawab salamku, mbah Sarmi. 

Baiklah, mari kita buktikan, siapa yang paling kaya disini.

@@@

Hei, hei. Udah eps 2 aja nih. Makasih yang udah buat jejak dan likenya. 🥰🥰🥰🥰. love u.

Related chapters

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Rahasia yang Mulai Terungkap

    Sepanjang jalan pulang dari kedai mbok Inah, tidak hentinya aku beristighfar, menyesali perbuatanku. Aku tahu ini salah, tetapi setidaknya memang mbok Inah harus diberikan sedikit teguran.“Nia! Nia!” terdengar teriakan suara wanita dari arah belakangku. Kulihat mbah Sarmi berjalan cepat, badan tambunnya bergoyang ketika ia dengan cepat menghampiriku.“Kenapa, Mbah?”“Hah, hah, tu … tunggu sebentar,” ujarnya seraya mengatur nafasnya yang terdengar ngos-ngosan.“Kamu baik-baik saja, kan, Nia?”“Maksud Mbah? Nia baik-baik saja kok” kuputar badanku beberapa kali di hadapan mbah Sarmi, sambil tersenyum jahil.“Kamu ini, Mbah serius.”“Alhamdulillah, Mbah.”“Kamu itu, yo, kok berani-beraninya semburin Inah. Tapi, Alhamdulillah juga, akhirnya ada yang mewakili isi hati dari ibu-ibu kampu

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Suara Merdu dari Surau

    *Kekayaan sejati bukan diukur dari banyaknya harta yang kamu miliki, melainkan diukur dari hatimu yang merasa cukup.****Ketukan pintu mbah Sarmi mengagetkan kami, ku usap sisa airmata yang ada di pipi. Mbah Sarmi bergegas membukakan pintu.“Kamu … !”Kuintip melalui celah kain yang menjadi pembatas ruang tengah dan ruang dapur. Mbok Inah?“Ada apa lagi, Nah?” tanya mbah Sarmi.“Mbah kan, yang bilang ke warga-warga sini, kalau tadi pagi aku dimarahi sama si Nia?” tandasnyaHei, namaku disebut. Kubiarkan saja dulu mbah Sarmi melayani mbok Inah, aku penasaran apa yang akan terjadi.“Su’udzon kamu, Nah. Nyebut gusti Allah, kamu sendiri tahu, kalau disana bukan Mbah saja, kan?”“Halah, tapi Mbah yang lebih senior. Mereka mana berani sama aku, apalagi ceritain kejadian tadi,”“Senior?

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Api dan Airmata

    *Jangan berduka, apa pun yang hilang darimu akan kembali lagi dalam wujud lain (Jalaludin Rumi)****‘ORANG MISKIN (KELUARGA ARMAN) DILARANG BELANJA’Tulisan dengan arang hitam itu terlihat jelas dimataku. Dua orang wanita yang tengah belanja segera beranjak ketika melihat kedatangan kami.Belum sempat kakiku melangkah, cekalan tangan Taufik di bahuku membuatku menolehnya.“Biar Taufik aja, Kak.” Diraihnya batang kayu seukuran tangan orang dewasa yang ada di samping jalan setapak ini. Aku terkejut, gawat.“Fik, jangan pakai kekerasan,” kali ini aku yang mencekal tangannya.“Taufik!”Suara bariton bapak terdengar dari belakang. Derapan langkah besar juga terdengar jelas menuju arah kami.“Apakah Bapak pernah mengajari kalian seperti ini?” ucapnya pelan, tapi mampu membuatku dan Taufik berhenti untuk menghi

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Tanah Bapak

    *Ilmu itu lebih baik daripada harta karena harta itu harus kamu jaga, sementara ilmu akan menjagamu.* - Ali bin Abi Thalib***Suara tangisan mbok Inah yang mengucapkan kata maaf, terdengar sampai ke dapur. Hingga bapak mengucapkan suatu kalimat yang membuatku terkejut.“Apa??” teriakku, Taufik seketika langsung membekap mulutku sambil melototkan matanya.“Nia, Taufik, kemari!” panggil bapak tegas.“I … iya, Pak,” Taufik menoyor kepalaku pelan, ia berjalan mendahuluiku.“Duduk!” perintah bapak ketika kami sudah berada di ruang tamu.“Kamu, Nia. Minta maaf sama Inah, atas apa yang telah kamu lakukan di surau.”Jika bapak sudah menyatakan pendapatnya pada kami, berarti itu adalah suatu perintah yang harus segera dilaksanakan. Kulihat emak, sebagai tanda protes. Emak hanya mengangguk, menyetujui kalimat bapak. Kuperba

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Baju Seragam

    *Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu.* - Imam Syafi’i***Emak mengenakan gamis putihnya, lengkap dengan jilbab instan dengan warna senada, pakaian hari raya Idul Fitri tiga tahun yang lalu, katanya. Baju yang aku dan bang Ilham beli dan kirimkan ke emak dikampung.Ada senyum yang selalu melekat di wajahnya, senyum yang sulit diartikan. Begitupun bapak, sejak siang tadi ia selalu berdiri di depan pintu, pun menggunakan pakaian warna senada dengan emak. Kopiahnya pun tak pernah terlepas sejak tadi.Taufik tidak terlihat, kata bapak, ia akan sibuk untuk sementara waktu. Aku duduk di sudut ruangan tamu ini, memeluk lutut seraya terus memperhatikan jam dinding berputar.Ah, padahal katanya, paling lama tiga jam lagi ia akan sampai, tapi, rindu ini sudah tidak bisa kutahan. Jam pun seakan enggan untuk berputar.***"Nia, ayo sholat ashar dulu,"

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Tamu tak Diundang

    *Segala perbuatan sekecil apapun, nantinya pasti akan dipertanggungjawabkan****Gubrak, terdengar seperti ada barang yang terjatuh.Bergegas kulihat sisi rumah, Taufik mengikuti, ternyata emak menjatuhkan sampah yang ada dalam karung."Emak kenapa?" kubimbing emak berjalan memasuki rumah melalui pintu dapur. Taufik kembali mengumpulkan sampah yang sedikit berserakan."Emak duduk aja, biar Nia dan Taufik yang beberes." Wajah emak masih meyiratkan kesedihan, terlihat jelas ada kerinduan dimatanya."Emak nggak kenapa-kenapa, nduk. Oia, sudah beberapa hari ini kamu izin tidak sekolah. Apa tidak jadi masalah?""Alhamdulillah, sekolah kasih izin untuk cuti selama tujuh hari, Mak. Besok Nia juga udah kembali mengajar," jelasku.Sepertinya nanti saja aku tanyakan kembali perihal surat Taufik, masalah pendaftaran sekolahnya harus segera cepat diselesaikan."Assalamu'alaik

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Gunawan Sukardi, si Kepala Desa

    *Kekayaan, umur, dan popularitas itu seperti minum dari air lautan yang asin. Semakin kau minum, semakin haus yang kamu dapatkan.* - Shaykh Ahmad Musa Jibril***“Taufik!”Seorang pria bertubuh tambun, telah berdiri di hadapan kami. Wajahnya menahan amarah, terlihat jelas juga dari gestur tubuhnya.“Bilang sama bapakmu yang miskin itu, apa maksudnya ia menemui camat Jatisari? Kau pikir aku takut, hah!?” ucapnya emosi.Aku dan Taufik segera bangkti dari duduk.“Ck, kalau bapak tidak takut, kenapa sekarang, Bapak seperti cacing kepanasan?” tantang Taufik, ia membusungkan sedikit dadanya.“Apa kau bilang?! Anak bau kencur seperti mu tidak pernah diajari sopan santun, apa? Dasar miskin akhlak, cuih!” ludahnya ke sembarang temp

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Dia, Camat?

    *Sifat utama pemimpin adalah beradab dan mulia hati.* - Abu Hamid Al Ghazali@@@"Fik, kapan rencana kamu, ke kampus?" tanyaku, seraya menggunakan sepatu sekolah. Hari ini, aku akan berangkat ke sekolah dengan Intan.'Besok, aku jemput ya' pesannya semalam."Insyaallah, lusa Taufik akan berangkat, Kak,""Oke,"Intan telah berdiri di hadapanku, menggunakan gamis berwarna maroon, ia terlihat makin cantik dengan jilbab dengan warna senada."Loh, kok nggak pakai baju dinas,Tan?" tanyaku seraya berjalan beriringan, menuju motornya yang telah terparkir di halaman rumah."Nanti sepulang sekolah, aku mau ke kecamatan. Mau menyerahkan undangan," ungkapnya seraya menghidupkan motor."Undangan?""Hehe

Latest chapter

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Pernikahan

    “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya), Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32).Pernikahan merupakan suatu bentuk keseriusan dua orang dalam sebuah hubungan. Selain sebagai bentuk cinta dan kasih sayang, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.Selain itu, menikah juga menjadi salah satu cara memperkuat ibadah. Hal ini sesuai dengan hadits tentang pernikahan yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya. Maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya.”🍀🍀🍀“Bagaimana? Apa masih ada yang tertinggal?” Intan memperhat

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Undangan

    “Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang melimpah (yaitu: Surga)” (Qs. An Nuur (24) : 26).Ya Allah, dengan Rahmat dan Ridho-Mu perkenankanlah tautan cinta buah hati kami :<span;>Nia ApriliaPutri ke-2 dari Bpk. Arman Wahyudi & Ibu HalimahDengan<span;>Satria ArigayoPutra ke-2 dari Bpk. Bagus Ambarga & Ibu Puji Indah KasturiAkad nikah dan resepsi, Insya Allah akan dilaksanakan pada :Hari : Sabtu, 16 Oktober 2021

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Siapa Sebenarnya Ayu Nia Rizki?

    Terimakasih sudah meninggalkan jejak like dan komentarnya.❤❤❤Apa yang kita tanam, itu juga yang akan kita tuai. Pepatah nasehat yang tepat disandandangkan untuk Lastri, wanita yang seumuran denganku itu terlihat sangat mengenaskan menggunakan pakaian orange dari balik meja.Hari ini, aku sengaja mengunjungi Lastri ke Polres. Ada begitu banyak pertanyaan yang harus aku ajukan untuknya.“Apa yang kamu inginkan, Lastri? Dari keluargaku, tentunya.”Lastri hanya mencebikkan mulut, aura marah masih terlihat jelas dari kedua matanya.“Aku tidak pernah membuat masalah denganmu, pun dengan keluarga kamu, Lastri. Jadi, mengapa kamu selalu mencari masalah?”Dua orang polisi wanita ikut serta menemani kami di ruangan yang terbilang cukup sempit ini. Dengan sedikit memohon kepada Br

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Mencari Bella

    Aku sudah mengelilingi pemakaman ini sebanyak dua kali, tidak kuhiraukan semak belukar yang meliliti gamis. Nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaan Bella.Jejak langkah Bella ditanah juga tidak terlihat. Ya Allah, Bella kamu dimana?Kutarik nafas pelan, Nia kamu harus tenang. Tenang. Aku kembali menaiki motor, setidaknya aku tidak perlu dulu mengabarkan kehilangan Bella. Mungkin saja Bella singgah ke rumah … tidak mungkin. Bella tidak tahu siapa pun kecuali rumah mbah Sarmi dan mbok Inah. Kuputar kemudi motor, menuju kedai mbok Inah, pegal gas kutarik kuat. Masih terasa, sisa-sisa rumput liar masih menggantung di gamisku.“Assalamualaikum. Mbok, Mbok Inah.”Aku berteriak memanggil namanya. Tumben kali ini, kedai mbok Inah tertutup rapat, tapi masih terlihat pintu samping terbuka.“Waalaikumsalam. Lewat samping,” ujar seseorang dari dalam rumah.“Mbok, apakah Bella ada d

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Bella

    “Pak, bagaimana ini?”Bapak memandang tante Diah yang berada di balik kaca. Sedangkan emak, memberanikan diri masuk ke dalam ruangan. Mencoba untuk mengajak tante Diah berbicara. Sudah dua hari, tante Diah belum sadarkan diri. Kemarin, dokter mengatakan kondisi tante Diah sempat drop. Tetapi kembali stabil, malah lebih baik dari sebelumnya, ujarnya.‘Karena hantaman di kepala, ibu Diah belum sadarkan diri. Tetapi ia akan bereaksi jika mendengar suara orang-orang yang dikenalnya.’Mendengar ucapan dokter, emak dua hari ini selalu menyempatkan diri menjenguk tante Diah. Sebenarnya bapak tidak mau berada di rumah sakit, tetapi emak ngotot, tetap memaksa bapak ikut serta.“Taufik, jadi pulang?” Bapak berjalan ke arah kursi yang ada di samping pintu.“Jadi, Pak. Insyaallah, sore sudah sampai.”“Hem.”Aku mengikuti bapak, ya

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Masalah Gunawan yang Mulai Terungkap

    Terima kasih sudah meninggalkan jejak like dan komentar nya. 🌹🌹🌹Aku terhenyak, membaca status Lastri.'HAMPIR SAJA!!! BERDOALAH, BELUM TENTU BESOK KAMU BISA SELAMAT’Tunggu, apakah yang ia maksud adalah kejadian menyerempet tadi? Tapi bukankah orang yang berada di dalam sel, tidak boleh membawa handphone dan benda-benda lainnya?Malam semakin larut, angin malam masuk begitu saja dari celah-celah dinding kamarku.Ake kembali melihat status Lastri. Benar, statusnya dibuat saat aku sudah berada di rumah. Aku mengambil gambar dari status yang dibuat olehnya. Otakku kembali berjalan, ini bisa dijadikan bukti. Walaupun aku masih belum yakin, apakah benar ditujukan untukku. 🍀🍀🍀[Assalamualaikum. Mohon izin Bripka Agus, apakah hari ini ada waktu?].Tercentang dua tetapi masih berwarna

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Diserempet Mobil

    Sudah tiga minggu terlewati. Satu bulan lagi, acara pernikahanku akan dilaksanakan. Tidak pernah terdengar kabar tentang tante Diah. Terkadang, setelah pulang mengajar, aku menyempatkan untuk melewati rumah Tante Diah. Rumah peninggalan paman Wahyu tersebut, masih di segel oleh rentenir. Karena, setiap aku melewatinya, masih sering terlihat dua orang pria, menjaga rumah.Bapak dan emak juga tidak pernah bertanya atau mencari tahu keberadaan tante Diah. Tapi seiring waktu, setelah pengusiran tante Diah dari rumah. Pernah terdengar dari emak, bahwa bapak pernah mencari tahu keberadaan adiknya itu, melalui lek Ipul.Alhamdulillah, Taufik kembali mengukir prestasinya. Ia lulus ketika mengikuti tes kesehatan, tes psikologi, integritas dan kejujuran. Pengumuman resmi sebagai praja IPDN akan diumumkan akhir bulan depan. Taufik juga akan pulang dua hari lagi, setelah menyelesaikan segala urusannya.🍀🍀🍀Semalam, aku d

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Rahasia Besar Tante Diah

    Terima kasih sudah meninggalkan jejak like dan komentarnya.🍀🍀🍀Mungkin Intan juga memberitakan aksi Sumi pada Bripka Agus, karena setelah bapak mematikan ponsel, sebuah pesan aku terima dari Bripka Agus yang mengirim lokasi kejadian.Bapak segera menelpon lek Ipul untuk mengantarkan kami. Lokasi yang terbilang cukup jauh, butuh waktu satu jam untuk mencapai sungai tersebut.Jembatan yang digunakan Sumi terlihat ramai oleh penduduk setempat, garis polisi terpasang di tengah jembatan. Ah, benarkan Sumi melakukan bunuh diri? Ini semua bagai mimpi bagiku.Tante Diah sudah beberapa kali pingsan, isak tangisnya tidak mampu melawan suara arus sungai yang ada di depan mata. Polisi dan beberapa relawan terlihat sibuk mencari jasad Sumi menggunakan kapal boat.“Nia,”Bripka Agus berdiri di seberang garis polisi, tanpa mengenakan pakaian dinasnya. Aku berjalan mendekat, meninggalkan tante D

  • STEMPEL MISKIN UNTUK KELUARGAKU    Berakhirnya Kisah Sumi

    Terima kasih sudah meninggalkan jejak like dan komentarnya.🍀🍀🍀Dua minggu telah berlalu sejak Sumi sadar dan sejak itu pula Bapak tidak pernah lagi mengunjungi Sumi dan tante Diah di rumah sakit. Taufik juga sudah berangkat, mengikuti tahap tes selanjutnya tiga hari yang lalu. Insyaallah, ia akan kembali untuk mengikuti acara pernikahanku.Alhamdulillah, ketenangan kembali dalam keluargaku. Masalah ladang bapak? Sudah beberapa bulan ini bapak tidak pernah lagi menyetorkan sepeserpun uang kepada pak Gunawan. Sekarang kami masih mengolah ladang seperti biasanya. Pak Gunawan juga tidak pernah lagi menampakkan wajahnya di hadapan kami. Kabar yang aku dengar, pak Gunawan sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kepala desa. Ah, mungkin beliau masih sibuk mengurus kedua anaknya yang masih setia di dalam bilik jeruji.Aku juga sudah mencabut laporan terkait penjambreta

DMCA.com Protection Status