Aku memesan jus mangga tanpa gula dan susu lalu meminumnya perlahan saat sebuah tepukan mendarat di pundakku."Rengganis?"Aku menoleh dan terkejut saat melihat di belakangku ada Erick!"Mas Erick?" tanyaku lirih."Rengganis apa kabar? Kenapa kamu di sini?" tanya mas Erick seraya duduk dihadapanku.Wajahnya terlihat pucat dengan rambut yang berantakan dan agak panjang. 'Kurasa dia kurang terawat,' batinku. 'Ah, tapi Apa urusannya denganku!'"Alhamdulillah, kabarku baik Mas. Aku disini untuk periksa kehamilan ...,"Belum selesai aku bicara mas Erik memotong kalimatku, "Mana Reyhan? Apa dia tidak datang? Apa pernikahan kalian ada masalah?" tanya Mas Erick memandangku serius.Aku terkejut mendengar pertanyaannya yang seperti sebuah harapan, maksudnya pertanyaannya seperti terkesan mengharap sesuatu yang buruk terjadi dalam hubungan pernikahanku dan Mas Reyhan."Mas Reyhan sedang ke Apotek. Mungkin antriannya banyak sehingga belum menyusul ke sini.""Oh."Hanya itu jawaban mas Erick. "Ka
* Ada perbedaan antara suka dan cinta kalau kau suka terhadap suatu tanaman, maka kau akan memetiknya. Namun bila kau mencintai suatu tanaman, kau akan merawatnya, menyiraminya, dan memupuknya sampai melihat tanaman itu tumbuh cantik, indah, dan subur.***Entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba mbak Parmi membangunkanku."Bu Rengganis.""Iya mbak, ada apa?" tanyaku dengan mata setengah terpejam."Di ruang tamu, ada perempuan muda yang sedang mencari Ibu. Namanya Sandrina dan dia sekarang sedang mengajak Bian bermain bersama."Mataku langsung terbuka lebar. 'Ya Tuhan, bagaimana Sandrina menemukan rumah baru ini?'Aku segera meraih ponsel yang ada di dekatku lalu menghubungi Reyhan.Reyhan yang kini telah bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah sebagai ASN karena sebulan setelah resign dari klinik dokter Widodo, dia diam-diam mengikuti seleksi pegawai negeri.Memang dia merahasiakan hal ini pada papi dan mami agar jika tidak lulus, orang tua kami tidak merasa kecewa. Dan dia mencoba menja
* Please stay with me. Because without you, I am nothing.***Wajah Sandrina memucat saat petugas polisi yang datang bersama mas Reyhan mendekatinya. "Ikut saya ke kantor polis, Bu!""Tunggu Pak, saya butuh bicara dengan suami saya dan pengacara saya.""Nanti akan kita bahas di kantor polisi!" kata petugas polisi itu dan membawa Sandrina yang terus mengomel tidak karuan."Pak Ragil, bagaimana dengan istri saya? Saya minta surat visum, bisa? Saya perlu pengantar surat visum sebagai bukti bahwa istri saya telah mengalami penganiayaan."Reyhan memandang Sandrina geram. Sementara itu Bian tampak kebingungan dan memeluk mbak Parmi. "Mas, dia tadi sempat mengaku telah berusaha menabrakku kemarin," kataku lantang seraya menunjuk pada Sandrina yang mendelik."Jangan fitnah dan jangan bohong kamu. Apa kamu punya bukti?""Kami memang tidak sempat melihat apalagi menghafal nomor plat mobilmu. Tapi aku ingat dengan jenis mobilmu. Xeni* warna hitam. Dan apa kamu lupa 300 meter sebelum rumahku ad
*Apa bedanya kamu dan es kelapa muda? Kalau es kelapa muda menyegarkan, kalau kamu menyenangkan.***Dan saat hendak mengeringkan tangan dengan blower, tiba-tiba aku merasakan sesuatu meletus dari dalam jalan lahir.Cesss!Dan mengalirlah air ketuban jernih dari jalan lahir membasahi kaki."Mas Reyhan! Tolong!"Aku terduduk dan tidak berani berjalan agar air ketuban yang mengucur tidak semakin banyak."Maaas!"Aku berseru sekali lagi sambil beringsut mendekati gagang pintu. Untung saja tidak aku kunci.Saat aku hampir menggapainya, tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan wajah mas Reyhan yang penuh kecemasan."Rengganis?! Ketubannya pecah sekarang? Iya sih, kalau gemeli memang biasanya lahir lebih awal dari HPL, ini baru masuk usia kehamilan 36 minggu kan?" tanya mas Reyhan.Aku menganggukkan kepala."Ayo kita ke rumah sakit dokter Kemala saja ya. Kamu kan sejak awal lebih memilih ditangani dokter kandungan perempuan, daripada ditangani dokter laki-laki di RSUD?"Aku mengangguk. "Tapi
*Kenapa ikan tinggalnya di laut?*Kalau yang tinggal di hatiku itu kamu.***Hatiku berbunga mendengar tangisannya. Puluhan kata hamdalah terucap dari hati."Kemarin siapa yang mau dirahasiakan tentang jenis kelaminnya?" tanya dokter Kemala.Aku tersenyum sambil berusaha mengintip dari kain tabir. Tapi tetap tidak terlihat apapun."Anaknya yang keluar pertama, cewek, Mbak," tukas dokter Kemala memperlihatkan padaku sekilas."Karena lahirnya yang lebih cepat dari HPL, dan berat badannya lebih kecil daripada bayi biasa, anak Mbak harus masuk couve dulu ya.""Iya Dok," sahutku seraya mengangguk.Aku melihat seseorang karyawan perempuan lain, pasti perawat ruang bayi, menerima anakku dari dokter Kemala. Tak berapa lama kemudian, aku merasakan perutku diguncang-guncang lagi.Dan suara bayi pun terdengar memenuhi ruang operasi. "Selamat Mbak, anak kedua laki-laki."Dokter Kemala menunjukkan anakku, lalu dengan cepat menyerahkannya pada perawat di sebelahnya."Alhamdulillah." Aku mengucap
💕1,3,4,5,6,7,8,9,10. Sudah benar belum ngitungnya?💕Eh, nggak ada 2 nya ya? Sama seperti kamu dong. Tiada duanya di bumi ini.***"Astaghfirullah, siapa yang ngomong seperti itu?" tanyaku.Bian melepaskan pelukan dan memandangku. "Yang ngomong ke Bian adalah para tetangga yang tadi kesini," sahutnya lirih. "Kata mereka juga para tamu yang datang pasti semua hanya sayang pada adik bayi. Soalnya yang diberikan kado kan cuma adik bayi. Nggak ada yang ngasih kado ke Bian," sambung Bian lirih. Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi gamis yang kupakai. Reyhan mendekati kami dan mencium kepala Bian. "Maafkan Papa, Sayang. Mau peluk Papa?" Reyhan merentangkan kedua tangannya ke arah Bian.Bian melepaskan pelukannya dariku dan menghambur ke arah papanya."Bian Sayang, hari ini mau nggak tidur sama Papa?"Bian terdiam dan memandangi mas Reyhan."Nanti Papa dongengin raja hutan."Bian menggeleng."Maunya tidur sama Mama. Kan didongengin Nabi dan Rasul. Boleh ya Pa?" Bian merajuk.Aku d
*kamu tahu nggak perbedaan antara hari Minggu dengan cintaku padamu?*Kalau hari minggu itu weekend, kalau cintaku padamu will never end.***Dengan perlahan, aku turun dari ranjang dan melihat ke arah ruang tamu.Dan aku hanya bisa melongo melihat Anin yang berdiri di depan pintu."Kamu? Kenapa datang malam-malam gini? Sama siapa?"Aku melongokkan kepala kearah pintu yang terhalang oleh badan Anin.Bukannya menjawab, Anin malah menghambur dan memelukku."Rengganis, sepertinya aku dan mas Erick kena karma!" raungnya seraya terisak di pundakku. Aku terkejut. Tapi kubiarkan dia untuk sementara menangis di pelukanku."Siapa sih tamunya malam-malam gi ...,"Suara Reyhan dari belakang punggungku membuatku menoleh dengan tetap memeluk Anin.Reyhan semakin mendekat. "Anin? Ngapain kamu kesini?" tanya Reyhan dengan pandangan mata tak suka. Anin melepaskan pelukanku dan menatap mas Reyhan dengan tatapan memelas."Aku tanya sekali lagi, kenapa kamu kesini?" tanya mas Reyhan dengan suara yang
"Dari Bunda!" Aku bergegas menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkannya ke telinga."Assalamualaikum, Nis. Ayahmu Nis. Ayahmu terjatuh di kamar mandi dan sepertinya sekarang tidak bernafas lagi!"Suara bunda terdengar panik dan terbata dari seberang, membuatku jantungku berdetak lebih kencang."Astaghfirullah!"Peganganku pada ponsel melemah. "Mas, Ayah Mas!"Tangisku berderai. Seraya memegang erat ponselku, aku memeluk erat mas Reyhan."Nggak mungkin Mas. Ayah nggak mungkin meninggal." Aku histeris dan merasa sangat kehilangan. Kucubit berkali-kali pipiku sampai memerah. Sakit. Sangat sakit. Ini bukan mimpi. "Berhenti Nis. Jangan sakiti diri lagi!"Reyhan memelukku semakin erat. Hatiku mencelos. Kakiku seolah tidak menapak lantai rumah lagi."Mas, antar aku ke rumah ayah. Siapkan obat pacu jantung. Nanti kita harus lakukan RJP sebelum ayah dibawa ke rumah sakit."Aku meracau kebingungan dalam dekapan Reyhan."Sst, Sayang. Tenang. Tenang. Nafas panjang perlahan. Mas Ambilkan mi