* Please stay with me. Because without you, I am nothing.***Wajah Sandrina memucat saat petugas polisi yang datang bersama mas Reyhan mendekatinya. "Ikut saya ke kantor polis, Bu!""Tunggu Pak, saya butuh bicara dengan suami saya dan pengacara saya.""Nanti akan kita bahas di kantor polisi!" kata petugas polisi itu dan membawa Sandrina yang terus mengomel tidak karuan."Pak Ragil, bagaimana dengan istri saya? Saya minta surat visum, bisa? Saya perlu pengantar surat visum sebagai bukti bahwa istri saya telah mengalami penganiayaan."Reyhan memandang Sandrina geram. Sementara itu Bian tampak kebingungan dan memeluk mbak Parmi. "Mas, dia tadi sempat mengaku telah berusaha menabrakku kemarin," kataku lantang seraya menunjuk pada Sandrina yang mendelik."Jangan fitnah dan jangan bohong kamu. Apa kamu punya bukti?""Kami memang tidak sempat melihat apalagi menghafal nomor plat mobilmu. Tapi aku ingat dengan jenis mobilmu. Xeni* warna hitam. Dan apa kamu lupa 300 meter sebelum rumahku ad
*Apa bedanya kamu dan es kelapa muda? Kalau es kelapa muda menyegarkan, kalau kamu menyenangkan.***Dan saat hendak mengeringkan tangan dengan blower, tiba-tiba aku merasakan sesuatu meletus dari dalam jalan lahir.Cesss!Dan mengalirlah air ketuban jernih dari jalan lahir membasahi kaki."Mas Reyhan! Tolong!"Aku terduduk dan tidak berani berjalan agar air ketuban yang mengucur tidak semakin banyak."Maaas!"Aku berseru sekali lagi sambil beringsut mendekati gagang pintu. Untung saja tidak aku kunci.Saat aku hampir menggapainya, tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan wajah mas Reyhan yang penuh kecemasan."Rengganis?! Ketubannya pecah sekarang? Iya sih, kalau gemeli memang biasanya lahir lebih awal dari HPL, ini baru masuk usia kehamilan 36 minggu kan?" tanya mas Reyhan.Aku menganggukkan kepala."Ayo kita ke rumah sakit dokter Kemala saja ya. Kamu kan sejak awal lebih memilih ditangani dokter kandungan perempuan, daripada ditangani dokter laki-laki di RSUD?"Aku mengangguk. "Tapi
*Kenapa ikan tinggalnya di laut?*Kalau yang tinggal di hatiku itu kamu.***Hatiku berbunga mendengar tangisannya. Puluhan kata hamdalah terucap dari hati."Kemarin siapa yang mau dirahasiakan tentang jenis kelaminnya?" tanya dokter Kemala.Aku tersenyum sambil berusaha mengintip dari kain tabir. Tapi tetap tidak terlihat apapun."Anaknya yang keluar pertama, cewek, Mbak," tukas dokter Kemala memperlihatkan padaku sekilas."Karena lahirnya yang lebih cepat dari HPL, dan berat badannya lebih kecil daripada bayi biasa, anak Mbak harus masuk couve dulu ya.""Iya Dok," sahutku seraya mengangguk.Aku melihat seseorang karyawan perempuan lain, pasti perawat ruang bayi, menerima anakku dari dokter Kemala. Tak berapa lama kemudian, aku merasakan perutku diguncang-guncang lagi.Dan suara bayi pun terdengar memenuhi ruang operasi. "Selamat Mbak, anak kedua laki-laki."Dokter Kemala menunjukkan anakku, lalu dengan cepat menyerahkannya pada perawat di sebelahnya."Alhamdulillah." Aku mengucap
💕1,3,4,5,6,7,8,9,10. Sudah benar belum ngitungnya?💕Eh, nggak ada 2 nya ya? Sama seperti kamu dong. Tiada duanya di bumi ini.***"Astaghfirullah, siapa yang ngomong seperti itu?" tanyaku.Bian melepaskan pelukan dan memandangku. "Yang ngomong ke Bian adalah para tetangga yang tadi kesini," sahutnya lirih. "Kata mereka juga para tamu yang datang pasti semua hanya sayang pada adik bayi. Soalnya yang diberikan kado kan cuma adik bayi. Nggak ada yang ngasih kado ke Bian," sambung Bian lirih. Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi gamis yang kupakai. Reyhan mendekati kami dan mencium kepala Bian. "Maafkan Papa, Sayang. Mau peluk Papa?" Reyhan merentangkan kedua tangannya ke arah Bian.Bian melepaskan pelukannya dariku dan menghambur ke arah papanya."Bian Sayang, hari ini mau nggak tidur sama Papa?"Bian terdiam dan memandangi mas Reyhan."Nanti Papa dongengin raja hutan."Bian menggeleng."Maunya tidur sama Mama. Kan didongengin Nabi dan Rasul. Boleh ya Pa?" Bian merajuk.Aku d
*kamu tahu nggak perbedaan antara hari Minggu dengan cintaku padamu?*Kalau hari minggu itu weekend, kalau cintaku padamu will never end.***Dengan perlahan, aku turun dari ranjang dan melihat ke arah ruang tamu.Dan aku hanya bisa melongo melihat Anin yang berdiri di depan pintu."Kamu? Kenapa datang malam-malam gini? Sama siapa?"Aku melongokkan kepala kearah pintu yang terhalang oleh badan Anin.Bukannya menjawab, Anin malah menghambur dan memelukku."Rengganis, sepertinya aku dan mas Erick kena karma!" raungnya seraya terisak di pundakku. Aku terkejut. Tapi kubiarkan dia untuk sementara menangis di pelukanku."Siapa sih tamunya malam-malam gi ...,"Suara Reyhan dari belakang punggungku membuatku menoleh dengan tetap memeluk Anin.Reyhan semakin mendekat. "Anin? Ngapain kamu kesini?" tanya Reyhan dengan pandangan mata tak suka. Anin melepaskan pelukanku dan menatap mas Reyhan dengan tatapan memelas."Aku tanya sekali lagi, kenapa kamu kesini?" tanya mas Reyhan dengan suara yang
"Dari Bunda!" Aku bergegas menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkannya ke telinga."Assalamualaikum, Nis. Ayahmu Nis. Ayahmu terjatuh di kamar mandi dan sepertinya sekarang tidak bernafas lagi!"Suara bunda terdengar panik dan terbata dari seberang, membuatku jantungku berdetak lebih kencang."Astaghfirullah!"Peganganku pada ponsel melemah. "Mas, Ayah Mas!"Tangisku berderai. Seraya memegang erat ponselku, aku memeluk erat mas Reyhan."Nggak mungkin Mas. Ayah nggak mungkin meninggal." Aku histeris dan merasa sangat kehilangan. Kucubit berkali-kali pipiku sampai memerah. Sakit. Sangat sakit. Ini bukan mimpi. "Berhenti Nis. Jangan sakiti diri lagi!"Reyhan memelukku semakin erat. Hatiku mencelos. Kakiku seolah tidak menapak lantai rumah lagi."Mas, antar aku ke rumah ayah. Siapkan obat pacu jantung. Nanti kita harus lakukan RJP sebelum ayah dibawa ke rumah sakit."Aku meracau kebingungan dalam dekapan Reyhan."Sst, Sayang. Tenang. Tenang. Nafas panjang perlahan. Mas Ambilkan mi
*Apa kau tahu apa yang lebih sakit daripada cinta yang bertepuk sebelah tangan?*Cinta yang saling berbalas, tapi pasti tidak mungkin saling memiliki.***"Apa ini Rey?" tanya bunda saat melihat Reyhan baru pulang dari dinas."Gudeg Bunda. Sekalian ada thengkleng ini."Reyhan dengan wajah sumringah meletakkan kantung plastik ke atas meja makan."Wah, kamu benar-benar tahu saja kesukaan Bunda. Anak kesayangan banget."Bunda terlihat berseri-seri. Membuatku yang sedang menggendong Dilava tersenyum."Gitu ya? Jadi anak Bunda sekarang Reyhan? Bukan Ganis?"Bunda tertawa. "Ish, kayak anak kecil saja. Semuanya adalah anak Bunda. Kalian berdua, dan juga mas Aris dan mbak Dewi anak Bunda yang terkeren.""Yeeey. Makasih Bunda. Sekarang makan dulu yuk.""Sebentar aku mau ganti baju dan jas. Gerah banget."Reyhan berlalu ke dalam kamar. Sementara aku menyiapkan piring dan minuman."Bian sayang. Tolong ajak Dinova kesini ya. Kita makan sama-sama.""Ya Ma!"Tak lama kemudian keluarlah Bian dan mb
* Mungkin bagimu, kamu itu insan yang banyak kekurangan dan kelemahan. Tapi bagiku, kamu adalah segalanya.***"Bapak Reyhan mengalami kecelakaan menabrak pembatas jalan karena menghindari mobil yang berisi pemuda dan pemudi mabuk dan sekarang ...,"Tidak mungkin! Mendadak pandangan mataku menggelap."Bu ..., Bu ...."Terdengar suara dari seberang. Aku segera memejamkan mata dan menarik nafas panjang.Beristighfar sebanyak mungkin. Jantungku berdentam lebih cepat, sampai aku menduga kalau jantungku hendak keluar dari tempatnya.Kupejamkan mata lama, kemudian kubuka perlahan, berulang kali. Lalu aku menarik nafas panjang dari hidung dan keluar lewat mulut."Sebentar Pak," bisikku lirih.Aku meraba di bawah kasur. Biasanya aku menyimpan freshc*re di sana.Dapat! Aku langsung membuka tutupnya dan menciumnya lalu mengoleskannya ke kepala.Aroma dan sensasi mint yang segar membuat perlahan-lahan pandanganku pulih seperti sedia kala. "Pak, bagaimana kondisi suami saya?" tanyaku serak. Tanp