Beranda / Fiksi Remaja / SPERANZA / 001: Memulai Kisah Cinta

Share

001: Memulai Kisah Cinta

Penulis: Sabittttt_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-30 21:37:35

Jakarta, Indonesia, 14 Juli 2021

SMA Zervard adalah salah satu SMA favorit di Jakarta dan saat ini sekolah tersebut tengah ramai dan dipadati oleh siswa siswi baru. Para murid baru berkumpul dilapangan bersama anggota OSIS dari sekolah tersebut. 

Pemuda dengan pakaian yang sangat rapi berdecak sebal saat melihat lapangan dan koridor yang dipenuhi oleh para siswa dan siswi. Dia berjinjit untuk melihat celah agar bisa berjalan melewati mereka semua. 

Namun, tidak ada celah sedikitpun. Lelaki itu dengan lesu membalikkan badannya, namun tanpa sengaja dia menabrak seorang perempuan hingga membuat semua buku yang dia pegang berjatuhan di atas lantai. 

Lelaki itu dengan cepat menunduk dan membereskan buku-bukunya. Sang perempuan juga ikut membereskan buku milik lelaki tersebut membuat lelaki itu terkejut. 

"Ini!" sang perempuan menyerahkan buku yang tadi dia ambil dari lantai kepada lelaki itu. 

Lelaki itu memberanikan diri menatap mata dan wajah perempuan yang dia tabrak. Untuk beberapa detik dia terpesona dengan mata hijau milik perempuan tersebut. 

Lelaki itu tersadar dan dengan cepat mengambil buku dari tangan perempuan itu. "Terima kasih. Permisi," ucapnya dan berjalan dengan menunduk meninggalkan perempuan itu. 

Perempuan itu melongo. Dia membalikkan badannya menatap punggung lelaki itu. "Dia lupa mengucapkan maaf." perempuan itu menggeleng dan pergi ke arah yang berlawanan dengan lelaki itu. 

****

Suasana ruang kelas yang sepi membuat seseorang nyaman berada di dalam. Seseorang yang sangat membenci keramaian. Seseorang yang lebih nyaman sendiri tanpa ada manusia yang mengganggunya. 

Namun, seperti biasa kenyamanan dan kebahagiaan tidak akan pernah bertahan lama. 

"YASA!!"

Seorang lelaki berlari ke arahnya dengan nafas yang tak beraturan. Lelaki muda itu duduk di depannya. Yasa yang tengah asik membaca buku tidak memperdulikan temannya itu sama sekali hingga membuat temannya kesal. 

"YASA AATREYA ADHIEVA! APA KAU DENGAR AKU?!!" teriak temannya dengan kesal. 

Yasa mengangguk. "Ada apa?" tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya dari buku. 

Temannya itu menghela napas. "Apa kau ingat dengan anak baru yang ku ceritakan waktu itu?" tanya temannya Yasa yang bernama Byakta. Yasa mengangguk sebagai jawaban. 

"Aku tadi melihatnya, ternyata dia sangat cantik. Matanya benar-benar berwarna hijau, rambutnya bergelombang berwarna cokelat. Dia benar-benar sangat manis," kata Byakta dengan mimik wajah gembiranya. 

Yasa terdiam mendengar perkataan Byakta. Dia menutup bukunya dan menatap Byakta. "Matanya berwarna hijau?" tanya Yasa membuat Byakta mengangguk. 

Yasa terdiam. 'Apa perempuan yang ku tabrak tadi?' batin Yasa saat mengingat perempuan yang tadi tak sengaja dia tabrak. 

Yasa kembali menatap Byakta. "Apa dia memakai gelang hitam dengan mainan jangkar?" tanya Yasa sekali lagi. Byakta terdiam tengah berpikir, kemudian dia mengangguk dengan semangat. 

"Iya benar. Tapi, bagaimana kau tahu dia memakai gelang?" tanya Byakta curiga. "Aku tidak sengaja bertabrakan dengan nya tadi," jawab Yasa dan kembali membaca bukunya. Byakta membulatkan mulutnya dan mengangguk mengerti. 

Byakta menatap ke arah luar jendela, dia menghela nafas bosan. "Aku lapar, ayo ke kantin!" ajak Byakta. Yasa menggeleng. "Tidak, kau saja," jawab Yasa membuat Byakta mendengus sebal. 

Byakta menarik buku Yasa dan menutup nya, lalu dia menarik Yasa agar berdiri. "Ayo! Aku sangat lapar!" ucap Byakta tak terbantah. Yasa menghela napas dan memilih untuk mengikuti langkah Byakta. 

Saat sampai di kantin, Yasa memilih duduk dibangku pojok dan Byakta memilih untuk memesan makanan. Yasa menatap sekeliling, saat ini kantin sangat ramai membuat Yasa tidak nyaman. Dia memilih untuk memainkan handphonenya. 

Seseorang datang dan duduk di hadapannya membuat Yasa mendongak dan mengira itu adalah Byakta, namun ternyata itu adalah perempuan yang tak sengaja dia tabrak tadi. Yasa terus menatapnya sedangkan perempuan itu asik memakan makanannya. 

"Koridor, kantin, bukankah itu tempat yang indah untuk memulai kisah cinta?" 

Yasa tersentak saat mendengar perkataan perempuan itu. Mata mereka berdua kembali bertemu dan dengan cepat Yasa kembali memainkan handphonenya. 

Perempuan itu tersenyum tipis. "Speranza. Itu nama ku jika kau penasaran," kata perempuan itu, namun tak dihiraukan oleh Yasa. 

Byakta datang dan terkejut saat melihat Speranza duduk bersama dengan mereka. Dengan cepat dia duduk disamping Yasa. "Hai!" sapa Byakta dengan manis. Speranza menoleh kearah Byakta, dia hanya mengangguk dan berdehem sebagai jawaban. 

Byakta mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, aku Byakta sahabatnya Yasa," ucapnya sambil menunjuk Yasa. 

Speranza terdiam. Dia menatap Yasa yang tengah fokus memakan mie miliknya. "Jadi, nama mu Yasa? Nama yang bagus," komentar Speranza dan kembali memakan makanannya. 

Byakta terdiam. Dia menatap Yasa lalu beralih menatap Speranza. Byakta menurunkan tangannya dengan perlahan. "Lalu, siapa namamu?" tanya Byakta kepada Speranza. 

Speranza menunjuk Yasa menggunakan garpu. "Tanyakan saja kepada sahabat mu," ucapnya santai. 

Yasa menaikkan tatapannya. Dia menatap Speranza tidak senang. "Siapa namanya?" bisik Byakta tepat ditelinga Yasa. Yasa menoleh kearah Byakta, dia memundurkan kepalanya menjaga jarak dari Byakta. 

"Speranza," jawabnya dengan mendorong dahi Byakta agar menjauh darinya. 

Byakta mengangguk, dia mulai bersiap memakan makanannya. "Nama yang sangat aneh," gumam Byakta tanpa sadar. 

Speranza menghentikan kunyahannya. Dia menatap Byakta dengan tajam. Yasa yang melihat tatapan Speranza langsung menyikut Byakta agar dia sadar atas ucapannya. 

"Bersikap sopan lah kepada orang yang baru kau kenal," bisik Yasa membuat Byakta mengangguk. Byakta melirik Speranza yang masih menatapnya dengan tajam. Dia memilih untuk mengalihkan tatapan dengan menatap sekeliling kantin. 

Tatapan Byakta berhenti pada satu titik dimana terdapat anak osis yang duduk untuk makan siang. "Yasa," panggil Byakta membuat Yasa menoleh kearahnya. 

"Ada Lovie," ujar Byakta sambil menunjuk seorang gadis berambut pendek dengan sendok miliknya. Yasa melihat kearah yang ditunjuk Byakta. Perlahan senyum manis muncul di wajahnya. 

"Dia selalu terlihat manis dan menggemaskan," kata Byakta memuji Lovie. Yasa terus memperhatikan cinta pertamanya itu. Sedangkan Speranza memperhatikan Yasa dengan tatapan tidak senang. 

"Apa dia kekasihmu?" tanya Speranza kepada Yasa. Yasa tersentak dan menatap Speranza, dia menggeleng. "Tidak, dia bukan kekasihku," jawab Yasa dan kembali melanjutkan makannya. 

Speranza mengangguk mengerti. "Itu berarti kau belum memiliki kekasih?" tanya Speranza kembali. Yasa mengangguk. 

Speranza menatap pergelangan tangan kirinya. Dia melepaskan gelang hitam dengan mainan jangkar miliknya. Byakta terus memperhatikan pergerakan Speranza dengan bingung. 

Speranza menarik tangan Yasa secara tiba-tiba membuat Yasa terkejut dan berniat untuk memberontak. Namun, Speranza mengelus pergelangan tangannya dengan lembut lalu memakaikan gelang tersebut. 

"Mulai sekarang aku adalah kekasihmu." Yasa dan Byakta terkejut mendengar itu. 

"Saat pertama kali melihat mu aku merasakan hal aneh. Mungkin aku menyukaimu, tapi entahlah … Dan untuk membuktikan hal itu, apakah aku menyukaimu atau kah tidak, gelang ini akan terus berada di pergelangan tangan mu hingga aku mengatakan kalau aku tidak pernah menyukaimu." Speranza pergi setelah mengatakan semua itu. Yasa dan Byakta membisu ditempat. 

Yasa menatap gelang hitam tersebut. Dia mengangkat tangannya. Yasa menyentuh dadanya dan merasakan detak jantungnya. "Ini hanya mimpi," ujarnya. 

****

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sedari tadi. Byakta juga sudah pulang, namun Yasa masih berada di sekolah tepatnya di taman sekolah yang sangat sepi. Dia hanya duduk sendiri tanpa ditemani siapapun. 

Yasa terus menatap pergelangan tangannya yang saat ini dihiasi oleh gelang hitam milik Speranza. Dia tidak mengerti dengan perkataan Speranza. Mengapa Speranza mengatakan semua hal itu? Apa Speranza jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama? 

"Dia cantik, tapi aku baru mengenalnya lagi pula apa yang dia lihat dari ku?" Yasa menghela napas lelah memikirkan alasan Speranza melakukan semua ini. 

"Yasa!" 

Yasa tersentak saat mendengar teriakan itu. Dia menaikkan tatapannya dan melihat seorang pemuda bersama kedua sahabatnya tengah berjalan ke arahnya. Yasa berdiri dengan tubuh bergetar, dia sangat takut melihat ketiga pemuda itu. 

"Berikan aku uang saku mu!" titah pemuda itu saat tiba dihadapan Yasa. 

Yasa terus menunduk tanpa berani menatap ketiga pemuda itu. "Bukankah mama baru saja memberikan mu uang," kata Yasa dengan ketakutan. 

Pemuda itu berdecak. "Tidak usah mengatakan apapun! Cepat berikan uangnya!" teriak pemuda itu dengan kesal. 

Yasa menggeleng. "Aku tidak akan memberikannya! Kau sudah memiliki uang," ujar Yasa menolak perintah dari pemuda tersebut. 

Pemuda itu menghela napas, dia menggaruk alis nya dengan penuh kekesalan. "Sepertinya kau sangat suka disiksa," kata pemuda itu dengan pelan. 

Dengan cepat pemuda itu memukul wajah Yasa hingga Yasa terjatuh ke atas tanah. Tak berhenti disitu, pemuda itu menjambak rambut Yasa dengan begitu kuat. Dia merogoh saku celana Yasa untuk menemukan uang yang dia cari. 

Yasa berusaha untuk memberontak, namun kedua teman pemuda itu memegangnya. "Arzan!" Yasa berteriak membuat pemuda bernama Arzan menatap kearahnya. 

"Berani sekali kau meneriaki nama ku?" tanya pemuda itu dengan tatapan remeh. 

Arzan berdiri setelah mendapatkan dompet milik Yasa. Dia mengambil semua uang saku milik Yasa dan melempar dompet itu. "Terima kasih," ucapnya sambil menggoyangkan uang tersebut. Sebelum pergi dia menyempatkan diri untuk menendang perut Yasa dengan begitu kuat. 

Yasa berteriak kesakitan. Dia memegang perutnya dan menatap kepergian Arzan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Yasa memejamkan matanya tak sanggup menahan rasa sakit. 

"Kau benar-benar sangat lemah." 

Yasa membuka matanya saat mendengar suara tersebut. Dia mendongak dan menemukan Speranza yang berdiri menghadapnya. 

Speranza menghela napas. Dia membantu Yasa untuk bangun dan membantunya duduk diatas bangku taman. Speranza duduk disamping Yasa. 

"Siapa pemuda tadi?" tanya Speranza membuat Yasa menoleh ke arahnya dengan cepat. 

"Kau melihat semuanya?" tanya Yasa tak percaya. Speranza mengangguk. "Aku melihat bagaimana kau menyerah," jawab Speranza yang entah mengapa membuat Yasa marah. 

"Kau melihat semuanya, tapi kau tidak berniat untuk menolong ku," kesal Yasa. 

Speranza menaikkan satu alisnya. "Menolongmu? Mengapa aku harus menolong mu?" tanya Speranza kepada Yasa. 

"Kau sendiri yang mengatakan kalau kau adalah kekasih ku, bukankah itu tugas seorang kekasih?!" Yasa kesal sendiri hingga tidak sadar berbicara dengan nada tinggi. 

Speranza tertawa dengan sangat keras membuat Yasa menatapnya bingung. "Mengapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Yasa tidak suka. 

"Aku pikir kau tidak akan menganggap serius perkataan ku," ujar Speranza semakin membuat Yasa bingung. "Maksudmu?" bingung Yasa. 

"Waktu di kantin aku hanya bercanda untuk melihat reaksimu, tapi ternyata kau benar-benar menganggap semua itu serius. Jadi, baiklah mulai sekarang aku akan bertingkah layaknya seorang kekasih," kata Speranza membuat Yasa melongo. 

Yasa memilih untuk berdiri dan berjalan meninggalkan Speranza. Namun, Speranza menahan tangannya hingga membuat langkahnya berhenti. 

"Kau belum menjawab pertanyaanku," kata Speranza membuat dahi Yasa berkerut. 

"Pertanyaan apa?" 

"Siapa lelaki tadi?" tanya Speranza dengan serius. Yasa menghela napas. "Dia Arzan, adikku," jawab Yasa dan berjalan pergi meninggalkan Speranza. 

Salah satu alis Speranza naik setelah mendengar jawaban Yasa. "Adik?" tanya nya bingung.

****

Bab terkait

  • SPERANZA    002: Posesif

    Cuaca yang begitu panas. Hari ini matahari merdeka memamerkan sinarnya. Keringat mengucur dari dahi hingga ke ujung kaki. Semua orang tidak tahan dengan hawa panas di sekeliling mereka. Yang berada di dalam ruangan saja kepanasan dan bagaimana dengan orang yang berada di luar ruangan? Para murid kelas dua belas ipa tiga sedang merasakannya. Dibawah terik matahari mereka diminta untuk berolahraga. Tidak tahu berapa liter keringat yang sudah mereka keluarkan. Yasa menghembuskan napas untuk kesekian kalinya. Dia sudah tidak sanggup melakukan aktivitas ini lagi. Namun sayang, Yasa tidak bisa memberitahu siapapun kalau dia ingin berhenti melakukan semua ini. Dengan wajah yang begitu pucat, Yasa berlari mengelilingi lapangan dengan teman-teman sekelasnya. Keringat yang jatuh di setiap detiknya, detak

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • SPERANZA    003: Perempuan Yang Penuh Amarah

    "Kita mau kemana?"Yasa menatap keluar melalui jendela mobil. Suasana malam ini sangat sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang melintasi jalan raya ini.Yasa menoleh ke arah Speranza saat Speranza tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Kita mau kemana?" ulangnya sambil menatap Speranza. Speranza hanya melirik dan tidak menjawab.Yasa menghela napas bersabar. Beberapa menit kemudian mobil berhenti di sebuah taman yang sangat sepi bahkan mungkin sudah lama ditinggalkan. Yasa menelan ludah saat merasakan hawa dingin yang membuatnya merinding."Ayo turun!" ajak Speranza."Tunggu!" ucap Yasa sambil menahan tangan Speranza. "Kita mau apa disini? Tempat ini sangat seram," ujar Yasa menelan salivanya gugup.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • SPERANZA    004: Khawatir

    "Kau lihat?!"Speranza hanya mampu menunduk saat sang ayah menunjuknya dengan penuh amarah. Speranza memejamkan matanya saat ayahnya membanting handphonenya."Itulah alasanku tidak membiarkanmu berkeliaran di sini, Kau benar-benar tidak bisa hidup di luar," kata sang ayah membuat Speranza menatapnya terkejut."Tidak bisa hidup di luar? Apa kau berniat untuk mengurungku?!" tanya Speranza tak habis pikir."Ya! Aku berniat untuk mengurungmu! Kalau saja manusia sepertimu tidak ada di dunia ini, maka dunia ini akan begitu damai.""CAIDEN!!" Speranza meneriaki nama ayahnya membuat semua orang tuanya menatap dirinya terkejut."Berani sekali kau meneria

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • SPERANZA    005: Memutuskan Hubungan

    Baru kali ini senyum Yasa bertahan cukup lama. Dia terlalu bahagia untuk berpura-pura menahan senyumnya. Yasa berjalan masuk ke dalam rumahnya.Saat ini jam menunjukkan pukul 21.52. Yasa menghela napas karena sadar dia telah pergi keluar terlalu lama. Dengan jantung yang Berdetak dengan cepat, Yasa terus melangkah masuk ke dalam rumah."Hebat!"Tubuh Yasa tersentak. Dia menoleh kearah sumber suara. Dia terdiam saat melihat mama dan papanya berdiri dengan wajah penuh amarah."Hebat ya kamu sekarang!" ucap sang mama membuat Yasa terdiam."Ada apa ma?" tanya Yasa lugu. Arzan yang melihat itu tertawa dengan keras. "Semakin lama kau semakin pintar," komentar Arzan membuat Yasa semakin takut.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19
  • SPERANZA    006: Saling Rindu

    "Tapi, bu ...." "KELUAR!!" Xaviera mendorong tubuh Byakta dan Yasa hingga keluar dari rumahnya. Byakta dan Yasa hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Xaviera. Mereka berdua menghela napas. Yasa menatap pintu rumah Xaviera dengan tatapan bingung. "Byakta," panggil Yasa membuat Byakta menoleh ke arahnya. "Apa?" Yasa menatap Byakta dengan serius. "Apa kau tidak merasa ada yang aneh?" tanya Yasa membuat Byakta mengerutkan dahinya bingung. Byakta menggeleng. "Tidak. Memangnya kenapa?" tanya Byakta balik. "Mengapa ibu Speranza memanggilnya dengan nama Flavia?" tanya Yasa sambil mengelus dagunya. "Mungkin saja itu nama panggilan dari ibunya," sahut Byakta membuat Yasa terdiam. "Lalu, kau lihat sendiri bukan? Ibu Speranza memiliki wajah asli orang Indonesia sedangkan Speranza wajahnya sangat kental dengan Italia," kata Yasa membuat Byakta terdiam. "Mungkin saja ayah Speranza asli Italia," jawab Byakta sedikit ti

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • SPERANZA    007: Kebenaran Lovie

    Dengan wajah penuh amarah, Caiden menarik tangan Speranza. Dia mendorong Speranza ke arah sofa dengan begitu kasar."Ayah enggak suka kamu dekat dengan orang lain!"Speranza mengelus pergelangan tangannya yang tadi dicengkram oleh Caiden. Hatinya sakit karena baru kali ini Caiden bersikap kasar kepadanya."Apa dia kekasihmu itu?!" tanya Caiden penuh amarah. Speranza diam tidak menjawab.Caiden mencengkram dagu Speranza dengan begitu kuat. Speranza berusaha untuk melepaskan cengkraman itu menggunakan tangannya."Jangan bertingkah lagi Via! Jauhi semua orang! Saat di Italia kamu tidak pernah memiliki teman jadi jangan pernah berpikir untuk memiliki teman di sini!" teriak Caiden.Speranza menaikkan satu alisnya. "Apa jika aku membuat masalah kau akan mengembalikan ku ke Italia?" tanya Speranza.Caiden mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia melepaskan cengkramannya dari dagu Speranza. "TIDAK AKAN PERNAH!!" bentak Caiden membua

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • SPERANZA    008: Kebenaran yang sangat menyakitkan

    "SPERANZA!!"Speranza dan Arzan terkejut saat mendengar itu. Arzan menoleh ke sumber suara sedangkan Speranza dengan mengambil tangan Arzan dan menaruhnya tepat diatas rambutnya. Speranza bertingkah seolah-olah Arzan menjambaknya."AAKKHH!! APA YANG KAU LAKUKAN?!!""ARZAN SAKIT!!!"Speranza terus berteriak membuat Arzan terkejut. Arzan melotot dan berusaha untuk melepaskan tangannya, namun Speranza mencengkram tangannya dengan kuat."Dasar rubah licik!" desis Arzan saat melihat air mata Speranza.Yasa yang melihat Speranza kesakitan memberanikan diri menolongnya. Dia menjauhkan tangan Arzan dari rambut Speranza, kemudian di a mengelus dan merapikan rambut Speranza."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yasa begitu khawatir. Speranza menatap Yasa, dia mengangguk dan langsung memeluk Yasa.Sedangkan Arzan, dia menatap pergelangan tangannya yang mengeluarkan darah akibat tercakar kuku Speranza. Satu tangannya yang lain terke

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • SPERANZA    009 : Pengkhianat?

    Malam yang gelap dan begitu sunyi. Mobil Speranza terparkir di jalanan yang begitu sunyi dan mungkin jalanan ini tidak pernah di lalui oleh siapapun. Di dalam sana, Speranza tengah tidur. Dia kembali kabur agar mereka semua tidak bisa kembali ke Italia. Tidur Speranza begitu nyenyak hingga akhirnya sebuah telepon yang masuk berhasil mengganggu tidurnya. Dia tersentak dan menggeram. Speranza menatap handphonenya dengan kesal. Tadinya dia tidak ingin mengangkat karena mengira itu adalah kedua orang tuanya, namun rasa penasaran kembali mengalahkannya. Speranza melihat siapa yang meneleponnya dan dengan terburu-buru dia mengangkatnya. "Halo Yasa, ada apa?" sapa Speranza setelah mengangkat panggilan itu. Tidak ada sahutan sedikitipun dari Yasa. Speranza mengerutkan dahinya bingung dan kembali memastikan kalau yang meneleponnya adalah Yasa. "Yasa?" panggil Speranza agar Yasa berbicara. "Speranza,"

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02

Bab terbaru

  • SPERANZA    012 : Caiden!

    Ketukan sepatu seseorang berhasil mengusik ketenangan yang Yasa miliki. Dia menghela napas dan menatap tajam pelaku yang membuat kebisingan itu. Sang pelaku tidak peduli, ia malah bersiul seolah tidak melakukan kesalahan apapun. Yasa menghela napas bersabar. Matanya menatap ke arah pintu operasi yang masih tertutup dengan lampu merah yang menyala. "Dia sedang dioperasi bukan? Lalu, mengapa kita tetap di sini? Ayo kita pulang!" Ajak Speranza dengan santai. "Apa kau sudah gila? Kau mau kita meninggalkan dia begitu saja?" Tanya Yasa sedikit marah. "Mengapa kau peduli sekali dengannya? Aku benar-benar tidak menyukainya! Aku harap dia tidak selamat!" Sumpah Speranza menatap pintu ruang operasi dengan tajam. "SPERANZA!!" bentak Yasa membuat Speranza terkejut. Yasa menghela napas, kejadian beberapa menit yang lalu terus berputar di kepalanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi. "Speranza, aku—" "Aku harus pulang. Ayah sudah menunggu ku," ujar Speranza memotong perk

  • SPERANZA    011 : Rahasia Yang Terungkap

    "Ada apa? Mengapa kau terlihat gelisah?" Caiden memperhatikan mimik wajah Xaviera. Dia sangat mengenal Xaviera dan mengerti kalau Xaviera sulit untuk menyembunyikan ekspresinya. Xaviera masih diam dengan kepala yang tertunduk. Caiden tersenyum tipis, tangannya bergerak menyentuh pipi Xaviera dan mengelusnya dengan lembut. "Ada apa sayang?" tanya Caiden lembut. Tiba-tiba saja Xaviera menetskan air mata membuat Caiden terkejut. Dengan cepat Caiden memeluk Xaviera dan membiarkannya mengeluarkan segalanya. Setelah mulai tenang, Xaviera melepaskan pelukannya dan menatap suaminya dengan mata sembab. "Tadi pagi aku bertemu dengannya," ucap Xaviera membuat dahi Caiden berkerut. "Dengannya? Siapa?" tanya Caiden kebingungan. Xaviera terdiam sejenak, kemudian dia menatap tepat di mata suaminya. "Bitari," jawabnya dengan suara lesu. Mendadak suasana menjadi dingin. Mereka berdua sama sekali tidak mengeluarkan su

  • SPERANZA    010 : Kakak?

    "Kau yakin ingin turun di sini?"Yasa tersenyum manis kepada Lovie. Dia mengangguk dan menjawab, "Aku yakin. Ada yang harus aku bicarakan dengan Byakta."Lovie menatap Yasa dengan khawatir. Pasalnya wajah Yasa sudah sangat pucat. "Kau harus pulang dan beristirahat, itu lebih penting untuk mu daripada berbincang dengan Byakta," Keukeh Lovie.Yasa kembali tersenyum. "Aku akan beristirahat di rumah Byakta. Aku juga akan menghubungi orang tua ku nanti," katanya."Mengapa kau sangat keras kepala! Berbincang dengan Byakta itu tidak penting!" Kesal Lovie.Yasa menatap Lovie dengan jahil. "Mengapa reaksi mu seperti itu? Kau marah jika aku berbincang dengan kekasih mu?" Yasa tertawa di akhir pertanyaannya.Lovie terdiam dan tidak sadar kalau Yasa sudah keluar dari taksi. "Aku akan istirahat. Terima kasih dan hati-hati," ucap Yasa dengan lembut. Dia menutup pintu taksi dan menatap taksi itu pergi menjauh darinya.Setelah taksi itu pergi,

  • SPERANZA    009 : Pengkhianat?

    Malam yang gelap dan begitu sunyi. Mobil Speranza terparkir di jalanan yang begitu sunyi dan mungkin jalanan ini tidak pernah di lalui oleh siapapun. Di dalam sana, Speranza tengah tidur. Dia kembali kabur agar mereka semua tidak bisa kembali ke Italia. Tidur Speranza begitu nyenyak hingga akhirnya sebuah telepon yang masuk berhasil mengganggu tidurnya. Dia tersentak dan menggeram. Speranza menatap handphonenya dengan kesal. Tadinya dia tidak ingin mengangkat karena mengira itu adalah kedua orang tuanya, namun rasa penasaran kembali mengalahkannya. Speranza melihat siapa yang meneleponnya dan dengan terburu-buru dia mengangkatnya. "Halo Yasa, ada apa?" sapa Speranza setelah mengangkat panggilan itu. Tidak ada sahutan sedikitipun dari Yasa. Speranza mengerutkan dahinya bingung dan kembali memastikan kalau yang meneleponnya adalah Yasa. "Yasa?" panggil Speranza agar Yasa berbicara. "Speranza,"

  • SPERANZA    008: Kebenaran yang sangat menyakitkan

    "SPERANZA!!"Speranza dan Arzan terkejut saat mendengar itu. Arzan menoleh ke sumber suara sedangkan Speranza dengan mengambil tangan Arzan dan menaruhnya tepat diatas rambutnya. Speranza bertingkah seolah-olah Arzan menjambaknya."AAKKHH!! APA YANG KAU LAKUKAN?!!""ARZAN SAKIT!!!"Speranza terus berteriak membuat Arzan terkejut. Arzan melotot dan berusaha untuk melepaskan tangannya, namun Speranza mencengkram tangannya dengan kuat."Dasar rubah licik!" desis Arzan saat melihat air mata Speranza.Yasa yang melihat Speranza kesakitan memberanikan diri menolongnya. Dia menjauhkan tangan Arzan dari rambut Speranza, kemudian di a mengelus dan merapikan rambut Speranza."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yasa begitu khawatir. Speranza menatap Yasa, dia mengangguk dan langsung memeluk Yasa.Sedangkan Arzan, dia menatap pergelangan tangannya yang mengeluarkan darah akibat tercakar kuku Speranza. Satu tangannya yang lain terke

  • SPERANZA    007: Kebenaran Lovie

    Dengan wajah penuh amarah, Caiden menarik tangan Speranza. Dia mendorong Speranza ke arah sofa dengan begitu kasar."Ayah enggak suka kamu dekat dengan orang lain!"Speranza mengelus pergelangan tangannya yang tadi dicengkram oleh Caiden. Hatinya sakit karena baru kali ini Caiden bersikap kasar kepadanya."Apa dia kekasihmu itu?!" tanya Caiden penuh amarah. Speranza diam tidak menjawab.Caiden mencengkram dagu Speranza dengan begitu kuat. Speranza berusaha untuk melepaskan cengkraman itu menggunakan tangannya."Jangan bertingkah lagi Via! Jauhi semua orang! Saat di Italia kamu tidak pernah memiliki teman jadi jangan pernah berpikir untuk memiliki teman di sini!" teriak Caiden.Speranza menaikkan satu alisnya. "Apa jika aku membuat masalah kau akan mengembalikan ku ke Italia?" tanya Speranza.Caiden mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia melepaskan cengkramannya dari dagu Speranza. "TIDAK AKAN PERNAH!!" bentak Caiden membua

  • SPERANZA    006: Saling Rindu

    "Tapi, bu ...." "KELUAR!!" Xaviera mendorong tubuh Byakta dan Yasa hingga keluar dari rumahnya. Byakta dan Yasa hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Xaviera. Mereka berdua menghela napas. Yasa menatap pintu rumah Xaviera dengan tatapan bingung. "Byakta," panggil Yasa membuat Byakta menoleh ke arahnya. "Apa?" Yasa menatap Byakta dengan serius. "Apa kau tidak merasa ada yang aneh?" tanya Yasa membuat Byakta mengerutkan dahinya bingung. Byakta menggeleng. "Tidak. Memangnya kenapa?" tanya Byakta balik. "Mengapa ibu Speranza memanggilnya dengan nama Flavia?" tanya Yasa sambil mengelus dagunya. "Mungkin saja itu nama panggilan dari ibunya," sahut Byakta membuat Yasa terdiam. "Lalu, kau lihat sendiri bukan? Ibu Speranza memiliki wajah asli orang Indonesia sedangkan Speranza wajahnya sangat kental dengan Italia," kata Yasa membuat Byakta terdiam. "Mungkin saja ayah Speranza asli Italia," jawab Byakta sedikit ti

  • SPERANZA    005: Memutuskan Hubungan

    Baru kali ini senyum Yasa bertahan cukup lama. Dia terlalu bahagia untuk berpura-pura menahan senyumnya. Yasa berjalan masuk ke dalam rumahnya.Saat ini jam menunjukkan pukul 21.52. Yasa menghela napas karena sadar dia telah pergi keluar terlalu lama. Dengan jantung yang Berdetak dengan cepat, Yasa terus melangkah masuk ke dalam rumah."Hebat!"Tubuh Yasa tersentak. Dia menoleh kearah sumber suara. Dia terdiam saat melihat mama dan papanya berdiri dengan wajah penuh amarah."Hebat ya kamu sekarang!" ucap sang mama membuat Yasa terdiam."Ada apa ma?" tanya Yasa lugu. Arzan yang melihat itu tertawa dengan keras. "Semakin lama kau semakin pintar," komentar Arzan membuat Yasa semakin takut.

  • SPERANZA    004: Khawatir

    "Kau lihat?!"Speranza hanya mampu menunduk saat sang ayah menunjuknya dengan penuh amarah. Speranza memejamkan matanya saat ayahnya membanting handphonenya."Itulah alasanku tidak membiarkanmu berkeliaran di sini, Kau benar-benar tidak bisa hidup di luar," kata sang ayah membuat Speranza menatapnya terkejut."Tidak bisa hidup di luar? Apa kau berniat untuk mengurungku?!" tanya Speranza tak habis pikir."Ya! Aku berniat untuk mengurungmu! Kalau saja manusia sepertimu tidak ada di dunia ini, maka dunia ini akan begitu damai.""CAIDEN!!" Speranza meneriaki nama ayahnya membuat semua orang tuanya menatap dirinya terkejut."Berani sekali kau meneria

DMCA.com Protection Status