"Dokter Jacob, saya memohon padamu. Sembuhkan Tuan Hans." Daniel mengatupkan kedua telapak tangannya memohon kepada dokter pribadi keluarga Karl.Ia sangat sedih melihat keadaan tuannya. Orang yang tidak tahu permasalahannya mungkin Leon terlihat seperti orang sehat pada umumnya.Leon masih bekerja seperti biasanya. Hanya saja sikapnya yang tidak menerima takdir atas kematian sang kekasih dan calon anaknya membuat ia terlihat sangat memprihatinkan."Tenanglah, Daniel. Dia juga sahabat saya. Saya tidak mungkin membiarkan Hans terus larut dalam hayalannya." Dokter tampan itu menepuk-nepuk bahu asisten sahabatnya.Sebagai sahabat dan dokter pribadinya, Jacob akan berusaha keras untuk bisa membuat Leon menerima kenyataan pahit dalam hidupnya."Terima kasih, Dokter," ucap Daniel masih mengatupkan telapak tangannya.Leon memicing saat melihat asistennya sedang memohon sesuatu kepada dokter pribadinya."Kenapa kamu memohon pada
“Semoga saja," balas Daniel.“Daniel, kamu harus memastikan Hans meminum obat yang tadi saya berikan. Perlahan-lahan beri pengertian tentang Jessica, jangan biarkan dia terperangkap dalam hayalannya terlalu lama,” bisik Jacob kepada asisten sahabatnya.Daniel hanya mengangguk merespons perintah sang dokter.“Cepatlah, Daniel!” teriak Leon dari dalam mobil.“Baik, Tuan.” Daniel segera masuk ke dalam mobil dan menancap gas kendaraanya menuju kantor D. R Corporation.Seluruh keluarga, teman dan rekan kerja sang penguasa Beauty Corporation sedang berduka atas kematian pimpinan perusahaan mereka. Padahal orang yang mereka tangisi sedang memulai hidup baru dengan lingkungan dan teman-teman yang baru.“Alexa, apa aku boleh mengambil buah apelmu?” tanya Renate sambil memegangi buah apel yang terlihat sangat menggodanya.“Ambillah sepuasmu Renate,” kata Alexa. “Kamu tunggu di sini, aku ambilkan alat untuk mengambil buah yng sudah
“Renate, kamu wanita yang baik, buktinya Tuhan memercayakan malaikat kecil ini berada di rahimmu.” Alexa tampak bersedih karena sudah beberapa tahun menikah belum mempunyai seorang anak.“Alexa … jangan sedih. Kalian pasti akan segera mendapatkan seorang bayi yang lucu.” Renate menghibur wanita muda itu supaya tidak bersedih lagi.“Aku tidak akan bersedih lagi karena tidak lama lagi keponakanku akan lahir.” Alexa bangun dari duduknya. “Boleh aku meraba perutmu?”“Tentu saja boleh. Anakku sangat suka jika aku melakukan itu.” Renate tersenyum sambil mendekatkan perutnya pada Alexa.“Sayang, kamu sehat-sehat ya di dalam, kami semua sudah menantimu dengan suka cita.” Alexa mengelus-elus perut Renate yang masih rata. “Aku jadi tidak sabar ingin segera menggendongmu.”“Apalagi aku,” kata Renate sambil tertawa.“Oh ya Renate, kamu mau makan apa?”Alexa hampir lupa kalau tujuan dia mengajak Renate ke rumahnya untuk mem
“Julie, kamu pulang dengan siapa?” tanya Nyonya Alice. “Apa kamu mau ikut dengan kami?”“Terima kasih, Nyonya. Saya pulang bersama teman kerja saya.”“Julie, jika dalam sebulan ini perusahaan tidak bisa stabil lagi. Kamu siapkan pesangon untuk para pegawai. Saya tidak bisa berpikir dengan jernih. Saya serahkan semuanya padamu karena kamu orang kepercayaan Jessi."“Baik, Tuan.” Tidak ada komentar lainnya. Ia hanya bisa menyetujui semua keputusan Tuan Jason. “Terima kasih kamu masih bekerja di Beauty Corporation, walau keadaan perusahaan sedang kacau.” Tuan Jason berterima kasih dengan tulus kepada sekretaris anaknya yang selalu setia dengan pekerjaannya.“Sama-sama, Tuan. Saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan karena saya tidak mau kerja keras Nona Jessi menjadi sia-sia.”“Kami pulang. Terima kasih atas semuanya.” Nyonya Alice tersenyum walau masih terlihat jelas di wajahnya kesedihan yang mendalam.
"Tuan ... Tuan Daniel." Julie memangil laki-laki yang duduk di sampingnya, tapi Daniel tidak mendengarnya karena ia sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri.Julie menatap lekat wajah asisten CEO D. R Corporation dari samping. 'Kasihan Tuan Daniel, pasti dia juga sedang memikirkan Tuan Hans dan perusahaan Nona,' ucapnya dalam hati.Di sepanjang perjalanan, Daniel sibuk dengan pemikirannya sendiri, hingga Julie merasa bosan dan tertidur.Mobil berwarna hitam mengilat itu berhenti di depan rumah dengan pagar kayu yang tinggi."Kita sudah sampai Nona." Daniel melirik wanita di sampingnya karena tidak ada sahutan dari Julie. "Ternyata dia tidur, pantas saja sejak tadi tidak ada suaranya."Sang asisten itu memiringkan duduknya menghadap Julie yang sedang tertidur. Ia tersenyum sambil memandangi wajah cantik sang sekretaris."Dia sangat cantik," gumamnya.Laki-laki itu tidak membangunkan Julie. Ia membiarkan wanita cantik i
“Iya Nyonya. Tuan Hans masih tinggal di rumah pribadi Nona Jessica,” jawab Daniel. “Tuan masih menganggap kekasihnya masih hidup dan tinggal bersamanya."“Sekarang kamu di mana?” tanya Nyonya Roweena.Sekian tahun Daniel bekerja dengan keluarga Karl, baru kali ini Nyonya Roweena sedikit meragukan ucapan asisten anaknya itu.“Saya sedang ada keperluan sebentar, Nyonya.” Daniel menoleh pada wanita yang tertidur di bangku yang ada di sampingnya.“Baiklah, kamu kirim alamat rumahnya, saya akan ke sana sekarang juga.”“Baik, Nyonya, saya kirim segera.”Sekeretaris cantik itu terusik mendengar ponsel Daniel yang terjatuh saat membenarkan posisi duduknya.“Tuan ….” Julie mengedarkan pandangannya ke luar jendela mobil. “Ini sudah malam.”Wanita cantik itu terkejut dan langsung menegakkan tubuhnya.“Maaf, saya mengganggu tidurmu,” kata Daniel. “Saya tadi terburu-buru mengirimkan pesan kepada Nyonya besar.”
“Kenapa Ibu menangis?” Leon menarik ibunya ke dalam pelukan. “Pasti Ibu merasa terharu karena sebentar lagi akan mendapatkan cucu yang selama ini ditunggu-tunggu.”Nyonya Roweena melepaskan pelukan anaknya. “Hans, ikut Ibu pulang ya.”“Besok pagi saya mampir ke rumah sebelum pergi ke kantor.” Leon mencium kening wanita yang masih terlihat cantik walau kerutan halus sudah nampak di sekitar matanya. "Ibu sekarang pulang ya."Leon menyuruh asistennya untuk mengantar sang ibu. “Daniel, antarkan Ibu saya pulang!” titah Leon sambil mengusap air mata ibunya. “Jessi tidak akan bisa tidur tanpa saya, jadi Ibu harap maklum ya, dia lagi hamil cucumu.”Setiap mendengar kata demi kata dari mulut anaknya, air mata yang sudah ia tahan akhirnya luruh juga.Melihat keadaan Leon, Julie merasa sangat prihatin. Ia mendekati Nyonya Roweena dan mengajaknya untuk pulang.“Nyonya, mari saya antar anda pulang," kata Julie."Tapi, Hans butuh tema
"Renate ... Sayang ... buka pintunya!" Bibi Delma mengetuk pintu kamar Renate sambil berteriak memanggil wanita hamil itu dengan cemas karena mendengar suara tangisan di malam hari.Berkali-kali Bibi Delma mengetuk pintu kamar Renate, tapi sedikit pun tidak ada sahutan dari dalam. Hanya terdengar suara tangisan Renate yang semakin menyedihkan.Wanita tua itu memutar-mutar kenop pintu, ternyata tidak terkunci. Ia bergegas masuk ke dalam, menghampiri Renate yang sedang duduk sila di tempat tidur sambil memegangi keranjang buah."Sayang ...." Bibi Delma mengambil keranjang buah dari pangkuan Renate dan menaruhnya di atas meja kecil di samping tempat tidur.Kemudian wanita tua itu memeluk Renate. "Kamu harus kuat, Sayang. Demi anakmu."Bibi Delma mengusap-usap punggung Renate untuk menenangkan."Aku benci, Bi. Aku benci ...!" Renate menangis meraung-raung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. "Aku benci Leon, tapi aku lebih mem