“Julie, kamu pulang dengan siapa?” tanya Nyonya Alice. “Apa kamu mau ikut dengan kami?”
“Terima kasih, Nyonya. Saya pulang bersama teman kerja saya.”“Julie, jika dalam sebulan ini perusahaan tidak bisa stabil lagi. Kamu siapkan pesangon untuk para pegawai. Saya tidak bisa berpikir dengan jernih. Saya serahkan semuanya padamu karena kamu orang kepercayaan Jessi."“Baik, Tuan.” Tidak ada komentar lainnya. Ia hanya bisa menyetujui semua keputusan Tuan Jason.“Terima kasih kamu masih bekerja di Beauty Corporation, walau keadaan perusahaan sedang kacau.”Tuan Jason berterima kasih dengan tulus kepada sekretaris anaknya yang selalu setia dengan pekerjaannya.“Sama-sama, Tuan. Saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan karena saya tidak mau kerja keras Nona Jessi menjadi sia-sia.”“Kami pulang. Terima kasih atas semuanya.” Nyonya Alice tersenyum walau masih terlihat jelas di wajahnya kesedihan yang mendalam."Tuan ... Tuan Daniel." Julie memangil laki-laki yang duduk di sampingnya, tapi Daniel tidak mendengarnya karena ia sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri.Julie menatap lekat wajah asisten CEO D. R Corporation dari samping. 'Kasihan Tuan Daniel, pasti dia juga sedang memikirkan Tuan Hans dan perusahaan Nona,' ucapnya dalam hati.Di sepanjang perjalanan, Daniel sibuk dengan pemikirannya sendiri, hingga Julie merasa bosan dan tertidur.Mobil berwarna hitam mengilat itu berhenti di depan rumah dengan pagar kayu yang tinggi."Kita sudah sampai Nona." Daniel melirik wanita di sampingnya karena tidak ada sahutan dari Julie. "Ternyata dia tidur, pantas saja sejak tadi tidak ada suaranya."Sang asisten itu memiringkan duduknya menghadap Julie yang sedang tertidur. Ia tersenyum sambil memandangi wajah cantik sang sekretaris."Dia sangat cantik," gumamnya.Laki-laki itu tidak membangunkan Julie. Ia membiarkan wanita cantik i
“Iya Nyonya. Tuan Hans masih tinggal di rumah pribadi Nona Jessica,” jawab Daniel. “Tuan masih menganggap kekasihnya masih hidup dan tinggal bersamanya."“Sekarang kamu di mana?” tanya Nyonya Roweena.Sekian tahun Daniel bekerja dengan keluarga Karl, baru kali ini Nyonya Roweena sedikit meragukan ucapan asisten anaknya itu.“Saya sedang ada keperluan sebentar, Nyonya.” Daniel menoleh pada wanita yang tertidur di bangku yang ada di sampingnya.“Baiklah, kamu kirim alamat rumahnya, saya akan ke sana sekarang juga.”“Baik, Nyonya, saya kirim segera.”Sekeretaris cantik itu terusik mendengar ponsel Daniel yang terjatuh saat membenarkan posisi duduknya.“Tuan ….” Julie mengedarkan pandangannya ke luar jendela mobil. “Ini sudah malam.”Wanita cantik itu terkejut dan langsung menegakkan tubuhnya.“Maaf, saya mengganggu tidurmu,” kata Daniel. “Saya tadi terburu-buru mengirimkan pesan kepada Nyonya besar.”
“Kenapa Ibu menangis?” Leon menarik ibunya ke dalam pelukan. “Pasti Ibu merasa terharu karena sebentar lagi akan mendapatkan cucu yang selama ini ditunggu-tunggu.”Nyonya Roweena melepaskan pelukan anaknya. “Hans, ikut Ibu pulang ya.”“Besok pagi saya mampir ke rumah sebelum pergi ke kantor.” Leon mencium kening wanita yang masih terlihat cantik walau kerutan halus sudah nampak di sekitar matanya. "Ibu sekarang pulang ya."Leon menyuruh asistennya untuk mengantar sang ibu. “Daniel, antarkan Ibu saya pulang!” titah Leon sambil mengusap air mata ibunya. “Jessi tidak akan bisa tidur tanpa saya, jadi Ibu harap maklum ya, dia lagi hamil cucumu.”Setiap mendengar kata demi kata dari mulut anaknya, air mata yang sudah ia tahan akhirnya luruh juga.Melihat keadaan Leon, Julie merasa sangat prihatin. Ia mendekati Nyonya Roweena dan mengajaknya untuk pulang.“Nyonya, mari saya antar anda pulang," kata Julie."Tapi, Hans butuh tema
"Renate ... Sayang ... buka pintunya!" Bibi Delma mengetuk pintu kamar Renate sambil berteriak memanggil wanita hamil itu dengan cemas karena mendengar suara tangisan di malam hari.Berkali-kali Bibi Delma mengetuk pintu kamar Renate, tapi sedikit pun tidak ada sahutan dari dalam. Hanya terdengar suara tangisan Renate yang semakin menyedihkan.Wanita tua itu memutar-mutar kenop pintu, ternyata tidak terkunci. Ia bergegas masuk ke dalam, menghampiri Renate yang sedang duduk sila di tempat tidur sambil memegangi keranjang buah."Sayang ...." Bibi Delma mengambil keranjang buah dari pangkuan Renate dan menaruhnya di atas meja kecil di samping tempat tidur.Kemudian wanita tua itu memeluk Renate. "Kamu harus kuat, Sayang. Demi anakmu."Bibi Delma mengusap-usap punggung Renate untuk menenangkan."Aku benci, Bi. Aku benci ...!" Renate menangis meraung-raung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. "Aku benci Leon, tapi aku lebih mem
"Ini baju Leon, Bi," jawab Renate. "Aku tidak bisa tidur kalau belum mencium aroma tubuhnya, jadi aku membawa baju ini."Wanita tua itu tidak berkomentar apa pun tentang baju itu. Ia hanya membelai rambut Renate dengan lembut."Tidurlah."Setelah beberapa menit terdengar dengkuran halus, menandakan kalau wanita hamil itu sudah tertidur pulas."Sayang, Bibi tidak merasakan apa yang kamu rasa, tapi hati ini terasa sakit melihatmu seperti ini. Bibi doakan semoga kamu selalu bahagia." Bibi Delma mencium kepala Renate sebelum keluar dari kamar.Renate tidur meringkuk sambil mendekap baju Leon. Cinta dan benci bersemayam di dalam hatinya. Entah siapa yang akan bertahan, sang pemilik hati pun tidak mengetahuinya.Pagi hari di Ibu kota, Leon sudah bersiap ke kantor. Laki-laki itu menyiapkan sarapan terlebih dulu untuk kekasihnya yang ia anggap masih ada di rumah itu.Leon mengetuk pintu kamar Jessica dan berkata. "Liebe, saya pe
“Halo, Tuan. Kata Nona Julie, hari ini Tuan Jason tidak pergi ke kantor,” kata Daniel saat sambungan teleponnya dengan sang tuan terhubung.“Saya sedang menuju rumah Tuan Jason,” kata Leon. “Kamu bekerja sangat lambat Daniel. Saya sudah menunggu sejak tadi kabar darimu.”Leon langsung menutup teleponnya dan kembali fokus pada kemudinya. “Saya harus berusaha keras untuk mendapatkan restu Tuan Jason,” gumamnya sambil tersenyum. “Liebe, kita akan segera hidup bahagia. Kamu yang sabar ya, saya akan berusaha lebih keras lagi supaya kita secepatnya bersama.”CEO D. R Corporation itu tersenyum bahagia membayangkan keluarga kecilnya bersama dengan sang kekasih. Ia sangat bersemangat untuk meminta Jessica kepada orang tuanya.Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Laki-laki itu tetap menganggap kekasihnya masih hidup, walaupun ia menyaksikan sendiri kematian sang kekasih.Tidak lama kemudian, Leon sampai di kediaman keluarga Moris. Ia segera turu
Nyonya Alice menoleh pada Julie untuk meminta penjelasan maksud dari perkataan Leon.“Tuan Leon menganggap Nona Jessi masih hidup,” ucap Julie pelan.Tuan Jason hanya diam sambil memandang Leon. Sorot matanya tajam menatap mantan pengawal anaknya itu. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.Nyonya Alice pun tidak berbicara apa-apa lagi, ia hanya menatap Leon dengan penuh iba. Menurutnya apa yang terjadi kepada laki-laki itu sudah setimpal dengan apa yang telah dia lakukan kepada anaknya.“Tuan, Nyonya, saya akan melakukan apa pun yang anda inginkan asalkan saya dan Jessi bisa secepatnya menikah.” Leon mengatupkan kedua telapak tangannya kepada kedua orang tua Jessi. “Kami akan segera memiliki anak, tolong restui kami.”“Kalau kamu bisa membuat Beauty Corporation pulih dan berjaya lagi dalam waktu satu bulan, saya akan izinkan kalian menikah.”Setelah mengatakan itu, Tuan Jason pergi meninggalkan Leon, begitu pun dengan Nyonya Ali
"Saya menunggu kamu," jawab Daniel sambil membuka pintu mobil. "Silakan masuk!"Julie tersenyum dan berkata sebelum masuk ke dalam mobil. "Terima kasih."Daniel hanya tersenyum sebelum berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil. "Kita berangkat sekarang?"Sekretaris cantik itu mengangguk, lalu menoleh pada Daniel. "Tuan, bisakah anda antar saya ke makam Nona Jessi?""Tentu. Saya akan mengantarmu ke mana pun kamu ingin pergi." Daniel menyuguhkan senyum terbaiknya pada Julie. Kemudian, kembali fokus pada kemudinya.Wanita cantik itu melirik jam yang melingkar di tangannya. "Setengah jam lagi masuk jam kerja, apa Tuan Hans tidak akan memarahi anda?""Saya menunggumu di depan rumah Tuan Jason atas perintah Tuan Hans," kata Daniel. "Apa pun yang berhubungan dengan Nona Jessica, Tuan pasti mengizinkannya.""Oh ... saya pikir inisiatif anda sendiri," kata Julie, dia sedikit kecewa mendengarnya."Maksudnya saya memang se