"Kamu sedang mengingatkan atau sedang mengejekku?" Jessi menatap tajam kekasihnya.
"Anggap saja keduanya benar. Ayo kita pulang!"
Jessi dan Leon pergi untuk membeli persediaan makanan, lalu keduanya pergi ke pantai untuk bersenang-senang.Jessi terlihat bahagia berjalan-jalan di tepi pantai, tapi tidak dengan Leon. Laki-laki masih penasaran dengan apa yang terjadi pada kekasihnya.Dalam pikirannya terdapat banyak pertanyaan atas perubahan dari wanita yang dicintainya.“Leon, kenapa kamu hanya diam saja? Apa kamu tidak bahagia berjalan-jalan denganku?” tanya wanita yang tidak memakai alas kaki itu.“Saya bahagia melihatmu bahagia, tapi saya penasaran ke mana perginya Jessica Anastasya Moris?” tanya Leon sambil menyunggingkan salah satu sudut bibirnya.“Aku sedang menikmati peranku sebagai Liebe.” Jessi pun membalas senyum kekasihnya. “Bukanya kamu bilang aku harus menikmati hidup? Kenapa sekarang kamu mempertanyakan perLeon dan Jessi baru sampai di rumah pada jam tujuh malam. Wanita itu benar-benar menikmati liburan sehari dengan kekasihnya.“Leon, hari ini aku sangat bahagia, terima kasih atas semuanya.” Jessica mencium pipi Leon sekilas sebelum masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri.“Saya senang bisa memberimu kebahagiaan walau lebih banyak kesusahan yang saya berikan. Hanya saja kamu belum menyadari semuanya," balas Leon dengan sangat pelan setelah kekasihnya masuk ke dalam kamar.Laki-laki itu segera masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap pulang ke rumah. Dua puluh menit kemudian ia keluar dari kamar dan hendak ke kamar sang kekasih, namun terdengar ketukan di pintu depan.Leon berbalik arah berjalan menuju pintu utama. Ia membuka pintu setelah tahu yang datang mantan teman kencan kekasihnya. “Tuan Jimmy, silakan masuk!” Leon menunduk hormat pada tamu sang nona.“Terima kasih, Leon,” jawab Jimmy dengan sopan.Laki-la
Jessi melirik sinis kekasihnya. "Apa kamu tidak percaya padaku?""Saya percaya, tapi saya hanya sedang cemburu." Leon tertawa pelan sambil menjawil dagu kekasihnya."Lalu, kenapa kamu pergi?""Saya harus pergi, Liebe. Saya percaya kamu tidak akan mengkhianati cinta kita." Jessi memeluk lelaki tegap itu. "Aku sangat mencintaimu, mana mungkin aku berkhianat.""Saya tahu itu." Leon mencium kening wanitanya. "Ayo temui Tuan Jimmy, dia sudah terlalu lama menunggu kita."Leon melepas pelukannya, lalu keluar lebih dulu dari kamar sang nona."Leon, tunggu aku!" Jessi menyusul kekasihnya, lalu menautkan jemarinya pada jemari sang pengawal."Liebe, sebaiknya kita menjaga perasaan Tuan Jimmy." Leon melepas tautan jemarinya. "Tanpa kita tunjukkan pun dia sudah tahu tentang hubungan kita," ucapnya sambil membelai pipi kekasihnya.Wanita itu tersenyum manis pada kekasihnya. "Aku semakin cinta padamu, Leon."
Hans Leonard Karl baru sampai di rumahnya setelah mengendarai mobil Jessica dengan kecepatan penuh.Ia turun dari kendararaannya dan langsung masuk ke dalam rumah untuk menemui Garry yang sudah menunggunya sejak tadi.“Hans, langsung saja pada inti permasalahan ini,” kata Garry setelah Leon duduk. “Kamu telah merusak rencana untuk menyingkirkan perusahaan itu.”“Maafkan saya, Garry.” Hanya itu yang bisa Leon ucapkan pada sepupunya.“Maaf?” Garry menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, mencibir Leon. “Setelah menjerumuskanku pada rencana jahatmu sekarang kamu bilang maaf.”“Garry, saya tidak memperhitungkan tentang ini. Saya juga tidak tahu sejak kapan saya menyukai wanita itu.”“Lalu, apa rencanamu sekarang?” Garry menumpangkan kakinya sambil menyilangkan tangan di depan dada.“Kita tidak bisa melanjutkan rencana ini karena saya tidak mungkin menyakitinya.”“Tapi, aku tidak akan menghentikan apa pun yang suda
Leon dan jimmy tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Jessi.Jimmy bangun dari duduknya, lalu berkata. “Jes, aku pulang dulu, terima kasih atas waktunya.”Walaupun Jimmy masih merindukan wanita yang dicintainya itu, tapi ia harus segera pulang untuk menjaga hati orang lain dan terutama hatinya.Ia tidak akan sanggup melihat kedekatan mereka. Walau sudah merelakan Jessi untuk Leon, tapi tidak bisa dipungkiri kalau hatinya pasti terluka melihatnya.“Kenapa anda buru-buru Tuan, saya membeli banyak makanan, mari kita makan terlebih dulu,” ucap Leon dengan ramah.“Terima kasih, Leon,” jawab Jimmy. “Buknanya kekasihmu sudah menjadi penggiling makanan? Kamu tenang saja, makanannya pasti habis tanpa sisa,” lanjutnya sambil terkekeh.“Jimmy …!” Jessi menatap tajam mantan teman kencannya itu sambil melipat tangannya di bawah dada.“Sebaiknya aku harus cepat pulang sebelum aku menjadi korban penggilinganmu, Jessi.” Jimmy pergi set
“Ke mana?” tanya Jessi penasaran.“Ke tempat di mana kita bisa berpacaran seperti anak muda."“Apa kita tidak terlambat untuk jatuh cinta di usia yang sudah tidak muda lagi?”’“Tidak ada kata terlambat untuk jatuh cinta,” jawab Leon. "Walaupun saya baru merasakan jatuh cinta di usia yang sudah menginjak tiga puluh lima tahun, tapi saya tidak pernah menyesalinya karena ternyata Tuhan sudah mempersiapkan wanitia sesempurna dirimu, Liebe.”Leon membopong tubuh kekasihnya, lalu membawa ke kamarnya. Ia menurunkan Jessi di dalam kamar mandi.Setelah selesai membersihkan diri, laki-laki tegap itu kembali membopong Jessi dan merebahkannya di tempat tidur. “Tidurlah! Sekarang kamu bisa tidur nyenyak tanpa harus memikirkan pekerjaan yang menumpuk.”“Aku selalu bisa tidur nyenyak jika berada dalam pelukanmu.”“Saya akan selalu memelukmu,” jawab Leon sambil naik ke tempat tidur. Kemudian memeluk kekasihnya sebelum memejamkan mata.”
"Leon, hari ini kita mau ke mana?" tanya Jessi ketika berada di meja makan hendak sarapan setelah terlebih dulu berolahraga di pagi hari."Hari ini kita akan menghabiskan waktu berdua saja," jawab Leon. "Saya akan mengajakmu piknik.""Piknik?" tanya Jessi sambil tersenyum. "Di mana?" Wanita cantik itu sangat antusias saat mendengar sang kekasih mengajaknya piknik."Teman saya mempunyai kebun anggur yang sangat luas, saya akan mengajakmu piknik di antara pohon anggur yang sedang berbuah," jawab Leon setelah mengunyah makanannya."Itu pasti seru." Jessi sangat bersemangat sekali."Habiskan makananmu kita berangkat sekarang!" titah Leon sambil meletakkan sendoknya di piring."Apa tempatnya jauh?""Iya, sedikit jauh, tapi pasti kamu betah di sana.""Aku sudah membayangkannya Leon. Aku sangat bersemangat.""Saya mau memanaskan mesin mobil dulu, kamu habiskan makanannya.""Apa kita tidak membawa maka
"Liebe, kita sudah sampai." Leon membelai pipi wanita yang sedang tertidur. "Pipinya semakin berisi, dia menjadi semakin cantik."Leon terus membangunkan kekasihnya dengan menjahili wanita seksi itu. Ia menggelitiki lubang hidung Jessica dengan rambutnya sendiri.Jessi menepis tangan kekasihnya. "Emm ... sebentar lagi Leon, aku masih ngantuk." Jessi menggumam tanpa membuka matanya."Dia sudah menjadi tukang makan dan tukang tidur." Leon menggelengkan kepalanya, lalu keluar dari mobil dan berjalan ke sisi lainnya.Laki-laki tegap itu membuka pintu mobil, kemudian menggendong kekasihnya dengan sangat hati-hati.“Cepat siapkan kamar untuk kekasih saya!” titah Leon dengan sangat pelan kepada laki-laki paruh baya yang sudah menyambutnya sejak tadi.“Baik, Tuan Hans," jawab laki-laki itu dengan sopan.Leon menatap tajam sang pegawai perkebunan anggur itu ketika memanggilnya dengan sebutan Tuan.Lelaki paruh baya itu menunduk merasa b
“Wow … semua sudah tersedia.” Jessi menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan saat melihat bebagai macam makanan di atas tikar piknik berwarna biru yang terbentang di atas rerumputan hijau.Pemandangan di sekitar kebun anggur itu juga sangat memanjakan mata. Udara yang sejuk dan pemandangan yang begitu indah membuat pikiran dan hati terasa tenang.Wanita cantik itu membalikan badan menghadap kekasihnya. “Leon, apa temanmu yang menyiapkan semua ini?” tanya Jessi sedikit berteriak karena Leon tertinggal jauh darinya. “Iya, dia yang menyiapkan semuanya,” jawab Leon sambil berjalan santai menyusul Jessi.Langkah mantan pengawal hati sang CEO itu terhenti saat ponsel di saku celananya berdering. Ia segera merogoh benda pipih itu, lalu bergumam pelan. “Daniel.”Di tempelkannya benda pipih itu pada daun telinganya. “Ada apa, Daniel?”“Tuan, apa anda sudah mendapat pesan dari Tuan Garry?” tanya Daniel dengan nada yang terdeng