“Wow … semua sudah tersedia.” Jessi menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan saat melihat bebagai macam makanan di atas tikar piknik berwarna biru yang terbentang di atas rerumputan hijau.
Pemandangan di sekitar kebun anggur itu juga sangat memanjakan mata. Udara yang sejuk dan pemandangan yang begitu indah membuat pikiran dan hati terasa tenang.Wanita cantik itu membalikan badan menghadap kekasihnya. “Leon, apa temanmu yang menyiapkan semua ini?” tanya Jessi sedikit berteriak karena Leon tertinggal jauh darinya.“Iya, dia yang menyiapkan semuanya,” jawab Leon sambil berjalan santai menyusul Jessi.Langkah mantan pengawal hati sang CEO itu terhenti saat ponsel di saku celananya berdering. Ia segera merogoh benda pipih itu, lalu bergumam pelan. “Daniel.”Di tempelkannya benda pipih itu pada daun telinganya. “Ada apa, Daniel?”“Tuan, apa anda sudah mendapat pesan dari Tuan Garry?” tanya Daniel dengan nada yang terdengJessi menoleh ke belakang saat mendengar suara seorang perempuan. “Siapa wanita itu?”“Dia ibunya Hans,” jawab Leon sambil bangun dari duduknya. “Kamu tunggu di sini, saya akan mengantarnya menemui Hans.”“Aku ingin berkenalan dengannya juga, sekalian ingin berterima kasih kepada temanmu.” Jessi hendak bangun, namun Leon melarangnya. “Kamu tunggu saja di sini.”“Ok.” Jessi kembali duduk sambil memandangi kekasihnya yang berjalan menghampiri wanita yang sudah terlihat tua itu.“Hans laki-laki yang sederhana, walaupun dia pemilik perkebunan anggur ini, tapi dia terlihat biasa saja,” kata Jessi saat melihat wanita tua yang berpakaian seperti wanita bangsawan sementara Hans terlihat seperti pegawai biasa.“Ibu kenapa di sini?” tanya Hans kepada wanita berkacamata hitam itu, sesekali ia menoleh ke belakang, melihat sang kekasih yang sedang memandangnya dari kejauhan.“Hans, apa wanita itu kekasihmu?” Wanita tua itu tidak menjawab pertanyaan Hans,
“Apa Ibu menyetujui hubungan kami?” Leon meraih kedua tangan ibunya sembari menatap wajah wanita tua itu dengan tatapan memohon. “Tolonglah saya. Apa pun akan saya lakukan asalkan dia tetap bersamanya.”“Apa kamu sangat mencintainya?” Nyonya Roweena merasa iba kepada anak laki-lakinya itu.“Lebih dari apa pun, bahkan saya lebih mencintainya daripada diri saya sendiri.” “Ibu akan membantumu,” katanya sambil tersenyum. “Ibu akan mencoba membicarakannya dengan ayahmu.”Loen menciumi punggung telapak tangan wanita itu berulang kali. “Terima kasih, Bu.”“Baiklah, Ibu akan membicarakan semuanya dengan ayahmu. Kamu tenang saja, Hans. Kami sangat menyayangimu melebihi apa pun.” Nyonya Roweena membelai wajah anaknya sambil terseyum.Wanita tua itu tidak mau Hans pergi seperti anak perempuannya yang memutuskan hubungan dengan keluarga karena hubungannya dengan seorang laki-laki biasa tidak direstui.“Saya menunggu kabar baik dari
“Apa kamu sudah kenyang?” tanya Leon setelah melepas ciumannya.“Leon, kenapa kamu suka sekali mengejekku?” Jessi memukul lengan kekasihnya sambil merengut. “Makanannya sudah aku habiskan semua, perutku terasa sangat penuh,” imbuhnya sambil mengusap-usap perutnya.“Bukan itu yang ingin saya tanyakan?”Walau merasa heran ke mana perginya makanan sebanyak itu, tapi ia harus percaya kekasihnya sudah seperti monster yang kelaparan selama beberapa hari terakhir.“Lalu?” Alisnya berkerut, matanya menyipit, Jessi tidak mengerti apa yang dimaksud pengawalnya.“Ciumannya?” Leon memainkan alisnya sambil tersenyum genit.”Apa kamu ingin melakukan yang lebih?”“Ayo kita pulang, ini sudah sore, perjalanannya lumayan jauh kan.” Jessi bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Leon.Ia tidak bisa membayangkan bercinta di kebun anggur. Apalagi ada pemilik perkebunan itu yang kapan saja bisa memergokinya jika ia nekad bercinta di sana.
“Kenapa?" Leon menoleh sebentar, kemudian kembali fokus pada kemudinya."Aku masih ingin berlibur, Leon.""Besok kamu harus mulai bekerja, Nona Jessica Anastasya Moris.” Leon menoleh sekilas kepada wanita cantik itu. “Sepertinya kamu tidak ingin kembali ke kantor, kenapa?”“Kamu memang benar Leon, aku malas sekali ke kantor. Aku ingin hidup di kota terpencil bersamamu, jauh dari kesibukan kantor, kita akan berkebun dan hidup sederhana bersama keluarga kecil kita,” kata Jessi. Jessi membayangkan hidup sederhana dengan Leon di kota yang jauh dari kebisingan. Ia ingin hidup tenang sebagai orang biasa saja."Itu tidak mungkin, Liebe,” sahut Leon. “Kamu pewaris tunggal keluarga Moris. Jangan hanya memikirkan hidupmu sendiri, pikirkan pegawaimu, bagaimana nasib mereka kalau pemimpinnya malas sepertimu, Liebe. Kamu tidak seperti sang penguasa Beauty Corporation, tapi kamu seperti ….” Leon melirik Jessi sekilas, lalu tertawa melihat wanitan
“Aku berpikir bisa dengan mudah mengendalikan perasaanku terhadap laki-laki. Ternyata aku salah, dulu bukan karena aku mampu mengendalikannya, tapi karena belum menemukan cinta pada laki-laki mana pun.""Saya berpikir akan sulit menaklukkan Penguasa Beauty Corporation, tapi ternyata tidak," balas Leon sembari terkekeh.“Akhir pekan depan saya akan mengajakmu menemui orang tua saya, jika mereka setuju dan orang tuamu juga merestui hubungan kita, saya akan secepatnya menikahimu.”“Aku senang mendengarnya.” Jessi tersenyum, lalu menoleh pada Leon. “Besok ada kejutan untukmu.”“Benarkah?" tanya Leon tak percaya. "Saya tidak sabar menunggu hari esok.” “Ini akan sangat menyenangkan, aku juga tidak sabar menunggu hari esok.” Jessi melirik kekasihnya sambil menarik sudut bibirnya.“Kenapa tidak kamu katakan sekarang saja?” Leon semakin dibuat penasaran oleh wanita cantik di sampingnya.“Besok adalah hari yang penting." Jessi m
“Tidak ada apa-apa?” jawab Leon sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.“Leon!” Jessi menyilangkan tangannya di bawah dada. “Aku nggak mau bicara sama kamu kalau kamu tidak mengatakannya.”“Kamu harus janji tidak marah kalau saya berkata jujur,” jawab Leon dengan serius.“Aku akan berusaha untuk menerima kejujuranmu, walau menyakitkan,” balas Jessi tak kalah serius.Leon menatap lamat manik indah di hadapannya. Dalam beberapa detik ia hanya menatap wanita cantik itu tanpa terucap sepatah kata pun dari mulutnya.“Cepatlah, Leon!” desak Jessi yang sudah tidak sabar menunggu pernyataan kekasihnya.Selama Leon bekerja dengannya, Jessi baru mendengar laki-laki itu mengumpat.“Tadi saya sedang merekam kamu yang sedang tertidur, tapi tiba-tiba ponselnya mati karena kehabisan daya, padahal tadi kamu terlihat lucu dan menggemaskan.”Leon berbohong lagi pada kekasihnya. Tentu saja ia tidak akan mengatakan yang sejujurn
"Sebaiknya lupakan si pengawal pribadimu itu!" Leon marah mendengar ucapan Jessica. "Suka tidak suka, saya ini kekasihmu dan akan segera menikahimu. Kita akan mempunyai anak dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Jadi, jangan pernah berpikir untuk kembali pada kekasihmu itu." Leon pergi meninggalkan Jessica dengan wajah memerah menahan amarah.Melihat kekasihnya marah Jessi malah tersenyum. Baru kali ini ia melihat Leon berani berbicara kasar padanya."Dia sangat berbeda jauh ketika masih menjadi pengawal. Seketika sikapnya berubah setelah menjadi kekasihku." Jessi memandangi punggung kekasihnya. "Apa ada lagi wajah yang lain di balik topengnya? Aku jadi penasaran."Sampai Leon kembali masuk ke dalam rumah sambil membawa keranjang buah, Jessica masih berdiri di tempat semula sambil menyilangkan tangannya di bawah dada.Leon segera meletakkan keranjang buah di meja dapur, kemudian berjalan cepat menghampiri kekasihnya. Ia memeluk wanit
Leon segera menutup teleponnya ketika Jessica datang, padahal ia belum selesai berbicara dengan ibunya.Sebenarnya laki-laki itu ingin meminta bantuan kepada sang ibu untuk membujuk Garry supaya tidak menyakiti wanita yang dicintainya."Apa itu ibumu?" Jessi duduk di samping kekasihnya sambil menumpangkan kaki. "Kenapa kamu selalu menutup telepon dengan terburu-buru ketika aku datang?" Jessi merasa curiga pada Leon."Kamu tahu dari mana? Jangan bilang sejak tadi kamu menguping pembicaraan saya dengan ibu," tukas Leon sambil bercanda. "Aku hanya menebak saja." Jessica menoleh pada kekasihnya. "Apa tebakanku benar? Tadi yang menelepon itu calon mertuaku?""Tebakanmu sangat tepat, tadi itu calon mertuamu," kata Leon sambil mencubit hidung Jessica. "Ibu saya sangat cerewet, dia pasti akan banyak bicara, hingga kamu kewalahan menanggapinya. Maka dari itu saya tidak mengizinkan ibu berbicara denganmu.""Dia calon mertuaku, Leon," sahut Jessi deng