Share

Brand Ambassador

New York city, Amerika Serikat.

Seorang pria tampan berdarah campuran itu berjalan memasuki sebuah restoran mewah bergaya klasik, dibelakangnya seorang pria yang tak kalah tampan mengekor dari belakang .

Pria itu menutupi wajah tampannya menggunakan masker serta kacamata hitam yang sudah bertengger manis dihidung mancungnya. Meski wajahnya tertutup, pesonanya begitu memancar ditambah auranya yang tajam berhasil menarik beberapa pasang mata melirik kearahnya.

Saat ini Hanya satu yang ia harapkan, ia berharap semoga saja ia tidak dikenali. Jika tidak, itu akan benar-benar menimbulkan kerusuhan.

"Dimana pertemuannya?" Tanyanya. Suara seraknya begitu seksi dan menghanyutkan. Setiap wanita pasti akan jatuh dalam pelukannya, ketika ia mengucapkan sedikit rayuan.

"Di private room nomor 15 tuan, Mr.Andrew sudah menunggu disana."

Pria itu mengangguk dan melanjutkan langkah kearah ruangan yang sudah dikatakan asistennya.

Akira Austin

Itulah namanya.

Dia adalah seorang model sekaligus aktor yang sudah bertaraf internasional. Ia juga seorang penyanyi yang berbakat. Pria itu sangat digilai wanita, dari berbagai kalangan.

Tentu saja siapa yang tidak akan jatuh kedalam pesona pria itu. Wajahnya yang tampan dengan garis wajah yang tegas, kulitnya yang putih mata yang tajam berwarna coklat gelap memancarkan aura misterius yang mencurigakan.

Rambutnya ikal berwarna sekelam malam, Tubuhnya tinggi dan tegap, tak lupa bibirnya yang tipis kemerahan. Wajahnya sangat tampan, banyak yang berkata Akira Austin adalah manifestasi dari kesempurnaan.

"Silahkan masuk tuan, Mr. Andrew sudah menunggu didalam."

Akira tidak menjawab ia diam saja membiarkan pelayan wanita itu membuka pintu. Kemudian Akira bersama asistennya, Cho juno melangkah masuk kedalam. Dan disambut oleh seorang pria tampan blasteran Asia- Italia dengan senyum manis yang menawan.

Akira mengenalinya, pria itu adalah Andrew Mansell orang yang akan ia temui hari ini.

"Mr.Andrew apa kabar? Sudah lama sekali aku tidak melihatmu."tanya Akira berbasa basi seraya menyambut jabatan tangan dari Andrew.

"Ah aku baik, bagaimana denganmu Akira kudengar perilisan album ketiga mu sukses besar. Ditambah dengan pemotretan dengan perusahaan kami, kau pasti sibuk." Balas Andrew setelah keduanya telah duduk disofa masing-masing.

"Ya, begitulah."jawab Akira singkat dengan seulas senyum tipis miliknya

Kini keduanya duduk saling berhadapan dengan Juno yang duduk disamping Akira. Akira melihat Andrew dengan alis yang sedikit naik keatas, ia heran apakah pria itu sendirian? Yang ia tau biasanya orang besar sepertinya pasti akan didampingi oleh sekretaris atau setidaknya seorang asisten.

Ia saja memiliki asisten, tapi mengapa pria ini sendirian. Tapi rasa-rasanya tidak mungkin jika Andrew yang seorang Ceo perusahaan besar tidak memiliki sekretaris disisinya. Tapi yasudahlah, itu bukan urusannya.

Hari ini memang merupakan jadwal pertemuannya dengan pihak Joans Apparel, pertemuan kali ini tentu saja membahas kerja sama mereka. Akira terpilih sebagai brand ambasador yang akan ikut serta dalam memperkenalkan produk terbaru yang dikeluarkan perusahaan ini.

Pertemuan itu terus berlangsung, sampai pada tahap dimana Akira harus menandatangani kontrak diantara kedua belah pihak. Ya tidak masalah, sebenarnya sudah lama ia menerima tawaran menjadi brand ambassador dari perusahaan ini.

Hanya saja ia baru menyetujuinya sekarang dan untungnya pun ia sudah beberapa kali bertemu dengan Ceo-nya. Meskipun ia juga tidak menyangka bahwa Ceonya itu akan turun langsung seperti ini.

Setelah semuanya telah selesai mereka mengobrol ringan banyak hal yang mereka bicarakan. Sesekali Juno pun ikut menimpali.

Sebenarnya Akira bukanlah tipe orang yang senang berbicara. Dia lebih senang diam, karena menurutnya berbicara itu sangat melelahkan. Tapi karena orang didepannya ini mengajaknya berbicara. Ia hanya ikut menimpali, sebagai bentuk sopan santun. Lagi pula sepertinya kedepannya mereka akan sering bertemu.

Setelah berbincang selama setengah jam, Andrew terlihat melihat jam yang ia kenakan. Pria itu menghela nafas.

"Sepertinya saya harus pergi, senang bekerja sama dengan anda."

Mereka pun berjabat tangan, dan setelah itu Andrew berlalu meninggalkan Akira dan Juno yang masih terduduk ditempatnya.

"Maaf tuan, nyonya Cynthia menyuruh tuan untuk pulang."

Akira menoleh, ia menghela nafas malas ketika mendengar apa yang diucapkan asistennya. Dalam hati ia malas sekali untuk pulang kerumah besar itu, tapi akhirnya ia hanya bisa pasrah dan mengangguk saja.

***

"Abang Egan jelek oh abang Egan jelek."

Regan berdecak sebal ketika Vara terus bernyanyi seraya mengejeknya, sedari tadi adik perempuannya itu tidak pernah mau diam. Selalu berkicau dan mengganggu Mommynya yang tengah beristirahat.

Terkadang ingin sekali Regan mengikat Vara atau paling tidak mengurungnya dikamar agar diam. Tapi sayangnya ia tak bisa, mommy-Nya akan marah jika ia melakukan itu. Dan lagi ia juga tak akan tega melakukannya.

"Vara, kenapa si kamu seperti kelinci, tidak pernah mau diam." Gerutu Regan yang sudah kesal karena Vara yang melompat-lompat diatas tempat tidur mommy-Nya.

Vara melirik Regan sekilas, lalu melengos tak peduli dan kembali melanjutkan aksinya yaitu melompat-lompat dengan riang.

"Suka-suka Vala dong, Vala yang lompat bukan Kak Egan blee."

Regan mendengus pelan, awas saja adiknya itu jika ia terjatuh dan menangis ia tidak akan pernah mau menenangkannya. Jika sudah terjatuh dia pasti akan menangis dan mengeluh karena merasa sakit.

Sera yang sedari tadi menonton terkikik geli mendengar perdebatan keduanya. Percayalah jika Regan dan Vara disatukan mereka tidak akan pernah tidak berdebat. Regan dan Vara itu sama sama keras kepala dan tidak mau mengalah.

Dan sepertinya, Sera tau berasal dari mana sifat buruk mereka yang satu itu. Tentu saja dari dirinya. Hei, Sera memang keras kepala dan ia menyadari hal itu, jadi jangan mengungkit-ungkit sifatnya yang satu itu oke.

By the Way, saat ini Sera, Regan dan Vara tengah berada dikamar Sera yang berada dilantai dua. Ketika Sera tengah bersantai dan menikmati hari liburnya, mereka tiba tiba saja datang dan menyelonong masuk kedalam kamarnya.

"Mommy, bukankah dua hari lagi ulang tahun daddy?" Tanya Regan dan sepertinya pertanyaan Regan membuat Vara tertarik. Itu terbukti karena Vara yang tiba tiba menghentikan kegiatannya dan mendekat kearah Regan yang tengah bermanja ria dipelukan ibunya.

"Benarkah? Benarkah itu mom?" Vara bertanya memastikan dengan wajahnya yang sangat menggemaskan.

Regan berdecak pelan "Vara, kenapa Vara melupakan ulangtahun daddy?" Tanya Regan kesal.

Vara menunduk, sepertinya gadis itu merasa bersalah.

"Maafkan Vala, Vala masih kecil otak Vala juga pasti masih kecil. Hanya sebesar ini."Ujar Vara menunjukkan jarinya yang mungil yang gadis itu bentuk bagai sedang mengukur bentuk otaknya sendiri.

Sera tertawa pelan, ia mencubit pipi Vara yang chubby karena gemas. "Tak apa Regan, adikmu itu masih kecil."

Regan mendengus, namun Regan akhirnya mengangguk saja. Regan mengalah karena ujungnya Vara pasti akan menangis jika ia kalah dan pasti ia yang akan disalahkan. Untuk saat ini ia tidak tertarik membuat Vara menangis, Regan lebih tertarik dengan ulangtahun daddynya.

"Apakah kita akan merayakannya?" Tanya Regan lagi nadanya sangat terdengar antusias. Sera menaikan sudut bibirnya lengannya ia gunakan untuk mengusap lembut kepala Regan dengan sayang.

"Apa Egan ingin merayakannya?"

Regan terlihat berfikir, tapi sedetik kemudian mata Regan yang tajam itu kembali menatap Sera dengan pandangan yang sulit Sera pahami.

"Mommy, kalau kita merayakan ulang tahun Daddy. Apa Daddy akan bahagia?"

Sera sedikit tertegun mendengarnya, ia terdiam cukup lama namun ia mencoba untuk menyadarkan dirinya. Ia tersenyum dan mencoba menjawab pertanyaan Regan dengan setenang mungkin.

"Tentu saja, tapi daddy akan lebih bahagia kalau Egan bahagia." Ujarnya menarik Regan kedalam pelukannya, begitupun dengan Vara yang tampak tak mengerti. Vara masih terlalu kecil. Sera justru khawatir kepada Regan. Umur Regan bahkan masih lima tahun. Jika di negara asalnya mungkin saat ini ia masih duduk dibangku taman kanak-kanak.

"Kalau begitu Regan akan bahagia jika daddy bahagia mommy."

Sera semakin mengeratkan pelukannya pada Regan dan Vara, matanya menengadah berusaha menahan bulir air mata yang bisa jatuh kapan saja. Ia tak mau jika Regan dan Vara melihatnya menangis.

"Begitupula dengan Daddy sayang. Daddy pun akan bahagia jika Regan dan Vara bahagia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status