"Mengapa bayaranku hanya segini, Bos? Bukankah ini hanya sebagian saja?"
Zayn, pemuda dua puluh dua tahun tertunduk lesu melihat uang hasil kerja lemburnya. Restoran tempatnya bekerja menjanjikan uang lembur 25$ per jamnya, sedangkan Zayn bekerja 10 jam tanpa henti. Bayaran yang harus diterimanya 100$, kendati demikian ia hanya menerima separuhnya saja."Apa kau ingin protes, ah?! Kerjamu saja tidak becus, dasar bodoh! Masih untung diriku masih mau membayarmu, di luaran sana tidak ada yang mau membayarmu dengan harga tinggi, bodoh!"Carlos, sang manager restoran membentak dan memaki Zayn di hadapan semua orang. Para pengunjung restoran pun lantas mengarahkan pandangan mereka pada Carlos dan Zayn.Para pelayan lainnya ikut mengerumuni Carlos yang tengah marah kepada Zayn. Mereka penasaran dengan suara ribut-ribut di sana."Dasar pelayan tidak tahu diuntung! Seharusnya kau bersyukur, restoranku masih menerima orang sepertimu. Jelek, bodoh, dekil dan tidak berpendidikan!" caci Carlos lebih lanjut, tanpa mengenal waktu dan tempat."Betul itu, Bos. Orang jelek sepertinya, tidak seharusnya ada di tempat ini! Marahi dia, Bos. Kerjanya tidak serius. Aku lihat dia bermalas-malasan saat restoran sedang ramai," hasut salah satu karyawan yang menghampiri Carlos. Seorang pemuda memiliki rahang tirus dan kira-kira berusia tidak jauh berbeda dengan Zayn.Zayn mengangkat kepalanya. Matanya membola seakan ingin melompat keluar. Sungguh ia tidak habis pikir dengan tuduhan yang dilontarkan rekan kerjanya itu. Mulutnya terbuka, tetapi tidak ada satupun kata yang mampu Zayn utarakan.Carlos yang mendengar laporan tersebut lantas percaya begitu saja, "Memang tidak tahu diuntung, kau! Sudah bagus diriku mau menerimamu di sini, tetapi apa yang dirimu perbuat? Kerjamu malah enak-enakan!"Carlos semakin naik vitam. Ia mendorong tubuh Zayn ke sisi kiri, membuat pemuda itu tersungkur menghantam meja. Lagi-lagi Zayn memilih diam seribu bahasa. Namun, hatinya teramat kesal akan perlakuan Carlos.Ini bukanlah kali pertama Zayn mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan. Baginya hinaan Carlos sudah seperti hidangan wajib setiap harinya."Tidak ada satupun yang sudi menerima orang sepertimu. Jelek, dekil dan tidak berpendidikan, dirimu tahu itu!" Carlos semakin meninggikan suaranya. Sementara para pelayan yang lainnya menatap sinis Zayn di sana."Zayn juga sering mengambil bahan makanan di gudang tanpa sepengetahuan, Bos," ungkap yang lainnya, semakin membuat Carlos seperti tercabik-cabik. Murka dan geram. Tatapannya nanar pada Zayn."Itu tidak benar! Diriku tidak pernah melakukan hal yang kalian tuduhkan itu. Percayalah, Bos! Aku bersumpah, tidak memiliki niatan seperti itu."Zayn beringsut dan bersaksi, berdiri menatap Carlos dengan sungguh-sungguh. Membela dirinya dari segala tuduhan yang ada. Sementara itu, rekan-rekannya memalingkan wajah dan memandang rendah Zayn. "Diamlah! Percuma kau bersumpah. Pelayan yang lain telah melihat tindakan mejijikanmu itu. Aku memang sampah, Zayn!" hardik Carlos yang tak dapat terelakkan lagi. Umpatannya itu tentu terdengar oleh para pengunjung di sana.@@@##$$$&"Usir saja dia dari sini, Bos." "Benar, Bos. Pelayan seperti dia, tidak layak berada di restoran ini. Nama baik restoran ini akan tercemar.""Betul. Jangan percaya dengan ucapan manisnya, Bos. Dirinya itu bermuka dua. Di depanmu, dia bersikap seolah-olah menjadi yang tertindas. Namun, saat di belakangmu dirinya berlagak layaknya pemilik restoran."Satu persatu pelayan di sana mulai menghasut Carlos untuk mengeluarkan Zayn dari restoran. Mereka kompak menjelek-jelekkan Zayn di hadapan Carlos dan pengunjung restoran. Entah apa penyebabnya, sehingga mereka melakukan hal demikian?Zayn yang tidak terima dengan segala tuduhan tersebut mencoba untuk membela diri. Namun, sebelum dirinya melakukan tindakan lebih jauh, rekannya lebih dulu mendorongnya."Hei, bodoh!"Zayn tersungkur kembali. Tubuhnya yang ringkis membuat ia mudah jatuh saat menerima dorongan dan sifatnya yang tidak mau melawan, menjadikan Zayn orang yang pasrah."Jika ada di posisimu, maka diriku memilih pergi dari sini dan tidak akan pernah menunjukkan wajahku lagi!" lanjut rekannya itu dan Zayn pun tak menggubrisnya.Zayn diam cukup lama. Pikirannya mulai kemana-mana. Seandainya, ini menjadi hari terakhir ia bekerja di sini, maka bagaimana dirinya akan membeli hadiah ulang tahun untuk pacarnya?Zayn buru-buru beringsut, menghampiri Carlos dengan segera. "Bos, dirimu boleh menghinaku sesuka hatimu, tetapi aku mohon berikanlah 1000$. Diriku membutuhkan uang itu untuk membeli hadiah ulang tahun pacarku."Zayn memohon dengan sungguh-sungguh serta mengutarakan keinginannya supaya gajinya dibayar sepenuhnya. Carlos terbelalak. Pun dengan para pelayan yang sedari tadi menghina dan memfitnah Zayn."Masih berani kau meminta gaji kepada, Bos? Ternyata dirimu begitu rendah," cibir rekannya yang memiliki postur tubuh tinggi dan gagah itu, mendorong bidang dada Zayn. Lagi dan lagi, Zayn mengacuhkannya."Bos, biarkan aku mendapatkan uang itu dan aku mohon untuk tidak memecat diriku. Setelah ini diriku berjanji akan menjadi pelayanmu yang baik." Zayn memelas. Namun, Carlos tetap diam."Bos, biarkan aku tetap bekerja di sini." Zayn berusaha lebih keras lagi membujuk Carlos untuk tidak memecatnya. Perasaannya sungguh takut, bilamana harus berhenti dari pekerjaan ini. Hal pertama yang terlintas dalam pikirannya iyalah sang kekasih.Carlos menatap lamat-lamat pemuda di hadapannya. Sebenarnya, ia sudah muak dengan Zayn. Akan tetapi, diantara seluruh pelayan di restoran, Zayn karyawan teladan. Carlos mengakuinya, tetapi tidak berani untuk mengucapkannya secara langsung."Baiklah, kau masih bisa bekerja di restoran ini. Akan tetapi, diriku tidak akan memberikan 1000$ itu. Ini adalah keputusanku!" tegas Carlos dengan ekspresi serius. Percayalah. Di dalam hatinya ia sedang tertawa puas. Di mana lagi dirinya bisa mendapatkan karyawan seperti Zayn, yang mau saja dibodohi?"Bos, apa yang dirimu lakukan?" protes pemuda yang sedari tadi terus mendesak Carlos supaya memecat Zayn.Zayn sudah membuka mulutnya dan siap untuk mengeluarkan kata-katanya. Akan tetapi Carlos sudah lebih dulu mengangkat tangannya. "Sebaiknya kau pergi dari sini, Zayn!" tegasnya.Zayn mengangkat kepala. Ia sebenarnya berat untuk pergi karena uang yang didapatkan tak sesuai harapan."Hei, apa kau tuli? Cepat pergi!" usir Carlos yang emosinya kembali memuncak.Zayn mematung sejenak, menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia benar-benar pergi dari sana. Carlos tersenyum puas, sementara rekan-rekan Zayn, menggerutu kesal. Ada juga yang mengumpat lantaran tidak bisa menyingkirkan Zayn dari restoran tersebut.Zayn pun tertunduk lesu, lantaran uang untuk membeli hadiah ulang tahun sang wanita tidak sesuai dengan ekspektasinya. Zayn tengah menjalin asmara dengan wanita cantik bernama Rebecca. Sekitar tiga bulan yang lalu saat pertemuannya kembali dengan Rebecca di minimarket. Sesungguhnya Zayn telah menyukai Rebecca sejak lama masa-masa sekolah dulu. Namun, ia terlalu malu untuk mengutarakannya. ***Zayn pun melajukan motornya dengan kecepatan sedang di jalanan beraspal Kota Jiang. Menikmati suasana sore hari yang cukup ramai hari ini. Setelah beberapa menit berkendara, Zayn menghentikan laju motornya, tepat di persimpangan. Kebetulan lampu lalu lintasnya berwarna merah. Zayn melihat sekitarnya. Mobil sport pun berhenti tepat di sisi kanan. Zayn menoleh karena terdengar suara cekikikan seorang wanita. Zayn membuka kaca helm, seketika bola matanya melebar mendapati sang kekasih sedang bersandar manja, sembari bercanda gurau dengan pria lain."Rebecca." Bibirnya sempat mengucap nama sang kekasih. Namun, sebelum Zayn sempat mencari tahu lebih dalam, lampu lalu lintasnya berubah hijau. Mobil itu segera tancap gas, begitu juga dengan pengendara lainnya.Zayn pun bergegas untuk mengejar. Namun, naas dari arah kiri. BRAK ...Apa yang terjadi kepada Zayn?BRAK ...Zayn tidan menyadari adanya mobil truk bermuatan besar yang datang dari arah kiri, melaju kencang dan menabraknya. Fokus Zayn hanya pada mobil kekasihnya yang sudah lebih dulu pergi itu. Zayn terjatuh dari motor dan motornya terpental sejauh lima ratus meter. Seketika pandangan Zayn berubah gelap. Ia merasakan seluruh tubuhnya sudah mati rasa. Ingatan terakhirnya adalah, menatap sang kekasih yang sedang bersama pria lain di mobil mewah.Sepasang mata terbuka, bersamaan dengan seberkas cahaya berwarna biru menyorot tajam. Zayn menutupi matanya dengan sebelah tangan. Ia sepintas melihat sekelilingnya seperti ruang hampa. Gelap tanpa adanya benda satu pun. Mungkinkah dirinya benar-benar sudah mati? Inikah yang dinamakan alam baka?Zayn berpikir demikian. TRING ...Terdengar suara nyaring, Zayn pun membuka matanya lebar-lebar dan mendapati dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak dikenal.Zayn mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk, kemudian berdiri dengan cepat. "Di ma
20:30 p.m."Lima puluh ..." Zayn pun menyelesaikan sit up sebanyak 50 kali. Dalam waktu lima belas menit. Zayn tidur telentang di rerumputan taman kota. Sejak sore hingga malam menyapa, ia menjalankan misi harian dari Sistem Harem.Selama menjalankan misi harian, tidak sedikit dari orang-orang sekitar yang memperhatikannya. Zayn memilih untuk tidak memperdulikannya. "Astaga! Aku merasa lelah sekarang. Menjalankan misi harian sama saja seperti berlatih militer di academy," gumamnya menggerutu sambil menstabilkan napas yang masih memburu itu."Tuan." Calista pun datang secara mengejutkan. Calista duduk berjongkok tepat di samping Zayn, yang sontak membuat pemuda dua puluh dua tahun itu tersentak kaget."Apa-apaan kau ini? Mundur beberapa langkah dariku!" tegas Zayn, merasa risih dekat-dekat dengan Calista. Dia masih belum bisa mempercayai Calista sepenuhnya."Anda hebat, Tuan. Misi harian berhasil Anda selesaikan." Calista berkata dengan penuh semangat sembari menunjukkan ibu jarinya
"Sungguh, Tuan? Jadi, malam ini Anda akan makan malam dengan seorang wanita?" Calista tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, sekaligus bercampur senang. Dibandingkan Zayn yang hanya berucap beberapa kata saja, Calista malah lebih antusias. Sampai jaraknya dan Zayn kurang dari satu meter. "Anda memang luar biasa, Tuan. Misi di level 3 ini, pasti akan mudah Tuan selesaikan dalam waktu singkat."Kalimat pujian terus terlontar, bersamaan dengan suara tepuk tangan meriah. Calista menyambut bahagia keberhasilan Zayn kali ini.Baru beberapa jam berlalu, tetapi Zayn sudah mempu menggaet seorang wanita. Dari data Sistem Harem, ternyata wanita yang akan dikencani Zayn, seorang pewaris dari keluarga konglomerat. "Ish ... jangan memujiku berlebihan seperti itu. Kami hanya akan malam saja." Meskipun, Zayn berusaha bersikap acuh dan terkesan dingin, tetapi Calista bisa membaca dari raut wajah Zayn, yang sebenarnya sedang merasa bahagia. "Aku minta jaga jarakmu. Mundur lah!" Zayn menggese
Hari berikutnya.Rebecca berdandan sangat cantik layaknya putri di negeri dongeng. Mengenakan gaun berwarna biru laut dengan sebuah mahkota di kepalanya, menambah kesan anggun bagi sang wanita yang sedang berulang tahun.Matthew pun terlihat gagah dan tampan dengan setelan jas yang senada dengan gaun Rebecca."Selamat ulang tahun, Sayang. Ini hadiah untukmu." Matthew memberikan sebuah kotak berukuran sedang yang sudah dibungkus sangat indah. Ada pita warna emas di atasnya, membuat Rebecca tersenyum sumringah."Terima kasih, Sayang." Rebecca mengecup bibir Matthew di hadapan semua orang. Dia mengambil hadiah tersebut dan berniat untuk membukanya sekarang.Rebecca menebak pasti sesuatu bernilai fantastis ada di dalam kotak tersebut. Mungkin sertifikat rumah, tanah atau yang lainnya? "Apa kau sudah menghubungi si sampah itu, untuk datang pesta ini?" tanya Matthew tersenyum penuh makna."Tentu, Sayang. Aku sudah meminta sampah itu untuk datang. Kamu tenang saja, Sayang." Rebecca mengalun
Vania mengantar Zayn hingga pintu apartemen. "Masuklah," pinta Vania. "Kamu tidak ingin masuk juga, Sayang?" tawar Zayn ramah, sekedar basa-basi. Berlama-lama dengan Vania, membuatnya seperti terlahir kembali. Dunianya sekarang dipenuhi warna. Bukan hanya hitam saja. "Tidak untuk sekarang, Sayang. Lain kali saja ya. Daddy memintaku untuk pulang hari ini. Nanti aku kabari kamu ya." Vania mengecup pipi kanan Zayn lembut. Kemudian tersenyum sumringah sampai lengkungan bibirnya terlihat. [Sang wanita merasa senang: Mendapatkan +10 Poin Karisma] "Iya, Sayang. Pergilah. Jangan biarkan Daddymu menunggu," ucap Zayn sambil mengelus lembut kedua pipi Vania. "Love you, Sayang." "Love you too, Sayang," balas Zayn, disertai kecupan hangat di kening sang kekasih. [Sang wanita merasa Jatuh Cinta: Mendapatkan +20 Poin karisma.] Kini Zayn tahu, bagaimana memperlakukan wanita, dengan begitu poin karismanya akan bertambah. Level pun akan cepat naik. "Dah, Sayang." Vania mulai melenggang
"Tuan," sebut Calista pelan. Wajahnya sudah berada sangat dekat Zayn. Jaraknya kurang satu meter. Zayn langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasa ada hembusan angin hangat menerpa wajahnya. Saking terkejutnya dia spontan mendorong Calista, hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Zayn buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut karena kondisinya hanya dibalut mantel mandi saja. Takut ada sesuatu yang dilihat Calista. Jadi dia menutupnya rapat-rapat. "Kau ini, selalu mengejutkanku. Ada apa?" bentak Zayn mengomel. Dia tidak bisa menutupi kesalahannya. Sementara Calista menggembungkan pipinya seperti bola pingpong. "Tuan ... Kau membuat pakaianku rusak." Zayn melirik, "rusak katamu? Aku melihatnya baik-baik saja." Calista semakin kesal dibuatnya. Dia melipat kedua tangan di dada, lalu menyelengos seperti bocah yang merajuk ketika tidak dibelikan permen. "Anda, memang pria yang tidak peka, Tuan," celetuknya bernada kesal. Kini Za
"Daddy, sudah menjodohkanku dengan pria lain dan Daddy sudah mengatur pertemuannya," ungkap Vania lemas.Senyuman Zayn pun memudar. Dia melepas genggamannya. Saking terkejutnya dia sampai beranjak bangun. Tangan kanannya mengusap kening, sedangkan yang kiri berkacak pinggang. "Lantas bagaimana dengan hubungan kita?" Zayn tidak banyak kata.Sebenarnya dia tidak terlalu peduli Vania dijodohkan atau tidak, tapi ya ... Apakah hanya berjalan satu hari saja? Zayn masih belum merasa puas. "Kamu tenang dulu, Zayn." Vania menarik tangan sang kekasih untuk kembali duduk bersama. Vania menggenggam erat tangan Zayn. Mengusapnya perlahan-lahan. "Aku sudah menolak perjodohan itu, Sayang. Jadi, hubungan kita tetap berlanjut. Secepatnya aku akan mengenalkan kamu pada Daddy dan keluargaku yang lain."Zayn membola. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Bertemu keluarga? Apakah dirinya sudah siap? Matilah! Kalau Vania langsung memaksa untuk menikah. "Heum, sebaiknya kita buka
Zayn pun meninggal rumah sakit, bersama seorang wanita tiga puluhan tahun. Cantik dan menawan.Zayn sesekali melirik wanita itu. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah bertemu. Namun di mana? Zayn pun sedang memikirkannya sekarang. "Siapa namamu?" tanya wanita itu santai sembari fokus pada jalanan beraspal Kota Jiang, membuka pembicaraan di antara keduanya. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena Zayn tidak mengatakan apa-apa sedari tadi.Jika diperhatikan lagi, pemuda yang ada disampingnya cukup tampan juga. Pikir wanita itu, yang mulai tertarik dengan Zayn. "Namaku, Zayn Xander. Nona, bisa memanggilku Zayn saja," ungkapnya santai.Wanita itu mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kecil, "kalau begitu panggil saja aku, Zia.""Zia?" Zayn menaikkan sebelah alisnya. Rasa penasarannya semakin memuncak setelah wanita itu menyebutkan namanya."Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apakah namaku terdengar aneh?" Zia mengarahkan pandangannya pada Zayn. "Apa kau meras
Zayn beringsut sambil menepuk-nepuk kemejanya yang kotor akibat jatuh tadi. Pukulan pria itu cukup membekas, bahkan sampai membuat tepi bibirnya mengeluarkan darah segar. "Zayn ... Jangan!" tahan Vania, menggenggam erat tangan sang kekasih. Namun, bukan Zayn jika menyerah dan menerima kekalahan begitu saja.Siapa pria itu? Dia telah membuat keributan dan mempermalukannya di hadapan banyak orang. Zayn menarik tangannya yang terus digenggam Vania. Selanjutnya dia berjalan menghampiri pria yang sudah menghadiahkannya sebuah pukulan keras itu."Kau siapa? Apa kita saling mengenal, Tuan?" sungut Zayn, sedikit mengangkat kedua bahunya."Aku adalah calon suami Vania!" tegas pria itu, langsung pada intinya.Zayn tidak terlalu terkejut. Setidaknya, dengan kehadiran pria itu sekarang, Zayn tidak perlu repot-repot berkenalan lagi di kemudian hari. "Diego, cukup! Sudah kukatakan. Aku tidak menerima perjodohan ini! Diriku sama sekali tidak mencintaimu!"Vania tidak bisa diam saja, melihat dua l
Vania menarik tangan Zayn, supaya langkahnya cepat menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi mereka berada tadi.Di wilayah ini, memang dilarang memarkirkan kendaraan di sembarang tempat. Maka dari itu, telah disediakan tempat parkir khusus. "Hari ini aku ingin sekali berbelanja. Kau harus menemaniku ya, Zayn."Ucapan Vania langsung mendapat anggukan kepala oleh sang pria. "Baiklah. Silahkan masuk, Tuan Putri."Zayn membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk dengan sebelah tangan berada di dada, mempersilahkan Vania untuk masuk lebih dulu. Senyuman Zayn uang manis mengalahkan gula itu, telah menghipnotis Vania, hingga mabuk kepayang. "Terima kasih," jawab gadis cantik yang rambutnya selalu tergerai indah itu, seraya tersenyum lebar.Vania memiliki lesung pipi di sebelah kiri, yang menambah kecantikannya ketika tersenyum. Zayn mengangguk, kemudian menutup pintu mobil dengan hati-hati. Vania yang sudah berada di dalam pun, tidak henti-hentinya mengumbar senyuman. Ah, sungguh
"Tuan, hendak pergi kemana?" tanya Calista, ketika mendapati Zayn, yang sudah rapi dengan setelan baju santai. Jika dilihat-lihat kembali, tampaknya Zayn akan pergi berolahraga?"Haruskah aku mengatakan segala kegiatanku kepadamu?" Zayn melipat kedua tangan di dada, menaikkan sebelah alisnya menatap penuh tanya. "Saya hanya ingin memastikannya saja, Tuan." "Heum, sudahlah. Aku tidak ingin berlama-lama berbicara denganmu. Sebaiknya, diriku ingin menghirup udara segar." Setelahnya dia melenggang pergi. Seperti biasa, mengacuhkan segala sesuatu yang Calista ucapkan.Gadis mungil itu, berbalik badan. Memperhatikan punggung Tuannya cukup lama. "Semangat, Tuan! Selamat, menikmati olahragamu! Semoga harimu menyenangkan!" teriak Calista kemudian.Zayn tidak menoleh, hanya mengangkat sebelah tangannya. Calista sekedar termangu di sana dan tersenyum kecil. ***Baru beberapa meter meninggal apartemen, Zayn sudah seperti idola yang sedang digandrungi. Aura ketampanannya seolah memancar sempurn
Zayn pun meninggal rumah sakit, bersama seorang wanita tiga puluhan tahun. Cantik dan menawan.Zayn sesekali melirik wanita itu. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah bertemu. Namun di mana? Zayn pun sedang memikirkannya sekarang. "Siapa namamu?" tanya wanita itu santai sembari fokus pada jalanan beraspal Kota Jiang, membuka pembicaraan di antara keduanya. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena Zayn tidak mengatakan apa-apa sedari tadi.Jika diperhatikan lagi, pemuda yang ada disampingnya cukup tampan juga. Pikir wanita itu, yang mulai tertarik dengan Zayn. "Namaku, Zayn Xander. Nona, bisa memanggilku Zayn saja," ungkapnya santai.Wanita itu mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kecil, "kalau begitu panggil saja aku, Zia.""Zia?" Zayn menaikkan sebelah alisnya. Rasa penasarannya semakin memuncak setelah wanita itu menyebutkan namanya."Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apakah namaku terdengar aneh?" Zia mengarahkan pandangannya pada Zayn. "Apa kau meras
"Daddy, sudah menjodohkanku dengan pria lain dan Daddy sudah mengatur pertemuannya," ungkap Vania lemas.Senyuman Zayn pun memudar. Dia melepas genggamannya. Saking terkejutnya dia sampai beranjak bangun. Tangan kanannya mengusap kening, sedangkan yang kiri berkacak pinggang. "Lantas bagaimana dengan hubungan kita?" Zayn tidak banyak kata.Sebenarnya dia tidak terlalu peduli Vania dijodohkan atau tidak, tapi ya ... Apakah hanya berjalan satu hari saja? Zayn masih belum merasa puas. "Kamu tenang dulu, Zayn." Vania menarik tangan sang kekasih untuk kembali duduk bersama. Vania menggenggam erat tangan Zayn. Mengusapnya perlahan-lahan. "Aku sudah menolak perjodohan itu, Sayang. Jadi, hubungan kita tetap berlanjut. Secepatnya aku akan mengenalkan kamu pada Daddy dan keluargaku yang lain."Zayn membola. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Bertemu keluarga? Apakah dirinya sudah siap? Matilah! Kalau Vania langsung memaksa untuk menikah. "Heum, sebaiknya kita buka
"Tuan," sebut Calista pelan. Wajahnya sudah berada sangat dekat Zayn. Jaraknya kurang satu meter. Zayn langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasa ada hembusan angin hangat menerpa wajahnya. Saking terkejutnya dia spontan mendorong Calista, hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Zayn buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut karena kondisinya hanya dibalut mantel mandi saja. Takut ada sesuatu yang dilihat Calista. Jadi dia menutupnya rapat-rapat. "Kau ini, selalu mengejutkanku. Ada apa?" bentak Zayn mengomel. Dia tidak bisa menutupi kesalahannya. Sementara Calista menggembungkan pipinya seperti bola pingpong. "Tuan ... Kau membuat pakaianku rusak." Zayn melirik, "rusak katamu? Aku melihatnya baik-baik saja." Calista semakin kesal dibuatnya. Dia melipat kedua tangan di dada, lalu menyelengos seperti bocah yang merajuk ketika tidak dibelikan permen. "Anda, memang pria yang tidak peka, Tuan," celetuknya bernada kesal. Kini Za
Vania mengantar Zayn hingga pintu apartemen. "Masuklah," pinta Vania. "Kamu tidak ingin masuk juga, Sayang?" tawar Zayn ramah, sekedar basa-basi. Berlama-lama dengan Vania, membuatnya seperti terlahir kembali. Dunianya sekarang dipenuhi warna. Bukan hanya hitam saja. "Tidak untuk sekarang, Sayang. Lain kali saja ya. Daddy memintaku untuk pulang hari ini. Nanti aku kabari kamu ya." Vania mengecup pipi kanan Zayn lembut. Kemudian tersenyum sumringah sampai lengkungan bibirnya terlihat. [Sang wanita merasa senang: Mendapatkan +10 Poin Karisma] "Iya, Sayang. Pergilah. Jangan biarkan Daddymu menunggu," ucap Zayn sambil mengelus lembut kedua pipi Vania. "Love you, Sayang." "Love you too, Sayang," balas Zayn, disertai kecupan hangat di kening sang kekasih. [Sang wanita merasa Jatuh Cinta: Mendapatkan +20 Poin karisma.] Kini Zayn tahu, bagaimana memperlakukan wanita, dengan begitu poin karismanya akan bertambah. Level pun akan cepat naik. "Dah, Sayang." Vania mulai melenggang
Hari berikutnya.Rebecca berdandan sangat cantik layaknya putri di negeri dongeng. Mengenakan gaun berwarna biru laut dengan sebuah mahkota di kepalanya, menambah kesan anggun bagi sang wanita yang sedang berulang tahun.Matthew pun terlihat gagah dan tampan dengan setelan jas yang senada dengan gaun Rebecca."Selamat ulang tahun, Sayang. Ini hadiah untukmu." Matthew memberikan sebuah kotak berukuran sedang yang sudah dibungkus sangat indah. Ada pita warna emas di atasnya, membuat Rebecca tersenyum sumringah."Terima kasih, Sayang." Rebecca mengecup bibir Matthew di hadapan semua orang. Dia mengambil hadiah tersebut dan berniat untuk membukanya sekarang.Rebecca menebak pasti sesuatu bernilai fantastis ada di dalam kotak tersebut. Mungkin sertifikat rumah, tanah atau yang lainnya? "Apa kau sudah menghubungi si sampah itu, untuk datang pesta ini?" tanya Matthew tersenyum penuh makna."Tentu, Sayang. Aku sudah meminta sampah itu untuk datang. Kamu tenang saja, Sayang." Rebecca mengalun
"Sungguh, Tuan? Jadi, malam ini Anda akan makan malam dengan seorang wanita?" Calista tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, sekaligus bercampur senang. Dibandingkan Zayn yang hanya berucap beberapa kata saja, Calista malah lebih antusias. Sampai jaraknya dan Zayn kurang dari satu meter. "Anda memang luar biasa, Tuan. Misi di level 3 ini, pasti akan mudah Tuan selesaikan dalam waktu singkat."Kalimat pujian terus terlontar, bersamaan dengan suara tepuk tangan meriah. Calista menyambut bahagia keberhasilan Zayn kali ini.Baru beberapa jam berlalu, tetapi Zayn sudah mempu menggaet seorang wanita. Dari data Sistem Harem, ternyata wanita yang akan dikencani Zayn, seorang pewaris dari keluarga konglomerat. "Ish ... jangan memujiku berlebihan seperti itu. Kami hanya akan malam saja." Meskipun, Zayn berusaha bersikap acuh dan terkesan dingin, tetapi Calista bisa membaca dari raut wajah Zayn, yang sebenarnya sedang merasa bahagia. "Aku minta jaga jarakmu. Mundur lah!" Zayn menggese