Vania mengantar Zayn hingga pintu apartemen.
"Masuklah," pinta Vania.
"Kamu tidak ingin masuk juga, Sayang?" tawar Zayn ramah, sekedar basa-basi.
Berlama-lama dengan Vania, membuatnya seperti terlahir kembali. Dunianya sekarang dipenuhi warna. Bukan hanya hitam saja.
"Tidak untuk sekarang, Sayang. Lain kali saja ya. Daddy memintaku untuk pulang hari ini. Nanti aku kabari kamu ya."
Vania mengecup pipi kanan Zayn lembut. Kemudian tersenyum sumringah sampai lengkungan bibirnya terlihat.
[Sang wanita merasa senang: Mendapatkan +10 Poin Karisma]
"Iya, Sayang. Pergilah. Jangan biarkan Daddymu menunggu," ucap Zayn sambil mengelus lembut kedua pipi Vania.
"Love you, Sayang."
"Love you too, Sayang," balas Zayn, disertai kecupan hangat di kening sang kekasih.
[Sang wanita merasa Jatuh Cinta: Mendapatkan +20 Poin karisma.]
Kini Zayn tahu, bagaimana memperlakukan wanita, dengan begitu poin karismanya akan bertambah. Level pun akan cepat naik.
"Dah, Sayang." Vania mulai melenggang pergi sembari melambaikan tangan.
"Masuklah!" sambungnya kemudian.
Zayn mengangguk, lalu membuka pintu apartemennya. Setelah memastikan Zayn masuk, barulah Vania mempercepat langkahnya.
"Tuan!" seru Calista, sontak membuat Zayn tersentak kaget.
"Astaga! Kau membuatku terkejut saja." Zayn mengelus dadanya, lalu mengayunkan kakinya menjauh dari Calista.
Gadis centil itu, mengekor di belakang, layaknya pelayan dengan majikannya.
"Apa dia kekasih, Tuan?" tanya Calista penasaran. Saking ingin tahunya, tadi dia mengintip dari balik cela kecil yang ada di pintu.
"Iya, cantik bukan?" Zayn melepaskan jasnya yang kotor. Bekas jusnya kini sudah mengering dan menempel. Akan sulit untuk membersihkannya.
Vania sempat ingin membelikan jas yang baru. Namun, Zayn menolaknya demi harga diri.
"Iya, Tuan. Dia sangat cantik. Pantas saja, Tuan langsung menyukainya. Vania lebih cantik dari mantan Tuan. Si nenek sihir itu," celoteh Calista, yang menyebut Rebecca sebagai nenek sihir.
Zayn terkekeh, "kau bisa saja, tapi benar juga. Rebecca memang lebih mirip nenek sihir yang menyeramkan. Suaranya membuang gendang telingaku seperti ingin pecah."
Alih-alih merasa kesal karena wanita yang dicintainya diolok-olok, Zayn malah ikut menjelek-jelekkannya.
Ya, mungkin dulu Rebecca, ratu dalam hatinya, tapi tidak dengan sekarang.
"Selain cantik, Vania juga sangat kaya raya. Dia pewaris tunggal keluarga Hans. Seluruh kekayaan yang dimiliki keluarganya, Vania yang mengurusnya. Anda, sangat beruntung Tuan karena bisa menjadi kekasihnya."
Zayn tidak langsung menimpali. Dia termangu di tepi tempat tidur. Tatapannya kosong pada objek di depan.
"Calista ..."
"Iya, Tuan?"
"Apa Sistem Harem sudah mengirimkan bonus setelah menyelesaikan misi?"
"Seharusnya sudah, Tuan. Coba saja cek ponsel, Tuan."
Zayn mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Sejak keluar dari mansion Matthew, dirinya memang tidak memainkan gawainya itu. Dia terlalu fokus berkencan dengan Vania, sehingga banyak hal yang ia lupakan.
Zayn mengulas senyuman tipis, saat membaca notifikasi yang menyatakan bahwa 20 juta dollar, telah masuk rekeningnya.
"Tuan, selain itu Anda juga banyak memiliki Poin Karisma. Apa Anda ingin menukarkannya dengan barang?"
Pertanyaan Calista memecah lamunan Zayn. "Heum, membeli barang ya? Sebenernya ada satu barang yang ingin sekali aku beli. Aku ingin memberikannya kepada Vania nanti."
"Bagus, Tuan. Anda bisa membeli barang di toko Sistem Harem dengan menukarkan Poin Karisma atau saldo yang sudah Tuan, kumpulkan," terang Calista panjang lebar.
"Baiklah," balas Zayn sangat antusias.
"Tuan, berikan ponsel Tuan, kepada saya," pinta Calista yang sudah mengulurkan tangannya.
"Ponselku, untuk apa?"
"Saya, akan mengupgrade ponsel Tuan, dengan begitu Tuan bisa melihat kemajuan Sistem Harem dari ponsel Tuan. Saat ini, setiap kali Tuan mendapatkan Poin karisma, maka Sistem Harem akan mengirimkan notifikasinya. Namun, hanya Tuan saja yang mampu melihatnya."
Zayn mengangguk paham. Dia sedikitnya mengerti soal Sistem karena sering membaca novel bergenre Sistem dari ponselnya.
"Tapi, saya peringatkan Tuan, untuk tidak mengatakan apa pun soal Sistem Harem Sang Miliarder kepada siapa pun juga. Seandainya Tuan melakukannya, maka Tuan akan mendapat hukuman," sambung Calista memperingatkan.
"Hukuman?" Zayn mengerutkan keningnya, hingga terbentuk beberapa guratan yang membuat wajahnya terlihat lebih tua beberapa tahun.
"Iya, Tuan. Hukuman."
"Hukuman seperti apa?" selidik Zayn, penasaran.
Calista pun mengikis jarak lima meter itu, menjadi satu meter. Zayn menaikkan sebelah alisnya.
"Berhenti di situ!" tegas Zayn, sampai mengangkat tangan kanannya.
Calista menggembungkan pipinya dan berkacak pinggang. "Ya, sudah. Aku menjelaskannya dari sini saja."
"Iya. Lebih baik begitu." Zayn masih merasa aneh jika harus berdekatan dengan Calista, secara intens.
"Hukuman Sistem Harem berbeda-beda, tergantung kesalahan yang Tuan lakukan. Seandainya Tuan gagal menjalankan misi, maka Tuan akan kehilangan banyak poin karisma. Seandainya Tuan membocorkan soal Sistem Harem kepada publik, maka Tuan akan kehilangan kepemilikan Sistem Harem Sang Miliarder. Maka dari itu, saya memperingatkan Tuan untuk berhati-hati saat berbicara dengan wanita."
Zayn mengelus dagunya, tak lama kemudian. "Baiklah, aku akan mengingatnya nanti." Dia beranjak bangun, sebelum akhirnya melenggang pergi menuju kamar mandi.
Calista memiringkan kepalanya, memandangi punggung lebar pemuda dua puluh dua tahun itu, cukup lama.
"Apa dia akan benar-benar bisa membantuku nanti?" gumamnya penuh keraguan.
Beberapa detik berlalu dan Calista pun memandangi ponsel milik Zayn dengan lekat penuh makna.
Dia menggenggam benda pintar itu kuat-kuat, seolah tidak ingin kehilangannya.
***
Satu jam berlalu. Zayn pun keluar dari kamar mandi dengan raut wajah sumringah. Merasa segar setelah berendam di air hangat hampir satu jam.
Zayn meraih ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Selanjutnya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Mencari sosok gadis centil dan cerewet.
"Kemana dia? Terasa tenang, jika tidak ada dia di sini," gumam Zayn dan tertawa kecil.
Dia duduk di tepi ranjang dengan masih mengenakan mantel mandi. Zayn menyalakan ponselnya dan mendapati Vania mengirim pesan singkat, yang berisi.
[Sayang, aku sudah sampai rumah. Urusanku dengan Daddy juga sudah selesai. Sayang apa kamu sudah tidur?]
Zayn buru-buru mengetik pesan balasan.
[Belum, Sayang. Aku baru selesai mandi.]
Setelahnya Zayn melempar benda pintarnya itu ke ranjang, lalu tubuhnya dibaringkan. Menatap langit-langit cukup lama. Hingga dentingan notifikasi masuk, membuyarkan lamunannya.
Zayn buru-buru mencari ponselnya. Dia tersenyum lebar.
[Good night, Sayang. Besok kita bertemu lagi.]
Tulis Vania disertai emoticon hati. Zayn segera mengetikan kalimat balasan.
[Good night, Tuan Putri.]
Zayn juga menyelipkan emoticon hati dan pelukan penuh cinta.
[Sang wanita merasa bahagia: Mendapatkan +50 Poin Karisma]
Zayn selesai membaca notifikasi dari Sistem Harem. Kemudian dia teringat akan sesuatu.
Ya, Calista mengatakan akan mengupgrade ponselnya. Zayn mengecek ponselnya. Kira-kira apa yang telah diperbuat Calista.
"Apa ini?" Zayn mendapati ada satu aplikasi yang baru pertama kali dilihatnya. Dia tidak merasa pernah mendownload aplikasi baru.
Nama aplikasinya. 'Sistem Harem Sang Miliarder.'
"Mungkin ini yang Calista maksudkan?" Saking penasarannya, Zayn sampai mengubah posisinya menjadi duduk.
Tanpa pikir panjang, Zayn pun mengklik aplikasi tersebut guna menjawab seluruh pertanyaan dalam benaknya.
Seberkas cahaya biru keunguan pun menyeruak. Sebuah layar transparan muncul di hadapannya. Ukurannya lebih besar dari yang ia lihat sebelum-sebelumnya.
[Selamat Datang Dalam Sistem Harem Sang Milyarder Type 0.1]
[Tekan ya, untuk melihat data selanjutnya.]
Zayn menekan 'Ya' seperti yang tertera pada layar.
[New Data]
[Nama: Zayn Xander]
[Usia: 22 Tahun][Ras: Manusi][Posisi: Pemilik Sistem Mafia Harem Sang Milyarder][Level: 3][Wanita: 1][Poin Karisma: 600][Fisik: 30/100]
[Saldo: 20 juta dollar][Tekan selanjutnya untuk melihat item yang lain]
Zayn melakukan instruksi yang tertulis.
Bagian selanjutnya, iyalah daftar barang yang biasa digunakan sehari-hari.
Zayn pun teringat akan membeli sesuatu untuk ia berikan sebagai hadiah kepada Vania nanti.
Zayn menggeser-geser layar tersebut, guna mencari barang yang dapat dijadikan hadiah.
"Ah, ini dia," pekik Zayn, senang.
"Lalu, bagaimana caraku membelinya?" Dia melipat kedua tangan di dada, penuh kebingungan.
Heum, Gimana ceritanya? Zayn beruntung banget ya🤗🤭
"Tuan," sebut Calista pelan. Wajahnya sudah berada sangat dekat Zayn. Jaraknya kurang satu meter. Zayn langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasa ada hembusan angin hangat menerpa wajahnya. Saking terkejutnya dia spontan mendorong Calista, hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Zayn buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut karena kondisinya hanya dibalut mantel mandi saja. Takut ada sesuatu yang dilihat Calista. Jadi dia menutupnya rapat-rapat. "Kau ini, selalu mengejutkanku. Ada apa?" bentak Zayn mengomel. Dia tidak bisa menutupi kesalahannya. Sementara Calista menggembungkan pipinya seperti bola pingpong. "Tuan ... Kau membuat pakaianku rusak." Zayn melirik, "rusak katamu? Aku melihatnya baik-baik saja." Calista semakin kesal dibuatnya. Dia melipat kedua tangan di dada, lalu menyelengos seperti bocah yang merajuk ketika tidak dibelikan permen. "Anda, memang pria yang tidak peka, Tuan," celetuknya bernada kesal. Kini Za
"Daddy, sudah menjodohkanku dengan pria lain dan Daddy sudah mengatur pertemuannya," ungkap Vania lemas.Senyuman Zayn pun memudar. Dia melepas genggamannya. Saking terkejutnya dia sampai beranjak bangun. Tangan kanannya mengusap kening, sedangkan yang kiri berkacak pinggang. "Lantas bagaimana dengan hubungan kita?" Zayn tidak banyak kata.Sebenarnya dia tidak terlalu peduli Vania dijodohkan atau tidak, tapi ya ... Apakah hanya berjalan satu hari saja? Zayn masih belum merasa puas. "Kamu tenang dulu, Zayn." Vania menarik tangan sang kekasih untuk kembali duduk bersama. Vania menggenggam erat tangan Zayn. Mengusapnya perlahan-lahan. "Aku sudah menolak perjodohan itu, Sayang. Jadi, hubungan kita tetap berlanjut. Secepatnya aku akan mengenalkan kamu pada Daddy dan keluargaku yang lain."Zayn membola. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Bertemu keluarga? Apakah dirinya sudah siap? Matilah! Kalau Vania langsung memaksa untuk menikah. "Heum, sebaiknya kita buka
Zayn pun meninggal rumah sakit, bersama seorang wanita tiga puluhan tahun. Cantik dan menawan.Zayn sesekali melirik wanita itu. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah bertemu. Namun di mana? Zayn pun sedang memikirkannya sekarang. "Siapa namamu?" tanya wanita itu santai sembari fokus pada jalanan beraspal Kota Jiang, membuka pembicaraan di antara keduanya. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena Zayn tidak mengatakan apa-apa sedari tadi.Jika diperhatikan lagi, pemuda yang ada disampingnya cukup tampan juga. Pikir wanita itu, yang mulai tertarik dengan Zayn. "Namaku, Zayn Xander. Nona, bisa memanggilku Zayn saja," ungkapnya santai.Wanita itu mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kecil, "kalau begitu panggil saja aku, Zia.""Zia?" Zayn menaikkan sebelah alisnya. Rasa penasarannya semakin memuncak setelah wanita itu menyebutkan namanya."Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apakah namaku terdengar aneh?" Zia mengarahkan pandangannya pada Zayn. "Apa kau meras
"Tuan, hendak pergi kemana?" tanya Calista, ketika mendapati Zayn, yang sudah rapi dengan setelan baju santai. Jika dilihat-lihat kembali, tampaknya Zayn akan pergi berolahraga?"Haruskah aku mengatakan segala kegiatanku kepadamu?" Zayn melipat kedua tangan di dada, menaikkan sebelah alisnya menatap penuh tanya. "Saya hanya ingin memastikannya saja, Tuan." "Heum, sudahlah. Aku tidak ingin berlama-lama berbicara denganmu. Sebaiknya, diriku ingin menghirup udara segar." Setelahnya dia melenggang pergi. Seperti biasa, mengacuhkan segala sesuatu yang Calista ucapkan.Gadis mungil itu, berbalik badan. Memperhatikan punggung Tuannya cukup lama. "Semangat, Tuan! Selamat, menikmati olahragamu! Semoga harimu menyenangkan!" teriak Calista kemudian.Zayn tidak menoleh, hanya mengangkat sebelah tangannya. Calista sekedar termangu di sana dan tersenyum kecil. ***Baru beberapa meter meninggal apartemen, Zayn sudah seperti idola yang sedang digandrungi. Aura ketampanannya seolah memancar sempurn
Vania menarik tangan Zayn, supaya langkahnya cepat menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi mereka berada tadi.Di wilayah ini, memang dilarang memarkirkan kendaraan di sembarang tempat. Maka dari itu, telah disediakan tempat parkir khusus. "Hari ini aku ingin sekali berbelanja. Kau harus menemaniku ya, Zayn."Ucapan Vania langsung mendapat anggukan kepala oleh sang pria. "Baiklah. Silahkan masuk, Tuan Putri."Zayn membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk dengan sebelah tangan berada di dada, mempersilahkan Vania untuk masuk lebih dulu. Senyuman Zayn uang manis mengalahkan gula itu, telah menghipnotis Vania, hingga mabuk kepayang. "Terima kasih," jawab gadis cantik yang rambutnya selalu tergerai indah itu, seraya tersenyum lebar.Vania memiliki lesung pipi di sebelah kiri, yang menambah kecantikannya ketika tersenyum. Zayn mengangguk, kemudian menutup pintu mobil dengan hati-hati. Vania yang sudah berada di dalam pun, tidak henti-hentinya mengumbar senyuman. Ah, sungguh
Zayn beringsut sambil menepuk-nepuk kemejanya yang kotor akibat jatuh tadi. Pukulan pria itu cukup membekas, bahkan sampai membuat tepi bibirnya mengeluarkan darah segar. "Zayn ... Jangan!" tahan Vania, menggenggam erat tangan sang kekasih. Namun, bukan Zayn jika menyerah dan menerima kekalahan begitu saja.Siapa pria itu? Dia telah membuat keributan dan mempermalukannya di hadapan banyak orang. Zayn menarik tangannya yang terus digenggam Vania. Selanjutnya dia berjalan menghampiri pria yang sudah menghadiahkannya sebuah pukulan keras itu."Kau siapa? Apa kita saling mengenal, Tuan?" sungut Zayn, sedikit mengangkat kedua bahunya."Aku adalah calon suami Vania!" tegas pria itu, langsung pada intinya.Zayn tidak terlalu terkejut. Setidaknya, dengan kehadiran pria itu sekarang, Zayn tidak perlu repot-repot berkenalan lagi di kemudian hari. "Diego, cukup! Sudah kukatakan. Aku tidak menerima perjodohan ini! Diriku sama sekali tidak mencintaimu!"Vania tidak bisa diam saja, melihat dua l
"Mengapa bayaranku hanya segini, Bos? Bukankah ini hanya sebagian saja?"Zayn, pemuda dua puluh dua tahun tertunduk lesu melihat uang hasil kerja lemburnya. Restoran tempatnya bekerja menjanjikan uang lembur 25$ per jamnya, sedangkan Zayn bekerja 10 jam tanpa henti. Bayaran yang harus diterimanya 100$, kendati demikian ia hanya menerima separuhnya saja."Apa kau ingin protes, ah?! Kerjamu saja tidak becus, dasar bodoh! Masih untung diriku masih mau membayarmu, di luaran sana tidak ada yang mau membayarmu dengan harga tinggi, bodoh!"Carlos, sang manager restoran membentak dan memaki Zayn di hadapan semua orang. Para pengunjung restoran pun lantas mengarahkan pandangan mereka pada Carlos dan Zayn.Para pelayan lainnya ikut mengerumuni Carlos yang tengah marah kepada Zayn. Mereka penasaran dengan suara ribut-ribut di sana."Dasar pelayan tidak tahu diuntung! Seharusnya kau bersyukur, restoranku masih menerima orang sepertimu. Jelek, bodoh, dekil dan tidak berpendidikan!" caci Carlos leb
BRAK ...Zayn tidan menyadari adanya mobil truk bermuatan besar yang datang dari arah kiri, melaju kencang dan menabraknya. Fokus Zayn hanya pada mobil kekasihnya yang sudah lebih dulu pergi itu. Zayn terjatuh dari motor dan motornya terpental sejauh lima ratus meter. Seketika pandangan Zayn berubah gelap. Ia merasakan seluruh tubuhnya sudah mati rasa. Ingatan terakhirnya adalah, menatap sang kekasih yang sedang bersama pria lain di mobil mewah.Sepasang mata terbuka, bersamaan dengan seberkas cahaya berwarna biru menyorot tajam. Zayn menutupi matanya dengan sebelah tangan. Ia sepintas melihat sekelilingnya seperti ruang hampa. Gelap tanpa adanya benda satu pun. Mungkinkah dirinya benar-benar sudah mati? Inikah yang dinamakan alam baka?Zayn berpikir demikian. TRING ...Terdengar suara nyaring, Zayn pun membuka matanya lebar-lebar dan mendapati dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak dikenal.Zayn mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk, kemudian berdiri dengan cepat. "Di ma
Zayn beringsut sambil menepuk-nepuk kemejanya yang kotor akibat jatuh tadi. Pukulan pria itu cukup membekas, bahkan sampai membuat tepi bibirnya mengeluarkan darah segar. "Zayn ... Jangan!" tahan Vania, menggenggam erat tangan sang kekasih. Namun, bukan Zayn jika menyerah dan menerima kekalahan begitu saja.Siapa pria itu? Dia telah membuat keributan dan mempermalukannya di hadapan banyak orang. Zayn menarik tangannya yang terus digenggam Vania. Selanjutnya dia berjalan menghampiri pria yang sudah menghadiahkannya sebuah pukulan keras itu."Kau siapa? Apa kita saling mengenal, Tuan?" sungut Zayn, sedikit mengangkat kedua bahunya."Aku adalah calon suami Vania!" tegas pria itu, langsung pada intinya.Zayn tidak terlalu terkejut. Setidaknya, dengan kehadiran pria itu sekarang, Zayn tidak perlu repot-repot berkenalan lagi di kemudian hari. "Diego, cukup! Sudah kukatakan. Aku tidak menerima perjodohan ini! Diriku sama sekali tidak mencintaimu!"Vania tidak bisa diam saja, melihat dua l
Vania menarik tangan Zayn, supaya langkahnya cepat menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi mereka berada tadi.Di wilayah ini, memang dilarang memarkirkan kendaraan di sembarang tempat. Maka dari itu, telah disediakan tempat parkir khusus. "Hari ini aku ingin sekali berbelanja. Kau harus menemaniku ya, Zayn."Ucapan Vania langsung mendapat anggukan kepala oleh sang pria. "Baiklah. Silahkan masuk, Tuan Putri."Zayn membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk dengan sebelah tangan berada di dada, mempersilahkan Vania untuk masuk lebih dulu. Senyuman Zayn uang manis mengalahkan gula itu, telah menghipnotis Vania, hingga mabuk kepayang. "Terima kasih," jawab gadis cantik yang rambutnya selalu tergerai indah itu, seraya tersenyum lebar.Vania memiliki lesung pipi di sebelah kiri, yang menambah kecantikannya ketika tersenyum. Zayn mengangguk, kemudian menutup pintu mobil dengan hati-hati. Vania yang sudah berada di dalam pun, tidak henti-hentinya mengumbar senyuman. Ah, sungguh
"Tuan, hendak pergi kemana?" tanya Calista, ketika mendapati Zayn, yang sudah rapi dengan setelan baju santai. Jika dilihat-lihat kembali, tampaknya Zayn akan pergi berolahraga?"Haruskah aku mengatakan segala kegiatanku kepadamu?" Zayn melipat kedua tangan di dada, menaikkan sebelah alisnya menatap penuh tanya. "Saya hanya ingin memastikannya saja, Tuan." "Heum, sudahlah. Aku tidak ingin berlama-lama berbicara denganmu. Sebaiknya, diriku ingin menghirup udara segar." Setelahnya dia melenggang pergi. Seperti biasa, mengacuhkan segala sesuatu yang Calista ucapkan.Gadis mungil itu, berbalik badan. Memperhatikan punggung Tuannya cukup lama. "Semangat, Tuan! Selamat, menikmati olahragamu! Semoga harimu menyenangkan!" teriak Calista kemudian.Zayn tidak menoleh, hanya mengangkat sebelah tangannya. Calista sekedar termangu di sana dan tersenyum kecil. ***Baru beberapa meter meninggal apartemen, Zayn sudah seperti idola yang sedang digandrungi. Aura ketampanannya seolah memancar sempurn
Zayn pun meninggal rumah sakit, bersama seorang wanita tiga puluhan tahun. Cantik dan menawan.Zayn sesekali melirik wanita itu. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah bertemu. Namun di mana? Zayn pun sedang memikirkannya sekarang. "Siapa namamu?" tanya wanita itu santai sembari fokus pada jalanan beraspal Kota Jiang, membuka pembicaraan di antara keduanya. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena Zayn tidak mengatakan apa-apa sedari tadi.Jika diperhatikan lagi, pemuda yang ada disampingnya cukup tampan juga. Pikir wanita itu, yang mulai tertarik dengan Zayn. "Namaku, Zayn Xander. Nona, bisa memanggilku Zayn saja," ungkapnya santai.Wanita itu mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kecil, "kalau begitu panggil saja aku, Zia.""Zia?" Zayn menaikkan sebelah alisnya. Rasa penasarannya semakin memuncak setelah wanita itu menyebutkan namanya."Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apakah namaku terdengar aneh?" Zia mengarahkan pandangannya pada Zayn. "Apa kau meras
"Daddy, sudah menjodohkanku dengan pria lain dan Daddy sudah mengatur pertemuannya," ungkap Vania lemas.Senyuman Zayn pun memudar. Dia melepas genggamannya. Saking terkejutnya dia sampai beranjak bangun. Tangan kanannya mengusap kening, sedangkan yang kiri berkacak pinggang. "Lantas bagaimana dengan hubungan kita?" Zayn tidak banyak kata.Sebenarnya dia tidak terlalu peduli Vania dijodohkan atau tidak, tapi ya ... Apakah hanya berjalan satu hari saja? Zayn masih belum merasa puas. "Kamu tenang dulu, Zayn." Vania menarik tangan sang kekasih untuk kembali duduk bersama. Vania menggenggam erat tangan Zayn. Mengusapnya perlahan-lahan. "Aku sudah menolak perjodohan itu, Sayang. Jadi, hubungan kita tetap berlanjut. Secepatnya aku akan mengenalkan kamu pada Daddy dan keluargaku yang lain."Zayn membola. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Bertemu keluarga? Apakah dirinya sudah siap? Matilah! Kalau Vania langsung memaksa untuk menikah. "Heum, sebaiknya kita buka
"Tuan," sebut Calista pelan. Wajahnya sudah berada sangat dekat Zayn. Jaraknya kurang satu meter. Zayn langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasa ada hembusan angin hangat menerpa wajahnya. Saking terkejutnya dia spontan mendorong Calista, hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Zayn buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut karena kondisinya hanya dibalut mantel mandi saja. Takut ada sesuatu yang dilihat Calista. Jadi dia menutupnya rapat-rapat. "Kau ini, selalu mengejutkanku. Ada apa?" bentak Zayn mengomel. Dia tidak bisa menutupi kesalahannya. Sementara Calista menggembungkan pipinya seperti bola pingpong. "Tuan ... Kau membuat pakaianku rusak." Zayn melirik, "rusak katamu? Aku melihatnya baik-baik saja." Calista semakin kesal dibuatnya. Dia melipat kedua tangan di dada, lalu menyelengos seperti bocah yang merajuk ketika tidak dibelikan permen. "Anda, memang pria yang tidak peka, Tuan," celetuknya bernada kesal. Kini Za
Vania mengantar Zayn hingga pintu apartemen. "Masuklah," pinta Vania. "Kamu tidak ingin masuk juga, Sayang?" tawar Zayn ramah, sekedar basa-basi. Berlama-lama dengan Vania, membuatnya seperti terlahir kembali. Dunianya sekarang dipenuhi warna. Bukan hanya hitam saja. "Tidak untuk sekarang, Sayang. Lain kali saja ya. Daddy memintaku untuk pulang hari ini. Nanti aku kabari kamu ya." Vania mengecup pipi kanan Zayn lembut. Kemudian tersenyum sumringah sampai lengkungan bibirnya terlihat. [Sang wanita merasa senang: Mendapatkan +10 Poin Karisma] "Iya, Sayang. Pergilah. Jangan biarkan Daddymu menunggu," ucap Zayn sambil mengelus lembut kedua pipi Vania. "Love you, Sayang." "Love you too, Sayang," balas Zayn, disertai kecupan hangat di kening sang kekasih. [Sang wanita merasa Jatuh Cinta: Mendapatkan +20 Poin karisma.] Kini Zayn tahu, bagaimana memperlakukan wanita, dengan begitu poin karismanya akan bertambah. Level pun akan cepat naik. "Dah, Sayang." Vania mulai melenggang
Hari berikutnya.Rebecca berdandan sangat cantik layaknya putri di negeri dongeng. Mengenakan gaun berwarna biru laut dengan sebuah mahkota di kepalanya, menambah kesan anggun bagi sang wanita yang sedang berulang tahun.Matthew pun terlihat gagah dan tampan dengan setelan jas yang senada dengan gaun Rebecca."Selamat ulang tahun, Sayang. Ini hadiah untukmu." Matthew memberikan sebuah kotak berukuran sedang yang sudah dibungkus sangat indah. Ada pita warna emas di atasnya, membuat Rebecca tersenyum sumringah."Terima kasih, Sayang." Rebecca mengecup bibir Matthew di hadapan semua orang. Dia mengambil hadiah tersebut dan berniat untuk membukanya sekarang.Rebecca menebak pasti sesuatu bernilai fantastis ada di dalam kotak tersebut. Mungkin sertifikat rumah, tanah atau yang lainnya? "Apa kau sudah menghubungi si sampah itu, untuk datang pesta ini?" tanya Matthew tersenyum penuh makna."Tentu, Sayang. Aku sudah meminta sampah itu untuk datang. Kamu tenang saja, Sayang." Rebecca mengalun
"Sungguh, Tuan? Jadi, malam ini Anda akan makan malam dengan seorang wanita?" Calista tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, sekaligus bercampur senang. Dibandingkan Zayn yang hanya berucap beberapa kata saja, Calista malah lebih antusias. Sampai jaraknya dan Zayn kurang dari satu meter. "Anda memang luar biasa, Tuan. Misi di level 3 ini, pasti akan mudah Tuan selesaikan dalam waktu singkat."Kalimat pujian terus terlontar, bersamaan dengan suara tepuk tangan meriah. Calista menyambut bahagia keberhasilan Zayn kali ini.Baru beberapa jam berlalu, tetapi Zayn sudah mempu menggaet seorang wanita. Dari data Sistem Harem, ternyata wanita yang akan dikencani Zayn, seorang pewaris dari keluarga konglomerat. "Ish ... jangan memujiku berlebihan seperti itu. Kami hanya akan malam saja." Meskipun, Zayn berusaha bersikap acuh dan terkesan dingin, tetapi Calista bisa membaca dari raut wajah Zayn, yang sebenarnya sedang merasa bahagia. "Aku minta jaga jarakmu. Mundur lah!" Zayn menggese