“Siapa kau? Kenapa kau berani ikut campur?” Tanya Akira, sebenarnya agak heran ketika melihat Edward masih baik-baik saja setelah terkena tembakan.
Tidak peduli apa, orang biasa pasti akan kesakitan jika terkena serangan langsung seperti itu. Minimal akan kesulitan bergerak atau hanya bisa diam di tempat.Namun, pemuda tampan itu tidak terlihat kesakitan sama sekali. Bahkan tidak peduli dengan lukanya sendiri.Akira pun merasa sedikit ketakutan dan memiliki firasat buruk di dalam hatinya.“Kau tidak perlu tahu siapa aku. Intinya, aku tidak pernah memaafkan bajingan yang ingin menyakiti wanitaku,” balas Edward, sengaja bicara seperti itu untuk menggertak Akira.“Wanitamu?” Ulang Akira, jelas tidak percaya.“Apa maksudmu, penipu? Siapa juga yang mau jadi wanitamu?” Sambung Jesica, heran akan gelagat Edward.Edward menghela nafas dalam. “Kamu akan menjadi wanitaku sebentar lagi. Jadi tidak masalah jika aku mengakuinya sekarang,” jelasnya menoleh sedikit dan tersenyum manis ke arah Jesica.Harus diakui bahwa pesona Edward memang tidak terlihat seperti pria biasa. Jesica pun sedikit tertarik begitu bisa melihat wajahnya dengan jelas.Akan tetapi, hati Jesica terlalu angkuh untuk mengakuinya. Sehingga ia tidak terlalu peduli dan hanya ingin pergi dari tempat ini secepat mungkin.“Buktikan jika kamu ingin aku menjadi wanitamu,” teriak Jesica, biar saja Edward bertarung serius untuknya dan akan lebih bagus jika dia benar-benar mampu mengalahkan kelompok Akira.“Jangan tarik kembali kata-katamu,” balas Edward tersenyum puas.“Hei, Irene. Cepat berikan aku senjata untuk melawan mereka,” lanjut Edward lewat Earphone kasat mata.“Mohon maaf, Master. Tidak ada senjata yang bisa digunakan untuk bertarung. Sistem Harem tidak dirancang untuk hal semacam itu,” jelas Irene.“Apa?!” Pekik Edward, benar-benar tidak percaya. “Jangan bercanda, Irene. Musuh ada banyak, bisa mati aku jika tidak melawan mereka pakai senjata.”“Saya tidak bercanda, Master. Memang tidak ada senjata di Sistem Harem. Tapi, Master masih bisa menggunakan alat ini.” Irene buru-buru mengeluarkan sebuah alat ke tangan Edward.“HAH?!” Edward pun terkejut saat melihat alat itu di tangannya.“Hahaha! Tak ‘kusangka akan bertemu seorang maniak di sini,” ujar Akira, gelak tawa lolos begitu saja dari mulutnya.“Sialan! Siapa yang kau panggil maniak?!” Tanya Edward, reflek ingin menbuang alat di tangannya, tapi tidak bisa karena alat itu menempel kuat.“Kau seorang maniak!” Teriak orang-orang di sekitar Edward dengan serempak.“Ya Tuhan! Kenapa harus seorang maniak yang datang menyelamatkan aku? Tidakkah nasibku ini terlalu sial?” Jesica juga ikut buka suara.Wajah Edward sontak merah padam bagai tomat. Rasanya ingin mengubur kepala ke dalam lubang karena tak kuasa menahan rasa malu.Pasalnya, alat yang sedang dipegangnya merupakan alat bantu untuk memuaskan hasray wanita. Atau lebih tepatnya sebuah Vibrator berbentuk Microphone.Orang gila mana yang akan bertarung menggunakan alat pemuas itu, mungkin hanya Edward satu-satunya orang yang bisa melakukannya.“Jangan pedulikan ucapan mereka Master! Cepat serang mereka menggunakan alat itu! Gunakan kesepatan ini untuk mengalahkan mereka!” Seru Irene.“Berisik … Aku … Aku … ARGHHHH!!!”Meskipun batin Edward merasa sangat enggan, namun dia masih tetap menyerang setiap musuh menggunakan alat getar itu.Zzzt! Zzzt! Zzzt!Getaran penuh kenikmatan pun segera dirasakan orang-orang Akira.“Hiyaa … Ini terlalu nikmat ….”“Ah … Lagi dong, Tuan. Puas sekali rasanya ….”“Tolong gunakan itu pada pantatku … Aku juga ingin meraih puncak kenikmatan ….”Suara-suara ambigu terus keluar dari mulut orang-orang Akira begitu tubuh mereka terkena sengatan alat getar. Sementara Edward sendiri hampir menangis darah setiap kali menyerang tubuh mereka.‘Sialan kau, Dewi Cinta Lexia. Kenapa kau memberikan sistem bodoh ini padaku?!’ Batin Edward menggerutu kesal.Brugh!Brugh!Brugh!“Terima kasih, Tuan. Kami merasa sangat puas!”Mereka berteriak serempak setelah terjatuh ke lantai gundang itu. Tubuh mereka juga masih bergelinjang tak karuan untuk menikmati sisa-sia pelepasan.“Hoeeeek.”Edward benar-benar muntah ketika melihat pria-pria itu terkapar dalam kenikmatan. Mau tak mau melirik alat getar yang masih menyala di tangannya dan merasa ngeri sendiri.‘Sial! Alat getar ini ternyata bisa digunakan kepada pria. Bahkan mampu menggetarkan mereka hingga ke palung jiwa,’ pikir Edward.“K-Kau … Apa alat getar itu bisa memuaskan kebutuhan pria? Apa aku juga boleh merasaknnya?” Tanya Akira, buru-buru berlari menghampiri Edward, berharap tubuhnya juga akan mendapatkan sengatan dari alat getar itu.“Berisik! Kau jangan beringkah bodoh! Aku ini musuhmu!” Hardik Erdward, jelas tidak mau menggunakan alat itu kepada Akira.“Bilang harganya! Aku akan membayar berapa pun demi mendapatlan kenikmatan dari alat ajaib itu. Tolong sengat aku juga, biarkan aku menikmatinya seperti mereka,” ujar Akira, malah semakin berhasrat.Wajah Edward menggelap seketika. Tak tahu harus merasa senang atau sedih untuk menanggapi situasi saat ini.Terlepas dari hasil pertarungan, Edward benar-benar kesal dengan alat getar yang bisa menggertarkan jiwa itu.Tidak masalah jika Edward menggunakannya kepada seorang wanita, tapi sekarang sudah menjadi masalah karwna ia terpaksa menggunakannya kepada seklompok pria.Ada tekanan mental yang dirasakan Edward saat ini. Sontak memicu kemarahan luar biasa di dalam harinya.“Kau … Apa kau benar-benar ingin merasakannya?” Tanya Edward.“Ya! Aku sangat ingin merasakannya! Tolong lakukan di sini.” Akira buru-buru menungging, ingin alat getar itu menyerang pantatnya.Wajah Edward semakin menggelap. “Baiklah! Tapi, kau jangan salahkan aku bila hasilnya terlalu nikmat,” ujarnya.“Tidak masalah! Cepatlah serang aku!” Tanggap Akira tidak sabaran.Edward melirik pantat besar itu sekilas, dan hampir muntah lagi setelahnya.Menjijikan!Hanya itu yang ada di dalam benak Edward saat ini. Tidak habis pikir pemuda gendut itu ternyata seorang maniak sejati.Tanpa mendunda waktu, Edward segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang pantat Akira.“One Punch!!!”Namun, dia tidak menggunakan alat getar, malah menggunakan jurus tinju yang kebetulan sudah bisa digunakan lagi.Bam!Dengan keras, tinju Edward mendarat mulus di pantat besar Akira.“Hiya … INI NIKMAT SEKALI!!!”Sialnya, Akira malah meleguh keenakan meski tubuhnya terhempas jauh setelah terkena pukulan itu.Braaak!Akira baru berhenti begitu menabrak meja. Sekujur tubuhnya pun bergelinjang tak karuan seolah sudah merasakan kenikmatan tiada tara.“M-Mantap … Kau memang yang terbaik ….” Akira mengacungkan jempol kepada Edward dengan sisa-sisa tenaga. Kemudian pingsan masih dalam keadaan melalang buana.Erdward hanya bisa garuk-garuk kepala sambil tersenyum kecut. Kebodohan di tempat ini sudah terlalu banyak hingga ia tidak tahu harus mengeluarkan kata apa untuk menjelaskannya.“Masa bodo, yang penting aku sudah mengalahkan mereka. Sekarang aku hanya perlu menagih janji Jesica,” gumam Edward, berjalan menghampiri Jesia dengan alat getar yang masih menyala di tangannya.“Ehem! Mereka sudah kalah, kamu tidak akan ingkar janji, kan?” Tanya Edward setibanya di depan Jesica.Pluk! Pluk! Pluk!Sayangnya Jesica terlau ketakutan saat melihat Edward. Reflek melempari Edward menggunakan benda-benda yang ada di sekitarnya.“Hentikan! Kamu jangan gila di sini! Kenapa pula kamu harus menyerangku?!” Protes Edward.“Kamu yang gila! Dasar maniak gila! Jangan mendekatiku maniak …..” Jesica terus mengeluarkan kata ‘maniak’ sambil melempari Edward. Dia pikir Edward lebih berbahaya dari Akira, apa lagi ia memilki alat getar yang bisa menggetarkan jiwa.Singkatnya, pertemuan kedua orang itu berkahir dengan sebuah kekonyolan. Niat hati ingin menjadi seorang pahlawan di depan wanita cantik, malah berujung menjadi seorang maniak.Edward pun hanya bisa menerima nasib jika urusannya sudah seperti ini. Tak mungkin juga jika memaksa keinginannya kepada wanita yang baru ditemuinya.Meski demikian Edward merasa bersyukur karena bisa menjalin kontak dengan Jesica, yang terkenal sangat dingin dan angkuh. Setidaknya ia masih bisa memulai hubungan baik setelah kesalahpahaman ini berlalu.…Sekitar satu jam kemudian.Di dalam sebuah restoran mewah bernama El Pinto, tempat makan yang terkenal akan kelezatan olahan dagingnya.***“Bisakah kamu pergi dari hadapanku sekarang? Sampai kapan kamu mau mengikutiku?” Jesica tampak kesal kepada Edward, yang terus mengikutinya hingga ke dalam restoran ini. Bahkan sampai duduk di meja yang sama.“Tolong jangan salah paham dulu. Sudah tidak ada lagi meja kosong di restoran ini, jadi aku terpaksa satu meja sama kamu karena kita datang bersama-sama. Selain itu, aku tidak berniat mengikutimu. Kebetulan saja kita punya tujuan yang sama,” bohong Edward, aslinya terpaksa mengikuti Jesica karena ada misi lanjutan dari misi utama.Faktanya, misi utama tentang Jesica merupakan misi yang harus diselesaikan secara bertahap. Ada empat tahap hingga misi itu benar-benar berakhir.Pertama, Edward harus mendapatkan perasaan Jesica lebih duu. Misi pun sudah berhasil diselesaikan setelah Edward mengalahkan Akira dan kelompoknya di gudang kosong.Sekara
"Terima kasih atas perhatianmu, tapi biarkan aku memastikan sendiri. Apa pun hasilnya, aku pasti akan terima dengan lapang hati," ucap Jesica, melepaskan diri dari pelukan Edward."Berjanjilah," cegah Edward menahan tangan Jesica lagi."Apa?" Jesica membalikan badannya. "Kamu ingin aku berjanji untuk apa?""Jangan menangis jika faktanya tidak sesuai dengan harapanmu," pinta Edward, berharap Jesica tidak terlalu bersedih setelah tahu kebusukan Tomy."Aku mengerti," tanggap Jesica, tersenyum kecil kepada Edward sebelum pergi meninggalkanya.Edward jelas tidak bisa diam begitu saja, mengendap-ngendap mengikut Jesica hingga tiba di balik sebuah pilar. Dia bersembunyi di sana dan memperhatikan setiap adegan yang akan terjadi berikutnya.Tak butuh waktu lama bagi Jesica untuk tiba di depan meja Tomy dan Lena. Dia pun menyapa Tomy dengan akrab layaknya teman biasa."Lama tak jumpa, Tomy. Siapa sangka kita bisa bertemu di tempat ini," ucap Jesica, tersenyum kepada Tomy."J-Jesica ...." Tomy t
Keesokan harinya. Tampak Edward sedang kebingungan ketika melihat tubuh polosnya di pantulan kaca. Terutama dia sangat bingung saat melihat ukuran burungnya yang semakin bertambah panjang dan besar. “Kok bisa jadi seperti ini sih? Kira-kira bisa masuk ke lubang wanita tidak ya? Aku takut mereka akan kesakitan jika burung ini memasuki sarangnya,” gumam Edward, menyentuh kepunyaannya yang sedang menggantung lemas itu. “Master jangan khawatir, justru wanita akan senang ketika lubang mereka merasakan senjata andalan Master. Saya jamin mereka akan ketagihan,” sahut Irene dari atas nakas. “Benarkah? Wanita akan puas jika ukurannya sebesar dan sepanjang ini?” Edward memastikan. “Tentu saja! Semua wanita di dunia ini menyukai burung yang besar dan panjang!” Seru Irene. “Oh ya, Master. Misi tambahan untuk hari ini sudah keluar. Apa Master ingin mendengarnya?” tambah Irene. “Boleh, tolong bacakan saja,” sahut Edward, kini sedang memakaian pakaian. Irene pun membacakan semua misi yang ter
“Bu Lisa, ini aku Edward. Tolong percayalah!” Seru Edward dari luar kelas.Tok! Tok! Tok!Dia mengetuk-ngetuk pintu karena Lisa bersikeras menolak kehadiannya di dalam kelas tersebut.“Berisik! Kamu mengganggu sekali!” Lisa pun kehilangan kesabaran, memang mudah marah karena kesabarannya setipis tisu.“Aku tidak mau bolos, Bu. Biarkan aku masuk kelas,” pinta Edward.“Lihat! Ini kartu pengenalku, ada juga kartu mahasiswa,” lanjutnya seraya mengeluarkan benda-benda tersebut dari dalam dompet.Lisa mau tak mau membuka kembali pintu kelas. Menatap wajah Edward sekilas, lalu mengambil kedua kartu tanda pengenal itu dari tangan Edward.“Kamu beneran Edward Lewis?” Lisa memastikan.Edward mengangguk berulang kali. “Benar sekali, Bu. Aku Edward Lewis,“ akunya.Lisa mengerutkan kening, kembali menatap kartu pengenal itu untuk waktu cukup lama. “Kenapa tidak mirip ya? Edward seharusnya tidak setampan kamu,” ujarnya jujur sekali.Wajah Edward memerah. “Semua orang bisa berubah, Bu. Termasuk aku,
“Kita mau pergi kemana sih? Kenapa tidak naik mobilku saja?” Tanya Jesica, yang masih berada di dalam pelukan Edward. Dia tidak banyak protes atau melawan seperti sebelumnya, malah terkesan lebih pendiam. "Kita akan kencan di mall Lore. Aku dengar di sana ada pameran dan tempat bermainnya sangat banyak," jawab Edward. "Hmm … tak nyaman jika naik mobil kamu, enakan jalan kaki biar kita bisa menikmati pemandangn kota,” lanjut berujar. Jesica melirik Edward sekilas, tapi tidak bersuara lagi. Hanya menunduk dan terus berjalan di samping Edward. Kejadian barusan jelas menjadi pukulan telak bagi Jesica. Jika saja Edward tidak ada di sana, Tomy pasti akan mencelakainya seperti Akira kemarin. Perasaan Jesica sendiri sangat berkecamuk dan tidak karuan saat ini, terutama ia selalu kepikiran masalah hutang perusahaan yang harus diselesaikan sebelum akhir pekan nanti. Bagaimanapun, tidak mudah mengumpulkan uang 100 Miliar Dallant dengan cepat, apa lagi status Jesica masih seorang mahasiswi b
“Selamat master! Master sudah menyelesaikan misi tambahan! Hadiah buku pijat sakti sudah tersimpan di ruang penyimpanan!” Suara Irene masuk ke Earphone kasat mata saat ini. Dia berseru untuk mengabari hal tersebut kepada Edward.‘Secepat itu? Padahal aku baru satu jam bermain di tempat ini,’ Batin Edward jelas terkejut, tetapi dia tidak bisa langsung membalas suara Irene karena sedang sibuk bermain dengan mesin capit.“Kakak aku mau boneka beruang itu!”“Aku mau yang kelinci biru saja!”“Aku dulu! Pokoknya aku mau beruang!”Suara gaduh terdengar di sekitar Edward, berasal dari beberapa gadis kecil yang sedang menanti Edward mengambilkan boneka pilihan mereka.“Sabar ya, adik-adik. Kakak ambilkan satu-satu nanti,” sahut Edward, mulai mengarahkan mesin capit ke boneka beruang.Dalam sekejap, boneka itu berhasil diambil Edward dari mesin capit, lalu memberikannya kepada gadis kecil yang sudah menunggu di belakangnya sedari tadi.Edward memang jago untuk jenis permainan semacam ini. Terl
Meski tawaran Akira sangat menggoda, Edward tidak mau langsung menerimanya. Apa lagi pemuda gendut itu hampir mencelakai Jesica sebelumnya, sehingga ia tidak boleh setuju begitu saja.“Maaf, aku tidak bisa menjual benda ini ke sembarang orang,” ucap Edward, menolak halus permintaan Akira, ingin mencari informasi lebih dulu.“Kenapa? Mungkinkah tawaranku kurang menarik?” Tanya Akira penasaran.“Tawaranmu memang menarik, tapi aku masih tidak bisa menjualnya tanpa alasan yang jelas,” ujar Edward.Akira berpikir sejenak, segera mengerti maksud Edward dalam sekejap. Pria tampan itu sepertinya butuh alasan kuat sebelum menjual barang berharga tersebut.“Janji! Aku janji tidak akan menggunakan alat getar sakti itu untuk berbuat jahat. Aku hanya ingin menggunakannya pada tubuhku sendiri atau kepada wanita yang mau aku puaskan,” ungkap Akira jujur.Edward cukup terkejut usai mendengarnya. “Serius kau ingin menggunakannya pada tubuh sendiri? Benda ini sangat berbahaya lho.” Memastikan kemudian.
Tak lama kemudian, di dalam sebuah restoran biasa yang letaknya tidak jauh dari mall Lore. Edward dan Jesica memutuskan datang ke tempat makan ini karena mereka tidak bisa makan di dalam mall usai mencium radiasi nuklir yang berasal dari toilet pria. Konon radiasi tersebut juga berhasil membuat pingsan beberapa pengunjung di tempat permainan. Edward sendiri hanya bisa mengutuk Akira untuk kejadian memalukan itu. Tak habis pikir, bisa-bisanya Akira menggunakan alat getar sakti untuk membuat bencana buatan yang teramat menjijikan di dalam mall tersebut.Meski demikian, Edward tidak terlalu banyak berpikir tentang perbuatan memalukan Akira. Ia hanya ingin fokus menikmati kencan bersama Jesica hingga misi utama berhasil diselesaikan. "Aw ... kakiku terasa sakit lagi ... aduh," ringis Jesica reflek menyentuh kaki kanannya."Kok bisa? Apa kamu punya penyakit bawaan?" tanya Edward penasaran. "Aku tidak tahu, Ed. Kakiku selalu terasa sakit seperti ini jika sudah berjalan terlalu lama," ja