“Bu Lisa, ini aku Edward. Tolong percayalah!” Seru Edward dari luar kelas.Tok! Tok! Tok!Dia mengetuk-ngetuk pintu karena Lisa bersikeras menolak kehadiannya di dalam kelas tersebut.“Berisik! Kamu mengganggu sekali!” Lisa pun kehilangan kesabaran, memang mudah marah karena kesabarannya setipis tisu.“Aku tidak mau bolos, Bu. Biarkan aku masuk kelas,” pinta Edward.“Lihat! Ini kartu pengenalku, ada juga kartu mahasiswa,” lanjutnya seraya mengeluarkan benda-benda tersebut dari dalam dompet.Lisa mau tak mau membuka kembali pintu kelas. Menatap wajah Edward sekilas, lalu mengambil kedua kartu tanda pengenal itu dari tangan Edward.“Kamu beneran Edward Lewis?” Lisa memastikan.Edward mengangguk berulang kali. “Benar sekali, Bu. Aku Edward Lewis,“ akunya.Lisa mengerutkan kening, kembali menatap kartu pengenal itu untuk waktu cukup lama. “Kenapa tidak mirip ya? Edward seharusnya tidak setampan kamu,” ujarnya jujur sekali.Wajah Edward memerah. “Semua orang bisa berubah, Bu. Termasuk aku,
“Kita mau pergi kemana sih? Kenapa tidak naik mobilku saja?” Tanya Jesica, yang masih berada di dalam pelukan Edward. Dia tidak banyak protes atau melawan seperti sebelumnya, malah terkesan lebih pendiam. "Kita akan kencan di mall Lore. Aku dengar di sana ada pameran dan tempat bermainnya sangat banyak," jawab Edward. "Hmm … tak nyaman jika naik mobil kamu, enakan jalan kaki biar kita bisa menikmati pemandangn kota,” lanjut berujar. Jesica melirik Edward sekilas, tapi tidak bersuara lagi. Hanya menunduk dan terus berjalan di samping Edward. Kejadian barusan jelas menjadi pukulan telak bagi Jesica. Jika saja Edward tidak ada di sana, Tomy pasti akan mencelakainya seperti Akira kemarin. Perasaan Jesica sendiri sangat berkecamuk dan tidak karuan saat ini, terutama ia selalu kepikiran masalah hutang perusahaan yang harus diselesaikan sebelum akhir pekan nanti. Bagaimanapun, tidak mudah mengumpulkan uang 100 Miliar Dallant dengan cepat, apa lagi status Jesica masih seorang mahasiswi b
“Selamat master! Master sudah menyelesaikan misi tambahan! Hadiah buku pijat sakti sudah tersimpan di ruang penyimpanan!” Suara Irene masuk ke Earphone kasat mata saat ini. Dia berseru untuk mengabari hal tersebut kepada Edward.‘Secepat itu? Padahal aku baru satu jam bermain di tempat ini,’ Batin Edward jelas terkejut, tetapi dia tidak bisa langsung membalas suara Irene karena sedang sibuk bermain dengan mesin capit.“Kakak aku mau boneka beruang itu!”“Aku mau yang kelinci biru saja!”“Aku dulu! Pokoknya aku mau beruang!”Suara gaduh terdengar di sekitar Edward, berasal dari beberapa gadis kecil yang sedang menanti Edward mengambilkan boneka pilihan mereka.“Sabar ya, adik-adik. Kakak ambilkan satu-satu nanti,” sahut Edward, mulai mengarahkan mesin capit ke boneka beruang.Dalam sekejap, boneka itu berhasil diambil Edward dari mesin capit, lalu memberikannya kepada gadis kecil yang sudah menunggu di belakangnya sedari tadi.Edward memang jago untuk jenis permainan semacam ini. Terl
Meski tawaran Akira sangat menggoda, Edward tidak mau langsung menerimanya. Apa lagi pemuda gendut itu hampir mencelakai Jesica sebelumnya, sehingga ia tidak boleh setuju begitu saja.“Maaf, aku tidak bisa menjual benda ini ke sembarang orang,” ucap Edward, menolak halus permintaan Akira, ingin mencari informasi lebih dulu.“Kenapa? Mungkinkah tawaranku kurang menarik?” Tanya Akira penasaran.“Tawaranmu memang menarik, tapi aku masih tidak bisa menjualnya tanpa alasan yang jelas,” ujar Edward.Akira berpikir sejenak, segera mengerti maksud Edward dalam sekejap. Pria tampan itu sepertinya butuh alasan kuat sebelum menjual barang berharga tersebut.“Janji! Aku janji tidak akan menggunakan alat getar sakti itu untuk berbuat jahat. Aku hanya ingin menggunakannya pada tubuhku sendiri atau kepada wanita yang mau aku puaskan,” ungkap Akira jujur.Edward cukup terkejut usai mendengarnya. “Serius kau ingin menggunakannya pada tubuh sendiri? Benda ini sangat berbahaya lho.” Memastikan kemudian.
Tak lama kemudian, di dalam sebuah restoran biasa yang letaknya tidak jauh dari mall Lore. Edward dan Jesica memutuskan datang ke tempat makan ini karena mereka tidak bisa makan di dalam mall usai mencium radiasi nuklir yang berasal dari toilet pria. Konon radiasi tersebut juga berhasil membuat pingsan beberapa pengunjung di tempat permainan. Edward sendiri hanya bisa mengutuk Akira untuk kejadian memalukan itu. Tak habis pikir, bisa-bisanya Akira menggunakan alat getar sakti untuk membuat bencana buatan yang teramat menjijikan di dalam mall tersebut.Meski demikian, Edward tidak terlalu banyak berpikir tentang perbuatan memalukan Akira. Ia hanya ingin fokus menikmati kencan bersama Jesica hingga misi utama berhasil diselesaikan. "Aw ... kakiku terasa sakit lagi ... aduh," ringis Jesica reflek menyentuh kaki kanannya."Kok bisa? Apa kamu punya penyakit bawaan?" tanya Edward penasaran. "Aku tidak tahu, Ed. Kakiku selalu terasa sakit seperti ini jika sudah berjalan terlalu lama," ja
“Apa maksudmu, Je? Memang rahasia apa yang ingin kamu tunjukan padaku?” Tanya Edward sambil membalikan tubuhnya.“Janji dulu,” balas Jesica menanti jawaban dari mulut Edward.“Iya, aku janji.” Edward mengangguk. “Bisakah kamu cerita sekarang?” Pintanya.Jesica melepas pelukan dari Edward, lalu mundur beberapa langkah untuk mengambil jarak. “Tutup matamu dan jangan mengintip,” pinta Jesica.“Uh … baiklah,” sahut Edward, berusaha bersikap jujur meski kepalanya sudah traveling kemana-mana.Edward mengira Jesica akan menunjukan sesuatu yang luar biasa dari tubuhnya. Terutama tubuh Jesica belum pernah dijamah siapa pun, yang artinya masih bersih dan mulus.Setidaknya, itu yang ada di dalam benak Edward saat ini. Makanya dia menunggu dengan sabar rahasia yang akan diperlihatkan Jesica.Ada pun Jesica, hatinya tampak ragu dan takut ketika mulai melepas pakaian atasnya satu demi satu. Tapi, ia sudah terlanjur membulatkan tekad demi Edward sehingga tidak bisa mundur lagi.Segera, pakaian atas
Malam pun tiba, sekarang tepat pukul 20.00 waktu setempat.“Aku mandi dulu, awas jangan ngintip,” ucap Jesica, meleos ke kamar mandi begitu saja.“Aku mau mengintip ah,” canda Edward, pura-pura mengejar Jesica.“Jangan!!!” Jesica berteriak panik sambil menutup kembali pintu kamar mandi, tapi tidak menguncinya.Dia terus melihat gagang pintu kamar mandi itu selama beberapa detik. Entah kenapa malah berharap Edward akan membukanya.‘Aku berharap apa sih? Ed jelas bukan pria seperti itu. Buktinya dia tidak menjadi liar saat memijat tubuhku barusan,’ pikir Jesica, membuang nafas kecewa.Dia lalu menyalakan kran shower, membiarkan air hangat turun membasahi sekujur tubuhnya untuk menghilangkan bekas pelicin sehabis dipijat.‘Mungkinkah Ed impoten? Atau dia pria tidak normal? Ah … bisa jadi, soalnya dia tidak bereaksi apa-apa saat melihat dadaku. Matanya malah mengeluarkan tangis seolah aku sudah menyakitinya.’‘Tapi, masa sih Ed pria seperti itu? Apa aku harus memancingnya dulu? Hmm … kira
Keesokan harinya.Sekitar pukul delapan pagi.Edward terlihat sedang duduk di kursi kelas. Dia sengaja datang lebih pagi agar tidak diusir dari kelas seperti kemarin.Selain itu, dia ingin datang lebih cepat dari teman-temannya agar bisa menjelaskan perubahan kondisinya dengan benar.“Selagi nunggu, aku mending lihat informasi statusku dulu. Aku seharusnya sudah naik level setelah menaklukan tubuh Jesica tadi malam,” gumam Edward sambil membuka menu profil pada Sistem Harem.Nama : Edward LewisRas : Manusia (Pria)Usia : 24 tahunLevel : 10Status : Pemilik Sistem Harem versi 1.0Jumlah wanita : 1Jumlah point : 20Saldo : 10.000 ColtKemampuan : One Punch, Pijatan SaktiEdward sangat terkejut usai melihat informasi tersebut. Tak menyangka dia akan langsung naik ke level 10 dari level 7.“Keren! Aku langsung naik tiga level! Aku juga masih punya 20 point yang belum didistribusikan,” gumam Edward, senyum-senyum sendiri.Dia lalu masuk ke menu status untuk mendistribusikan sisa point t