Keesokan harinya.
Ting! Ting! Ting!“Cepat bangun, Master. Dewi Lecia sudah memberikan Misi utama dan misi tambahan!” Seru Irene bersamaan dengan suara alarm.“Benarkah? Dewi Lexia sudah memberikan misi padaku?” Edward segera membuka matanya dengan penuh semangat. Ia sudah menantikan misi-misi tersebut sejak tadi malam, bahkan sampai ketiduran.“Benar Master! Silakan Master lihat sendiri.” Irene langsung masuk ke menu misi, menampilkan dua misi baru untuk Edward.[“Misi utama, dapatkan perasaan dari wanita yang akan mewarisi kekayaan keluarga Lee di masa depan. Misi tambahan, rubah penampilanmu menjadi lebih tampan.”]Edward mengerutkan kening setelah membacanya. “Siapa keluarga Lee? Perasaan tidak ada nama keluarga itu di kota Noxus. Terus, apa maksudnya dengan misi menjadi lebih tampan? Memangnya aku masih kurang tampan sekarang?” Tanyanya.“Karena misinya tertulis seperti itu, keluarga Lee sudah pasti ada di kota Noxus. Dan mereka seharusnya bukan keluarga biasa-biasa,” ujar Irene.“Hmm. Begitu ya?” Edward menyentuh dagunya, mencoba mengingat sesuatu. ‘Setahuku ada seorang wanita cantik bermarga Lee di kampus. Tapi, masa dia orangnya? Dia tuh bunga kampus yang terkenal sangat dingin dan angkuh. Jelas tidak mudah didekati, apa lagi mendapatkan perasaannya,’ pikirnya.“Master, lebih baik kerjakan dulu misi harian dan misi tambahan. Setelahnya, kita akan mencari wanita dari keluarga Lee bersama-sama,” saran Irene membuyarkan lamunan Edward.“Kamu benar, aku masih punya misi harian dan misi tambahan. Ya sudah, aku mau ganti baju dulu.”Setelah itu, Edward pergi meninggalkan kamar kostnya. Melakukan misi harian seperti biasanya di jalanan pinggir sungai Marco.***Waktu berlalu.Sekarang sudah pukul 13.00.“Kenapa kamu menyarankan salon ini? Tidak ada salon lain memangnya?” Tanya Edward, sedikit protes begitu tiba di depan salon khusus wanita.“Salon ini yang terbaik di kota Nexus. Saya yakin Master akan terihat tampan maksimal setelah mendapatkan perawatan di sini,” ujar Irene tampak percaya diri, bisa terlihat dari senyum yang terkembang pada wajah kecilnya.Edward tidak punya pilihan lain begitu Irene sudah memutuskan. Lagi pula, dirinya tidak terlalu paham tentang hal semacam ini, paling-paling hanya pernah pergi ke tukang pangkas rambut untuk merapikan penampilannya.“Ayo masuk, Master. Saya juga sudah memesan layanan VIP untuk Master.” Irene menyuruh Edward, sebenarnya ia sedikit memaksanya.“Baiklah,” tanggap Edward, mau tak mau melangkahkan kakinya ke dalam salon itu.Pemandangan serba merah muda pun langsung terlihat begitu Edward memasuki salon. Rasanya terlalu feminim sampai Edward tidak bisa berkata apa-apa untuk mengekspresinya.“Sial, aku tidak bisa melakukannya di salon ini. Terlalu memalukan,” gumam Edward, berniat keluar lagi dari salon itu.Namun…“Tuan Ed ... Anda pasti Tuan Ed, kan?” Suara seorang pria mencegah langkah Edward.“Tuan Ed?” Ulang Edward, mengalihkan pandangan ke sumber suara.“Ya, Tuan Ed. Aduh, saya sudah menantikan kedatangan Tuan Ed sedari tadi,” ujar pria itu dengan suara sangat manja.Entah kenapa bulu kuduk Edward langsung berdiri begitu melihat penampilan pria itu dengan jelas.Pasalnya, penampilannya benar-benar tidak selaras dengan otot-ototnya yang sangat besar dan kekar. Terlebih, dia membuat suara sok lembut dan manja layaknya seorang gadis manis.“Kau sepertinya salah orang. Aku bukan Tuan Ed,” tukas Edward, jelas enggan berurusan dengan pria semacam itu.Wusssh!Akan tetapi, pria itu tiba-tiba membuat langkah tidak terduga. Dia langsung menahan Edward menggunakan pelukan kuat dari kedua otot lengannya.“Tolong jangan begitu, Tuan Ed. Salon kami jarang sekali mendapatkan pelanggan pria, apa lagi pelanggan yang memesan layanan VIP,” ujar pria itu.Gerakan Edward benar-benar terkunci saat ini. Sekeras apa pun dirinya berusaha membebaskan diri, usahanya selalu berakhir sia-sia di hadapan otot-otot kekar itu.‘Apa-apaan kekuatan pria ini? Dia bisa menahanku yang sudah mencapai level tiga?’ Batin Edward terkejut.“Ayo kita mulai perawatannya, Tuan Ed. Kita tidak boleh menunda waktu terlalu lama, takutnya akan ada orang yang salah paham,” ujar pria berotot, menarik Edward semakin jauh ke dalam salon itu.“Girls! Pelanggan VIP sudah datang. Kita akan kerja keras mulai sekarang,” lanjutnya berteriak kepada pegawai salon, yang ternyata masih pria berotot kekar juga.“Asik! Kita akan bersenang-senang lagi. Sudah lama sekali sejak kita menikmati tubuh seorang pemuda,” tanggap sekelompok pria berotot itu. Mereka bergegas menghampiri Edward dan langsung menggerayami tubuhnya dengan nakal.“Sial … Sial … Sial … Kalian ini keterlaluan. Aku ini pria normal ….”Begitulah suara terakhir yang mampu lolos dari mulut Edward. Setelahnya, ia benar-benar dipermak habis-habisan oleh pria-pria berotot itu.***Dua jam kemudian.“Terima kasih, Tuan Ed. Senang sekali bisa melayani pemuda tampan seperti Anda. Silakan datang lagi di lain waktu,” ucap pemilik salon. Membungkuk kepada Edward, yang kini sedang berjalan menjauh dari salon.“Berisik! Aku tidak mau datang lagi kesini,” balas Edward tanpa menoleh ke belakang. Malah berlari semakin kencang karena tidak ingin ditangkap lagi oleh pria berotot itu.Meskipun kemampuannya dalam merubah penampilan Edward bisa dibilang sangat bagus, tetapi gelagatnya sudah terlalu menyimpang sebagai seorang pria berotot kekar.Edward sendiri merasa seperti sudah kehilangan kepolosannya setelah dipermak di salon itu. Ada juga sedikit trauma yang membuatnya tidak mau bertemu lagi dengan pria berorot kekar dan besar.“Huh! Lebih baik mati dari pada harus masuk ke salon itu lagi. Bisa-bisa aku kehilangan kesucian jika tinggal di sana terlalu lama,” gumam Edward sambil mengeluarkan ponselnya. Membuka Sistem Harem kemudian.“Wah! Master terlihat sangat tampan sekarang! Bisa-bisa saya jatuh cinta kepada Master jika sudah seperti ini urusannya!” Seru Irene begitu muncul di layar ponsel.Edward sontak menekan-nekan kepala Irene dengan jari telunjuknya. “Dasar gadis nakal! Apa kamu berniat menjual kesucianku di sana? Gimana jadinya jika aku menjadi salah satu bagian dari mereka?” Protesnya.Irene melindungi kepalanya menggunakan kedua tangan. “Ampun Master. Saya hanya ingin mencari tempat terbaik untuk menyelesaikan misi tambahan. Soalnya hadiah untuk misi tambahan benar-benar sangat bagus,” ujarnya.Edward berhenti menekan-nekan kepala Irene, segera membuka Menu Misi untuk melihat hadiah yang dimaksud.[Misi tambahan selesai. Anda sudah terlihat sangat berbeda dari penampilan sebelumnya. Silakan periksa hadiah Anda di ruang penyimpanan.] Laporan dari misi tambahan muncul pada layar ponsel Edward.Irene langsung membuka Menu Penyimpanan, lalu menjelaskan fungsi dari hadiah misi tambahan. “Earphone kasat mata. Benda ini tidak bisa dilihat oleh orang lain ketika Master memakainya. Tapi, fungsinya masih sama seperti Earphone pada umumnya. Benda ini juga bisa digunakan ketika Master ingin menghubungi saya.”Raut wajah Edward tampak kecewa setelah mendengarnya. “Hanya itu saja fungsinya? Aku pikir tidak ada yang spesial dari hadiah itu.”“Tolong jangan berpikir seperti itu, Master. Fungsi utama dari Earphone ini sebenarnya untuk melacak suara wanita sesuai kehendak Master, terutama untuk melacak suara wanita yang ada di daftar misi,” jelas Irene lagi.Senyum cerah seketika terbentang di sudut mulut Edward. Langsung saja mengeluarkan benda itu dari ruang penyimpanan, lalu memakainya di kedua telinga dengan cepat.“Jika Earphone ini memang sehebat itu, seharusnya aku bisa mendengar suara wanita dari keluarga Lee sekarang. Semoga saja Irene tidak hanya omong kosong,” gumam Edward, memfokuskan pikirannya dan mulai membayangkan wanita yang terdaftar dalam misi utama.Untung saja fungsi Earphone kasat mata itu benar-benar nyata. Karena telinga Edward bisa mendengar suara seorang wanita tak lama setelah memakainya.Namun, suara wanita itu berhasil membuat jantung Edward berdegup kencang. Perasaan cemas pun menjalar kuat di dalam hatinya.[“Tolong … Siapa saja tolong aku … Bajingan! Aku tidak akan pernah melepaskan kalian! Keluarga Lee pasti akan membalas kalian nanti ….”]Begitulah suara yang masuk ke dalam Earphone kasat mata, sontak membuat Edward berlari begitu saja mengikuti arah suara.Edward yakin ada hal buruk yang sudah menimpa wanita dari keluarga Lee itu. Makanya ia langsung berlari karena ini adalah kesempatan emas untuk mendapatkan perasaannya.Bagaimanapun, wanita akan selalu menyukai pria yang memiliki jiwa seorang pahlawan. Setidaknya Edward ingin menjadi seorang pahlawan untuk saat ini.…Saat yang sama di dalam sebuah gudang kosong, gudang yang letaknya tidak jauh dari salon kecantikan milik pria berotot kekar itu.“Tolong jangan lakukan itu, Akira. A-Aku bisa berikan apa saja selama kamu mau melepaskan aku,” pinta seorang gadis cantik, yang kini sedang duduk terikat di sebuah kursi besi. Dia adalah Jesica Lee, salah satu bunga kampus yang terkenal sangat cantik, dingin dan angkuh. Namun semua itu terpaksa sirna ketika ia harus berhadapan dengan seorang pemuda gendut bernama Yoshiko Akira. “Cukup berikan saja keperawananmu, aku janji akan melepaskanmu setelahnya,” balas Akira, menyentuh rambut lurus Jesica dengan lembut. “Singkirkan tanganmu, bajingan. Jangan sampai kesabaranku habis,” ancam Jesica, merasa tak nyaman ketika Akira menyentuh rambutnya.Alih-alih menurut, Akira malah semakin menjadi. Dia tidak hanya menyentuh rambut Jesica kali ini, bahkan mulai berani menyentuh wajahnya, yang konon tidak pernah disentuh pria mana pun. “Dengar baik-baik, Jesica. Situa
“Siapa kau? Kenapa kau berani ikut campur?” Tanya Akira, sebenarnya agak heran ketika melihat Edward masih baik-baik saja setelah terkena tembakan.Tidak peduli apa, orang biasa pasti akan kesakitan jika terkena serangan langsung seperti itu. Minimal akan kesulitan bergerak atau hanya bisa diam di tempat.Namun, pemuda tampan itu tidak terlihat kesakitan sama sekali. Bahkan tidak peduli dengan lukanya sendiri.Akira pun merasa sedikit ketakutan dan memiliki firasat buruk di dalam hatinya.“Kau tidak perlu tahu siapa aku. Intinya, aku tidak pernah memaafkan bajingan yang ingin menyakiti wanitaku,” balas Edward, sengaja bicara seperti itu untuk menggertak Akira.“Wanitamu?” Ulang Akira, jelas tidak percaya.“Apa maksudmu, penipu? Siapa juga yang mau jadi wanitamu?” Sambung Jesica, heran akan gelagat Edward.Edward menghela nafas dalam. “Kamu akan menjadi wanitaku sebentar lagi. Jadi tidak masalah jika aku mengakuinya sekarang,” jelasnya menoleh sedikit dan tersenyum manis ke arah Jesica
Sekitar satu jam kemudian.Di dalam sebuah restoran mewah bernama El Pinto, tempat makan yang terkenal akan kelezatan olahan dagingnya.***“Bisakah kamu pergi dari hadapanku sekarang? Sampai kapan kamu mau mengikutiku?” Jesica tampak kesal kepada Edward, yang terus mengikutinya hingga ke dalam restoran ini. Bahkan sampai duduk di meja yang sama.“Tolong jangan salah paham dulu. Sudah tidak ada lagi meja kosong di restoran ini, jadi aku terpaksa satu meja sama kamu karena kita datang bersama-sama. Selain itu, aku tidak berniat mengikutimu. Kebetulan saja kita punya tujuan yang sama,” bohong Edward, aslinya terpaksa mengikuti Jesica karena ada misi lanjutan dari misi utama.Faktanya, misi utama tentang Jesica merupakan misi yang harus diselesaikan secara bertahap. Ada empat tahap hingga misi itu benar-benar berakhir.Pertama, Edward harus mendapatkan perasaan Jesica lebih duu. Misi pun sudah berhasil diselesaikan setelah Edward mengalahkan Akira dan kelompoknya di gudang kosong.Sekara
"Terima kasih atas perhatianmu, tapi biarkan aku memastikan sendiri. Apa pun hasilnya, aku pasti akan terima dengan lapang hati," ucap Jesica, melepaskan diri dari pelukan Edward."Berjanjilah," cegah Edward menahan tangan Jesica lagi."Apa?" Jesica membalikan badannya. "Kamu ingin aku berjanji untuk apa?""Jangan menangis jika faktanya tidak sesuai dengan harapanmu," pinta Edward, berharap Jesica tidak terlalu bersedih setelah tahu kebusukan Tomy."Aku mengerti," tanggap Jesica, tersenyum kecil kepada Edward sebelum pergi meninggalkanya.Edward jelas tidak bisa diam begitu saja, mengendap-ngendap mengikut Jesica hingga tiba di balik sebuah pilar. Dia bersembunyi di sana dan memperhatikan setiap adegan yang akan terjadi berikutnya.Tak butuh waktu lama bagi Jesica untuk tiba di depan meja Tomy dan Lena. Dia pun menyapa Tomy dengan akrab layaknya teman biasa."Lama tak jumpa, Tomy. Siapa sangka kita bisa bertemu di tempat ini," ucap Jesica, tersenyum kepada Tomy."J-Jesica ...." Tomy t
Keesokan harinya. Tampak Edward sedang kebingungan ketika melihat tubuh polosnya di pantulan kaca. Terutama dia sangat bingung saat melihat ukuran burungnya yang semakin bertambah panjang dan besar. “Kok bisa jadi seperti ini sih? Kira-kira bisa masuk ke lubang wanita tidak ya? Aku takut mereka akan kesakitan jika burung ini memasuki sarangnya,” gumam Edward, menyentuh kepunyaannya yang sedang menggantung lemas itu. “Master jangan khawatir, justru wanita akan senang ketika lubang mereka merasakan senjata andalan Master. Saya jamin mereka akan ketagihan,” sahut Irene dari atas nakas. “Benarkah? Wanita akan puas jika ukurannya sebesar dan sepanjang ini?” Edward memastikan. “Tentu saja! Semua wanita di dunia ini menyukai burung yang besar dan panjang!” Seru Irene. “Oh ya, Master. Misi tambahan untuk hari ini sudah keluar. Apa Master ingin mendengarnya?” tambah Irene. “Boleh, tolong bacakan saja,” sahut Edward, kini sedang memakaian pakaian. Irene pun membacakan semua misi yang ter
“Bu Lisa, ini aku Edward. Tolong percayalah!” Seru Edward dari luar kelas.Tok! Tok! Tok!Dia mengetuk-ngetuk pintu karena Lisa bersikeras menolak kehadiannya di dalam kelas tersebut.“Berisik! Kamu mengganggu sekali!” Lisa pun kehilangan kesabaran, memang mudah marah karena kesabarannya setipis tisu.“Aku tidak mau bolos, Bu. Biarkan aku masuk kelas,” pinta Edward.“Lihat! Ini kartu pengenalku, ada juga kartu mahasiswa,” lanjutnya seraya mengeluarkan benda-benda tersebut dari dalam dompet.Lisa mau tak mau membuka kembali pintu kelas. Menatap wajah Edward sekilas, lalu mengambil kedua kartu tanda pengenal itu dari tangan Edward.“Kamu beneran Edward Lewis?” Lisa memastikan.Edward mengangguk berulang kali. “Benar sekali, Bu. Aku Edward Lewis,“ akunya.Lisa mengerutkan kening, kembali menatap kartu pengenal itu untuk waktu cukup lama. “Kenapa tidak mirip ya? Edward seharusnya tidak setampan kamu,” ujarnya jujur sekali.Wajah Edward memerah. “Semua orang bisa berubah, Bu. Termasuk aku,
“Kita mau pergi kemana sih? Kenapa tidak naik mobilku saja?” Tanya Jesica, yang masih berada di dalam pelukan Edward. Dia tidak banyak protes atau melawan seperti sebelumnya, malah terkesan lebih pendiam. "Kita akan kencan di mall Lore. Aku dengar di sana ada pameran dan tempat bermainnya sangat banyak," jawab Edward. "Hmm … tak nyaman jika naik mobil kamu, enakan jalan kaki biar kita bisa menikmati pemandangn kota,” lanjut berujar. Jesica melirik Edward sekilas, tapi tidak bersuara lagi. Hanya menunduk dan terus berjalan di samping Edward. Kejadian barusan jelas menjadi pukulan telak bagi Jesica. Jika saja Edward tidak ada di sana, Tomy pasti akan mencelakainya seperti Akira kemarin. Perasaan Jesica sendiri sangat berkecamuk dan tidak karuan saat ini, terutama ia selalu kepikiran masalah hutang perusahaan yang harus diselesaikan sebelum akhir pekan nanti. Bagaimanapun, tidak mudah mengumpulkan uang 100 Miliar Dallant dengan cepat, apa lagi status Jesica masih seorang mahasiswi b
“Selamat master! Master sudah menyelesaikan misi tambahan! Hadiah buku pijat sakti sudah tersimpan di ruang penyimpanan!” Suara Irene masuk ke Earphone kasat mata saat ini. Dia berseru untuk mengabari hal tersebut kepada Edward.‘Secepat itu? Padahal aku baru satu jam bermain di tempat ini,’ Batin Edward jelas terkejut, tetapi dia tidak bisa langsung membalas suara Irene karena sedang sibuk bermain dengan mesin capit.“Kakak aku mau boneka beruang itu!”“Aku mau yang kelinci biru saja!”“Aku dulu! Pokoknya aku mau beruang!”Suara gaduh terdengar di sekitar Edward, berasal dari beberapa gadis kecil yang sedang menanti Edward mengambilkan boneka pilihan mereka.“Sabar ya, adik-adik. Kakak ambilkan satu-satu nanti,” sahut Edward, mulai mengarahkan mesin capit ke boneka beruang.Dalam sekejap, boneka itu berhasil diambil Edward dari mesin capit, lalu memberikannya kepada gadis kecil yang sudah menunggu di belakangnya sedari tadi.Edward memang jago untuk jenis permainan semacam ini. Terl
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru