20 menit berlalu, setelah om Agung mendapatkan kabar dari sekretarisnya. Sindy masih duduk ketakutan di depan pintu ruang kerja om Agung. Matanya tak terpalingkan dari pintu ruang khusus tersebut.
“Bagaimana situasinya,?” Tanya Pak Hasan yang datang bersama dengan pasukan kepolisian juga om Agung.
Sindy menghembuskan nafas, merasa lega. “Belum ada yang keluar dari ruangan, Pak.” Jawab Sindy.
Para pasukan langsung masuk ke ruang kerja om Agung, dan kini tepat di depan pintu ruang khusus. Setelah memberi kode aman, om Agung yang sejak tadi memang menunggu perintah untuk membuka pintu.
Setelah membuka akses pintu itu, om Agung langsung bersembunyi dibelakang salah satu anggota polisi demi menjaga keamanan. Segera salah satu anggota polisi tersebut melihat ke dalam ruangan, disusul yang lain setelah ada kode aman lagi, Mereka mengecek setiap sudut ruangan. Dan hasilnya nol besar, tidak ditemukan seseorang pun di dalam ruangan itu. Hanya meninggalkan cctv yang rusak dan amplop di atas meja.
Kepala kepolisian itu memerintahkan kepada anggotanya agar amplop itu diperiksa oleh alat diteksi bom. Karena keadaan yang seperti ini, apapun itu bisa terjadi. Semua tertuju pada bagaimana cara penyusup itu keluar. Tanpa kerusakan ataupun bekas pelariannya.
Om Agung teringat akan pintu rahasia miliknya. Segera ia memeriksa tempat tersebut yang terletak di bawah meja kerja nya. Dan benarlah apa yang dikhawatirkan om Agung. Penyusup itu keluar menggunakan pintu tersebut.
“Hasan, bagaimana ia tahu tentang pintu ini,?” Tanya om Agung heran dengan nada marah. Pak Hasan mengerutkan dahinya.
“Penghianat, siapa yang berani bermain dengan kita,?” Jawab Pak Hasan yang tak bisa menahan emosinya.
“Kumpulkan semua Tim Pengembang,!” Kita lihat siapa yang tidak berani menunjukkan batang hidung nya. Perintah om Agung pada Pak Hasan.
Pintu rahasia itu adalah rancangan dari tim pengembang. Maka hanya tim pengembanglah yang tahu tentang keberadaannya. Om Agung curiga bahwa penyusup adalah salah satu dari tim pengembang.
“Selain tim pengembang, bukankah ada satu orang lagi yang mengetahui tentang pintu itu?” tanya Pak Hasan. Om Agung diam sejenak, matanya menatap Pak Hasan.
“Ferdy?” ucap Om Agung lirih.
“Pak Agung, lihatlah ini,!” Seru kepala kepolisian yang sudah selesai mengecek isi amplop.
“Apa ini,? bukankah ini Ferdy, apa maksudnya,?” Gumam om Agung terkejut.
“Dilihat dari tanggalnya, foto itu diambil setahun yang lalu,” Ucap Pak Asep, kepala anggota kepolisian.
“Satu tahun ya,, aku mengerti sekarang. Ini adalah kasus kecelakaan Bang Zein,” Jawab om Agung sambil melihat setiap lembar barang bukti berupa foto tersebut.
“Kurang ajar, berarti benar kecurigaan kami, Bang Zein tewas di bunuh.” Tambah om Agung.
Setelah ditemukannya foto tersebut, om Agung meminta pihak kepolisian menangani kasus itu. Sembari mencari tahu siapa pelaku pengirim foto dan apa tujuannya. Om Agung juga harus mencari tahu penghianat yang ada di dalam tim pengembang.
*****
Beberapa menit kemudian om Ferdy datang dengan muka panik.
“Bagaiman bisa gung, kenapa kau seceroboh itu,” Teriak om Ferdy yang langsung masuk ke ruang kerja om Agung tanpa ketuk pintu ataupun salam.
“Dari mana saja kau Fer,? Kenapa baru datang. Aku menelfonmu setelah aku mendapat kabar dari Sindy,” Om Agung balik bertanya tanpa memperdulikan ucapan om Ferdy.
“Terjadi pembobolan di kantor, dan kamu malah memikirkan tentang keterlambatan ku, hah.” Teriak om Ferdy tak terima.
“Oh, atau kau mencurigai aku gung,” tebak om Ferdy.
“Semua bisa terjadi Fer, tak ada yang tak mungkin jika menyangkut tahta dan harta.” Jawab om Agung.
“Tidak semua tahu tentang sistem keamanan perusahaan fer, terlebih lagi tentang pintu rahasia ku,!” Tambah Om Agung.
“Gung, aku memang menginginkan jabatan yang kau pegang sekarang, tapi bukan berarti aku harus membobol perusahaan! apa yang aku dapatkan, hah,!” Jawab om Ferdy dengan nada semakin tinggi.
“Jika tim mu bisa membuktikan kamu tidak terlibat, baru aku percaya Fer,” Tegas om Agung.
“Hahaha, membuktikan, apa yang harus aku buktikan, itu bukan urusanku. Itu adalah tanggung jawabmu sebagai pimpinan,!” om Ferdy mengelak.
“Fer, begini saja, kita masih keluarga, jadi sebisa mungkin kita selesaikan secara kekeluargaan. Jika kau pelakunya, minta maaflah. Kita anggap selesai,” Ucap om Agung.
“Atau kamu tahu pelakunya, maka ayok kita kerja sama menangkapnya.” Lanjut om Agung.
“Sekali lagi saya sampaikan, tidak ada yang perlu saya buktikan, paham!” Tegas om Ferdi. Sambil berbalik badan meninggalkan ruangan kerja om Agung.
Meskipun sebenarnya om Agung tahu kalau bukan om Ferdy yang membobol perusahaan, karena pada dasarnya pelaku telah melaporkan kejahatan om Ferdy di masa lalu. Tetapi om Agung berpura-pura mendesak om Ferdy dengan tujuan mencari informasi tentang pelaku tersebut. Tetapi semua sia-sia, om Ferdy tetap keras kepala menyimpan rahasia tersebut.
*****
Beberapa jam kemudian, om Agung sudah berada di fila bersama tim pengembang. Akupun diajak oleh Pak Hasan setelah mendengar apa yang terjadi darinya. Di sana juga ada seorang polisi yang ikut menghadiri pertemuan tersebut.
“Bukti yang ditinggalkan oleh pelaku adalah tentang keterlibatan Ferdy pada kematian Bang Zein. Setelah diteliti, foto itu bukan sebuah editan.” Ucap om Agung.
“Bajingan Ferdy, tega-teganya dia melakukan itu.” Gerutu Pak Hasan menahan emosinya.
“Setelah saya diskusikan dengan Pak Dodi ( Kapolda Lampung ), saya memiliki ide, bagaimana kalau kita biarkan dulu Ferdy, tetapi kita awasi ketat gerakannya. Agar kita mendapatkan petunjuk.” Terang om Agung.
“Ide itu sangat bagus, kita pantau 24 jam gerak-gerik Ferdy.” Ucap Pak Reihan memberi dukungan. Tidak lama disusul yang lain memberikan tanda setuju.
“Setelah saya telusuri, akhir-akhir ini banyak yang menyerang situs keamanan kita. Bahkan, pak Reihan mengatakan bersamaan dengan kejadian pembobolan, ada beberapa dana dari cabang perusahaan kita mengalami penarikan dalam jumlah yang besar.” Terang Pak Ridwan.
"Penyusup itu mengetahui tentang pintu rahasia kita, kecurigaan saya sementara tertuju pada Ferdy. Tapi bukan mustahil diantara kita ada penghianat," ucap Om Agung yang seketika membuat keadaan hening. Mereka saling tatap satu sama lain. Berharap itu bukan sebuah kebenaran.
Aku hanya diam mendengarkan, lebih tepatnya sedikit bingung dengan keadaan. Aku tak menyangka bahwa Om Ferdy adalah pembunuh papaku sebagaimana yang aku dengar.
Meskipun beberapa tahun ini Om Ferdy menghilang dari kehidupanku, tetapi aku memiliki kenangan manis bersamanya, juga Tante Luna. Mereka dulu sangat perhatian pada kami. Rasanya tidak mungkin jika Om Ferdy tega melakukan itu pada papa. Lalu siapa orang yang bekerja sama dengan Om Ferdy itu?. Juga, siapa pelaku penyusup di perusahaan.
Apa maksud dari pelaku menyerahkan bukti-bukti keterlibatan Om Ferdy?. Arrggghhh, begitu banyak pertanyaan di kepalaku. Aku yang baru seusiajagung belajar tentang perusahaan, harus menemui masalah serumit ini.
Pantas saja akhir-akhir ini Om Agung terlihat murung, lesu disaat sarapan bersama di rumah. Aku baru sadar betapa beratnya beban yang aku limpahkan ke Om Agung, yang sejatinya ini adalah tugasku sebagai pewaris perusahaan.
Belum lagi memikirkan masalah dari luar perusahaan, di mana persaingan usaha semakin meningkat. Kualitas perusahaan yang harus terus berkembang. Yah, kini aku sadar pentingnya tim pengembang ini. sebuah tim yang berbagi tugas memajukan perusahaan. Sebuah tim yang harus senantiasa menjaga kekompakannya. Karena jika mereka berpecah, maka perusahaan akan terancam. Aku hanya berharap tim yang nantinya terbentuk di bawah kendaliku adalah tim yang memiliki satu tujuan denganku.
Dua jam berlalu. Setelah semua masalah telah dibahas. Dan rencana-rencana telah disusun. Akhirnya aku dan Om Agung menuju ke rumah. Waktunya kami beristirahat. Melupakan setiap masalah perusahaan. Tapi, apakah Om Agung bisa?. Baginya, perusahaan adalah segalanya. Amanat dari papa-mama yang harus ia jaga. “maaf”. Hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Maaf karena menyusahkan mu, Om. Aku berjanji, aku akan segera membantumu dalam menangani perusahaan.
*****
Karena kejadian penyusupan itu, aku lebih sering diminta menemani om Agung di kantor. Memeriksa berkas-berkas tentang laporan setiap cabang. Ada sekitar 50 cabang tersebar ke seluruh Lampung. 3 cabang di medan, 2 di Padang, 3 di Palembang dan 3 di Jambi dan 10 cabang di Pulau Jawa, termasuk 1 di Jakarta. Total, kami memiliki 71 cabang perusahaan. Kami memiliki impian melebarkan cabang kami hingga luar Negeri. Pagi itu, matahari bersinar cerah, udara yang tidak terlalu dingin atau panas menemaniku dan om Agung yang tengah sibuk di kantor. Banyak berkas dari tim pemasaran yang berkaitan dengan model celana jeans terbaru yang harus kami periksa dan pilih menjadi produk unggulan kami.“Hallo, Assalamu’alaikum,” Sapa om Agung setelah mendengar bunyi dering Hp nya.“Wa’alaikumsalam,” Jawab penelfon di sebrang sana yang terdengar jelas oleh ku. Dari suaranya, ia adalah om Ferdy. Memang kami sedangmenung
Satu bulan setelah kepergian om Ferdy, aku dan Ajis sudah menyelesaikan latihan ku dengan Pak Hasan dan Reina. Om Agung benar, Reina adalah gadis yang luar biasa. Ia adalah pesilat, penembak jitu dan ahli strategi peperangan.Banyak ilmu yang kami peroleh dari nya. Meskipun banyak juga siksaan yang harus kami terima sebagai syaratnya. Dalam latihan selama satu bulan, aku dan Ajis sekalipun tidak bisa mengalahkan Reina dalam hal sambung atau adu tanding. Kami selalu kalah telak, sekeras apapun kami berusaha. Tetapi dalam hal menembak, Ajis bisa mengunggulinya.Aku kembali ke rumah. Semua tim ku telah menjalani latihan awal kami. Kami sedang menunggu latihan selanjutnya yang sedang direncanakan oleh om Agung dan pak Hasan. Menurut mereka, kami harus tinggal bersama untuk mematangkan kekompakan kami.Minggu ini waktunya aku dan Gita menikmati liburan kami, sesuai dengan janji yang pernah aku ucapkan. Aku dan om Agung sepakat menyembunyikan t
Satu bulan berlalu, aku dan om Agung masih selalu menyelidiki tentang alamat itu. Bahkan, selama beberapa hari aku mengikuti kegiatan mereka. Tapi semua sia-sia, tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan pak Abdulloh dengan papa, atau on Ferdy. Apakah pelaku menggunakan rumah atau identitas palsu?. Itulah jawaban yang saat ini aku yakini. Mungkin pelaku menyadari bahwa om Ferdi bisa menghianatinya, sehingga ia tetap berhati-hati, bahkan menjebak dan membunuh om Ferdy. Dengan kejadian itu, aku menyadari bahwa penghianat ini adalah orang yang berbahaya. Ia tak segan melakukan apapun agar rencananya berhasil. Sejak kejadian Om Ferdy, sistem keamanan di setiap perusahaan ditambah. Bahkan di rumah juga. Kami harus selalu berhati-hati. Sesuatu bisa terjadi jika kami lengah lagi. Kini Gita diantar jemput oleh salah satu anggota pasukan khus
1. KenanganSebuah kenangan tidak bisa menyentuh serta melukai kita secara fisik, tetapi ingatan kita yang mengulang kejadian serta rasa sakitnya itu yang menyakiti.Ma..ma...! Pa....pa...!Jangan pergi...!Mama..!! Teriak Anggita dengan keringat membasahi tubuhnya.“Gita, kamu mimpi buruk lagi?” Tanyaku setelah masuk ke kamar adik ku itu ketika mendengar teriakannya dari kamar ku.“Iya kak, Gita mimpi mama pergi.” Jawab gita dengan wajah sedihnya.“Sabar ya dek, ada kak Johan disini,” Hibur ku pada Gita. Segera aku ambilkan tisu untuk mengelap keringat di dahinya.Setahun sudah sejak kami ditinggal oleh orang tua kami yang wafat dalam sebuah kecelakaan mobil. Suatu kejadian yang hampir membuat aku terjatuh.*******Saat itu Papa dan Mama hendak pergi ke kantornya setelah mengantar kami sekolah. Bagi kami, s
2.Tim PengembangMasa sekolah bukan hanya tentang kita mempersiapkan untuk kehidupan, tetapi masa sekolah juga merupakan kehidupan. Maka nikmatilah kehidupan itu. Kelak tidak ada kata yang sia-sia.Hampir tiga tahun aku di sekolah ini. begitu banyak cerita, pahit atau pun manis. Aku termasuk siswa yang rajin, jarang sekali aku absen, apalagi bolos sekolah lalu nongkrong di sebuah cafe, atau sekedar bermain game.Perpustakaan adalah kelas kedua ku. disinilah aku mencuri berbagai ilmu. Beruntungnya sekolah kami memiliki banyak buku di luar pelajaran, baik itu pertanian, politik atau wirausaha.“Woi, pak bos yang rajin sudah makan setengah buku saja,” Sapa Doni salah seorang sahabat ku. Ia datang tidak sendiri. Melaikan bersama para sahabat terbaik ku.Doni Pradita, seorang yang humoris, begitu mencintai dunia technologi. Laptop tidak pernah lepas dari barang yang wajib ia bawa. Ia juga ter
Tidak perlu menjadi orang lain agar semua orang mendekati kita. Cukup menjadi diri sendiri, bersahabat dengan beberapa orang asalkan ia bisa menjadi sahabat sejati yang selalu ada untuk setiap keluh kesah.Dua minggu telah berlalu, selesai sudah Ujian Sekolahku. Hari ini aku dan om Agung menjadwalkan akan kembali bertemu dengan team pengembang. Demi melanjutkan latihan-latihanku.Aku masih duduk termangu di dalam kamarku, kamar yang kucintai, kamar yang penuh dengan kenangan. Kamarku berukuran sekitar 5 x 4 meter. Warna ungu muda menghiasi dindingnya. Jendela yang menghadap langsung ke jalanan. Dari sini aku selalu tahu apabila ada seseorang yang datang ke rumah.“Assalamu’alaikum,” Gita datang dengan membawa setoples wafer ditangannya.“Wa’alaikumussalam,” Jawab ku.“Kak, sekarang kan hari minggu, kita sudah jarang sekali keluar bersama. Apakah hari ini kakak sibuk?” Ucap Gita yang
Satu bulan berlalu, aku dan om Agung masih selalu menyelidiki tentang alamat itu. Bahkan, selama beberapa hari aku mengikuti kegiatan mereka. Tapi semua sia-sia, tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan pak Abdulloh dengan papa, atau on Ferdy. Apakah pelaku menggunakan rumah atau identitas palsu?. Itulah jawaban yang saat ini aku yakini. Mungkin pelaku menyadari bahwa om Ferdi bisa menghianatinya, sehingga ia tetap berhati-hati, bahkan menjebak dan membunuh om Ferdy. Dengan kejadian itu, aku menyadari bahwa penghianat ini adalah orang yang berbahaya. Ia tak segan melakukan apapun agar rencananya berhasil. Sejak kejadian Om Ferdy, sistem keamanan di setiap perusahaan ditambah. Bahkan di rumah juga. Kami harus selalu berhati-hati. Sesuatu bisa terjadi jika kami lengah lagi. Kini Gita diantar jemput oleh salah satu anggota pasukan khus
Satu bulan setelah kepergian om Ferdy, aku dan Ajis sudah menyelesaikan latihan ku dengan Pak Hasan dan Reina. Om Agung benar, Reina adalah gadis yang luar biasa. Ia adalah pesilat, penembak jitu dan ahli strategi peperangan.Banyak ilmu yang kami peroleh dari nya. Meskipun banyak juga siksaan yang harus kami terima sebagai syaratnya. Dalam latihan selama satu bulan, aku dan Ajis sekalipun tidak bisa mengalahkan Reina dalam hal sambung atau adu tanding. Kami selalu kalah telak, sekeras apapun kami berusaha. Tetapi dalam hal menembak, Ajis bisa mengunggulinya.Aku kembali ke rumah. Semua tim ku telah menjalani latihan awal kami. Kami sedang menunggu latihan selanjutnya yang sedang direncanakan oleh om Agung dan pak Hasan. Menurut mereka, kami harus tinggal bersama untuk mematangkan kekompakan kami.Minggu ini waktunya aku dan Gita menikmati liburan kami, sesuai dengan janji yang pernah aku ucapkan. Aku dan om Agung sepakat menyembunyikan t
Karena kejadian penyusupan itu, aku lebih sering diminta menemani om Agung di kantor. Memeriksa berkas-berkas tentang laporan setiap cabang. Ada sekitar 50 cabang tersebar ke seluruh Lampung. 3 cabang di medan, 2 di Padang, 3 di Palembang dan 3 di Jambi dan 10 cabang di Pulau Jawa, termasuk 1 di Jakarta. Total, kami memiliki 71 cabang perusahaan. Kami memiliki impian melebarkan cabang kami hingga luar Negeri. Pagi itu, matahari bersinar cerah, udara yang tidak terlalu dingin atau panas menemaniku dan om Agung yang tengah sibuk di kantor. Banyak berkas dari tim pemasaran yang berkaitan dengan model celana jeans terbaru yang harus kami periksa dan pilih menjadi produk unggulan kami.“Hallo, Assalamu’alaikum,” Sapa om Agung setelah mendengar bunyi dering Hp nya.“Wa’alaikumsalam,” Jawab penelfon di sebrang sana yang terdengar jelas oleh ku. Dari suaranya, ia adalah om Ferdy. Memang kami sedangmenung
20 menit berlalu, setelah om Agung mendapatkan kabar dari sekretarisnya. Sindy masih duduk ketakutan di depan pintu ruang kerja om Agung. Matanya tak terpalingkan dari pintu ruang khusus tersebut.“Bagaimana situasinya,?” Tanya Pak Hasan yang datang bersama dengan pasukan kepolisian juga om Agung.Sindy menghembuskan nafas, merasa lega. “Belum ada yang keluar dari ruangan, Pak.” Jawab Sindy.Para pasukan langsung masuk ke ruang kerja om Agung, dan kini tepat di depan pintu ruang khusus. Setelah memberi kode aman, om Agung yang sejak tadi memang menunggu perintah untuk membuka pintu.Setelah membuka akses pintu itu, om Agung langsung bersembunyi dibelakang salah satu anggota polisi demi menjaga keamanan. Segera salah satu anggota polisi tersebut melihat ke dalam ruangan, disusul yang lain setelah ada kode aman lagi, Mereka mengecek setiap sudut ruangan. Dan hasilnya nol besar, tidak ditemukan sese
Tidak perlu menjadi orang lain agar semua orang mendekati kita. Cukup menjadi diri sendiri, bersahabat dengan beberapa orang asalkan ia bisa menjadi sahabat sejati yang selalu ada untuk setiap keluh kesah.Dua minggu telah berlalu, selesai sudah Ujian Sekolahku. Hari ini aku dan om Agung menjadwalkan akan kembali bertemu dengan team pengembang. Demi melanjutkan latihan-latihanku.Aku masih duduk termangu di dalam kamarku, kamar yang kucintai, kamar yang penuh dengan kenangan. Kamarku berukuran sekitar 5 x 4 meter. Warna ungu muda menghiasi dindingnya. Jendela yang menghadap langsung ke jalanan. Dari sini aku selalu tahu apabila ada seseorang yang datang ke rumah.“Assalamu’alaikum,” Gita datang dengan membawa setoples wafer ditangannya.“Wa’alaikumussalam,” Jawab ku.“Kak, sekarang kan hari minggu, kita sudah jarang sekali keluar bersama. Apakah hari ini kakak sibuk?” Ucap Gita yang
2.Tim PengembangMasa sekolah bukan hanya tentang kita mempersiapkan untuk kehidupan, tetapi masa sekolah juga merupakan kehidupan. Maka nikmatilah kehidupan itu. Kelak tidak ada kata yang sia-sia.Hampir tiga tahun aku di sekolah ini. begitu banyak cerita, pahit atau pun manis. Aku termasuk siswa yang rajin, jarang sekali aku absen, apalagi bolos sekolah lalu nongkrong di sebuah cafe, atau sekedar bermain game.Perpustakaan adalah kelas kedua ku. disinilah aku mencuri berbagai ilmu. Beruntungnya sekolah kami memiliki banyak buku di luar pelajaran, baik itu pertanian, politik atau wirausaha.“Woi, pak bos yang rajin sudah makan setengah buku saja,” Sapa Doni salah seorang sahabat ku. Ia datang tidak sendiri. Melaikan bersama para sahabat terbaik ku.Doni Pradita, seorang yang humoris, begitu mencintai dunia technologi. Laptop tidak pernah lepas dari barang yang wajib ia bawa. Ia juga ter
1. KenanganSebuah kenangan tidak bisa menyentuh serta melukai kita secara fisik, tetapi ingatan kita yang mengulang kejadian serta rasa sakitnya itu yang menyakiti.Ma..ma...! Pa....pa...!Jangan pergi...!Mama..!! Teriak Anggita dengan keringat membasahi tubuhnya.“Gita, kamu mimpi buruk lagi?” Tanyaku setelah masuk ke kamar adik ku itu ketika mendengar teriakannya dari kamar ku.“Iya kak, Gita mimpi mama pergi.” Jawab gita dengan wajah sedihnya.“Sabar ya dek, ada kak Johan disini,” Hibur ku pada Gita. Segera aku ambilkan tisu untuk mengelap keringat di dahinya.Setahun sudah sejak kami ditinggal oleh orang tua kami yang wafat dalam sebuah kecelakaan mobil. Suatu kejadian yang hampir membuat aku terjatuh.*******Saat itu Papa dan Mama hendak pergi ke kantornya setelah mengantar kami sekolah. Bagi kami, s