***
Pagi pun telah tiba. Aku bersiap-siap untuk sarapan, lalu ke kantor.
Pagi ini terlihat gadis kampung itu yang menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi, Mi. selamat pagi, Pi." sapaku.
"Pagi juga sayang," sahut Mami.
"Mi, aku langsung ke kantor aja ya," ucapku tersenyum.
"Lho ... Sarapan dulu dong," sahut Mami protes.
"Males, entar alergi" Aku menolak sarapan karna gadis kampung itu yang menyiapkannya.
"Tunggu dulu, kan Mami sudah bilang tadi malam, kalau Mami bakal kenalin kamu ke Dara. Dara sini sebentar!" ucap Mami kemudian memanggil gadis kampung itu.
"Saya nyonya?" tanya Dara.
"Iya. Kamu," sahut Mami singkat.
"Ada apa Nyonya?" tanya-nya lagi.
"Perkenalkan ini anak saya namanya, Riko Pratama. Jadi kamu harus bersikap baik, dan sopan ya sama Riko. Saya gak mau mendengar keluhan anak saya tentang sikap kamu yang katanya tidak sopan semalam," papar Mami jelas.
"Baik Nyonya," jawabnya menurut.
Aku senang Mami menegur gadis kampung itu dengan tegas.!
"Ya udah, Mi. Aku berangkat sekarang ya," ucapku mengulang kalimat yang tadi sudah ku katakan.
"Sarapannya gimana?" Mami kembali bertanya.
"Nanti aja di kantor. Pi aku pamit ya," ucapku sambil berpamitan dengan Papi.
"Iya hati-hati," sahut Papi.
Papi dalam setahun terakhir ini sudah tidak mengurusi urusan bisnis lagi. Papi menyerahkan semuanya padaku. Aku adalah CEO di perusaha'an milik Papi.
***
Aku ke kantor dengan di antar oleh sopir pribadiku. Setelah 30 menit menempuh perjalanan. Aku pun sampai di kantor.
"Selamat pagi Tuan muda...!" Ucap pegawai kantorku.
Para karyawan serta karyawati menyambutku. Di kantor aku di kenal sebagai pribadi yang tegas, dan dingin. Aku tidak mentoleransi kesalahan yang membuat rugi perusaha'an. Sejauh ini semua berjalan lancar, dan terkendali.
Setelah urusan kantor selesai, biasanya aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku singgah ke apartemen pribadiku, hingga larut malam. Bahkan aku sering menginap di apartemen.
Tentunya aku tidak sendirian di apartemen. Aku selalu menugaskan pesuruh pribadiku untuk mencarikan wanita cantik dan berkelas untuk menemani malamku. Dan aku rela membayar mahal untuk hal itu.
Seperti hari ini, waktu sudah menunjukkan jam pulang kantor. Aku meminta sopir pribadiku untuk mengantarkan aku ke apartemen.
"Pak. Antar saya pulang ke apartemen saja," perintahku pada Pak Tarjo.
"Siap Tuan muda," jawabnya.
Setelah sampai di apartemen. Aku menyuruh Pak Tarjo langsung pulang. Ya sopirku itu bernama Tarjo.
"Pak Tarjo nanti tolong bilang sama Mami, Papi kalau saya mampir ke apartemen ya. Dan kemungkinan saya akan menginap di sini," ucapku sekaligus perintah.
"Baik, Tuan muda. Saya permisi," sahutnya sambil berlalu.
***
Aku pun langsung beristirahat. Jika aku teringat lagi dirumah ada gadis kampung itu, rasanya aku tidak akan mau pulang ke rumah.
Dari pada aku naik darah karna mengingat gadis kampungan itu, mending aku bersenang-senang malam ini.
Segeraku beri tugas pada Doni, seseorang yang selalu aku andalkan dalam mencarikan mangsa!
"Hallo, Don. Saya butuh teman malam ini. Dan tolong carikan yang spesial. Saya akan bayar mahal," perintahku jelas.
"Siap, Tuan muda. Kebetulan ini ada yang baru datang dari luar negri," sahutnya bersemangat.
"Baik, Cepat bawa ke sini. Dan pastikan tidak ada orang yang melihat. Karna saya mau privasi saya tetap aman," perintahku lagi.
"Beres, Tuan muda.! jawabnya senang.
Setelah menunggu hampir satu jam. Doni pun datang dengan membawa seorang gadis cantik, sedikit kebule-bule'an.
Doni selalu mengerti seleraku!
"Tuan muda. Perkenalkan namanya Jelita," ucap Doni sembari menebar senyum yang menurutku tidak manis sama sekali.
"Baik. Silahkan kamu keluar dan cek rekeningmu," perintahku tegas.
"Siap, Tuan muda." jawabnya cepat.
Doni pun pergi. Kini hanya ada aku dan Jelita. Sesuai dengan namanya, parasnya juga sangat Jelita.!!
"Tuan tampan sekali," ucapnya jujur.
"Saya tau itu. Bukan cuma kamu yang mengatakannya. Bahkan semua wanita yang saya temui pun mengatakan hal yang sama," jawabku dengan begitu bangganya.
"Tunjukkan identitas kamu, serta surat keterangan kesehatan. Saya tidak mau ambil resiko apa pun," perintahku pada gadis itu.
"Tenang saja, Tuan muda. Pak Doni sudah memberi tahu saya tentang itu. Jadi saya sudah siapkan semuanya," ucapnya sambil tersenyum penuh arti.
"Bagus kalau gitu," pujiku singkat.
Setelah aku mengecek semuanya. Ternyata gadis ini tidak memiliki riwayat penyakit menular.
Dan tiba-tiba Jelita menyerangku duluan dengan begitu lincahnya. Dia menciumi leherku dengan begitu buas!
"Uuuhhh ... Kamu ternyata mahir juga," ucapku sambil tersenyum tipis.
"Tentu saja Tuan. Saya akan memberikan service terbaik malam ini," sahutnya bersemangat
Aku membalas sentuhan Jelita, aku melepaskan satu persatu pakaiannya. Terlihat sempurna bentuk tubuh gadis ini. Sungguh menggairahkan.
Terus ku cumbui tubuh jelita dari ujung rambut, hingga ujung kaki.
Jelita terlihat menikmati permainanku.
"Teruus!" ucapnya sambil memejamkan mata.
Jelita menuntunku agar segera menuntaskan hasratnya malam ini.
Setelah kurang lebih 20 menit pemanasan. Aku pun langsung menuntaskan permainan. Tak lupa sebelumnya aku sudah menggunakan alat pelindung. Hingga permainan kami berlangsung selama kurang lebih satu jam.
Jelita pun menggeliat tandanya sudah mencapai puncak kenikmatan.
Kami pun terbaring lemah tanpa sehelai benang.
Setelah beberapa saat, aku pun bangkit dari ranjang panas milikku ini.
Aku segera membersihkan diri di kamar mandi. Setelah selesai, aku kembali menghampiri Jelita yang terlihat sangat pulas tertidur.
Aku membangunkan Jelita, dengan menepuk-nepuk pundaknnya.
"Ada apa, Tuan muda. Biarkan saya tidur sebentar," ucap Jelita yang terdengar masih lemas.
"Ambil ini ... Dan segera pergi lah dari sini," perintahku sembari menyodorkan bayaran.
"Apa Tuan ..? Pergi?" tanya-nya terlihat kaget.
"Iya. Kamu silahkan pergi sekarang juga dari apartemen saya, karna semuanya sudah selesai," jawabku tegas.
"Tapi, Tuan. Saya masih lemas," ucapnya dengan tetap berbaring di kasur.
"Tidak ada tapi-tapian. Kamu disini untuk saya bayar, dan sekarang sudah selesai. Silahkan kamu pergi. Saya sudah menghubungi Doni untuk menjemput kamu," paparku dengan nada suara meninggi.
"Baik, Tuan muda. Saya bersiap sebentar," ucapnya menurut sembari berjalan ke kamar mandi.
Setelah beberapa menit Jelita selesai membersihkan diri, dan Doni pun sudah datang.
"Cepat kamu bawa dia pergi," perintahku pada Doni.
"Siap, Tuan muda. Ayo Jelita saya antar ke tempatmu kembali," sahut Doni sambil mengajak Jelita pergi.
Mereka pun sudah berlalu. Entah sudah berapa banyak gadis yang di bawa Doni kesini, untuk menemani aku. Rasanya sudah tidak terhitung. Entahlah, terkadang aku merasa diri begitu penuh dengan dosa. Namun, aku masih saja mengulanginya.
Malam semakin larut hingga akhirnya aku pun tertidur.
***
Pagi-pagi sekali aku terbangun, hingga lupa bahwa hari ini adalah hari minggu. Aku tidak perlu ke kantor.
Aku menelfon, Pak Tarjo agar beliau segera menjemputku.
"Hallo, Pak Tarjo. Saya mau pulang ke rumah. Jadi tolong jemput saya sekarang," perintahku pada sopir pribadiku itu.
"Siap, Tuan muda."
Setelah menunggu, akhirnya Pak Tarjo tiba. Dan aku segera pulang ke rumah.!!
***
Sampai di rumah, aku langsung di panggil Mami yang sedang duduk bersama Papi.
"Riko, ke sini sebentar...." Ucap Mami.
"Kenapa, Mi?" Tanyaku bingung.
"Mulai besok kamu jangan nginap di apartemen dulu ya," ucapnya lagi yang membuat aku semakin bingung.
"Memangnya kenapa Mi?" Tanyaku lagi.
"Mami, sama Papi mau keluar kota ke rumahnya Oma kamu. Mungkin sekitar satu Minggu Mami sama Papi di sana," jelas Mami.
"Hmmm ... Oke deh Mi," sahutku.
"Ya sudah karna kamu sudah pulang, Mami sama Papi mau berangkat sekarang," ucap Mami padaku.
"Iya. Hati-hati Mi, Pi ..." Sahutku malas.
Hari ini orang tuaku berangkat. Hanya ada aku, Mbok Darmi, serta anak kampung itu di rumah.
"Tuan muda ...." Ucap Mbok Darmi yang tiba-tiba muncul.
"Eh, Si Mbok. Mau kemana bawa tas segala?" tanyaku heran.
"A-anu Tuan, Si Mbok mau pulang kampung beberapa hari. Sudah dapat izin juga dari Nyonya besar," ucapnya takut-takut.
"Kok bisa barengan gini sih sama Mami, Papi. Terus siapa yang ngurus rumah?" tanyaku lagi.
"Bunga yang gantiin tugas Si Mbok Tuan muda," jawab Si Mbok polos.
Lalu aku terfikir bisa mengerjai gadis kampung itu di rumah!
"Hmmm baik lah, Mbok boleh pergi," ucapku sedikit menebar senyum licik.
"Terima kasih, Tuan muda."
Sekarang di rumah hanya ada aku dan gadis kampung itu.
Bersambung
***Rumah terasa begitu sepi hari ini. Hanya tinggal aku, dan Dara, Si gadis kampung itu. Sementara sopirku Pak Tarjo, tinggal di rumah sebelah yang memang khusus orang tuaku sediakan untuknya.Ku lihat gadis kampung itu sedang sibuk mengurusi pekerja'an rumah, menggantikan seluruh tugas Ibunya.Dan aku punya ide untuk ngerja'in gadis kampung itu.!"Lho ... lho ... kok bisa kotor lagi sih ini lantainya. Padahal tadi sudah saya pel," gumamnya yang tak melihat keberada'anku."Pel yang bener makanya. Bisa kerja kan?" Sahutku yang membuatnya kaget."Ta-tapi, Tuan muda. Tadi saya sudah bersihkan lantainya," ucapnya jujur."Ya, terus kenapa ini masih kotor?" tanyaku pura-pura tidak mengerti."Saya juga tidak tau Tuan muda," jawabnya bingung."Ya udah bersihin lagi sana, gampang kan?" perintahku sambil berlalu."Baik, Tuan muda.!" sahutnya menurut.POV Dara: Ini pasti kerja'an pria sombong itu. Akan tetapi aku tid
***Ketika aku sampai dirumah, ku lihat gadis kampung itu masih saja bekerja. Dia membersihkan debu-debu yang ada di atas lemari hias, dengan menaiki sebuah kursi.Tiba-tiba kursi yang gadis itu naiki hilang keseimbangan, dan tumbang!Brak...!ia terjatuh dan aku refleks menangkap tubuh gadis kampung itu. Hingga kini aku pun ikut terbaring dibawah gadis kampung itu karna tertimpa olehnya.Hingga beberapa saat aku terdiam. Mataku dan matanya kembali bertemu. Lalu gadis kampung itu menyadari posisinya yang ada di atas tubuhku."Maaf, Tuan muda. Sa-saya tadi...." ucapnya gugup."Mau bilang kalau kamu tadi gak sengaja jatuh gitu?" Aku melanjutkan ucapannya."Iya benar, Tuan muda!" sahutnya sambil mengangguk cepat."Memang gak pernah becus sih kamu kerjanya. Kalau gak bisa kerja mending pulang sana," ketusku."Hmm...." Dara hanya menarik nafas dalam, kemudian membuangnya kasar."Apa...? Gak terima sa
*** Dara pun ikut bergabung bersama kami di sini...! Oma terlihat menyukai Dara. Mereka langsung akrab walau baru bertemu. "Jadi kamu di sini ganti'in tugas Si Mbok?" tanya Oma dengan lembut. "Iya, Oma. Ibu lagi pulang ke kampung. Rindu kampung halaman katanya," sahut Dara Si gadis kampung itu. "Oh begitu. Tapi jarang-jarang lho ada anak gadis yang mau ngerjain pekerja'an rumah tangga. Apa lagi anaknya secantik kamu. Oma bangga deh sama kamu," puji Oma lagi. Oma terus saja memuji Dara. Dan anak kampung itu seperti menikmati momen hari ini. Awas aja ya, bakal aku kerjain lagi nanti. " Ibu, kami mau permisi istirahat ke kamar dulu ya. Ibu juga istirahat sana. Capek kan baru nyampe tadi," ucap Papi sambil berdiri bersama Mami. "Iya silahkan. Ibu sebentar lagi," sahut Oma. Mami dan papi sudah masuk ke kamar. Tinggal aku, Oma, dan Dara di sini...! Aku semakin canggung. Niatnya mau ngerjain Si Dara, malah aku
***Pagi ini aku aku bangun dengan sejuta perasa'an cemas dan gelisah.Setelah semalaman aku berfikir, aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Aku terus saja memikirkan gadis kampung itu, dan memikirkan ucapan Mami semalam."Selamat pagi Cucu kesayangan Oma." Oma menyapaku dengan di iringi senyum di wajah senjanya."Selamat pagi juga Oma""Tumben Cucu Oma bangun pagi, di hari libur kerja?" tanya Oma heran."Aku tuh mau ngajakin Oma lari pagi," ucapku tersenyum."Beneran?" tanya Oma serius.Iyalah Oma. Masa bohongan sih," sahutku."Kalau begitu Oma siap-siap dulu ya.""Iya Oma, ditunggu."Oma pun masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap. Sementara itu aku menunggu di sofa. Mami dan Papi pun datang menghampiriku."Anak Mami udah bangun? Pasti lupa ya, kalau hari ini tuh, hari Minggu?" Mami pun sama herannya."I-iya, Mi. aku lupa tadi," Aku berbohong pada Mami, padahal
***Aku terus saja memikirkan perkata'an Oma. Siapa gadis yang Oma maksud? Kenapa Oma begitu yakin kalau aku akan luluh padanya.Sampai kapan pun aku takkan pernah takhluk pada seorang wanita ...!Bicara soal wanita, aku jadi rindu ranjang panas milikku itu. Aku mengotak-ngatik ponselku, aku berniat menghubungi Doni. Tapi kali ini aku meminta Doni mengirimkan beberapa foto gadis cantik untuk ku pilih salah satunya."Don ... seperti biasa, kamu carikan saya mainan baru. Tapi saya ingin melihat beberapa pilihan dari kamu hari ini. Tolong dikirimkan foto-fotonya." Aku mengirimkan pesan pada Doni lewat watsapp.Tak lama kemudian Doni pun membalas pesanku. Doni mengirim beberapa foto wanita cantik. Hingga aku memilih salah satunya. Aku pun memberitahui Doni, untuk segera mengantar gadis yang ku pilih itu ke apartemen.Aku langsung bersiap-siap menuju apartemen. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku keluar, tiba-tiba Mami menyapaku ...."Ma
***Seperti biasa malam ini semua berkumpul di meja makan. Semua hidangan sudah di sediakan oleh Si Mbok dan Dara."Dara dan Si mbok, ayo gabung makan di sini," ajak Papi dengan begitu ramah."Terima kasih, Tuan. Tapi Si Mbok makan di dapur aja," tolak Si Mbok, sambil bergegas ke dapur."Hmmm ... ya sudah, kamu saja yang ikut makan di sini Dara," Papi kembali mengajak Dara."Saya bareng Ibu saja di dapur Tuan." Dara juga bergegas masuk ke dapur."Yaah ... pada gak mau gabung," keluh Papi."Mungkin mereka sungkan. Makanya kalian tuh biasakan beramah-ramah dengan mereka. Jadi mereka pun tidak akan menolak untuk ikut bergabung," ucap Oma mencoba menasehati kami semua."Ya, ngapain juga toh Bu beramah-ramah dengan pembantu. Nanti yang ada mereka malah besar kepala," sahut Mami dengan nada sinisnya."Tuh rudy, dengar kan ucapan istri kamu? Besok tugasmu merubah perangainya," ucap Oma kembali menyindir Mami."Kala
*** Sepulang dari kantor, aku langsung menuju apartemenku. Niatnya aku ingin bersenang-senang di ranjang panas milikku! Aku pun telah tiba di sebuah apartemen mewahku ini. Aku langsung merebahkan tubuhku. Ku coba mencari kontak Doni diponselku, dan segera menghubunginya.! "Hallo, Don. Seperti biasa. Saya tunggu di apartemen," ucapku. "Beres, Tuan muda." Sahut Doni, dan aku segera memutuskan sambungannya. Tak lama menunggu, Doni datang dengan seorang gadis cantik. Seperti biasa aku mengirim bayarannya, dan Doni segera berlalu. "Hey, Tuan muda! Anda sungguh menggoda," ucap wanita itu. "Tentu saja...." Sahutku. Aku yang sedari kemarin ingin menyalurkan birahiku, kini sudah dapat mangsa di depan mata. Seorang gadis yang terlihat masih sangat muda itu tersenyum manis menggodaku.! Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Aku langsung menerkam gadis itu dengan buas. Terlihat gadis can
***Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika."Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara."Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur."Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot."Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak."Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya."Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran."Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara."Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami."Gak per
***Semalaman aku tak bisa tidur. Rasa bersalahku menghampiri.Kutatap lagi ke arah Dara yang sudah terlelap dalam pelukanku. Seketika sesal di dalam diri muncul.Saat ini istriku sedang mengandung, tapi aku malah mengkhianatinya. Air mata jatuh dengan begitu saja.***Entah kapan aku tertidur, saat aku membuka mata, ternyata hari sudah terang."Sayang, kenapa tidak membangunkan, Mas? Bukankah Mas sudah telat ke kantor," ucapku pada Dara yang terlihat mulai segar kembali."Ke kantor? Mas lupa kalau hari ini adalah hari Minggu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku memang lupa."Eh, he-he ... iya, Mas tak ingat.""Mentang-mentang ada Asisten baru, jadi mau ke kantor terus deh," goda Dara dengan nada bercanda.Aku langsung salah tingkah. Bagaimana jika Dara tahu, tentang kejadian kemarin?Bagaimana jika Puja meminta tanggung jawab karena aku telah mengambil mahkotanya?Ar
***Hari berikutnya, aku berangkat lagi ke kantor. Sedangkan Dara masih tak bisa ke mana-mana. Kehamilannya membuat ia sulit bangun. Maklum saja, karena ini adalah kehamilan pertama.Sampai di kantor, aku bertemu Puja lagi tentunya. Sosok Puja sangat membuat Dara cemburu. Padahal mereka belum pernah bertemu.Dan aku, entah kenapa ada perasaan gugup ketika berhadapan dengan Puja."Selamat pagi, Tuan muda." Puja menyapa."Pagi," sahutku singkat.Cepat-cepat aku melangkah ke dalam ruangan. Tak mau aku berlama-lama berada di dekat Puja.Hatiku berdebar, jiwa kejantananku bergetar. Aku memang suka bermain-main dengan wanita dulu.Akan tetapi itu dulu, sebelum aku memutuskan jatuh cinta pada Dara.Saat ini, aku merasakan gejolak itu lagi. Ingin rasanya aku menikmati permainanan yang dulu pernah aku gemari.Oh, Puja ....Kenapa lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Aku tak boleh terus berpikir b
***Aku bergegas menuju arah pulang. Namun, sebelum itu aku singgah ke sebuah toko perhiasan.Kupilih dua kalung berbentuk hati."Berapa harga kalung ini?" tanyaku pada penjual berlian itu."Setengah M saja Tuan muda," ucapnya."Saya mau dua."Setelah selesai menggesekkan kartu ajaibku, kini aku pulang.Aku menyebut tabungan di setiap kartu ATM maupun kartu credit ini sebagai kartu ajaib.Mobilku melaju dengan cepat. Ada rasa bahagia yang tak bisa aku ucapkan dengan kata-kata saat ini.Sampai di depan halaman, aku melihat sosok laki-laki bergegas pergi ketika melihat mobilku menuju ke sana.Berjubah sangat panjang orang itu. Aku jadi penasaran. Bahkan aku sangat takut jika hal buruk sedang seseorang rencanakan.Kupercepat langkahku turun dari mobil. Akhir-akhir ini aku memang sering menyetir sendiri. Karena Pak Tarjo sudah aku perintahkan untuk mengawasi keadaan di rumah."Oma, aku
***Aku mendapat kabar dari Pak Tarjo bahwa istriku diculik. Detik itu juga aku langsung menghubungi polisi.Saat kami tiba di tempat penyekapan Dara, aku sangat terkejut menyaksikan Mami lagi yang melakukan tindak kejahatan itu. Namun, Mami tak sendiri kali ini. Ada Grecia yang menjadi rekan kerjanya.Aku sangat kesal. Emosiku sudah tak tertahan. Polisi pun melepaskan tembakan. Kini Mami dan Grecia sedang dalam perawatan medis. Setelah keduanya sadar nanti, maka aku akan tetap menjebloskan dalam penjara."Sayang, istirahatlah! Biar Mas saja yang ke rumah sakit melihat kondisi Mami dan Grecia," ujarku mengantar Dara ke dalam kamar.Dara mengangguk. Ia masih terlihat syok. Oma, dan mertuaku menemaninya.Kini aku berangkat dengan Pak Tarjo.Dua puluh menit berlalu ....Aku pun sampai di rumah sakit yang tak jauh dari penjara itu."Bagaimana keadaan mereka?" tanyaku." Pasien bernama Greci
***POV Dara.Aku berangkat ke kantor sendirian. Mas Riko pergi mencari pelaku kejahatan itu.Aku diantar Pak Tarjo. Namun, di jalan tiba-tiba ada yang menghadang mobil kami."Siapa itu, Pak?" tanyaku bingung."Saya juga tidak tahu, Non."Pak Tarjo turun, sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.Bugh!Bugh!Dua pukulan mendarat di wajah Pak Tarjo. Aku jadi ketakutan. Sebenarnya siapa mereka?Pak Tarjo tersungkur lemah, kini dua pria berbadan kekar itu membuka pintu mobilku secara paksa."Ikut kami!" perintahnya menarik tanganku."Tidak! Lepaskan saya!" Aku mencoba berontak.Mereka terlalu kuat, aku tak mampu melawan. Kini aku dibawa paksa menggunakan mobilnya.Pak Tarjo hanya meringis sambil berteriak mencaci para penjahat ini.Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka."Mau apa kalian? Lepaskan saya!" hardikku."Diamlah! Kau akan bertemu
***Seminggu berlalu, keadaan mertuaku mulai membaik. Namun, ia kehilangan suaranya.Menurut dokter ada yang meminumkan sesuatu padanya hingga mengakibatkan kehilangan suara.Tubuh mertuaku juga masih lemah. Tidak bisa dimintai keterangan saat ini.Sedangkan polisi sudah menemukan jejak pelaku. Robekkan baju itu, benar-benar milik Mbok Inem. Akan tetapi Mbok Inem hanya menjalankan tugas. Ada seseorang yang mengendalikannya.Aku sampai di kantor polisi sendirian. Mbok Inem sudah ditangkap."Pelaku masih tidak ingin mengatakan siapa yang menyuruhnya," ujar polisi."Izinkan saya bicara pada Mbok Inem, Pak!""Baiklah."Kini Mbok Inem sedang dibawa menuju ke hadapanku."Tu-tuan muda," lirihnya menunduk."Mbok, katakan yang sebenarnya! Siapa yang menyuruh si Mbok melakukan perbuatan tercela itu?" Aku menatap serius."Maafkan si Mbok, Tuan muda. Mbok terpaksa karena diancam.""Apapu
***Dara histeris ketika mendapati sang Ibu sudah tergeletak bersimbah darah."Bu, bangun!" teriak Dara sambil mengguncang tubuh sang Ibu.Aku terdiam tak berdaya. Apa yang telah terjadi di keluargaku?"Ayo kita bawa ke rumah sakit," ujarku.Ibu mertuaku itu masih bernafas, aku harap kami tidak terlambat sampai di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kini aku dan Dara sampai di depan rumah sakit.Ibu langsung ditangani oleh ahlinya. Aku dan Dara saling menguatkan tanpa banyak bicara.Seketika aku teringat pada Oma. Jangan sampai ada yang berniat buruk juga terhadapnya.Aku mencoba menelepon dan memberitahunya."Halo, Oma.""Iya, sayang. Ada apa?""Mertuaku tadi tergelak bersimbah darah di rumah. Sekarang kami semua sudah berada di rumah sakit.""Apa?!"Oma terdengar sangat terjejut."Iya, Oma. Aku sangat khawatir dengan kondisi Oma yang tinggal s
***Pagi tiba, aku dan Dara bangun bersamaan. Istri cantikku ini tersenyum sangat manis di pagi hari."Selamat pagi istriku," sapaku mesra."Pagi juga, Tuan muda.""Tuan muda? Ganti ah, gak seru," godaku."Ganti apa ya?" Dara berpikir sambil memutar matanya ke atas."Panggil Mas aja, nanti kalau kita sudah punya Anak, baru deh panggil Ayah," ujarku.Dara mengangguk setuju. Setelah puas bercanda di pagi hari. Kini kami mandi bersama. Malam pertama yang tertunda, terlaksana di pagi harinya.***Setelah selesai, aku dan Dara memakai baju untuk keluar bersarapan.Oma sudah menunggu di meja makan. Wajah Oma cerah, tampak sangat bahagia."Selamat pagi, Oma." Aku menyapa."Pagi juga Cucu tampan, Oma."Aku sangat tersanjung, Oma masih menyayangiku. Tak ada perubahan di dirinya.Ibu mertuaku sudah datang menyiapkan makanan."Darmi, ayo duduk di sini! Mulai hari ini kamu tidak pe
***Cukup lama Oma pergi, kini ia telah kembali. Aku menghampiri Oma yang tengah beristirahat di ruang tengah."Oma dari mana?" tanyaku sedikit canggung."Ada urusan. Oya, Rik. Kapan kamu akan menikahi Dara?""Belum kepikiran Oma. Apa lagi sekarang masalah yang kita hadapi sangat berat.""Sudah, lupakan saja! Sekarang fokus pada hubungan kalian! Masalah Mamimu biar Oma yang mengurusnya," ujar Oma.Aku menatap Oma cukup lama. Aku bukan Cucu kandungnya. Apakah kasih sayang Oma terhadapku akan pudar."Oma tahu apa yang sekarang sedang kamu pikirkan. Jangan khawatir, Oma tetap menyayangimu, tidak ada yang berubah."Mendengar ucapan Oma itu, aku langsung memeluk Oma dengan erat."Terima kasih, Oma. Aku sungguh malu menerima kenyataan ini. Jika bisa memilih, maka aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja," paparku yang semakin sedih."Jangan berkata seperti itu! Kamu tetaplah