***
Ketika aku sampai dirumah, ku lihat gadis kampung itu masih saja bekerja. Dia membersihkan debu-debu yang ada di atas lemari hias, dengan menaiki sebuah kursi.
Tiba-tiba kursi yang gadis itu naiki hilang keseimbangan, dan tumbang!
Brak...!
ia terjatuh dan aku refleks menangkap tubuh gadis kampung itu. Hingga kini aku pun ikut terbaring dibawah gadis kampung itu karna tertimpa olehnya.
Hingga beberapa saat aku terdiam. Mataku dan matanya kembali bertemu. Lalu gadis kampung itu menyadari posisinya yang ada di atas tubuhku.
"Maaf, Tuan muda. Sa-saya tadi...." ucapnya gugup.
"Mau bilang kalau kamu tadi gak sengaja jatuh gitu?" Aku melanjutkan ucapannya.
"Iya benar, Tuan muda!" sahutnya sambil mengangguk cepat.
"Memang gak pernah becus sih kamu kerjanya. Kalau gak bisa kerja mending pulang sana," ketusku.
"Hmm...." Dara hanya menarik nafas dalam, kemudian membuangnya kasar.
"Apa...? Gak terima saya ngomong begitu? Mau marah?" tanyaku menatap serius wajahnya.
"E-enggak kok, Tuan muda. Saya permisi ke dalam dulu," sahutnya gugup.
Gadis kampung itu segera berlalu dari hadapanku.!
Aku pun membersihkan diri dan segera beristirahat dikamarku. Ketika di kamar, lagi-lagi bayangan gadis kampung itu lewat di benakku.
"Ah ... Sepertinya aku sudah tidak waras." Aku mengacak-ngacak rambutku dengan kasar.
***
Malam ini makanan sudah tersedia di meja makan. Gadis kampung itu benar-benar mahir mengerjakan pekerja'an dapur.
"Tuan muda, semuanya sudah saya siapkan. Jika Tuan muda butuh sesuatu yang lain silahkan panggil saya. Saya mau permisi untuk beristirahat sebentar," ucapnya terlihat lelah.
"Eh enak aja. Kamu duduk di situ ... Tunggu sampai saya selesai makan," perintahku.
"Duduk, atau tetap berdiri di sini, Tuan?" tanya gadis itu terlihat gugup.
"Kamu tuli? Atau saya bicara kurang jelas?" aku kembali bertanya dengan ketus.
"Ti-tidak Tuan muda" gadis kampung itu pun duduk dengan takut-takut.
"Makan!" perintahku lagi.
"Saya yang makan, Tuan muda?" tanya-nya bingung.
"Bukan, Makhluk halus di rumah ini yang makan. Dasar gadis kampung. Apa-apa selalu nanya," sahutku kesal.
"Nama saya Dara, Tuan mud. Kenapa Tuan muda selalu menyebut saya dengan gadis kampung," jelasnya protes.
"Suka-suka saya dong. Kan saya sendiri yang punya mulut," ketusku lagi.
"Kalau begitu, biar saya panggil Tuan muda, dengan sebutan Tuan panas," ucapnya sambil tersenyum menatap ke arahku.
Tuan panas? Jadi teringat ranjang panas milikku.
"Maksud kamu apa, hah?" tanyaku sedikit berteriak.
"Iya soalnya Tuan muda seperti orang kepanasan mulu' walaupun cuacanya lagi dingin, bawa'annya mau marah aja," sahutnya sambil menahan tawa.
"Kamu bener-bener lancang ya," teriakku padanya.
"Ampun Tuan panas, eh salah Tuan muda maksud saya. Saya kan cuma bercanda," ucapnya tersenyum.
"Gak lucu," ketusku.
"Tapi kalau Tuan muda sedikit senyum kayaknya Tuan muda bakal terlihat tampan deh," ucapnya lagi sambil menggerakkan alisnya.
Aku pun tersedak mendengar ucapan Dara Si gadis kampung itu.
"Eh ini minumnya, Tuan muda. Pelan-pelan dong makannya," Dara menyodorkan segelas air putih, dan menepuk-nepuk belakangku akibat tersedak makanan.
Mungkin dia sedang tidak sadar berhadapan dengan siapa dia sekarang.
"Hmmm ... Ngapain kamu?" tanyaku pelan.
"E-enggak, Tuan. Saya cuma a-anu," jawabnya gugup.
"Sudahlah, Malam ini kamu terlalu banyak bicara," ketusku lagi.
"Maaf, Tuan muda...!"
Tiba-tiba telefon rumah berbunyi.
Kriing-kriing-kriing....
"Dara, cepat kamu angkat telfonnya," perintahku.
"Baik, Tuan muda!" sahutnya dengan cepat bergerak.
POV Dara: Tumben, Tuan muda mau panggil nama aku. Tadinya juga gadis kampung.
"Hallo, siapa ini?"
"Dara? Kamu dara kan?"
"I-iya nyonya, Maaf tadi saya kira siapa."
"Gapapa, gimana keada'an rumah?"
"Baik-baik aja Nyonya."
"Riko ada dirumah kan?"
"Ada kok Nyonya. Tuan muda riko sedang makan."
"Oh bagus lah kalau begitu, bilang sama Riko kalau besok saya dan Papinya akan segera pulang."
"Baik, Nyonya. Atau mau saya panggilkan Tuan muda-nya?"
"Tidak perlu. Saya cuma mau kasih tau itu. Baiklah, saya tutup dulu telfonnya."
"Iya, Nyonya."
Telefon pun sudah terputus.
***
Dara kembali ke meja makan...!
"Telefon dari siapa?" tanyaku penasaran.
"Nyonya besar, Tuan muda!" jawabnya jujur.
"Bilang apa Mami?" tanyaku lagi.
"Katanya besok Nyonya besar, sama Tuan besar akan pulang," paparnya.
"Pulang? Bukannya kemarin mereka bilang seminggu di sana. Ini kan baru lima hari," ucapku bingung.
"Saya juga tidak tau, Tuan muda!" sahutnya polos.
"Hmmm, Ya sudah cepat beresin semua makanan ini. Saya mau istirahat," perintahku dengan lembut kali ini.
"Siap, Tuan panas. Eh ... tuan muda," sahutnya sambil menggodaku.
"Kaamuuuu...." teriakku sambil menahan kesal.
"Ampun, Tuan muda...!" sahutnya dengan berteriak juga.
Dara pun berlari ke dapur sambil tertawa. Sepertinya dia sama sekali tidak merasa takut padaku.
Jujur saja ada perasa'an senang saat melihat gadis kampung itu tertawa. Entahlah, aku merasakan ada sesuatu yang aneh di diriku.
***
Hari telah berganti lagi. aku bersiap-siap ke kantor. Setelah rapi, aku bergegas berangkat ke kantor. Hari ini aku buru-buru karna ada rapat penting.
"Sarapan dulu, Tuan muda!" ucap Dara yang melihatku turun.
"Saya buru-buru. Nanti saja di kantor," sahutku berlalu0
"Tapi, Tuan muda...."
Aku pun langsung meminta pak tarjo segera mengantarku ke kantor, tanpa menghiraukan panggilan Si gadis kampung itu.
***
Sampai di kantor, aku langsung ke ruangan rapat hari ini. Dan setelah kurang lebih satu jam, akhirnya selesai.
Aku kembali ke ruangan pribadiku.
Terlihat salah satu karyawati mengantarkan seseorang masuk ke ruanganku.
"Permisi, Tuan muda. apa saya boleh masuk?" tanya bawahanku itu.
"Masuk saja," sahutku cuek.
"Ini, Tuan muda. Ada yang mau bertemu," ucapnya sambil mengajak masuk seseorang.
"Dara ... Ngapain kamu ke sini? Ya sudah kamu tinggal kami berdua di sini," ucapku kaget, sembari menyuruh bawahanku itu pergi.
"Baik, Tuan muda!" ucap bawahanku itu sambil berlalu.
Sekarang hanya ada aku dan Dara di ruangan ini.
"A-anu, Tuan muda. sa-saya...." ucap Dara ragu-ragu.
"Apa? Itu apa yang kamu bawa?" tanyaku penasaran.
"Ini bekal makan siang buat, Tuan muda. Tadi kan Tuan muda tidak sempat sarapan juga," jawabnya sambil menenteng kotak makanan.
Hmm aku memang belum memakan apa pun hingga siang begini.
"Siapa yang suruh? Saya bisa makan di luar nanti. Dan dari mana kamu tau alamat kantor saya?" tanyaku lagi.
"Dari Pak Tarjo, Tuan muda. Saya cuma gak mau Tuan muda sakit karna tidak makan. Nanti Nyonya besar bisa marah ke saya," paparnya polos.
"Oh jadi alasannya cuma takut di marah sama Mami. Bukan inisiatif kamu sendiri?" tanyaku keceplosan.
"Hah apa Tuan muda?" Dara kembali bertanya memastikan.
"Bukan apa-apa. Kamu boleh pergi. Taruh aja di situ makanannya," ucapku gugup.
"Baik, Tuan muda. Saya permisi," sahutnya berlalu.
Dara pun kembali ke rumah. Entah kenapa hatiku begitu senang melihat Dara datang dan membawakan makan siang. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aku bahkan tak pernah di bekali dari rumah.
Entahlah, rasanya ada kehidupan baru di hidupku. Yang jelas aku tak pernah merasakan hal aneh ini sebelumnya.
***
Hari ini aku pulang dari kantor lebih awal. Karna Mami dan Papi juga akan segera datang.
"Pak Tarjo. Ayo pulang sekarang," perintahku.
"Baik, Tuan muda!" sahutnya cepat.
Ketika aku sampai di rumah, aku melihat mobil Papi sudah terparkir di garasi. Aku pun segera masuk dan menemui mereka.
"Yah ... keduluan Mami, Papi sampai rumah" keluhku saat melihat mereka sudah kembali.
"Tumben pulang cepat?" ucap Mami heran.
"Ya kan mau nyambut Mami, dan Papi ceritanya. Eh malah keduluan sampainya," sahutku jujur.
"Biasanya juga kamu gak perduli tuh kalau Mami sama Papi pulang. Kayaknya selama di tinggal beberapa hari ini, ada perubahan deh," papar Mami sambil tersenyum.
"Perubahan apa sih, Mi. Biasa aja," ketusku malu.
"Iya bener kata, Mami tuh. Ada perubahan, kamu juga jadi banyak senyum kalau bicara," sambung Papi.
"Dih, Papi juga ikut-ikutan. Ya aku kan seneng aja lihat Mami sama Papi udah kembali. Habisnya rumah sepi tanpa kalian," ucapku mengalihkan.
"Ha-ha-ha anak Mami bisa aja. Sudah pandai ngomong manis sekarang dia Pi," Mami terlihat senang.
"Iya, Mi. bener banget," sahut Papi membenarkan ucapan Mami.
"Ngomongin apa sih kalian? kayaknya seru. Oma gak diajak gabung nih?" tanya Oma yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Oma ikut ke sini? Ya ampun, kangen banget sama Oma," ucapku kaget melihat kehadiran Oma.
"Iyalah Oma ikut, kan mau ketemu Cucu kesayangan Oma ini," sahut Oma tersenyum.
Oma memelukku layaknya aku masih anak kecil. Dari dulu aku sangat patuh kepada Oma. Bagiku Oma adalah segalanya setelah kedua orang tuaku. Bahkan aku lebih takut dan nurut sama Oma. Bukan cuma aku, Mami dan Papi juga sangat nurut dengan perkata'an Oma.
"Kenapa gak ngabarin sih, Oma kalau Oma juga mau ikut ke sini. Biar ditungguin, jadi aku gak harus ke kantor tadi," ucapku pada Oma.
"Ngomong apa sih. Urusan kantor sama keluarga jangan di campur, beda versi itu. Kerja ya, kerja aja dulu yang bener. Kan setelah selesai bisa kumpul begini," ujar Oma sambil merangkulku.
"Iya juga sih, Oma. Aku jadi disiplin begini kan berkat didikkan Oma" pujiku sambil bermanja pada Oma.
"Oh, jadi didikkan Oma doang? Bukan didikkan Mami, Papi gitu?" Mami terlihat cemburu mendengar ucapanku.
"Ya, belum selesai Mi. Peran Mami sama Papi yang paling banyak atas keberhasilanku ini, tapi tetap banyakan Oma sih," Aku sengaja menggoda Mami agar lebih rame suana hari ini.
Tiba-tiba Dara datang dengan membawakan minuman serta cemilan.
"Siapa gadis cantik ini? Calon istri Riko kah?" tanya Oma sumringah.
Oma bicara dengan asal, membuat aku kikuk di depan Mami, Papi. Dan dara pun terlihat seperti tidak enak hati.
"Bu-bukan, Nyonya. Saya anak Mbok Darmi" Dara menjawab dengan malu-malu.
"Oh anak Si Mbok Darmi yang telah bertahun-tahun kerja di sini itu ya?" tanya Oma lagi.
"Iya,benar Nyonya!" sahut Dara tersenyum.
"Jangan panggil Nyonya. Panggil saja Oma, biar lebih akrab. Kamu cantik sekali, mari ikut duduk di sebelah Oma," ajak Oma sekaligus memuji.
"Terima kasih, Oma. Oma baik banget. Saya di di dalam aja Oma," tolak Dara dengan sopan.
"Eh, Dara. Gapapa gabung aja disini. Gapapa kok," ucap Mami sambil tersenyum sinis.
Bersambung
*** Dara pun ikut bergabung bersama kami di sini...! Oma terlihat menyukai Dara. Mereka langsung akrab walau baru bertemu. "Jadi kamu di sini ganti'in tugas Si Mbok?" tanya Oma dengan lembut. "Iya, Oma. Ibu lagi pulang ke kampung. Rindu kampung halaman katanya," sahut Dara Si gadis kampung itu. "Oh begitu. Tapi jarang-jarang lho ada anak gadis yang mau ngerjain pekerja'an rumah tangga. Apa lagi anaknya secantik kamu. Oma bangga deh sama kamu," puji Oma lagi. Oma terus saja memuji Dara. Dan anak kampung itu seperti menikmati momen hari ini. Awas aja ya, bakal aku kerjain lagi nanti. " Ibu, kami mau permisi istirahat ke kamar dulu ya. Ibu juga istirahat sana. Capek kan baru nyampe tadi," ucap Papi sambil berdiri bersama Mami. "Iya silahkan. Ibu sebentar lagi," sahut Oma. Mami dan papi sudah masuk ke kamar. Tinggal aku, Oma, dan Dara di sini...! Aku semakin canggung. Niatnya mau ngerjain Si Dara, malah aku
***Pagi ini aku aku bangun dengan sejuta perasa'an cemas dan gelisah.Setelah semalaman aku berfikir, aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Aku terus saja memikirkan gadis kampung itu, dan memikirkan ucapan Mami semalam."Selamat pagi Cucu kesayangan Oma." Oma menyapaku dengan di iringi senyum di wajah senjanya."Selamat pagi juga Oma""Tumben Cucu Oma bangun pagi, di hari libur kerja?" tanya Oma heran."Aku tuh mau ngajakin Oma lari pagi," ucapku tersenyum."Beneran?" tanya Oma serius.Iyalah Oma. Masa bohongan sih," sahutku."Kalau begitu Oma siap-siap dulu ya.""Iya Oma, ditunggu."Oma pun masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap. Sementara itu aku menunggu di sofa. Mami dan Papi pun datang menghampiriku."Anak Mami udah bangun? Pasti lupa ya, kalau hari ini tuh, hari Minggu?" Mami pun sama herannya."I-iya, Mi. aku lupa tadi," Aku berbohong pada Mami, padahal
***Aku terus saja memikirkan perkata'an Oma. Siapa gadis yang Oma maksud? Kenapa Oma begitu yakin kalau aku akan luluh padanya.Sampai kapan pun aku takkan pernah takhluk pada seorang wanita ...!Bicara soal wanita, aku jadi rindu ranjang panas milikku itu. Aku mengotak-ngatik ponselku, aku berniat menghubungi Doni. Tapi kali ini aku meminta Doni mengirimkan beberapa foto gadis cantik untuk ku pilih salah satunya."Don ... seperti biasa, kamu carikan saya mainan baru. Tapi saya ingin melihat beberapa pilihan dari kamu hari ini. Tolong dikirimkan foto-fotonya." Aku mengirimkan pesan pada Doni lewat watsapp.Tak lama kemudian Doni pun membalas pesanku. Doni mengirim beberapa foto wanita cantik. Hingga aku memilih salah satunya. Aku pun memberitahui Doni, untuk segera mengantar gadis yang ku pilih itu ke apartemen.Aku langsung bersiap-siap menuju apartemen. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku keluar, tiba-tiba Mami menyapaku ...."Ma
***Seperti biasa malam ini semua berkumpul di meja makan. Semua hidangan sudah di sediakan oleh Si Mbok dan Dara."Dara dan Si mbok, ayo gabung makan di sini," ajak Papi dengan begitu ramah."Terima kasih, Tuan. Tapi Si Mbok makan di dapur aja," tolak Si Mbok, sambil bergegas ke dapur."Hmmm ... ya sudah, kamu saja yang ikut makan di sini Dara," Papi kembali mengajak Dara."Saya bareng Ibu saja di dapur Tuan." Dara juga bergegas masuk ke dapur."Yaah ... pada gak mau gabung," keluh Papi."Mungkin mereka sungkan. Makanya kalian tuh biasakan beramah-ramah dengan mereka. Jadi mereka pun tidak akan menolak untuk ikut bergabung," ucap Oma mencoba menasehati kami semua."Ya, ngapain juga toh Bu beramah-ramah dengan pembantu. Nanti yang ada mereka malah besar kepala," sahut Mami dengan nada sinisnya."Tuh rudy, dengar kan ucapan istri kamu? Besok tugasmu merubah perangainya," ucap Oma kembali menyindir Mami."Kala
*** Sepulang dari kantor, aku langsung menuju apartemenku. Niatnya aku ingin bersenang-senang di ranjang panas milikku! Aku pun telah tiba di sebuah apartemen mewahku ini. Aku langsung merebahkan tubuhku. Ku coba mencari kontak Doni diponselku, dan segera menghubunginya.! "Hallo, Don. Seperti biasa. Saya tunggu di apartemen," ucapku. "Beres, Tuan muda." Sahut Doni, dan aku segera memutuskan sambungannya. Tak lama menunggu, Doni datang dengan seorang gadis cantik. Seperti biasa aku mengirim bayarannya, dan Doni segera berlalu. "Hey, Tuan muda! Anda sungguh menggoda," ucap wanita itu. "Tentu saja...." Sahutku. Aku yang sedari kemarin ingin menyalurkan birahiku, kini sudah dapat mangsa di depan mata. Seorang gadis yang terlihat masih sangat muda itu tersenyum manis menggodaku.! Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Aku langsung menerkam gadis itu dengan buas. Terlihat gadis can
***Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika."Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara."Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur."Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot."Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak."Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya."Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran."Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara."Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami."Gak per
***Ketika aku sudah sampai di rumah, aku langsung menghubungi Grecia...!"Hallo, Grecia. Mulai besok, kamu sudah bisa bergabung di perusaha'an saya," ucapku."Baik, pak. Terima kasih banyak!" sahutnya terdengar senang.Setelah selesai bicara dengan Grecia lewat telfon, aku menuju teras lantai dua dekat kamarku. Aku memang suka bersantai di sana. Menikmati secangkir kopi, atau sekedar melamun saja. Sore ini angin bertiup dengan begitu kencang. Seperti akan turun badai. Aku menyaksikan pemandangan dari atas sini. Terlihat kota ramai kendara'an lalu lalang. Sungguh pemandangan yang membosankan bagiku. Lalu terlihat Mami sedang bicara dengan seseorang di seberang jalan...!"Siapa yang di temui Mami di sana?" gumamku pada diri sendiri.Terlihat, Mami menemui seorang laki-laki berbadan tegap. Entah apa yang di bicarakan Mami. Namun, terlihat cukup serius. Seketika laki-laki itu sudah pergi menggunakan mobil berwarna hitam miliknya.Aku yan
***Pagi ini aku kembali bersiap ke kantor. Ku hubungi Grecia agar segera datang ke rumahku terlebih dahulu.!!"Hallo, Grecia. Kamu sudah siap? Saya tidak suka ada keterlambatan, walau hanya satu menit," tanyaku tegas."Sudah, Pak. Saya akan berangkat lebih awal," sahutnya santai."Sebelum ke kantor, kamu mampir ke rumah saya terlebih dahulu. Ada yang mau saya bicarakan," ucapku."Baik, Pak. Saya segera ke sana, kirimkan saja lokasinya," sahutnya lagi.Aku pun mengirimkan alamat rumahku. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Grecia sampai..! Seperti biasa, Dara membukakan pintu."Permisi ... Saya ingin bertemu dengan Pak Riko," ucap Grecia saat Dara membukakan pintu."Oh, silahkan. Tuan muda sedang sarapan," sahut Dara tersenyum.Kemudian Grecia masuk dan menghampiriku."Cia ...." teriak Mami terkejut"Eh, Tante ...." sahut Grecia yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" t
***Semalaman aku tak bisa tidur. Rasa bersalahku menghampiri.Kutatap lagi ke arah Dara yang sudah terlelap dalam pelukanku. Seketika sesal di dalam diri muncul.Saat ini istriku sedang mengandung, tapi aku malah mengkhianatinya. Air mata jatuh dengan begitu saja.***Entah kapan aku tertidur, saat aku membuka mata, ternyata hari sudah terang."Sayang, kenapa tidak membangunkan, Mas? Bukankah Mas sudah telat ke kantor," ucapku pada Dara yang terlihat mulai segar kembali."Ke kantor? Mas lupa kalau hari ini adalah hari Minggu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku memang lupa."Eh, he-he ... iya, Mas tak ingat.""Mentang-mentang ada Asisten baru, jadi mau ke kantor terus deh," goda Dara dengan nada bercanda.Aku langsung salah tingkah. Bagaimana jika Dara tahu, tentang kejadian kemarin?Bagaimana jika Puja meminta tanggung jawab karena aku telah mengambil mahkotanya?Ar
***Hari berikutnya, aku berangkat lagi ke kantor. Sedangkan Dara masih tak bisa ke mana-mana. Kehamilannya membuat ia sulit bangun. Maklum saja, karena ini adalah kehamilan pertama.Sampai di kantor, aku bertemu Puja lagi tentunya. Sosok Puja sangat membuat Dara cemburu. Padahal mereka belum pernah bertemu.Dan aku, entah kenapa ada perasaan gugup ketika berhadapan dengan Puja."Selamat pagi, Tuan muda." Puja menyapa."Pagi," sahutku singkat.Cepat-cepat aku melangkah ke dalam ruangan. Tak mau aku berlama-lama berada di dekat Puja.Hatiku berdebar, jiwa kejantananku bergetar. Aku memang suka bermain-main dengan wanita dulu.Akan tetapi itu dulu, sebelum aku memutuskan jatuh cinta pada Dara.Saat ini, aku merasakan gejolak itu lagi. Ingin rasanya aku menikmati permainanan yang dulu pernah aku gemari.Oh, Puja ....Kenapa lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Aku tak boleh terus berpikir b
***Aku bergegas menuju arah pulang. Namun, sebelum itu aku singgah ke sebuah toko perhiasan.Kupilih dua kalung berbentuk hati."Berapa harga kalung ini?" tanyaku pada penjual berlian itu."Setengah M saja Tuan muda," ucapnya."Saya mau dua."Setelah selesai menggesekkan kartu ajaibku, kini aku pulang.Aku menyebut tabungan di setiap kartu ATM maupun kartu credit ini sebagai kartu ajaib.Mobilku melaju dengan cepat. Ada rasa bahagia yang tak bisa aku ucapkan dengan kata-kata saat ini.Sampai di depan halaman, aku melihat sosok laki-laki bergegas pergi ketika melihat mobilku menuju ke sana.Berjubah sangat panjang orang itu. Aku jadi penasaran. Bahkan aku sangat takut jika hal buruk sedang seseorang rencanakan.Kupercepat langkahku turun dari mobil. Akhir-akhir ini aku memang sering menyetir sendiri. Karena Pak Tarjo sudah aku perintahkan untuk mengawasi keadaan di rumah."Oma, aku
***Aku mendapat kabar dari Pak Tarjo bahwa istriku diculik. Detik itu juga aku langsung menghubungi polisi.Saat kami tiba di tempat penyekapan Dara, aku sangat terkejut menyaksikan Mami lagi yang melakukan tindak kejahatan itu. Namun, Mami tak sendiri kali ini. Ada Grecia yang menjadi rekan kerjanya.Aku sangat kesal. Emosiku sudah tak tertahan. Polisi pun melepaskan tembakan. Kini Mami dan Grecia sedang dalam perawatan medis. Setelah keduanya sadar nanti, maka aku akan tetap menjebloskan dalam penjara."Sayang, istirahatlah! Biar Mas saja yang ke rumah sakit melihat kondisi Mami dan Grecia," ujarku mengantar Dara ke dalam kamar.Dara mengangguk. Ia masih terlihat syok. Oma, dan mertuaku menemaninya.Kini aku berangkat dengan Pak Tarjo.Dua puluh menit berlalu ....Aku pun sampai di rumah sakit yang tak jauh dari penjara itu."Bagaimana keadaan mereka?" tanyaku." Pasien bernama Greci
***POV Dara.Aku berangkat ke kantor sendirian. Mas Riko pergi mencari pelaku kejahatan itu.Aku diantar Pak Tarjo. Namun, di jalan tiba-tiba ada yang menghadang mobil kami."Siapa itu, Pak?" tanyaku bingung."Saya juga tidak tahu, Non."Pak Tarjo turun, sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.Bugh!Bugh!Dua pukulan mendarat di wajah Pak Tarjo. Aku jadi ketakutan. Sebenarnya siapa mereka?Pak Tarjo tersungkur lemah, kini dua pria berbadan kekar itu membuka pintu mobilku secara paksa."Ikut kami!" perintahnya menarik tanganku."Tidak! Lepaskan saya!" Aku mencoba berontak.Mereka terlalu kuat, aku tak mampu melawan. Kini aku dibawa paksa menggunakan mobilnya.Pak Tarjo hanya meringis sambil berteriak mencaci para penjahat ini.Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka."Mau apa kalian? Lepaskan saya!" hardikku."Diamlah! Kau akan bertemu
***Seminggu berlalu, keadaan mertuaku mulai membaik. Namun, ia kehilangan suaranya.Menurut dokter ada yang meminumkan sesuatu padanya hingga mengakibatkan kehilangan suara.Tubuh mertuaku juga masih lemah. Tidak bisa dimintai keterangan saat ini.Sedangkan polisi sudah menemukan jejak pelaku. Robekkan baju itu, benar-benar milik Mbok Inem. Akan tetapi Mbok Inem hanya menjalankan tugas. Ada seseorang yang mengendalikannya.Aku sampai di kantor polisi sendirian. Mbok Inem sudah ditangkap."Pelaku masih tidak ingin mengatakan siapa yang menyuruhnya," ujar polisi."Izinkan saya bicara pada Mbok Inem, Pak!""Baiklah."Kini Mbok Inem sedang dibawa menuju ke hadapanku."Tu-tuan muda," lirihnya menunduk."Mbok, katakan yang sebenarnya! Siapa yang menyuruh si Mbok melakukan perbuatan tercela itu?" Aku menatap serius."Maafkan si Mbok, Tuan muda. Mbok terpaksa karena diancam.""Apapu
***Dara histeris ketika mendapati sang Ibu sudah tergeletak bersimbah darah."Bu, bangun!" teriak Dara sambil mengguncang tubuh sang Ibu.Aku terdiam tak berdaya. Apa yang telah terjadi di keluargaku?"Ayo kita bawa ke rumah sakit," ujarku.Ibu mertuaku itu masih bernafas, aku harap kami tidak terlambat sampai di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kini aku dan Dara sampai di depan rumah sakit.Ibu langsung ditangani oleh ahlinya. Aku dan Dara saling menguatkan tanpa banyak bicara.Seketika aku teringat pada Oma. Jangan sampai ada yang berniat buruk juga terhadapnya.Aku mencoba menelepon dan memberitahunya."Halo, Oma.""Iya, sayang. Ada apa?""Mertuaku tadi tergelak bersimbah darah di rumah. Sekarang kami semua sudah berada di rumah sakit.""Apa?!"Oma terdengar sangat terjejut."Iya, Oma. Aku sangat khawatir dengan kondisi Oma yang tinggal s
***Pagi tiba, aku dan Dara bangun bersamaan. Istri cantikku ini tersenyum sangat manis di pagi hari."Selamat pagi istriku," sapaku mesra."Pagi juga, Tuan muda.""Tuan muda? Ganti ah, gak seru," godaku."Ganti apa ya?" Dara berpikir sambil memutar matanya ke atas."Panggil Mas aja, nanti kalau kita sudah punya Anak, baru deh panggil Ayah," ujarku.Dara mengangguk setuju. Setelah puas bercanda di pagi hari. Kini kami mandi bersama. Malam pertama yang tertunda, terlaksana di pagi harinya.***Setelah selesai, aku dan Dara memakai baju untuk keluar bersarapan.Oma sudah menunggu di meja makan. Wajah Oma cerah, tampak sangat bahagia."Selamat pagi, Oma." Aku menyapa."Pagi juga Cucu tampan, Oma."Aku sangat tersanjung, Oma masih menyayangiku. Tak ada perubahan di dirinya.Ibu mertuaku sudah datang menyiapkan makanan."Darmi, ayo duduk di sini! Mulai hari ini kamu tidak pe
***Cukup lama Oma pergi, kini ia telah kembali. Aku menghampiri Oma yang tengah beristirahat di ruang tengah."Oma dari mana?" tanyaku sedikit canggung."Ada urusan. Oya, Rik. Kapan kamu akan menikahi Dara?""Belum kepikiran Oma. Apa lagi sekarang masalah yang kita hadapi sangat berat.""Sudah, lupakan saja! Sekarang fokus pada hubungan kalian! Masalah Mamimu biar Oma yang mengurusnya," ujar Oma.Aku menatap Oma cukup lama. Aku bukan Cucu kandungnya. Apakah kasih sayang Oma terhadapku akan pudar."Oma tahu apa yang sekarang sedang kamu pikirkan. Jangan khawatir, Oma tetap menyayangimu, tidak ada yang berubah."Mendengar ucapan Oma itu, aku langsung memeluk Oma dengan erat."Terima kasih, Oma. Aku sungguh malu menerima kenyataan ini. Jika bisa memilih, maka aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja," paparku yang semakin sedih."Jangan berkata seperti itu! Kamu tetaplah