***
Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!
Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika.
"Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara.
"Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur.
"Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot.
"Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak.
"Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya.
"Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran.
"Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara.
"Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami.
"Gak per
***Ketika aku sudah sampai di rumah, aku langsung menghubungi Grecia...!"Hallo, Grecia. Mulai besok, kamu sudah bisa bergabung di perusaha'an saya," ucapku."Baik, pak. Terima kasih banyak!" sahutnya terdengar senang.Setelah selesai bicara dengan Grecia lewat telfon, aku menuju teras lantai dua dekat kamarku. Aku memang suka bersantai di sana. Menikmati secangkir kopi, atau sekedar melamun saja. Sore ini angin bertiup dengan begitu kencang. Seperti akan turun badai. Aku menyaksikan pemandangan dari atas sini. Terlihat kota ramai kendara'an lalu lalang. Sungguh pemandangan yang membosankan bagiku. Lalu terlihat Mami sedang bicara dengan seseorang di seberang jalan...!"Siapa yang di temui Mami di sana?" gumamku pada diri sendiri.Terlihat, Mami menemui seorang laki-laki berbadan tegap. Entah apa yang di bicarakan Mami. Namun, terlihat cukup serius. Seketika laki-laki itu sudah pergi menggunakan mobil berwarna hitam miliknya.Aku yan
***Pagi ini aku kembali bersiap ke kantor. Ku hubungi Grecia agar segera datang ke rumahku terlebih dahulu.!!"Hallo, Grecia. Kamu sudah siap? Saya tidak suka ada keterlambatan, walau hanya satu menit," tanyaku tegas."Sudah, Pak. Saya akan berangkat lebih awal," sahutnya santai."Sebelum ke kantor, kamu mampir ke rumah saya terlebih dahulu. Ada yang mau saya bicarakan," ucapku."Baik, Pak. Saya segera ke sana, kirimkan saja lokasinya," sahutnya lagi.Aku pun mengirimkan alamat rumahku. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Grecia sampai..! Seperti biasa, Dara membukakan pintu."Permisi ... Saya ingin bertemu dengan Pak Riko," ucap Grecia saat Dara membukakan pintu."Oh, silahkan. Tuan muda sedang sarapan," sahut Dara tersenyum.Kemudian Grecia masuk dan menghampiriku."Cia ...." teriak Mami terkejut"Eh, Tante ...." sahut Grecia yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" t
***Aku masuk ke kamar dan mengambil diary yang diberi Oma. Aku menulis dengan begitu semangatnya, ku luahkan semua kekesalanku hari ini.Aku bahkan tidak tertarik sama sekali pada Grecia. Bagaimana mungkin aku bisa menerima perjodohan konyol ini.Tok-tok-tok ....Terdengar ketukan dari pintu kamarku! Aku pun membukanya dengan langkah yang malas."Tuan, dipanggil Nyonya besar untuk segera makan malam," ucap Dara dengan lembut.Seketika aku punya ide cemerlang untuk menggagalkan rencana perjodohan antara aku dan Grecia...!"Tuan ...." Panggil Dara sambil melambaikan tangannya ke depan wajahku. Aku pun segera sadar dari lamunanku itu."Oh, iya ... Kamu kemarilah!" Aku menarik Dara masuk ke dalam kamarku, dan aku mengunci pintu kamar, agar tidak ada yang mengetahui ini."Jangan macam-macam, Tuan." Ucap Dara yang menepis kasar tanganku."Diamlah! Saya hanya butuh bantuanmu," ujarku de
***Aku melangkah meninggalkan Mami dan Papi. Ku gandeng tangan Dara tepat dihadapan mereka. Mami terlihat begitu syok dan nyaris pingsan! Bukannya sedih, aku malah merasa lucu dengan reaksi Mami itu."Tuan muda! Saya takut, jika nanti Nyonya besar benar-benar mengusir saya dan Ibu," ucap Dara."Tenang saja. Saya jamin, Mami tidak akan melakukan itu," sahutku santai."Tapi, Tuan muda ....""Kamu terlalu banyak tapinya. Saya sudah bilang, jangan khawatir! Ah sudahlah. Saya ada urusan di luar." Aku berlalu meninggalkan Dara.Hari ini aku akan menemui Bram di Apartemennya! Sekalian berbagi kesialan yang kini sedang menimpa hidupku."Pak Tarjo. Antar saya ke apartemen Bram yang berada di jl. Kenanga itu," perintahku pada sopir andalan."Siap, Tuan muda!" jawabnya sigap.Pak Tarjo melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Karna Apartemen Bram tidak terlalu jauh dari rumahku, kini aku sudah tiba di depan apartemen mewah t
***Pagi ini aku berangkat ke kantor lebih awal. Aku sengaja menghindari perdebatan dengan Mami. Sampai di kantor ku lihat Grecia menatap sinis ke arahku. Namun, seketika ia mulai tersenyum."Tuan muda. Saya sudah siapkan semua berkas yang Tuan muda butuhkan," ucapnya sambil menyerahkan beberapa dokumen."Bagus!" pujiku singkat."Saya juga mau minta maaf tentang kejadian kemarin," ucapnya lagi dengan memasang wajah sedih."Saya tidak suka membahas hal pribadi di kantor," sahutku menatapnya serius.Grecia terlihat menahan rasa kesal namun, tidak berani melawan. Aku sangat suka membuatnya kepanasan.Hari ini aku akan bertemu dengan kalien penting dari Amerika untuk membicaran kontrak kerja sama.Grecia yang mengatur jadwal pertemuanku dan Mr. Jone!***POV Mery (Mami Riko): Aku harus menemui Mas Brito. Aku tidak ingin Mas Brito murka dan membocorkan rahasia yang telah 30 tahun aku sembunyikan itu
***Aku melangkah keluar untuk segera makan malam. Sedari pulang kantor tadi aku tidak melihat keberada'an Dara. Mungkin dia terlalu sibuk mengurus pekerja'an rumah.Langkahku sudah semakin dekat menuju meja makan. Terlihat ada Mami dan Papi yang sudah duduk di sana. Aku pun segera menghampiri mereka."Hay, Mi!" sapaku basa-basi."Hmmm ..." Mami hanya berdehem pelan."Riko berhasil mendapatkan kontrak kerja sama dengan Mr. Jone, Mi!" ucap Papi dengan bangga."Oh, baguslah!" sahut Mami terlihat jutek.Aku tau kenapa Mami bersikap demikian. Pasti Mami masih marah karna aku sudah mempermalukannya di depan sahabat kebangga'an Mami itu.Aku pun tidak bersuara lagi, hingga makan malamku selesai.Aku ingin menginap di apartemen malam ini. Sudah berapa hari, aku tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke sana."Pak Tarjo! Antarkan saya ke apartemen," perintahku seperti biasa."Siap, Tuan muda." Pak Tarjo dengan s
*** Aku melihat Dara sangat cemas. Siapa yang jatuh dari tangga? Langkah Dara tergesa-gesa menuju sebuah kamar milik Mami dan Papi. Aku yang belum menerima jawaban yang jelas darinya, turut menuju ke sana. Sampai di dalam kamar, aku melihat Papi terbaring lemah, dan Mami sedang menangis. Sementara Si Mbok dan Dara mencoba memberikan segelas air putih. "Apa yang terjadi pada Papi?" tanyaku cemas. "Papi jatuh dari tangga, Rik!" jawab Mami dengan Isak tangisnya. "Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit?" Aku menaikan nada bicaraku. "Mami sudah meminta Dokter Hans untuk segera memeriksa ke sini," papar Mami. Tidak lama kemudian, Dokter Hans yang merupakan dokter langganan keluarga ini pun datang. "Dok, syukurlah anda sudah datang! Tolong periksa dengan baik kondisi Papi saya," perintahku dengan penuh kecemasan. "Baik, Tuan muda!" sahutnya sembari mendekat ke arah Papi. Dokter Hans, mulai memeriksa Papi. Aku
***POV Mery (Mami Riko)Hari ini keadaan Rudy sudah membaik. Kecelakaan yang ku buat kemarin, tidak mengakibatkan luka serius pada dirinya.Sebenarnya aku tidak pernah benar-benar mencintai Rudy Pratama Suningrat ini. Namun, karena kurangnya ekonomi aku terpaksa harus menerima cintanya, walau pada saat itu aku sudah memiliki kekasih.Ketika Rudy yang terkenal sangat kaya raya itu datang meminangku, kedua orang tuaku langsung menyetujuinya. Mereka memang tidak merestui aku menjalin hubungan dengan Kevin.Alasan kedua orang tuaku menolak Kevin, tak lain karena Kevin hanya seorang pegawai bisa. Jika dibandingkan dengan Rudy, tentu saja Kevin tidak ada nilainya.Sehari sebelum pernikahanku dengan Rudy, aku mencoba menemui Kevin dan menjelaskan semuanya. Aku berkata akan tetap mencintai dirinya saja. Kevin pun memaksa dirinya sendiri untuk bisa menerima keputusanku.Setelah aku sudah sah menjadi istri dari pengusaha kaya ray
***Semalaman aku tak bisa tidur. Rasa bersalahku menghampiri.Kutatap lagi ke arah Dara yang sudah terlelap dalam pelukanku. Seketika sesal di dalam diri muncul.Saat ini istriku sedang mengandung, tapi aku malah mengkhianatinya. Air mata jatuh dengan begitu saja.***Entah kapan aku tertidur, saat aku membuka mata, ternyata hari sudah terang."Sayang, kenapa tidak membangunkan, Mas? Bukankah Mas sudah telat ke kantor," ucapku pada Dara yang terlihat mulai segar kembali."Ke kantor? Mas lupa kalau hari ini adalah hari Minggu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku memang lupa."Eh, he-he ... iya, Mas tak ingat.""Mentang-mentang ada Asisten baru, jadi mau ke kantor terus deh," goda Dara dengan nada bercanda.Aku langsung salah tingkah. Bagaimana jika Dara tahu, tentang kejadian kemarin?Bagaimana jika Puja meminta tanggung jawab karena aku telah mengambil mahkotanya?Ar
***Hari berikutnya, aku berangkat lagi ke kantor. Sedangkan Dara masih tak bisa ke mana-mana. Kehamilannya membuat ia sulit bangun. Maklum saja, karena ini adalah kehamilan pertama.Sampai di kantor, aku bertemu Puja lagi tentunya. Sosok Puja sangat membuat Dara cemburu. Padahal mereka belum pernah bertemu.Dan aku, entah kenapa ada perasaan gugup ketika berhadapan dengan Puja."Selamat pagi, Tuan muda." Puja menyapa."Pagi," sahutku singkat.Cepat-cepat aku melangkah ke dalam ruangan. Tak mau aku berlama-lama berada di dekat Puja.Hatiku berdebar, jiwa kejantananku bergetar. Aku memang suka bermain-main dengan wanita dulu.Akan tetapi itu dulu, sebelum aku memutuskan jatuh cinta pada Dara.Saat ini, aku merasakan gejolak itu lagi. Ingin rasanya aku menikmati permainanan yang dulu pernah aku gemari.Oh, Puja ....Kenapa lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Aku tak boleh terus berpikir b
***Aku bergegas menuju arah pulang. Namun, sebelum itu aku singgah ke sebuah toko perhiasan.Kupilih dua kalung berbentuk hati."Berapa harga kalung ini?" tanyaku pada penjual berlian itu."Setengah M saja Tuan muda," ucapnya."Saya mau dua."Setelah selesai menggesekkan kartu ajaibku, kini aku pulang.Aku menyebut tabungan di setiap kartu ATM maupun kartu credit ini sebagai kartu ajaib.Mobilku melaju dengan cepat. Ada rasa bahagia yang tak bisa aku ucapkan dengan kata-kata saat ini.Sampai di depan halaman, aku melihat sosok laki-laki bergegas pergi ketika melihat mobilku menuju ke sana.Berjubah sangat panjang orang itu. Aku jadi penasaran. Bahkan aku sangat takut jika hal buruk sedang seseorang rencanakan.Kupercepat langkahku turun dari mobil. Akhir-akhir ini aku memang sering menyetir sendiri. Karena Pak Tarjo sudah aku perintahkan untuk mengawasi keadaan di rumah."Oma, aku
***Aku mendapat kabar dari Pak Tarjo bahwa istriku diculik. Detik itu juga aku langsung menghubungi polisi.Saat kami tiba di tempat penyekapan Dara, aku sangat terkejut menyaksikan Mami lagi yang melakukan tindak kejahatan itu. Namun, Mami tak sendiri kali ini. Ada Grecia yang menjadi rekan kerjanya.Aku sangat kesal. Emosiku sudah tak tertahan. Polisi pun melepaskan tembakan. Kini Mami dan Grecia sedang dalam perawatan medis. Setelah keduanya sadar nanti, maka aku akan tetap menjebloskan dalam penjara."Sayang, istirahatlah! Biar Mas saja yang ke rumah sakit melihat kondisi Mami dan Grecia," ujarku mengantar Dara ke dalam kamar.Dara mengangguk. Ia masih terlihat syok. Oma, dan mertuaku menemaninya.Kini aku berangkat dengan Pak Tarjo.Dua puluh menit berlalu ....Aku pun sampai di rumah sakit yang tak jauh dari penjara itu."Bagaimana keadaan mereka?" tanyaku." Pasien bernama Greci
***POV Dara.Aku berangkat ke kantor sendirian. Mas Riko pergi mencari pelaku kejahatan itu.Aku diantar Pak Tarjo. Namun, di jalan tiba-tiba ada yang menghadang mobil kami."Siapa itu, Pak?" tanyaku bingung."Saya juga tidak tahu, Non."Pak Tarjo turun, sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.Bugh!Bugh!Dua pukulan mendarat di wajah Pak Tarjo. Aku jadi ketakutan. Sebenarnya siapa mereka?Pak Tarjo tersungkur lemah, kini dua pria berbadan kekar itu membuka pintu mobilku secara paksa."Ikut kami!" perintahnya menarik tanganku."Tidak! Lepaskan saya!" Aku mencoba berontak.Mereka terlalu kuat, aku tak mampu melawan. Kini aku dibawa paksa menggunakan mobilnya.Pak Tarjo hanya meringis sambil berteriak mencaci para penjahat ini.Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka."Mau apa kalian? Lepaskan saya!" hardikku."Diamlah! Kau akan bertemu
***Seminggu berlalu, keadaan mertuaku mulai membaik. Namun, ia kehilangan suaranya.Menurut dokter ada yang meminumkan sesuatu padanya hingga mengakibatkan kehilangan suara.Tubuh mertuaku juga masih lemah. Tidak bisa dimintai keterangan saat ini.Sedangkan polisi sudah menemukan jejak pelaku. Robekkan baju itu, benar-benar milik Mbok Inem. Akan tetapi Mbok Inem hanya menjalankan tugas. Ada seseorang yang mengendalikannya.Aku sampai di kantor polisi sendirian. Mbok Inem sudah ditangkap."Pelaku masih tidak ingin mengatakan siapa yang menyuruhnya," ujar polisi."Izinkan saya bicara pada Mbok Inem, Pak!""Baiklah."Kini Mbok Inem sedang dibawa menuju ke hadapanku."Tu-tuan muda," lirihnya menunduk."Mbok, katakan yang sebenarnya! Siapa yang menyuruh si Mbok melakukan perbuatan tercela itu?" Aku menatap serius."Maafkan si Mbok, Tuan muda. Mbok terpaksa karena diancam.""Apapu
***Dara histeris ketika mendapati sang Ibu sudah tergeletak bersimbah darah."Bu, bangun!" teriak Dara sambil mengguncang tubuh sang Ibu.Aku terdiam tak berdaya. Apa yang telah terjadi di keluargaku?"Ayo kita bawa ke rumah sakit," ujarku.Ibu mertuaku itu masih bernafas, aku harap kami tidak terlambat sampai di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kini aku dan Dara sampai di depan rumah sakit.Ibu langsung ditangani oleh ahlinya. Aku dan Dara saling menguatkan tanpa banyak bicara.Seketika aku teringat pada Oma. Jangan sampai ada yang berniat buruk juga terhadapnya.Aku mencoba menelepon dan memberitahunya."Halo, Oma.""Iya, sayang. Ada apa?""Mertuaku tadi tergelak bersimbah darah di rumah. Sekarang kami semua sudah berada di rumah sakit.""Apa?!"Oma terdengar sangat terjejut."Iya, Oma. Aku sangat khawatir dengan kondisi Oma yang tinggal s
***Pagi tiba, aku dan Dara bangun bersamaan. Istri cantikku ini tersenyum sangat manis di pagi hari."Selamat pagi istriku," sapaku mesra."Pagi juga, Tuan muda.""Tuan muda? Ganti ah, gak seru," godaku."Ganti apa ya?" Dara berpikir sambil memutar matanya ke atas."Panggil Mas aja, nanti kalau kita sudah punya Anak, baru deh panggil Ayah," ujarku.Dara mengangguk setuju. Setelah puas bercanda di pagi hari. Kini kami mandi bersama. Malam pertama yang tertunda, terlaksana di pagi harinya.***Setelah selesai, aku dan Dara memakai baju untuk keluar bersarapan.Oma sudah menunggu di meja makan. Wajah Oma cerah, tampak sangat bahagia."Selamat pagi, Oma." Aku menyapa."Pagi juga Cucu tampan, Oma."Aku sangat tersanjung, Oma masih menyayangiku. Tak ada perubahan di dirinya.Ibu mertuaku sudah datang menyiapkan makanan."Darmi, ayo duduk di sini! Mulai hari ini kamu tidak pe
***Cukup lama Oma pergi, kini ia telah kembali. Aku menghampiri Oma yang tengah beristirahat di ruang tengah."Oma dari mana?" tanyaku sedikit canggung."Ada urusan. Oya, Rik. Kapan kamu akan menikahi Dara?""Belum kepikiran Oma. Apa lagi sekarang masalah yang kita hadapi sangat berat.""Sudah, lupakan saja! Sekarang fokus pada hubungan kalian! Masalah Mamimu biar Oma yang mengurusnya," ujar Oma.Aku menatap Oma cukup lama. Aku bukan Cucu kandungnya. Apakah kasih sayang Oma terhadapku akan pudar."Oma tahu apa yang sekarang sedang kamu pikirkan. Jangan khawatir, Oma tetap menyayangimu, tidak ada yang berubah."Mendengar ucapan Oma itu, aku langsung memeluk Oma dengan erat."Terima kasih, Oma. Aku sungguh malu menerima kenyataan ini. Jika bisa memilih, maka aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja," paparku yang semakin sedih."Jangan berkata seperti itu! Kamu tetaplah