***
Aku terus saja memikirkan perkata'an Oma. Siapa gadis yang Oma maksud? Kenapa Oma begitu yakin kalau aku akan luluh padanya.
Sampai kapan pun aku takkan pernah takhluk pada seorang wanita ...!
Bicara soal wanita, aku jadi rindu ranjang panas milikku itu. Aku mengotak-ngatik ponselku, aku berniat menghubungi Doni. Tapi kali ini aku meminta Doni mengirimkan beberapa foto gadis cantik untuk ku pilih salah satunya.
"Don ... seperti biasa, kamu carikan saya mainan baru. Tapi saya ingin melihat beberapa pilihan dari kamu hari ini. Tolong dikirimkan foto-fotonya." Aku mengirimkan pesan pada Doni lewat watsapp.
Tak lama kemudian Doni pun membalas pesanku. Doni mengirim beberapa foto wanita cantik. Hingga aku memilih salah satunya. Aku pun memberitahui Doni, untuk segera mengantar gadis yang ku pilih itu ke apartemen.
Aku langsung bersiap-siap menuju apartemen. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku keluar, tiba-tiba Mami menyapaku ....
"Mau kemana Rik? Seperti terburu-buru begitu," tanya Mami membuat langkahku jadi terhenti.
"A-anu, Mi. Ada urusan, aku jalan dulu ya Mi." Aku mencoba menjauhi Mami.
Sekarang aku sudah di rumah sebelah, rumah tempat Pak Tarjo beristirahat.
"Eh, Tuan muda. Kenapa tidak menelfon saja?" Pak Tarjo kaget dengan kedatanganku, karna biasanya aku memanggilnya hanya lewat telefon.
"Hmmm, gapapa. Hari ini saya mau pergi sendiri, mana kunci mobil saya?" Aku memang tak pernah mengambil kunci mobil dari Pak Tarjo. Karna aku paling malas menyetir mobil sendiri.
"Ini, Tuan muda. Tapi kok tumben sekali Tuan muda bawa mobil sendiri?" ucap Pak Tarjo terlihat heran.
"Saya gak harus jawab pertanya'an Bapak kan?" ketusku.
"Maaf, Tuan muda!" sahut Pak Tarjo menunduk.
Aku pun kembali ke tempat mobilku terparkir, dan segera masuk untuk mengendarai-nya.
Ketika aku sudah berada di dalam mobil, tiba-tiba ada yang mengetuk kaca mobilku.
"Aduh siapa lagi sih ini?" Keluhku sambil menurunkan kaca mobil, dan ternyata ....
"Maaf, Tuan muda. Saya disuruh Oma buat panggiln Tuan muda," ucap Dara Si gadis kampung itu.
"Bilangin sama Oma, saya lagi ada urusan. Nanti aja setelah saya pulang," aku menutup kembali kaca mobilku. Tapi kaca tersebut kembali di ketuk.
"Apa lagi sih gadis kampung?" ucapku menaikkan nada suaraku, dan ternyata malah Oma yang muncul.
"Ngomong apa barusan?" tanya Oma dengan melotot ke arahku.
"E-enggak, Oma. Kirain tadi Si Dara. Oma ada yang mau di omongin? Aku buru-buru nih, nanti aja ya, Oma!" jawabku mengelak sambil memasang senyum termanisku di hadapan Oma.
"Ya sudah, kamu boleh pergi sekarang," ucap Oma membalas senyumku.
"Terima kasih,Oma." Aku menutup kembali pintu mobilku, tapi Oma malah mengetuknya kembali.
"Dih, Oma ... tadi bilangnya boleh pergi," keluhku kesal sambil menurunkan lagi kaca mobil.
"Iya, tapi Oma belum selesai ngomongnya. Maksud Oma tuh, kamu boleh pergi sekarang dengan Dara!" jelas Oma sambil menggerak-gerakan alisnya.
"Ogah ah, Oma ...!" sahutku ketus.
"Pokoknya harus mau. Oma meminta Dara membeli beberapa keperluan pribadi Oma. Jadi kamu harus temenin Dara belanja," papar Oma sembari membuka pintu mobil dan menyuruh Dara segera duduk di kursi sebelahku.
Aku benar-benar tidak bisa menolak keinginan Oma. Kini Dara sudah berada di dalam mobilku, duduk tepat di sebelahku pula. Rasanya darahku mengalir lebih deras.
"Tuan muda, ayo berangkat sekarang," ucap Dara mengejutkan lamunanku.
"Hmm baiklah ... Kalau bukan karna Oma, aku ogah semobil sama gadis kampung kayak kamu," paparku sambil melajukan mobil.
"Sama, saya juga Tuan muda!" jawab gadis kampung itu ketus.
"Maksud kamu?" Aku kini mengerem mendadak mendengar perkata'annya.
"Dih apa'an sih, Tuan muda. Sakit tau," keluhnya sambil memegang jidat karna terbentur kedepan, akibat aku mengerem mobil mendadak ...!
"Kamu tuh ya, benar-benar berani melawan saya," bentakku pada gadis kampung itu.
"Ampun, Tuan muda. Gitu aja marah. Saya kan cuma menyamakan omongan Tuan muda pada saya," ucapnya sambil menunduk.
Tiba-tiba ponselku berdering. Panggilan suara dari Doni. Gawat ... sepertinya Doni dan gadis yang dia bawa sudah sampai di apartemenku.
"Hallo, Don. Sudah sampai kamu?" Aku basa-basi menanyakan keberada'annya yang jelas sudah sampai.
"Sudah, Tuan muda. Saya sudah menunggu Tuan muda 15menit di sini, makanya saya telefon," jawab Doni santai.
"Hmmm baiklah, saya sebentar lagi sampai," ucapku datar.
Aku menutup ponselku. Segera ku melajukan kembali mobil menuju apartemen.
Sampai di apartemen, aku menyuruh Dara tetap menunggu di mobil saja. Dan aku segera turun.
"Kamu tetap di sini ... jangan kemana-mana. Saya akan segera kembali." Aku pun turun dan mengunci mobilnya agar Dara tidak bisa keluar.
"Ta-tapi Tuan muda ...." Dara ingin mengatakan sesuatu, tapi aku tak menghiraukan ucapannya.
Aku pun langsung menemui Doni yang sudah menunggu di depan pintu apartemen milikku.
"Sorry, Don. Sepertinya hari ini saya batalkan. Tapi tenang saja, saya akan tetap bayar kalian berdua seperti biasanya. Silahkan cek rekening kamu. Saya kirim sekalian untuk wanita ini," ucapku sedikit kesal, karna gagal lagi keinginanku.
"Baik, Tuan. Tapi kenapa Tuan membatalkan ini?" tanya Doni terlihat heran.
"Bukan urusan kamu. Yang penting kerja kamu tetap saya bayar, walaupun saya gak menggunakannya." Aku langsung meninggalkan Doni, dan gadis tersebut.
***
Aku pun membuka kembali pintu mobil. Terlihat Dara sedikit kesal, karna aku menguncinya di dalam. Tapi aku tak perduli, tanpa bicara, aku langsung menuju supermarket mengantarkan Dara berbelanja kebutuhan Oma.
"Turun ...!" Perintahku pada Dara yang masih terlihat bingung.
"Lalu saya harus apa Tuan muda?" Dara bertanya begitu polosnya, dasar gadis kampung.
"Kamu tadi disuruh Oma belanja kan," ucapku menatap tajam matanya.
"Iya, Tuan muda. Tapi saya belum pernah berbelanja di tempat seperti ini," sahutnya jujur.
"Terus?" Aku menatap wajahnya yang tampak kebingungan itu.
"Tuan muda ikut ke dalam juga ya!" Dara memohon dengan tatapan penuh harap.
"Memang bisanya nyusahin aja kamu tuh."
Aku mengomel sambil berjalan turun, di iringi oleh langkah Dara. Bagai Anak ayam yang mengikuti induknya, begitu lah yang Dara lakukan sekarang.
"Tuan muda, ini catatan belanja'an Oma. Saya tidak faham mau cari di mana," ucap Dara polos, sambil memberikan daftar belanja'an dari Oma.
"Lagian Si Oma ada-ada saja, mana ngertilah gadis kampung begini disuruh belanja," sindirku pada gadis kampung itu.
Ku lihat kini Dara memanjangkan bibirnya maju ke depan.
"Mbak, tolong carikan semua barang yang terdaftar di kertas ini ya," perintahku pada salah seorang karywati tersebut.
"Baik, Tuan muda." Hampir semua karywati di sini tau siapa aku, jadi bukan perkara sulit untuk memerintah mereka.
Aku pun sambil memilih beberapa cemilan menjelang karywati itu mencarikan barang-barang pesanan Oma. Setiap langkahku di ikuti oleh gadis kampung itu.
"Ngapain kamu ngikutin saya terus?" tanyaku kesal.
"Sa-saya bingung Tuan muda. Saya harus menunggu di mana," jawabnya dengan wajah polosnya itu.
"Hmmm, ya sudahlah. Ini juga sudah beres, tinggal bayar. Kamu tunggu saja di parkiran." Aku pun membayar semua belanja'an Oma, serta beberapa belanja'an yang tadi ku beli.
Selesai sudah semua pesanan Oma. Sekarang aku langsung melajukan mobilku menuju rumah. Hingga kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya kini aku sudah tiba di rumah.
Dara membawa semua belanja'an Oma masuk ke dalam. Oma terlihat senang manatapku.
"Kenapa Oma senyum-senyum begitu?" tanyaku heran.
"Bukan apa-apa. Lengkap kan semua pesanan Oma?" Oma tersenyum-senyum tak jelas padaku.
"Lengkap dong Oma. Lain kali, kalau Oma butuh sesuatu, jangan suruh Si Dara ini lagi belanja," ucapku kesal.
"Lho kenapa memangnya?" Oma bertanya dengan ekspresi bingung.
"Gak guna. Semua serba gak tau," jelasku pada Oma.
"Dara kan baru di kota, jadi wajar dong kalau dDara gak ngerti. Makanya Oma tadi suruh kamu yang temenin," papar Oma mencoba membela Dara lagi. Sementara gadis kampung itu hanya tersenyum sok manis pada Oma.
"Dari mana kamu riko?" tanya Mami, yang tiba-tiba muncul di belakangku.
"Ini, Mi ... nganterin Dara belanja pesanan Oma," jawabku jujur.
Mami terlihat tidak menyukai hal ini. Entahlah ... Aku juga tidak tau apa yang ada di benak Mami sekarang.
Bersambung.
***Seperti biasa malam ini semua berkumpul di meja makan. Semua hidangan sudah di sediakan oleh Si Mbok dan Dara."Dara dan Si mbok, ayo gabung makan di sini," ajak Papi dengan begitu ramah."Terima kasih, Tuan. Tapi Si Mbok makan di dapur aja," tolak Si Mbok, sambil bergegas ke dapur."Hmmm ... ya sudah, kamu saja yang ikut makan di sini Dara," Papi kembali mengajak Dara."Saya bareng Ibu saja di dapur Tuan." Dara juga bergegas masuk ke dapur."Yaah ... pada gak mau gabung," keluh Papi."Mungkin mereka sungkan. Makanya kalian tuh biasakan beramah-ramah dengan mereka. Jadi mereka pun tidak akan menolak untuk ikut bergabung," ucap Oma mencoba menasehati kami semua."Ya, ngapain juga toh Bu beramah-ramah dengan pembantu. Nanti yang ada mereka malah besar kepala," sahut Mami dengan nada sinisnya."Tuh rudy, dengar kan ucapan istri kamu? Besok tugasmu merubah perangainya," ucap Oma kembali menyindir Mami."Kala
*** Sepulang dari kantor, aku langsung menuju apartemenku. Niatnya aku ingin bersenang-senang di ranjang panas milikku! Aku pun telah tiba di sebuah apartemen mewahku ini. Aku langsung merebahkan tubuhku. Ku coba mencari kontak Doni diponselku, dan segera menghubunginya.! "Hallo, Don. Seperti biasa. Saya tunggu di apartemen," ucapku. "Beres, Tuan muda." Sahut Doni, dan aku segera memutuskan sambungannya. Tak lama menunggu, Doni datang dengan seorang gadis cantik. Seperti biasa aku mengirim bayarannya, dan Doni segera berlalu. "Hey, Tuan muda! Anda sungguh menggoda," ucap wanita itu. "Tentu saja...." Sahutku. Aku yang sedari kemarin ingin menyalurkan birahiku, kini sudah dapat mangsa di depan mata. Seorang gadis yang terlihat masih sangat muda itu tersenyum manis menggodaku.! Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Aku langsung menerkam gadis itu dengan buas. Terlihat gadis can
***Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika."Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara."Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur."Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot."Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak."Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya."Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran."Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara."Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami."Gak per
***Ketika aku sudah sampai di rumah, aku langsung menghubungi Grecia...!"Hallo, Grecia. Mulai besok, kamu sudah bisa bergabung di perusaha'an saya," ucapku."Baik, pak. Terima kasih banyak!" sahutnya terdengar senang.Setelah selesai bicara dengan Grecia lewat telfon, aku menuju teras lantai dua dekat kamarku. Aku memang suka bersantai di sana. Menikmati secangkir kopi, atau sekedar melamun saja. Sore ini angin bertiup dengan begitu kencang. Seperti akan turun badai. Aku menyaksikan pemandangan dari atas sini. Terlihat kota ramai kendara'an lalu lalang. Sungguh pemandangan yang membosankan bagiku. Lalu terlihat Mami sedang bicara dengan seseorang di seberang jalan...!"Siapa yang di temui Mami di sana?" gumamku pada diri sendiri.Terlihat, Mami menemui seorang laki-laki berbadan tegap. Entah apa yang di bicarakan Mami. Namun, terlihat cukup serius. Seketika laki-laki itu sudah pergi menggunakan mobil berwarna hitam miliknya.Aku yan
***Pagi ini aku kembali bersiap ke kantor. Ku hubungi Grecia agar segera datang ke rumahku terlebih dahulu.!!"Hallo, Grecia. Kamu sudah siap? Saya tidak suka ada keterlambatan, walau hanya satu menit," tanyaku tegas."Sudah, Pak. Saya akan berangkat lebih awal," sahutnya santai."Sebelum ke kantor, kamu mampir ke rumah saya terlebih dahulu. Ada yang mau saya bicarakan," ucapku."Baik, Pak. Saya segera ke sana, kirimkan saja lokasinya," sahutnya lagi.Aku pun mengirimkan alamat rumahku. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Grecia sampai..! Seperti biasa, Dara membukakan pintu."Permisi ... Saya ingin bertemu dengan Pak Riko," ucap Grecia saat Dara membukakan pintu."Oh, silahkan. Tuan muda sedang sarapan," sahut Dara tersenyum.Kemudian Grecia masuk dan menghampiriku."Cia ...." teriak Mami terkejut"Eh, Tante ...." sahut Grecia yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" t
***Aku masuk ke kamar dan mengambil diary yang diberi Oma. Aku menulis dengan begitu semangatnya, ku luahkan semua kekesalanku hari ini.Aku bahkan tidak tertarik sama sekali pada Grecia. Bagaimana mungkin aku bisa menerima perjodohan konyol ini.Tok-tok-tok ....Terdengar ketukan dari pintu kamarku! Aku pun membukanya dengan langkah yang malas."Tuan, dipanggil Nyonya besar untuk segera makan malam," ucap Dara dengan lembut.Seketika aku punya ide cemerlang untuk menggagalkan rencana perjodohan antara aku dan Grecia...!"Tuan ...." Panggil Dara sambil melambaikan tangannya ke depan wajahku. Aku pun segera sadar dari lamunanku itu."Oh, iya ... Kamu kemarilah!" Aku menarik Dara masuk ke dalam kamarku, dan aku mengunci pintu kamar, agar tidak ada yang mengetahui ini."Jangan macam-macam, Tuan." Ucap Dara yang menepis kasar tanganku."Diamlah! Saya hanya butuh bantuanmu," ujarku de
***Aku melangkah meninggalkan Mami dan Papi. Ku gandeng tangan Dara tepat dihadapan mereka. Mami terlihat begitu syok dan nyaris pingsan! Bukannya sedih, aku malah merasa lucu dengan reaksi Mami itu."Tuan muda! Saya takut, jika nanti Nyonya besar benar-benar mengusir saya dan Ibu," ucap Dara."Tenang saja. Saya jamin, Mami tidak akan melakukan itu," sahutku santai."Tapi, Tuan muda ....""Kamu terlalu banyak tapinya. Saya sudah bilang, jangan khawatir! Ah sudahlah. Saya ada urusan di luar." Aku berlalu meninggalkan Dara.Hari ini aku akan menemui Bram di Apartemennya! Sekalian berbagi kesialan yang kini sedang menimpa hidupku."Pak Tarjo. Antar saya ke apartemen Bram yang berada di jl. Kenanga itu," perintahku pada sopir andalan."Siap, Tuan muda!" jawabnya sigap.Pak Tarjo melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Karna Apartemen Bram tidak terlalu jauh dari rumahku, kini aku sudah tiba di depan apartemen mewah t
***Pagi ini aku berangkat ke kantor lebih awal. Aku sengaja menghindari perdebatan dengan Mami. Sampai di kantor ku lihat Grecia menatap sinis ke arahku. Namun, seketika ia mulai tersenyum."Tuan muda. Saya sudah siapkan semua berkas yang Tuan muda butuhkan," ucapnya sambil menyerahkan beberapa dokumen."Bagus!" pujiku singkat."Saya juga mau minta maaf tentang kejadian kemarin," ucapnya lagi dengan memasang wajah sedih."Saya tidak suka membahas hal pribadi di kantor," sahutku menatapnya serius.Grecia terlihat menahan rasa kesal namun, tidak berani melawan. Aku sangat suka membuatnya kepanasan.Hari ini aku akan bertemu dengan kalien penting dari Amerika untuk membicaran kontrak kerja sama.Grecia yang mengatur jadwal pertemuanku dan Mr. Jone!***POV Mery (Mami Riko): Aku harus menemui Mas Brito. Aku tidak ingin Mas Brito murka dan membocorkan rahasia yang telah 30 tahun aku sembunyikan itu
***Semalaman aku tak bisa tidur. Rasa bersalahku menghampiri.Kutatap lagi ke arah Dara yang sudah terlelap dalam pelukanku. Seketika sesal di dalam diri muncul.Saat ini istriku sedang mengandung, tapi aku malah mengkhianatinya. Air mata jatuh dengan begitu saja.***Entah kapan aku tertidur, saat aku membuka mata, ternyata hari sudah terang."Sayang, kenapa tidak membangunkan, Mas? Bukankah Mas sudah telat ke kantor," ucapku pada Dara yang terlihat mulai segar kembali."Ke kantor? Mas lupa kalau hari ini adalah hari Minggu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku memang lupa."Eh, he-he ... iya, Mas tak ingat.""Mentang-mentang ada Asisten baru, jadi mau ke kantor terus deh," goda Dara dengan nada bercanda.Aku langsung salah tingkah. Bagaimana jika Dara tahu, tentang kejadian kemarin?Bagaimana jika Puja meminta tanggung jawab karena aku telah mengambil mahkotanya?Ar
***Hari berikutnya, aku berangkat lagi ke kantor. Sedangkan Dara masih tak bisa ke mana-mana. Kehamilannya membuat ia sulit bangun. Maklum saja, karena ini adalah kehamilan pertama.Sampai di kantor, aku bertemu Puja lagi tentunya. Sosok Puja sangat membuat Dara cemburu. Padahal mereka belum pernah bertemu.Dan aku, entah kenapa ada perasaan gugup ketika berhadapan dengan Puja."Selamat pagi, Tuan muda." Puja menyapa."Pagi," sahutku singkat.Cepat-cepat aku melangkah ke dalam ruangan. Tak mau aku berlama-lama berada di dekat Puja.Hatiku berdebar, jiwa kejantananku bergetar. Aku memang suka bermain-main dengan wanita dulu.Akan tetapi itu dulu, sebelum aku memutuskan jatuh cinta pada Dara.Saat ini, aku merasakan gejolak itu lagi. Ingin rasanya aku menikmati permainanan yang dulu pernah aku gemari.Oh, Puja ....Kenapa lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Aku tak boleh terus berpikir b
***Aku bergegas menuju arah pulang. Namun, sebelum itu aku singgah ke sebuah toko perhiasan.Kupilih dua kalung berbentuk hati."Berapa harga kalung ini?" tanyaku pada penjual berlian itu."Setengah M saja Tuan muda," ucapnya."Saya mau dua."Setelah selesai menggesekkan kartu ajaibku, kini aku pulang.Aku menyebut tabungan di setiap kartu ATM maupun kartu credit ini sebagai kartu ajaib.Mobilku melaju dengan cepat. Ada rasa bahagia yang tak bisa aku ucapkan dengan kata-kata saat ini.Sampai di depan halaman, aku melihat sosok laki-laki bergegas pergi ketika melihat mobilku menuju ke sana.Berjubah sangat panjang orang itu. Aku jadi penasaran. Bahkan aku sangat takut jika hal buruk sedang seseorang rencanakan.Kupercepat langkahku turun dari mobil. Akhir-akhir ini aku memang sering menyetir sendiri. Karena Pak Tarjo sudah aku perintahkan untuk mengawasi keadaan di rumah."Oma, aku
***Aku mendapat kabar dari Pak Tarjo bahwa istriku diculik. Detik itu juga aku langsung menghubungi polisi.Saat kami tiba di tempat penyekapan Dara, aku sangat terkejut menyaksikan Mami lagi yang melakukan tindak kejahatan itu. Namun, Mami tak sendiri kali ini. Ada Grecia yang menjadi rekan kerjanya.Aku sangat kesal. Emosiku sudah tak tertahan. Polisi pun melepaskan tembakan. Kini Mami dan Grecia sedang dalam perawatan medis. Setelah keduanya sadar nanti, maka aku akan tetap menjebloskan dalam penjara."Sayang, istirahatlah! Biar Mas saja yang ke rumah sakit melihat kondisi Mami dan Grecia," ujarku mengantar Dara ke dalam kamar.Dara mengangguk. Ia masih terlihat syok. Oma, dan mertuaku menemaninya.Kini aku berangkat dengan Pak Tarjo.Dua puluh menit berlalu ....Aku pun sampai di rumah sakit yang tak jauh dari penjara itu."Bagaimana keadaan mereka?" tanyaku." Pasien bernama Greci
***POV Dara.Aku berangkat ke kantor sendirian. Mas Riko pergi mencari pelaku kejahatan itu.Aku diantar Pak Tarjo. Namun, di jalan tiba-tiba ada yang menghadang mobil kami."Siapa itu, Pak?" tanyaku bingung."Saya juga tidak tahu, Non."Pak Tarjo turun, sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.Bugh!Bugh!Dua pukulan mendarat di wajah Pak Tarjo. Aku jadi ketakutan. Sebenarnya siapa mereka?Pak Tarjo tersungkur lemah, kini dua pria berbadan kekar itu membuka pintu mobilku secara paksa."Ikut kami!" perintahnya menarik tanganku."Tidak! Lepaskan saya!" Aku mencoba berontak.Mereka terlalu kuat, aku tak mampu melawan. Kini aku dibawa paksa menggunakan mobilnya.Pak Tarjo hanya meringis sambil berteriak mencaci para penjahat ini.Kini aku sudah berada di dalam mobil mereka."Mau apa kalian? Lepaskan saya!" hardikku."Diamlah! Kau akan bertemu
***Seminggu berlalu, keadaan mertuaku mulai membaik. Namun, ia kehilangan suaranya.Menurut dokter ada yang meminumkan sesuatu padanya hingga mengakibatkan kehilangan suara.Tubuh mertuaku juga masih lemah. Tidak bisa dimintai keterangan saat ini.Sedangkan polisi sudah menemukan jejak pelaku. Robekkan baju itu, benar-benar milik Mbok Inem. Akan tetapi Mbok Inem hanya menjalankan tugas. Ada seseorang yang mengendalikannya.Aku sampai di kantor polisi sendirian. Mbok Inem sudah ditangkap."Pelaku masih tidak ingin mengatakan siapa yang menyuruhnya," ujar polisi."Izinkan saya bicara pada Mbok Inem, Pak!""Baiklah."Kini Mbok Inem sedang dibawa menuju ke hadapanku."Tu-tuan muda," lirihnya menunduk."Mbok, katakan yang sebenarnya! Siapa yang menyuruh si Mbok melakukan perbuatan tercela itu?" Aku menatap serius."Maafkan si Mbok, Tuan muda. Mbok terpaksa karena diancam.""Apapu
***Dara histeris ketika mendapati sang Ibu sudah tergeletak bersimbah darah."Bu, bangun!" teriak Dara sambil mengguncang tubuh sang Ibu.Aku terdiam tak berdaya. Apa yang telah terjadi di keluargaku?"Ayo kita bawa ke rumah sakit," ujarku.Ibu mertuaku itu masih bernafas, aku harap kami tidak terlambat sampai di rumah sakit.Setelah menempuh kurang lebih tiga puluh menit. Kini aku dan Dara sampai di depan rumah sakit.Ibu langsung ditangani oleh ahlinya. Aku dan Dara saling menguatkan tanpa banyak bicara.Seketika aku teringat pada Oma. Jangan sampai ada yang berniat buruk juga terhadapnya.Aku mencoba menelepon dan memberitahunya."Halo, Oma.""Iya, sayang. Ada apa?""Mertuaku tadi tergelak bersimbah darah di rumah. Sekarang kami semua sudah berada di rumah sakit.""Apa?!"Oma terdengar sangat terjejut."Iya, Oma. Aku sangat khawatir dengan kondisi Oma yang tinggal s
***Pagi tiba, aku dan Dara bangun bersamaan. Istri cantikku ini tersenyum sangat manis di pagi hari."Selamat pagi istriku," sapaku mesra."Pagi juga, Tuan muda.""Tuan muda? Ganti ah, gak seru," godaku."Ganti apa ya?" Dara berpikir sambil memutar matanya ke atas."Panggil Mas aja, nanti kalau kita sudah punya Anak, baru deh panggil Ayah," ujarku.Dara mengangguk setuju. Setelah puas bercanda di pagi hari. Kini kami mandi bersama. Malam pertama yang tertunda, terlaksana di pagi harinya.***Setelah selesai, aku dan Dara memakai baju untuk keluar bersarapan.Oma sudah menunggu di meja makan. Wajah Oma cerah, tampak sangat bahagia."Selamat pagi, Oma." Aku menyapa."Pagi juga Cucu tampan, Oma."Aku sangat tersanjung, Oma masih menyayangiku. Tak ada perubahan di dirinya.Ibu mertuaku sudah datang menyiapkan makanan."Darmi, ayo duduk di sini! Mulai hari ini kamu tidak pe
***Cukup lama Oma pergi, kini ia telah kembali. Aku menghampiri Oma yang tengah beristirahat di ruang tengah."Oma dari mana?" tanyaku sedikit canggung."Ada urusan. Oya, Rik. Kapan kamu akan menikahi Dara?""Belum kepikiran Oma. Apa lagi sekarang masalah yang kita hadapi sangat berat.""Sudah, lupakan saja! Sekarang fokus pada hubungan kalian! Masalah Mamimu biar Oma yang mengurusnya," ujar Oma.Aku menatap Oma cukup lama. Aku bukan Cucu kandungnya. Apakah kasih sayang Oma terhadapku akan pudar."Oma tahu apa yang sekarang sedang kamu pikirkan. Jangan khawatir, Oma tetap menyayangimu, tidak ada yang berubah."Mendengar ucapan Oma itu, aku langsung memeluk Oma dengan erat."Terima kasih, Oma. Aku sungguh malu menerima kenyataan ini. Jika bisa memilih, maka aku akan lebih memilih untuk tidak dilahirkan saja," paparku yang semakin sedih."Jangan berkata seperti itu! Kamu tetaplah