Sejak pemberitahuan dari Amanda Geovant, Davae tidak bisa tenang. Isi kepalanya hanya tentang Alena dengan beragam pertanyaan mengarah pada hal-hal negatif juga terpikirkan. Tidak ada konsentrasi yang tercurah pada pekerjaan atau rancangan strategi-strategi bisnis baru seperti biasa.
Pertemuan bersama Amanda hanya berlangsung 30 menit saja. Ia bahkan tak menyantap apa-apa selama di restoran. Jam makan siang dilewatkan begitu saja. Rasa lapar menyerangnya, namun tidak ada keinginan untuk mengisi perut. Bahkan, minum air saja tidak sampai habis satu botol.
Logika Davae terus mengirimkan perdebatan-perdebatan masuk akal ke dalam kepala. Tentang bagaimana dirinya yang bisa begitu kacau dan gundah disebabkan seorang wanita. Prinsip selama ini telah dipegang, tidak dapat untuk diterapkan. Kelemahan baru yang muncul karena Alena. Wanita itu benar-benar memiliki kekuatan untuk memengaruhinya. Atau memang kesalahan terletak pada dirinya yang tidak bisa memberlakukan pengendalia
"Miss Alena!"Dipercepat langkah kedua kakinya yang mengenakan high heels dengan tinggi mencapai lima sentimeter. Sudah cukup terbiasa digunakan jadi ia berjalan pun santai, tanpa beban. Walaupun tahu jika masalah baru tengah menantinya.Arah tujuan Alena adalah meja kerja milik Jasmine Vlaour Reyes, sekretaris utama sang atasan. Lambaikan tangan dilakukan wanita itu ditambah akan ekspresi cemas di wajah sudah menjadi tanda jika kehadiran dirinya memang sudah ditunggu-tunggu sejak tadi."Akhirnya kau sampai juga. Untung saja aku tidak jadi menyuruhbodyguardkhusus menjemputmu karena aku berpikir kau tidak akan datang kemari. Untung saja kau masih bisa menunjukkan sikap patuhmu."
Alena menaikkan sudut bibir bagian kanan. Kemudian, kepalanya diangguk-anggukan dengan ringan. Menandakan bahwa ucapan sang atasan disetujui. Sesuai dengan fakta. Ia tak akan dapat untuk menampik. Mengakui adalah hal yang harus dilakukannya."Aku memang tidak akan pernah membuat kau kecewa, Miss Geovant. Aku juga sadar diri. Jadi, aku akan meminta maaf kepadamu untuk sikapku yang tidak mengenakan," ujar Alena sungguh-sungguh, walau santai saja."Tidak usah. Aku tidak pernah marah. Aku profesional. Hanya aku suka mengatakan apa yang ada di dalam kepalaku jujur. Kau juga sudah tahu sifatku bagaimana bukan?"Alena mengangguk ringan. Senyumannya kian melebar. Tawa diloloskan. Mencairkan suasana yang sedikit tegang. Kemudian, ia menduduki kursi di depan meja kerja atas
Waktu makan siang sudah selesai sekitar 70 menit yang lalu. Dan pertemuan khusus bersama klien penyewa jasanya, terjadwal pukul dua siang, tak berjalan sesuai dengan jam telah ditentukan akibat keterlambatan dirinya datang ke kantor. Alena sengaja. Tak akan peduli jika nanti atasannya bisa marah atau kesal. Sudah biasa baginya dihadapi.Dengan langkah anggun dan juga raut wajah yang tanpa senyuman, Alena berjalan ke arah ruangan kerja Miss Amanda Geovant. Berjarak sekitar dua meter lagi di depannya. Kurang dari satu menit, ia akan sampai. Namun kemudian, kedua kakinya pun berhenti melangkah mendadak, tepat di depan meja kerja Jasmine Vlaour Reyes. Keberadaan dari seorang pria yang tengah bersama sekretaris sang atasan itu.Dengan senyum semakin merekah, Alena bergegas mendekati mereka. Ia yakin jika kehadirannya tidak disadari oleh Jasmine maupun Raynold, mereka berdua begitu tampak larut akan percakapan yang serius. Tampak jelas dari mimik diperlih
"Cepat masuk Miss Alena!"Alena tak terkejut dengan seruan kencang dari sang atasan. Ada alasan lain yang sudah menyebabkan gerakan kedua kaki menjadi terhenti. Namun, Alena tidak membiarkan hal tersebut berlangsung lama. Ia kembali melangkah menuju ke sofa panjang. Tatapan terpusat pada seseorang berparas tampan dengan tubuh atletis tengah duduk di sana.Benar, sosok pria itulah yang sudah sukses membuatnya terkaget-kaget. Lebih tepat jika dikatakan sebagai bentuk keterpukauan."Jadi, kau klienku selanjutnya?" tanya Alena sopan. Namun, disisipkan juga sedikit nada godaan dalam alunan suara lembutnya."Iya, benar. Perkenalkan aku Davae Hernandez. Kita akan bekerja sama sekitar enam bulan. Aku harap kita bisa bertahan selama itu."Alena menambah kuluman senyum seraya membalas jabat tangan dilakukan oleh pria itu. Kepalanya juga dianggukkan dengan gerakan ringan. Tawa kecil tentu diloloskan untuk mulai mencip
Alena hanya dapat tidur dengan nyenyak tidak lebih dari empat jam saja. Ia terbangun pukul enam pagi. Walau kurang beristirahat dari waktu yang dirinya telah tentukan, tak dirasakan pengaruh pada energi. Alena tetap bugar. Ditambah dengan mengonsumsi vitamin. Maka, tenaganya tidak akan habis cepat. Bisa bertahan dengan baik hingga malam nanti.Alasannya tak dapat tidur lelap karena masih dalam proses penyesuaian akan tempat baru. Ya, ia sudah pindah ke apartemen luas nan mewah milik Davae Hernandez sejak semalam sesuai kesepakatan yang telah mereka berdua setujui secara bersama-sama.Alena memang memiliki kebiasaan buruk yang tak bisa beradaptasi secara cepat dengan lingkungan dan akan berpengaruh pada pola tidurnya. Walau, rasa nyaman sangat kental menggambarkan situasi di apartemen sang atasan. Tak ada gangguan.Alena tentu sudah bertekad akan mampu sesegera mungkin menunjukkan pengendalian. Turut diberi rangsangan positif
"Bangun, Mr. Davae!” seru Alena dengan sengajanya dalam intonasi begitu kencang.“Astaga, kau ternyata menyebalkan dan pemalas juga.” Alena mengungkapkan sindiran. Ia kesal.Nyaris seperti berteriak. Insting meminta ia melakukan hal yang demikian agar Davae Hernandez segera bisa mengakhiri tidur lelap. Mengingat waktu bangun sudah ditentukan.Alena juga mengguncang-guncang tubuh klien tampannya itu dengan cukup keras. Tak akan ada pemberlakuan toleransi atas kemalasan yang ditunjukkan.Alena hanya berusaha menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Jika tak sesuai, maka ia memiliki hak menegur. Tercantum jelas di kontrak.“Ckck. Kau tidak mendengarkanku?” gumam Alena kesal karena tak mendapat respons.Davae masih tetap tertidur, bahkan sekalipun tidak bergerak. Sungguh, pria itu menciptakan kesan negatif pada dirinya dan ampuh mengurangi kekaguman ia miliki.Berkaitan dengan sifat. Jika secara fisik, tak aka
"Makanlah cepat, walau rasanya tidak enak. Tapi, bisa mengganjal lapar. Sekarang kau yang memilih. Mau makan atau tidak,” ujar Alena santai. Namun, tetap ada penekanan dalam kalimat-kalimatnya.“Aku akan makan semua ini. Rasanya tidak buruk. Masih bisa diterima oleh lidahku. Hmm harus aku akui kau cukup pandai memasak. Ada bakat.”Alena menyiapkan sarapan yang sederhana. Menu tidak cukup sulit untuk ia buat. Roti panggang serta omelet. Ditambah dengan segelas susu hangat. Dirasanya akan mampu mengisi perut Davae hingga jam makan siang nanti tiba.Tadi, sekitar 30 menit yang lalu, Alena pun sempat dilanda oleh perasaan kesal. Sebab, tugasnya bertambah yakni membuatkan makanan untuk Davae Hernandez. Kewajiban yang tidak pernah tertulis di dalam kontrak.Alena terus berperang dengan ego dan juga rasa iba. Pada akhirnya, ia tak ragu memilih kata hati. Alena berpikir tidak ada salahnya melakukan kebaikan. Membantu pria itu.“Bisa
Biasanya, Davae akan sedikit malas menyambut hari baru karena mengingat sejumlah laporan yang di kantor harus dituntaskan sampai malam.Namun, pagi ini sangat berbeda. Ia tidak terbebani dengan pikiran tentang pekerjaan. Hanya diisi oleh sosok Alena. Mulai dari senyuman manis hingga tubuh wanita itu yang seksi. Membuatnya ingin terus saja berimajinasi. Tetapi, berusaha untuk dikontrolnya.Dan, daripada harus berkhayal menerus dan juga menciptakan fantasi semakin liar, Davae memilih menikmati pemandangan manis yang nyata tengah tersaji di hadapannya berkaitan dengan Alena. Wanita itu tengah memasak, memunggunginya.Barang satu menit pun, tak mampu ia mengalihkan fokus dari Alena. Walaupun, hanya bagian belakang tubuh wanita itu dapat diabadikan. Namun, sudah dapat membangkitkan gairahnya.Terutama, bokong dan pinggang ramping Alena yang ingin sekali ia peluk secara erat. Merebahkan kepala juga di salah satu bahu putih wanita itu.Pastinya akan sangatlah
Sejak pemberitahuan dari Amanda Geovant, Davae tidak bisa tenang. Isi kepalanya hanya tentang Alena dengan beragam pertanyaan mengarah pada hal-hal negatif juga terpikirkan. Tidak ada konsentrasi yang tercurah pada pekerjaan atau rancangan strategi-strategi bisnis baru seperti biasa.Pertemuan bersama Amanda hanya berlangsung 30 menit saja. Ia bahkan tak menyantap apa-apa selama di restoran. Jam makan siang dilewatkan begitu saja. Rasa lapar menyerangnya, namun tidak ada keinginan untuk mengisi perut. Bahkan, minum air saja tidak sampai habis satu botol.Logika Davae terus mengirimkan perdebatan-perdebatan masuk akal ke dalam kepala. Tentang bagaimana dirinya yang bisa begitu kacau dan gundah disebabkan seorang wanita. Prinsip selama ini telah dipegang, tidak dapat untuk diterapkan. Kelemahan baru yang muncul karena Alena. Wanita itu benar-benar memiliki kekuatan untuk memengaruhinya. Atau memang kesalahan terletak pada dirinya yang tidak bisa memberlakukan pengendalia
Alena meninggalkan apartemen Davae mendekati pukul tujuh pagi secara diam-diam, sebelum sang atasan bangun. Alasannya karena tidak ingin sampai Davae mengetahui tempat tujuannya. Lebih baik pergi tanpa ada pemberitahuan sama sekali, daripada harus mengatakan kepada sang atasan. Pastinya akan menimbulkan kecurigaan seba orang yang akan ditemuinya adalah Amanda Geovant.Untuk tiba di apartemen bos wanitanya itu hanya memakan waktu dua puluh menit saja. Tentu, kunjungan yang ia lakukan tak ada janji malam sebelumnya. Datang secara mendadak. Namun, saat dalam perjalanan, sudah dikirimkan pesan singkat yang berisikan ia akan menemui secara pribadi di apartemen. Tentang pembahasan akan dibicarakan masih dirahasiakan dari Amanda Geovant.Sudah sebanyak tiga kali bel dibunyikan, belum ada tanda-tanda bos utamanya itu membukakan pintu. Dan, Alena memilih menunggu saja sembari menyandarkan punggung di dinding. Tidak akan dilakukan pembunyian bel lagi karena enggan mengganggu. Ji
Dan terakhir kali, bertemu dengan Davae adalah tadi pagi, saat sarapan bersama. Sebelum ia ditinggalkan pergi, entah ke mana. Sang atasan memang libur hari ini sesuai apa yang dikatakan padanya semalam.Alena tak bertanya, walau sedikit penasaran. Namun, dicegah dirinya mencari informasi secara langsung. Alena mementingkan egonya. Mengabaikan rasa ingin tahu. Lebih baik, mengikuti apa yang sang atasan berikan perintah kepada dirinya tanpa mengajukan pertanyaan sama sekali.Sampai pada pemberitahuan yang diterima sekitar satu jam lalu melalui telepon dari seseorang. Wanita itu mengatakan seorang pelayan restoran mewah, tempat di mana Davae sedang mabuk. Ia diperintahkan agar pergi ke sana menjemput pria itu. Alena tak ada pilihan selain mengiyakan saja. Kontrak kerja masih diutamakan.Segera saja, ia bergegas ke restoran yang dimaksud. Jaraknya tak cukup jauh. 15 menit sudah mampu ditempuh. Sesampai di sana, wanita mengaku pelayan dan menelepon tadi mengantarkann
Penyesalan memanglah selalu ada diakhir, kewarasannya sudah mulai bisa dengan baik bekerja. Ya, setelah percintaan panasnya dan Davae berakhir. Sekitar satu jam lalu.Terus dirutuki kebodohannya yang hanya mementingkan pemuasan atas gairah dari pada kenyataan. Alena tidak akan mampu menyalahkan siapa-siapa, apalagi Davae. Justru dirinya yang berperan penting dalam menggelorakan gairah pria itu bercinta.Alena bukannya tidak ingin bersikap tenang. Ia sudah berusaha menganggap semuanya sebagai permainan belaka. Lagipula, Davae tidaklah satu-satunya pria yang pernah tidur dengannya. Namun, harus diakui jika setiap sentuhan dan juga ciuman dilakukan oleh pria itu membawa rasa bahagia tersendiri. Berbeda karena ia melibatkan perasaan.Alena tidak kuasa membendung air matanya seiring kesesakan menghantam dada, ketika pikiran rasionalnya terus memberi sugesti bahwa keberlanjutan hubungan di antara dirinya dan Davae tidak akan ada. Mungkin sebatas rekan kerja. Lalu, ses
Alena menempatkan jari telunjuk di bibir Davae. Menyebabkan pria itu jadi berhenti berbicara. Lantas, Alena mengangguk pelan. Diiringi juga dengan senyuman lebar.Davae jelas senang akan pengabulan atas permintaan. Ia tidak membuang waktu lagi. Segera melepaskan semua pakaian melekat pada tubuh, tanpa sehelai benang.Pergerakannya cepat dalam mengambil pengaman disimpan di salah satu laci nakas dekat meja kerjanya. Setelah memasang dengan benar pada bukti gairahnya yang semakin mengeras, Davae kembali naik ke kasur. Melebarkan kedua paha Alena seraya menatap lekat wanita itu, tak berkedip."Kau sangat cantik," pujinya dengan suara menggoda. Lalu, memberikan ciumannya."Aku menyayangimu, Sayang."Alena tak hanya dibuat kaku oleh ucapan bernada manis Davae saja, melainkan juga penyatuan yang sudah terjadi di antara mereka. Pria itu memasukkan bukti gairah ke lipatan basahnya tanpa ada kendali. Tidak dirasakan sakit karena milik Davae yang tak terlalu
Debaran jantung terus saja berpacu kencang bersamaan dengan ketegangan pada tubuh yang membuatnya tak bisa bergerak. Tetapi, tetap bisa merasakan kehangatan mulut dari Davae di dadanya. Termasuk tangan-tangan pria itu yang tengah menari-nari di sana.Kekakuan sedang melanda pun berusaha dihilangkan segera dengan mengalihkan perhatian. Tidak berfokus pada aksi Davae. Melainkan, hal lain. Sesuatu yang dapat ia lakukan guna merangsang pria itu.Ide datang secara cepat. Maka, langsung saja dipraktikkan. Kedua tangan diletakkan di kepala Davae. Belaian-belaian yang halus diberikannya. Rasa geli pun hadir tidak lama kemudian, akibat gesekan wajah Davae di dadanya. Pria itu sedang tersenyum. Tawa sang atasan dapat terdengar oleh telinganya.Alena menyeringai cukup lebar, saat Davae memandang dengan tatapan nakal. Masih berada di atasnya dengan topangan kedua tangan. Mata pria itu semakin berkilat oleh bara gairah. Ia gemas, lantas melayangkan ciuman di bibir pria itu,
Davae tak bisa berhenti mengulum senyum di wajah, saat membaca satu per satu pesan yang diterimanya. Rata-rata dikirimkan oleh rekan bisnis diajaknya rapat tadi. Dan, yang paling teristimewa adalah ucapan dari sang ayah. Dilanjutkan pesan manis ibunya. Ucapan selamat dari kedua orangtuanya paling berarti untuknya.Sudah cukup membuat rasa bangga Davae pada dirinya sendiri bertambah. Walau, adik perempuan kesayangannya absen memberi selamat atas keberhasilan memenangkan proyek besar. Namun, ia yakin jika sang adik merasa senang juga akan pencapaiannya. Walau, tidak akan ditunjukkan secara langsung. Mengingat, ia dianggap sebagai saingan kuat dalam berbisnis dan juga melanjutkan perusahaan. Namun, tak pernah sekalipun ia anggap saudari bungsunya sebagai lawan."Sayang ...," Davae memanggil mesra, ketika sadar Alena telah keluar dari dalam kamar. Senyuman pun mengembang refleks di wajah dengan cukup lebar.Melihat wanita itu yang mengenakan tank top hitam dan celan
Alena akhirnya mengingkari janji yang telah dibuat pada Davae Hernandez. Ia keluar dari ruangan kerja pria itu lagi, setelah bertemu dengan Titans Genon. Benar-benar pergi meninggalkan kantor, tidak kembali. Tujuan Alena adalah pulang ke apartemen pria itu. Tak ada tempat lainnya, tatkala perjanjian harus tetap dipenuhi meskipun dengan cukup berat hati dilakukan, selepas mengetahui fakta buruk.Alasan yang kuat mendasari, yakni suasana hati semakin memburuk saja. Ia pun membutuhkan tempat menyendiri dan beristirahat. Tidak ada cara ampuh selain tidur di kamar berjam-jam. Bahkan, hingga waktu berganti esok hari belum cukup untuk menghilangkan beban pikiran yang berdampak pada perasaan dan hatinya.Apa yang sekiranya akan bisa mengurangi kegundahan hati, nyatanya tak demikian. Ia justru tidak mengantuk. Alena berbaring di atas kasur dengan pemikiran yang melayang jauh. Dikuasai oleh kesimpulan-kesimpulan negatif tentang sosok dari Davae. Walau memang belum ada bukti kuat
Alena merasa semakin tak nyaman dengan kehadiran wanita bernama Adaline di dalam ruangan, kontras akan interaksi awal yang cukup akrab. Tepatnya sebelum ia tahu bahwa wanita itu menyandang status sebagai kekasih Davae. Dan setelah fakta mengejutkan berhasil diterima, ia menjadi tambah tak tenang.Mereka pun sudah bersama berada di dalam ruangan hampir satu jam. Pergantian waktu yang bagi Alena terbilang kama. Ia bahkan memiliki keinginan terpendam di dalam hati supaya wanita itu pergi sesegera mungkin tanpa menunggu sang atasan selesai rapat. Dan dua jam lagi durasi yang harus dilewatkan mereka berdua jika wanita itu tetap bertahan sampai Davae kembali ke ruangan kerja.Pemikiran yang tidak seharusnya tercipta. Alena sadar jika kehendaknya tak baik. Ia tentu akan batal mewujudkan. Namun, di dalam hati, Alena masih terus berharap. Ingin egois kali ini karena kegelisahan serta kurang nyaman kian membesar. Harus dipikirkan juga bagaimana perasaannya. Menghindari hal