"Bangun, Mr. Davae!” seru Alena dengan sengajanya dalam intonasi begitu kencang.
“Astaga, kau ternyata menyebalkan dan pemalas juga.” Alena mengungkapkan sindiran. Ia kesal.
Nyaris seperti berteriak. Insting meminta ia melakukan hal yang demikian agar Davae Hernandez segera bisa mengakhiri tidur lelap. Mengingat waktu bangun sudah ditentukan.
Alena juga mengguncang-guncang tubuh klien tampannya itu dengan cukup keras. Tak akan ada pemberlakuan toleransi atas kemalasan yang ditunjukkan.
Alena hanya berusaha menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Jika tak sesuai, maka ia memiliki hak menegur. Tercantum jelas di kontrak.
“Ckck. Kau tidak mendengarkanku?” gumam Alena kesal karena tak mendapat respons.
Davae masih tetap tertidur, bahkan sekalipun tidak bergerak. Sungguh, pria itu menciptakan kesan negatif pada dirinya dan ampuh mengurangi kekaguman ia miliki.
Berkaitan dengan sifat. Jika secara fisik, tak akan mampu secepatnya. Alena masih saja sukses terpukau dengan paras dari Davae Hernandez, saat memandang selama lima detik.
“Tidak. Kau harus profesional.” Alena pun menasihati dirinya sendiri. Berujar serius.
Kepala turut digeleng-gelengkan beberapa kali guna mengenyahkan bayangan Davae Hernandez yang tengah tersenyum. Tak ingin terlalu larut akan keterpesonaan gila.
Alena berada di dekat pria itu untuk bekerja karena sudah dibayar. Walau nanti mereka akan tidur bersama. Ya, semua memanglah masih bagian dari isi kontrak yang sudah disepakati. Tak mungkin untuk dilanggar.
“Bangunlah, Mr. Davae. Kau jangan malas. Kau harus mengubah pola hidupmu jika kau ingin lebih sukses.” Alena berucap dengan nada semakin tegas. Intonasinya mengeras.
“Mr. Davae!” Alena menyerukan nama atasannya dengan suara lantang. Diberi juga olehnya penekanan sangat dalam.
Lantas, keterkejutan menyergap diri Alena karena tangannya tiba-tiba ditarik Davae Hernandez. Otomatis, membuatnya terjatuh ke arah bawah. Namun, tak mendarat di kasur. Melainkan, berada di atas tubuh pria itu.
Kepala Alena menabrak dada bidang Davae. Napas pria itu yang memburu pun sangat kentara. Alena menyimpulkan bahwa sang atasan kaget akan seruan terakhir yang ia loloskan. Menyebabkan Davae bangun seketika dari tidur yang nyenyak.
“Tubuhmu sangat ramping dan pas saja aku peluk. Dua gunungmu yang besar, Sayang. Aku rasa kenyal dan juga padat pastinya.”
Alena berupaya cepat bangun, tepat setelah Davae selesai membisikkan kata demi kata bernada sensual dengan mesra di bagian telinga kirinya. Tidak mudah untuk melepaskan dekapan pria itu yang kencang.
Alena tetap berusaha. Ia pantang menyerah dengan mudah. Terlebih, Alena juga sadar bahwa terlalu lama di dekat Davae akan memberikan dampak buruk baginya juga. Dalam artian, hasrat yang bisa tiba-tiba muncul. Jika tak dikontrol akan berbahaya.
“Lepaskan aku, Mr. Davae. Aku tidak dapat bernapas. Aku nanti akan sesak. Kau jangan bertingkah denganku. Kau akan tahu ak—“
Alena tidak dapat melanjutkan ucapannya karena kembali dilanda oleh perasaan kaget. Masih berkaitan akan perlakuan dari sang atasan. Davae Hernandez menindihnya.
Alena kini berbaring di atas kasur empuk pria itu. Tak bisa diarahkan kepala ke samping, berfokus ke atas saja sehingga wajah tampan Davae dapat dilihatnya dengan jelas. Termasuk pula seringaian dipamerkan oleh pria itu.
“Kau benar-benar galak, Miss Alena. Tapi, aku suka. Kau tambah manis saat kesal tadi. Maaf, aku pura-pura.”
“Aku hanya ingin membuatmu sedikit kesal. Kau tidak akan sampai marah kepadaku bukan?”
Alena menggeleng segera. “Tidak akan. Aku mustahil marah dengan klien yang sudah membayarku mahal. Aku harus tetap bisa menghormati kau,” balasnya santai. Suara dibuat lembut, walau berikan penekanan yang jelas.
“Hahaha. Apakah bisa seperti itu? Kau tidak akan marah atau kesal dengan orang membayarmu? Benar begitu?”
Alena mengangguk cepat, kali ini. “Iya, benar. Ada aturan yang dibuat oleh Miss Geovant seperti itu. Dan, aku harus mengikuti semua,” jawabnya masih dengan santai saja. Nada semakin melembut.
“Baiklah. Aku akan berusaha membuatmu tidak marah. Aku ingin kau tambah tertarik kepadaku.”
Alena mengukirkan senyum lebih lebar. “Aku rasa ide yang bagus dan menarik. Aku menunggunya.”
"Makanlah cepat, walau rasanya tidak enak. Tapi, bisa mengganjal lapar. Sekarang kau yang memilih. Mau makan atau tidak,” ujar Alena santai. Namun, tetap ada penekanan dalam kalimat-kalimatnya.“Aku akan makan semua ini. Rasanya tidak buruk. Masih bisa diterima oleh lidahku. Hmm harus aku akui kau cukup pandai memasak. Ada bakat.”Alena menyiapkan sarapan yang sederhana. Menu tidak cukup sulit untuk ia buat. Roti panggang serta omelet. Ditambah dengan segelas susu hangat. Dirasanya akan mampu mengisi perut Davae hingga jam makan siang nanti tiba.Tadi, sekitar 30 menit yang lalu, Alena pun sempat dilanda oleh perasaan kesal. Sebab, tugasnya bertambah yakni membuatkan makanan untuk Davae Hernandez. Kewajiban yang tidak pernah tertulis di dalam kontrak.Alena terus berperang dengan ego dan juga rasa iba. Pada akhirnya, ia tak ragu memilih kata hati. Alena berpikir tidak ada salahnya melakukan kebaikan. Membantu pria itu.“Bisa
Biasanya, Davae akan sedikit malas menyambut hari baru karena mengingat sejumlah laporan yang di kantor harus dituntaskan sampai malam.Namun, pagi ini sangat berbeda. Ia tidak terbebani dengan pikiran tentang pekerjaan. Hanya diisi oleh sosok Alena. Mulai dari senyuman manis hingga tubuh wanita itu yang seksi. Membuatnya ingin terus saja berimajinasi. Tetapi, berusaha untuk dikontrolnya.Dan, daripada harus berkhayal menerus dan juga menciptakan fantasi semakin liar, Davae memilih menikmati pemandangan manis yang nyata tengah tersaji di hadapannya berkaitan dengan Alena. Wanita itu tengah memasak, memunggunginya.Barang satu menit pun, tak mampu ia mengalihkan fokus dari Alena. Walaupun, hanya bagian belakang tubuh wanita itu dapat diabadikan. Namun, sudah dapat membangkitkan gairahnya.Terutama, bokong dan pinggang ramping Alena yang ingin sekali ia peluk secara erat. Merebahkan kepala juga di salah satu bahu putih wanita itu.Pastinya akan sangatlah
Berangkat dari apartemen mewah sang atasan saat waktu menunjukkan jam sembilan pagi bersama dengan mengendarai mobilsportmahal dari Davae Hernandez menuju ke kantor pria itu.Mereka berdua hanya membutuhkan 30 menit untuk menempuh jarak. Tidak ada hambatan berarti terjadi, misalkan saja kemacetan yang panjang. New York cukup bisa diajaknya bersahabat pagi ini. Alena tentu berharap hingga nanti malam, kendaraan tidak padat di jalan.“Bagaimana menurutmu, Miss Alena?”Alena segera mengalihkan pandangan dari julangan gedung besar dan berarsitektur modern, berlantai hampir dua puluhan yang baru saja dimasuki oleh kendaraan mewah kemudikan sang atasan. Ia pun menebak bahwa mereka akan menuju ke basement guna memarkirkan mobilsportDavae.Sebagai tanggapan atas pertanyaan diajukan oleh pria itu yang sudah mampu dimengerti maksudnya, kepala dianggukan dengan mantap. “Penilaianku?”“Aku semakin yakin kau
Sungguh, sisa waktu selama empat jam lagi bagi Davae sangatlah lama. Ia telah melakukan beragam aktivitas. Ya, termasuk menyibukkan dirinya memeriksa beberapa laporan dan dokumen berkaitan dengan proyek-proyekmallakan dibangun. Namun, tak secara penuh konsentrasi bisa diperoleh seperti hari-hari sebelumnya.Tetap saja, masih ada perhatian yang diberi kepada Alena. Hasratnya semakin membara setiap memandangi lama wajah cantik dan tubuh seksi wanita itu. Terlebih, di bagian dada yang tambah menggoda. Bahkan, tanpa mampu dicegah pikiran kotor nan sensual muncul di dalamnya. Tercipta akibat gairah besar yang tidak kunjung bisa ia salurkan secepatnya. Membuat siksaan kian besar. Belum terpikirkan cara untuk mengatasi."Mr. Davae…,"Bahkan, alunan suara lembut milik Alena tergiang di telinga karena seluruh pikiran yang dikuasai oleh wanita itu. Davae pun masih terus ingin mengontrol dirinya agar tidak terus terbayang akan sosok Alena dan hal-h
Alena langsung menutup mulut dengan tangan kanan, sedangkan satunya lagi masih memegang leher Davae Hernandez. Ia bukanlah benar-benar terkejut akan apa sudah dilontarkan. Hanya ingin menunjukkan akting kecil, tetap dalam rangka menggoda sang atasan."Kau ingin apa tadi, Miss Alena?'Alena menggeleng cepat. Mulutnya masih ditutup rapat. Bukan tak memiliki jawaban. Tetapi, sedang dipikirkan ulang. Tidak ingin sampai menjadi umpan yang bagus untuk Davae dan menjebak balik dirinya. Harus ia susun kalimat-kalimat balasannya dengan detail. Tentu mengandung godaan juga."Aku tidak paham kau bicara apa tadi, Miss Alena. Apakah kau bisa menjelaskan?"Alena mengangkat kedua ujung bibirnya. Ia lalu menggeleng. "Kenapa kau meminta aku untuk menjelaskan? Kau sudah tahu persis apa yang aku maksudkan. Jangan bohong.""Hahaha. Aku tidak berbohong. Iya, memang aku sudah paham. Tapi, bisa saja persepsimu dan aku berbeda. Jadi, perlu penjelasan."Alena terkek
Alena baru bisa menuntaskan seluruh pekerjaannya pukul satu lebih dini hari. Tentu, sudah dilakukannya pemeriksaan berulang untuk memastikan semua telah benar dikerjakannya. Ia tidak ingin melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan Davae. Bagaimana pun tugas diberi kepadanya harus memberi hasil maksimal.Walaupun rasa kantuk terus bertambah, Alena tidak segera tidur. Ia terlebih dahulu memilih mandi agar badannya segar. Selain, hendak memanjakan diri selama setengah jam dengan berendam air hangat. Pikiran dapat kembali rileks, pusing berkurang. Ia yakin akan bisa tidur nyenyak dan lelap."Hai, Sayang. Kau lama sekali di dalam. Apa saja yang kau lakukan? Aku boleh tahu?""Ternyata kau mandi cukup lama. Aromamu harum, Sayang. Apa bagian rencanamu untuk merayuku? Hmm, kau sudah sangat berhasil, Miss Alena. Cepat ke sini!"Alena spontan melangkah mundur, bahkan hendak menutup pintu kamar mandi yang baru dibukanya karena terkejut oleh
Walau hanya tidur selama empat jam saja, Alena bangun dengan tubuh segar. Tidak mengantuk. Ia bahkan terjaga lebih awal. Suasana hatinya juga bagus. Cukup baik dalam memulai harinya.Karena memiliki banyak waktu sebelum berangkat ke kantor bersama Davae, diputuskan memasak sarapan untuk pria itu. Makanan yang sederhana. Resep diperoleh dari situs chef terkenal New York.Tentang hasil akhirspagettibuatannya, yakin jika akan layak untuk disantap sang atasan. Walaupun masih tidak bisa mengalahkan makanan-makanan mewah yang disajikan restoran mahal langganan pria itu. Tetapi, tak akan membuat sakit perut.Setelah selesai, segera dibawanya ke ruang kerja Davae. Sengaja dilakukan, ingin memberi sedikit kejutan. Berharap pria itu akan senang dengan apa yang dilakukannya. Yakin respons Davae positif."Mr. Davae...," panggil Alena dengan nada lembut, walau suara keluar pelan saja.Dan, saat sang atasan menolehkan kepala ke arahnya, senyuman sema
Sungguh, sedari tadi dirinya sudah sangat ingin sekali tertawa. Namun, ditahan-tahan. Berupaya disamarkan dengan senyum yang semakin lebar saja di wajah. Tidak mampu melakukan hal lain, apalagi mengeluarkan gelakan karena terus menyaksikan ekspresi tegang Alena yang belum berkurang.Tentu, sudah diketahui dan juga disadari penyebab wanita itu menunjukkan raut yang demikian tidak lain akibat pertemuan dengan ibunya. Walaupun, Alena belum mengatakan secara langsung. Akan tetapi, ia yakin akan tebakan dan dugaannya. Tinggal diberikan pembuktian dengan lebih nyata."Davae...,"Alis kanan langsung dinaikkan ke atas dan mengangguk, selepas sang ibu memanggil. Dilebarkan seringaiannya. "Ya, Mom.""Berapa lama kalian berdua sudah menjadi sepasang kekasih? Kenapa kau tidak berikan kabar bagus ini kepada Mom dan Dad secara cepat. Apakah alasannya, Sayang?"Davae langsung berhenti menenggak wine. Ia kemudian menaruh cepat gelas sedang dipegangnya di atas meja
Sejak pemberitahuan dari Amanda Geovant, Davae tidak bisa tenang. Isi kepalanya hanya tentang Alena dengan beragam pertanyaan mengarah pada hal-hal negatif juga terpikirkan. Tidak ada konsentrasi yang tercurah pada pekerjaan atau rancangan strategi-strategi bisnis baru seperti biasa.Pertemuan bersama Amanda hanya berlangsung 30 menit saja. Ia bahkan tak menyantap apa-apa selama di restoran. Jam makan siang dilewatkan begitu saja. Rasa lapar menyerangnya, namun tidak ada keinginan untuk mengisi perut. Bahkan, minum air saja tidak sampai habis satu botol.Logika Davae terus mengirimkan perdebatan-perdebatan masuk akal ke dalam kepala. Tentang bagaimana dirinya yang bisa begitu kacau dan gundah disebabkan seorang wanita. Prinsip selama ini telah dipegang, tidak dapat untuk diterapkan. Kelemahan baru yang muncul karena Alena. Wanita itu benar-benar memiliki kekuatan untuk memengaruhinya. Atau memang kesalahan terletak pada dirinya yang tidak bisa memberlakukan pengendalia
Alena meninggalkan apartemen Davae mendekati pukul tujuh pagi secara diam-diam, sebelum sang atasan bangun. Alasannya karena tidak ingin sampai Davae mengetahui tempat tujuannya. Lebih baik pergi tanpa ada pemberitahuan sama sekali, daripada harus mengatakan kepada sang atasan. Pastinya akan menimbulkan kecurigaan seba orang yang akan ditemuinya adalah Amanda Geovant.Untuk tiba di apartemen bos wanitanya itu hanya memakan waktu dua puluh menit saja. Tentu, kunjungan yang ia lakukan tak ada janji malam sebelumnya. Datang secara mendadak. Namun, saat dalam perjalanan, sudah dikirimkan pesan singkat yang berisikan ia akan menemui secara pribadi di apartemen. Tentang pembahasan akan dibicarakan masih dirahasiakan dari Amanda Geovant.Sudah sebanyak tiga kali bel dibunyikan, belum ada tanda-tanda bos utamanya itu membukakan pintu. Dan, Alena memilih menunggu saja sembari menyandarkan punggung di dinding. Tidak akan dilakukan pembunyian bel lagi karena enggan mengganggu. Ji
Dan terakhir kali, bertemu dengan Davae adalah tadi pagi, saat sarapan bersama. Sebelum ia ditinggalkan pergi, entah ke mana. Sang atasan memang libur hari ini sesuai apa yang dikatakan padanya semalam.Alena tak bertanya, walau sedikit penasaran. Namun, dicegah dirinya mencari informasi secara langsung. Alena mementingkan egonya. Mengabaikan rasa ingin tahu. Lebih baik, mengikuti apa yang sang atasan berikan perintah kepada dirinya tanpa mengajukan pertanyaan sama sekali.Sampai pada pemberitahuan yang diterima sekitar satu jam lalu melalui telepon dari seseorang. Wanita itu mengatakan seorang pelayan restoran mewah, tempat di mana Davae sedang mabuk. Ia diperintahkan agar pergi ke sana menjemput pria itu. Alena tak ada pilihan selain mengiyakan saja. Kontrak kerja masih diutamakan.Segera saja, ia bergegas ke restoran yang dimaksud. Jaraknya tak cukup jauh. 15 menit sudah mampu ditempuh. Sesampai di sana, wanita mengaku pelayan dan menelepon tadi mengantarkann
Penyesalan memanglah selalu ada diakhir, kewarasannya sudah mulai bisa dengan baik bekerja. Ya, setelah percintaan panasnya dan Davae berakhir. Sekitar satu jam lalu.Terus dirutuki kebodohannya yang hanya mementingkan pemuasan atas gairah dari pada kenyataan. Alena tidak akan mampu menyalahkan siapa-siapa, apalagi Davae. Justru dirinya yang berperan penting dalam menggelorakan gairah pria itu bercinta.Alena bukannya tidak ingin bersikap tenang. Ia sudah berusaha menganggap semuanya sebagai permainan belaka. Lagipula, Davae tidaklah satu-satunya pria yang pernah tidur dengannya. Namun, harus diakui jika setiap sentuhan dan juga ciuman dilakukan oleh pria itu membawa rasa bahagia tersendiri. Berbeda karena ia melibatkan perasaan.Alena tidak kuasa membendung air matanya seiring kesesakan menghantam dada, ketika pikiran rasionalnya terus memberi sugesti bahwa keberlanjutan hubungan di antara dirinya dan Davae tidak akan ada. Mungkin sebatas rekan kerja. Lalu, ses
Alena menempatkan jari telunjuk di bibir Davae. Menyebabkan pria itu jadi berhenti berbicara. Lantas, Alena mengangguk pelan. Diiringi juga dengan senyuman lebar.Davae jelas senang akan pengabulan atas permintaan. Ia tidak membuang waktu lagi. Segera melepaskan semua pakaian melekat pada tubuh, tanpa sehelai benang.Pergerakannya cepat dalam mengambil pengaman disimpan di salah satu laci nakas dekat meja kerjanya. Setelah memasang dengan benar pada bukti gairahnya yang semakin mengeras, Davae kembali naik ke kasur. Melebarkan kedua paha Alena seraya menatap lekat wanita itu, tak berkedip."Kau sangat cantik," pujinya dengan suara menggoda. Lalu, memberikan ciumannya."Aku menyayangimu, Sayang."Alena tak hanya dibuat kaku oleh ucapan bernada manis Davae saja, melainkan juga penyatuan yang sudah terjadi di antara mereka. Pria itu memasukkan bukti gairah ke lipatan basahnya tanpa ada kendali. Tidak dirasakan sakit karena milik Davae yang tak terlalu
Debaran jantung terus saja berpacu kencang bersamaan dengan ketegangan pada tubuh yang membuatnya tak bisa bergerak. Tetapi, tetap bisa merasakan kehangatan mulut dari Davae di dadanya. Termasuk tangan-tangan pria itu yang tengah menari-nari di sana.Kekakuan sedang melanda pun berusaha dihilangkan segera dengan mengalihkan perhatian. Tidak berfokus pada aksi Davae. Melainkan, hal lain. Sesuatu yang dapat ia lakukan guna merangsang pria itu.Ide datang secara cepat. Maka, langsung saja dipraktikkan. Kedua tangan diletakkan di kepala Davae. Belaian-belaian yang halus diberikannya. Rasa geli pun hadir tidak lama kemudian, akibat gesekan wajah Davae di dadanya. Pria itu sedang tersenyum. Tawa sang atasan dapat terdengar oleh telinganya.Alena menyeringai cukup lebar, saat Davae memandang dengan tatapan nakal. Masih berada di atasnya dengan topangan kedua tangan. Mata pria itu semakin berkilat oleh bara gairah. Ia gemas, lantas melayangkan ciuman di bibir pria itu,
Davae tak bisa berhenti mengulum senyum di wajah, saat membaca satu per satu pesan yang diterimanya. Rata-rata dikirimkan oleh rekan bisnis diajaknya rapat tadi. Dan, yang paling teristimewa adalah ucapan dari sang ayah. Dilanjutkan pesan manis ibunya. Ucapan selamat dari kedua orangtuanya paling berarti untuknya.Sudah cukup membuat rasa bangga Davae pada dirinya sendiri bertambah. Walau, adik perempuan kesayangannya absen memberi selamat atas keberhasilan memenangkan proyek besar. Namun, ia yakin jika sang adik merasa senang juga akan pencapaiannya. Walau, tidak akan ditunjukkan secara langsung. Mengingat, ia dianggap sebagai saingan kuat dalam berbisnis dan juga melanjutkan perusahaan. Namun, tak pernah sekalipun ia anggap saudari bungsunya sebagai lawan."Sayang ...," Davae memanggil mesra, ketika sadar Alena telah keluar dari dalam kamar. Senyuman pun mengembang refleks di wajah dengan cukup lebar.Melihat wanita itu yang mengenakan tank top hitam dan celan
Alena akhirnya mengingkari janji yang telah dibuat pada Davae Hernandez. Ia keluar dari ruangan kerja pria itu lagi, setelah bertemu dengan Titans Genon. Benar-benar pergi meninggalkan kantor, tidak kembali. Tujuan Alena adalah pulang ke apartemen pria itu. Tak ada tempat lainnya, tatkala perjanjian harus tetap dipenuhi meskipun dengan cukup berat hati dilakukan, selepas mengetahui fakta buruk.Alasan yang kuat mendasari, yakni suasana hati semakin memburuk saja. Ia pun membutuhkan tempat menyendiri dan beristirahat. Tidak ada cara ampuh selain tidur di kamar berjam-jam. Bahkan, hingga waktu berganti esok hari belum cukup untuk menghilangkan beban pikiran yang berdampak pada perasaan dan hatinya.Apa yang sekiranya akan bisa mengurangi kegundahan hati, nyatanya tak demikian. Ia justru tidak mengantuk. Alena berbaring di atas kasur dengan pemikiran yang melayang jauh. Dikuasai oleh kesimpulan-kesimpulan negatif tentang sosok dari Davae. Walau memang belum ada bukti kuat
Alena merasa semakin tak nyaman dengan kehadiran wanita bernama Adaline di dalam ruangan, kontras akan interaksi awal yang cukup akrab. Tepatnya sebelum ia tahu bahwa wanita itu menyandang status sebagai kekasih Davae. Dan setelah fakta mengejutkan berhasil diterima, ia menjadi tambah tak tenang.Mereka pun sudah bersama berada di dalam ruangan hampir satu jam. Pergantian waktu yang bagi Alena terbilang kama. Ia bahkan memiliki keinginan terpendam di dalam hati supaya wanita itu pergi sesegera mungkin tanpa menunggu sang atasan selesai rapat. Dan dua jam lagi durasi yang harus dilewatkan mereka berdua jika wanita itu tetap bertahan sampai Davae kembali ke ruangan kerja.Pemikiran yang tidak seharusnya tercipta. Alena sadar jika kehendaknya tak baik. Ia tentu akan batal mewujudkan. Namun, di dalam hati, Alena masih terus berharap. Ingin egois kali ini karena kegelisahan serta kurang nyaman kian membesar. Harus dipikirkan juga bagaimana perasaannya. Menghindari hal