PoV Rizka
Wajah Bang Hans benar-benar pias karena petugas mengatakan menemukan bungkus kon--dom dan juga kon--dom bekas pakai. Nggak salah lagi merekalah yang tadi melakukan hubungan terlarang di mobil bergoyang itu. Saat itu hatiku bagaikan dihantam balok kayu. Walaupun aku tahu mereka itu sudah berbuat zina dalam mobil. Namun, tetap saja barang bukti membuat diriku terguncang karena aku tidak menyangka pengkhianatan yang bertubi-tubi seperti ini kurasakan dalam Rumah tanggaku.
"Bapak gak bisa mengelak lagi. Bapak harus segera kami bawa ke kantor untuk dimintai keterangan. Bapak dan Ibu mari ikut kami ke kantor. Kami akan meminta keterangan dari kalian berdua atas laporan ini karena ini bukan pelaporan main-main. Ini harus ditindak lanjuti."
Petugas itu dengan sigap menyuruh Bang Hans masuk ke dalam mobil. Petugas juga yang akan membawa mereka ke kantor Polisi Syariat. Di sana mereka akan dimintai keterangan atas apa yang telah mereka lakukan. Mungkin saja mereka terkena Qanun dan akan dicambuk 100 kali seperti yang terjadi ketika ketahuan berbuat zina di daerah ini.
Hukum cambuk dilakukan di depan semua masyarakat dan masyarakat boleh melihat mereka di cambuk. Lelaki dan wanita biasanya ketahuan berzina bila telah berumah tangga sebenarnya hukum dalam Islam itu lebih kejam. Mereka harus di rajam sampai mati. Namun, di daerah yang menganut syariat seperti ini mereka hanya dicambuk 100 kali dan algojo yang mengerjakannya.
"Sebentar, Pak. Kenapa kami harus ikut ke kantor? Bukankah tadi Bang Hans sudah menjelaskan kalau kami tidak punya hubungan apa-apa. Kami hanya sebatas teman saja tidak lebih. Jadi tolong lepaskan sajalah kami. Tolonglah, Pak."
Delia terlihat muram. Dia ketakutan ketika akan digiring ke kantor setempat. Dia tidak ingin pergi ke sana tetapi Polisi wanita menariknya agar dia segera ikut juga untuk dimintai keterangan.
"Ibu. Mari jelaskan di kantor karena masalah ini tidak bisa dijelaskan di sini. Ini jalan raya dan orang-orang melihat perbuatan kalian. Kalian juga melanggar syariat. Kalian harus mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang kalian kerjakan."
"Tapi kami tidak melakukan apa-apa. Untuk apa kami pergi ke sana. Tolong lepaskan saja kami, Pak. Saya akan bicara dengan istri saya. Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan wanita ini. Kami hanya berteman saja dan mobil kami mogok."
Bang Hans juga berupaya melakukan hal yang sama. Dia tidak ingin pergi ke kantor tetapi polisi terus menyuruhnya untuk naik ke dalam mobil. Bang Hans dan juga Delia nampak ngeyel tidak ingin perbuatannya tercium oleh Lembaga di mana mereka bekerja.
"BAPAK DAN IBU BISA GAK IKUT ATURAN. MASUK!"
Perintah kepala tim yang menangani kasus ini. Ketua Tim membentak mereka berdua. Bang Hans dan juga Delia terdiam tidak bisa berkata-kata lagi. Tidak bisa menolak keinginan dari tim untuk masuk ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke kantor setempat untuk dimintai keterangan.
Kini mereka berdua sudah ada di dalam mobil yang akan membawa mereka ke sana. Sementara aku dan juga Mila masih berdiri di pinggir jalan raya ini. Kemudian aku mendengarkan instruksi selanjutnya dari kepala tim yang akan menjelaskan apalagi yang harus ku kerjakan.
"Begini, Bu. Ibu melakukan pelaporan dan ibu adalah istri dari Bapak Hans Irawan. Jadi kami minta ibu juga ikut untuk memberikan keterangan. Serta bawalah bukti-bukti yang ada."
"Baik, Pak. Terima kasih atas kerjasamanya."
Kepala tim itu pun berlalu ketika mengatakan itu kepadaku. Aku juga harus datang ke sana sebagai saksi atas apa yang terjadi dengan suamiku.
"Kamu udah tahu, 'kan, Rizka. Kasus ini akan berat, dan semua akan tersorot. Keluarga Hans dan juga kamu akan tersorot media lokal mungkin masuk berita nasional. Kamu harus sabar untuk semua ini. Kamu bisa menghadapinya!"
Mila menepuk bahuku lembut. Dia menyemangatiku. Aku berterima kasih kepada Mila karena tanpa batuan dia. Mungkin Bang Hans tidak akan bisa kena hukuman seperti ini.
Suamiku itu memang pantas untuk dihukum atas apa yang sudah dilakukannya. Aku nggak tahu lagi cara apa yang harus aku lakukan untuk membuat dia jera. Karena bila aku bertanya lebih lanjut tentang hubungan dia dengan Delia serta Aplikasi hijaunya yang aku sadap. Pasti aku akan mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Bang Hans mungkin gelap mata dan akan memukulku.
Karena dia sudah biasa bersikap kasar kepadaku. Berkata yang kasar dan berkata yang buruk serta melayangkan bantal dan kain-kain diarahkan dengan keras pada diriku. Jadi aku harus mencari cara yang terbaik dan inilah cara yang terbaik ketika dia ketahuan. Cara yang terbaik adalah di harus dicambuk di depan semua orang agar dia jera.
Aku pun masuk ke dalam mobil bersama Mila untuk menuju kantor setempat di mana aku akan menjadi saksi Bang Hans dan gundiknya berbuat mesum.
Setiba di sana mereka langsung dicecar dengan berbagai pertanyaan dan tetap saja mereka itu tidak mengakui apa yang mereka perbuat di dalam mobil yang bergoyang. Beberapa masyarakat juga dijadikan saksi atas apa yang mereka kerjakan di dalam mobil.
Masyarakat mengatakan kalau mobil sudah beberapa kali terparkir di sana dan mereka yang kebanyakan berprofesi sebagai petani melihat sendiri kalau mobil itu memang bergoyang dan mereka tidak peduli sama sekali saat itu.
Karena berbagai bukti yang didapatkan. Dinyatakanlah Bang Hans dan Delia itu bersalah karena sudah berbuat mesum di dalam mobil yang bergoyang. Keduanya dinyatakan terbukti melanggar Qanun Jinayat atau Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Walaupun mereka berusaha menyangkal semuanya. Mereka tetap mengaku hanya teman.
Karena pertanyaan bertubi-tubi dan sikap keras Polisi syariat kepada mereka. Mereka akhirnya mengaku juga sudah berbuat terlarang diantara keduanya. Saat pengakuan itulah hatiku rasanya bagaikan diremas. Tetap saja rasanya sakit dan hancur ketika suamiku dengan bibirnya sendiri mengakui perbuatan zinanya dengan wanita lain.
"Tolong, Pak. Jangan datangkan keluarga saya. Saya minta tolong, Pak. Jangan beritahu suami saya, Pak."
Delia mohon kepada petugas agar tidak menghubungi keluarganya terutama sang suami kalau dia sudah berzina dengan lelaki lain. Mungkin Delia ketakutan akan rumah tangganya yang hancur.
"Kami harus memberitahu keluarga anda karena perbuatan ini akan disaksikan oleh banyak orang. Perbuatan yang sudah kalian lakukan bukan perbuatan main-main dan memang harus diketahui oleh keluarga anda sendiri."
Tangisan mengiba dari Delia tidak meluluhkan hati para petugas untuk tetap menghubungi keluarganya. Menghubungi suaminya dan memberitahukan perbuatan yang sudah dilakukannya dengan Bang Hans. Begitupun Bang Hans. Keluarga besar juga sudah diberitahu.
Ibunya beserta Bang Zaki, Abang kandungnya akan datang ke sini. Aku sudah tidak sabar Bagaimana reaksi ibunya mengetahui kelakuan dari Bang Hans.
Bersambung.
SETELAH KITA BERPISAH BAG 4.POV HANS**Namaku Hans Irawan. Aku sudah menjalani pernikahan selama hampir setahun dengan istriku Rizka Arumi. Namun, sampai hari ini kami belum dikaruniai anak. Sudah berobat ke sana kemari. Namun, Kata Dokter Rizka sebenarnya baik-baik saja tidak ada masalah yang berarti untuknya.Aku menyalahkan dia karena sampai sekarang belum mempunyai anak. Aku tetap tidak mempercayai ucapan Dokter yang mengatakan kalau Riska itu sehat. Buktinya sampai sekarang kami belum mendapatkan keturunan. Biasanya orang menikah banyak sekali yang hamil setelah 2 bulan pernikahan. Tapi Riska sampai hampir setahun tidak juga memiliki tanda-tanda kehamilan.Rizka menyarankan kepadaku agar aku juga periksa untuk mengetahui apakah kondisi kesehatanku baik. Namun, perkataan Rizka seakan mengejekku. Aku merasa baik. Aku tidak apa-apa. Aku sehat-sehat saja bukan aku yang salah tetapi Riska. Di ranjang aku adalah lelaki kuat dan bergairah. Hasrat juga membara jadi aku menganggap ajaka
POV RIZKAAku menutup mulutku ketika ibu dan Bang Zaki datang. Apalagi Ibu langsung meng-gam-par Bang Hans. Aku tidak percaya dengan apa yang dilakukan Ibu. Dia meng-gam-par anaknya begitu saja di tempat umum. Pasti perbuatan Bang Hans sudah menyakiti hati ibu dan mencoreng nama besar keluarga."Hans, kamu sangat keterlaluan! Kamu sudah menginjak-nginjak harga diri keluarga kita. Apa kata orang dan kata keluarga besar kalau kamu dicam-buk di depan semua orang. Perbuatan kamu sungguh sangat miris. Kenapa kamu ber-zi-na dengan orang lain, Nak. Apalagi di mobil pasti perbuatan kamu akan viral."Ibu Nining, Ibunya Bang Hans menggebu-gebu mengatakan itu kepada suamiku. Namun, perlahan dia menangis di ujung perkataannya karena tidak menyangka perbuatan Bang Hans yang sudah tak pantas seperti ini kepada keluarganya.Bayangkan saja dalam beberapa jam berita itu sudah menyebar kemana-mana. Bahkan ada media lokal yang memang siaga di Kantor untuk mendapatkan informasi langsung membuat berita se
SETELAH KITA BERPISAH 6**PoV Rizka. Aku tersentak kaget ketika Bang Hans menuduh seperti itu. Apalagi dia mengatakan kalau Bang Zaki menyukaiku? Yang benar saja. Dia hanya mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahannya. "Jaga bicara kamu, Hans!" "Gak usah munafik, Bang. Aku tahu kalau kamu itu suka sama istriku. Padahal kamu tahu sendiri kan kalau dia itu nggak bisa punya anak. Tapi tetap Kamu suka sama dia karena alasan ini kamu nggak nikah-nikah dari dulu!" Bang Hans seenaknya saja menuduh. Aku melirik Bang Zaki. Lelaki itu tertunduk sebentar. Apakah benar apa yang dikatakan Bang Hans tapi aku tidak percaya. Setahuku memang Bang Zaki itu belum menikah karena belum bertemu jodoh yang pas karena itulah dia belum menikah. Tapi nggak mungkin juga karena aku. Dia tidak menikah. Bang Zaki adalah lelaki yang cukup tampan dan mapan. Dia memang bukan pegawai pemerintah seperti Bang Hans. Dia hanya seorang laki-laki biasa yang bekerja di Toko bangunan miliknya sendiri. Dia membangun T
Tetangga juga pasti heboh dan banyak yang akan menyaksikan hukum cambuk yang sebentar lagi akan dilaksanakan dan Bang Hans akan menjadi pesakitan yaitu dicambuk 100 kali di depan semua orang. Jabatannya akan diturunkan atau mungkin dia akan dimutasi ke daerah lain yang lebih jauh dari kediaman kami. "Diam kamu! Kenapa kamu malah bela-bela dia. Kamu senang ya sama dia. Aku tahu, kamu juga punya perasaan dengan Zaki. Dasar kamu istri gak berguna. Asal kamu tahu aja. Aku kayak gini itu juga karena kamu. Kamulah yang membuat aku menjadi kesakitan kayak gini!" Bang Hans menatapku sengit."Maksud kamu apa, Nak? Kenapa kamu malah nyalahin Rizka. Dalam hal ini kamu yang salah, Nak. Rendahkanlah perkataanmu dan minta maaflah kepada Rizka karena sebagai istri. Dia pasti terpukul akan hal ini dan kamu malah terus menyalahkan dia. Itu tidak baik. seharusnya kamu berbaik-baik kepada dia agar dia mau memohon ke petugas untuk melepaskan supaya kamu tidak dihukum cambuk." Ibu berkata ke anak kesaya
PoV Rizka. Ibu mertua terus menangis. Dia kemudian memelukku. Dia memohon kepadaku agar tidak berpisah dari anaknya. Namun, aku sudah sakit hati. Rasa sakit hatiku teramat besar. Aku nggak akan sanggup hidup dengan lelaki egois seperti Bang Hans. Kalau memang Delia mau dengan dia maka silahkan saja. Membayangkan mereka bermain di mobil dengan nafas menderu akibat hass--rat yang besar diantara keduanya membuatku semakin sakit. Hatiku rasanya bagaikan di remas. Ibu tak tahu rasanya dan tak akan pernah tahu penderitaan dan luka batin ini. Hanya orang-orang yang pernah di selingkuhi yang tahu seberapa sakit hati yang kurasakan. Meskipun sakit tak berdarah. Tetaplah ini teramat sakit. Kalau dapat mereka melihat lukaku. Pasti sangat parah dan menganga lebar. Setahu aku Delia itu adalah seorang perempuan yang memiliki anak dan juga suami. Mungkin saja kalau dia mau menikah dengan Bang Hans. Dia harus bercerai dengan suaminya dan bahkan Bang Hans harus rela hati membesarkan anak Delia. Aku
SETELAH KITA BERPISAH 8.**PoV RizkaAku duduk di kursi Kantor Wilayatul Hisbah. Sungguh rasanya kepalaku mau pecah berdebat dengan Bang Hans. Walaupun dia dengan jumawa menerima hukuman cambuk itu dan memandang hi-na, marah dan benci padaku. Aku sama sekali tak peduli. Beberapa kali Bang Hans mengancamku pun aku tak takut. Ini adalah negara hukum, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku pun tak mau bersamanya. Setelah putusan dari Mahkamah Syar'iyah yang akan dibacakan padanya serta hukuman cambuk itu di berikan. Aku akan bergerak ke Pengadilan Agama. Rasanya seumur hidup terlalu lama untuk ku habiskan bersama Bang Hans, lelaki yang mengkhianatiku. Tapi, tangisan Bu Nining membuatku pusing. Aku sudah mengatakan kepada Ibu kalau tidak akan menarik apapun dan tidak akan meringankan hukuman apapun dari Bang Hans. Dia sudah terbukti dan secara meyakinkan mengakui perbuatannya. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain menerima keputusan yang akan dibacakan Hakim sebentar l
SETELAH KITA BERPISAH 9.**PoV Author."Bagaimana keadaan kamu, Rizka?" tanya Mila menghampiri temannya itu yang terlihat lesu duduk di kantor Wilayatul Hisbah. Setelah menyaksikan ketegasan suami Delia. Rizka juga akan melakukan hal yang sama.Rizka menatap Mila yang sudah menggunakan seragam syariah dan rapi dengan kerudungnya. Tadi saat melakukan penggerebekan temannya itu masih menggunakan pakaian biasa. Namun setelah Hans ditangkap Mila pulang sebentar untuk mengganti pakaiannya dan datang lagi ke kantor untuk bekerja.Mila duduk di sisi Rizka di kursi Kantor. Mila tahu kalau Rizka sedang bingung, sedih dan marah. Mungkin sebentar lagi rumah tangganya akan berakhir setelah kejadian memalukan ini."Aku baik, Mila. Aku tadi baru saja menerima telepon dari Tante yang akan datang ke Rumah untuk mengunjungiku. Keluarga sangat shock mendengar ini semua. Dia juga marah sama aku karena mendengar dari orang lain. Aku merasa malu dengan kelakuan Bang Hans.""Sabar Rizka. Aku sudah mengata
SETELAH KITA BERPISAH 10.**PoV Rizka.Aku sedang duduk di dekat jendela kamarku. Sesekali memandang ke arah luar. Tidak menyangka kalau Rumah tanggaku akan berakhir begitu saja. Tapi ini adalah keputusanku. Aku harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ku pilih dan tidak akan pernah menyesal."Rizka, minum dulu tehnya," kata Tante Dina padaku. Aku mengulas senyum menerima pemberiannya. Tante Dina meletakkan dengan lembut teh yang sudah dibuatnya di nakas."Terima kasih, Tante."Ketika ku katakan itu Tante Dina berdiri di belakangku lalu mengelus punggungku. Aku tahu sikapnya itu berusaha memberikan kekuatan kepadaku atas apa yang sedang kuhadapi sekarang."Tante suruh Yuda beli nasi dan lauk, nasi bungkus saja. Ternyata di daerah sini ada menjual masakan khas Padang. Kita cobain ya," kata Tante Dina."Iya, Tante. Aku juga beberapa kali makan di situ. Masakannya enak." Aku memberikan seulas senyum.Beberapa saat kami terdiam. Aku tahu Tante Dina juga tidak tahu berbicara apa. Takut