Beranda / Rumah Tangga / SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU / Bab 21. Sepotong Ayam Goreng Untuk Berdua

Share

Bab 21. Sepotong Ayam Goreng Untuk Berdua

Penulis: Aisyah Ais
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 10:14:14

Ponsel pemberian Kak Nur kuambil dari tas, lalu mulai membuka kontak nomor di dalamnya. Tidak banyak, hanya ada beberapa kontak nomor di ponsel ini. Selain nomor Bu Halimah, Kak Nur, dan Mbak Fika, ada juga nomor penjual buah yang kusimpan.

Agak ragu melakukan panggilan pada nomor Bu Halimah. Namun, ada rasa rindu padanya dan juga rasa penasaran dengan kabar Ibu. Setelah beberapa kali membuka ponsel dengan memencet menu, keluar, menu, keluar, akhirnya kuputuskan melakukan panggilan.

Panggilan tersambung dan terdengar suara di ujung telepon, "Hallo. Assalamualaikum, ini siapa ya?"

"Ha-hallo, wa alaikum salam, Bu Halimah?"

"Iya, ini siapa?"

"Ini Vina, Bu," jawabku. Tak terasa air mata ini mengalir mendengar suara tetangga yang selama ini baik padaku.

"Ya Allah, Vina? Alhamdulillah kamu telepon Ibu, Nak. Ibu khawatir sekali denganmu. Gimana keadaan kamu dan adik-adik? Jadi kamu sudah tinggal sama Ayah kamu?" Berbagai pertanyaan dilontarkan padaku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
nyesek Thor ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 22

    "Fajar nggak mau makan, Kak. Dari tadi disuapi nggak mau." Aku menghentikan aktifitas mencuci baju, lalu melihat keadaan Fajar. Beberapa hari ini dia tidak bersemangat dan tidak begitu aktif. Entah apa yang terjadi, semoga dia baik-baik saja. Kudekati adik bungsuku yang tengah berbaring di kasur lantai. Bibirnya pucat dan matanya sayu."Ya Allah, badannya panas," ucapku, saat menyentuh kening Fajar. Sejak bangun tidur, aku langsung memasak dan mencuci baju. Belum sempat mengecek keadaan Fajar. Aku meminta Andi mengambilkan air hangat untuk mengompres Fajar, lalu mengambil baju yang sudah sobek, kusobek lagi menjadi bagian yang lebih kecil sebagai pengganti handuk. "Fajar sakit ya, Kak?" Lani mendekat dan ikut duduk di sampingku. "Iya, Lan, badannya panas banget. Kakak harus bawa Fajar berobat, kamu di rumah sama Kak Andi ya." Aku tidak mau kalau sampai menunggu lebih lama lagi. Panas tubuhnya tidak turun dan semakin terasa panas saat disentuh. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 23

    "Gimana keadaan Fajar, Kak?" "Panasnya masih tinggi, Ndi. Padahal sudah minum obat juga, Kakak bingung dan kasihan melihatnya." Kutatap wajah Fajar yang berada dalam gendonganku. Ia masih merengek dan memanggil nama Ibu. "Apa kita bawa ke rumah sakit saja?" Memang sebaiknya ke rumah sakit saja. Tapi ... bagaimana dengan biayanya? Uangku tinggal sedikit, tidak tahu lagi harus seperti apa. "Vin! Vina!" Terdengar suara Kak Nur, kulihat wajahnya panik, ia langsung mendekat dan memegang Fajar. "Gimana keadaan Fajar? Kenapa nggak telepon Kakak kalau Fajar sakit sih, Vin? Kamu nggak nganggep aku ini kakakmu, ya!" "Maaf, Kak." Aku memang tidak ingin merepotkannya. Selama ini sudah banyak merepotkan Kak Nur dan Mbak Fika. "Maaf, maaf! Kamu ini benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya ada keadaan seperti ini kok diam saja! Sudah, ayo bawa ke rumah sakit!" Kak Nur menarik tanganku, yang masih memegangi Fajar. "Tapi, Kak ...." Aku menarik tanganku. Aku malu ji

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 24

    Aku tidak habis pikir, kenapa Bu Hajah meminta Andi membawa Lani ke rumahnya. Aku seperti merasakan ada niat lain dari Bu Hajah. Apa lagi Lani begitu senang berada di rumah mewah itu. Kenapa tiba-tiba ada ketakutan yang kurasakan. Aku takut jika Bu Hajah ingin Lani tinggal bersamanya. Dari yang kulihat, Bu Hajah sangat bahagia saat bertemu dengan Lani waktu itu. Dan saat aku membawa Fajar kemarin, Andi juga membawa Lani ke sana. Semoga ini semua hanya perasaanku saja. "Kata Bu Hajah, biar kami ada yang jaga saat Kakak di rumah sakit. Makanya aku disuruh membawa Lani juga ke sana," papar Andi. "Ya sudah, tapi harus jaga sikap di rumah orang." "Iya, Kak." Aku dan Mbak Fika meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit lagi. Sesampainya di sana, aku segera menyerahkan foto copy Kartu Keluarga itu setelah sebelumnya di foto copy lagi atas saran Mbak Fika. Katanya agar memudahkan saat tiba-tiba dibutuhkan. Setelah memberikan foto copy Kartu Keluarga untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 25

    "Maksudku ... Lani nggak diasuh sama mereka, 'kan?" "Ya enggaklah, Mbak. Lani tetap sama aku. Tapi untuk bantuan sebanyak ini ... aku rasa ini berlebihan." "Ya itu, maksud aku, Vin. Jangan-jangan ... mereka ingin kamu merelakan Lani tinggal bersama mereka. Kalau itu terjadi, kamu gimana?" Pertanyaan Mbak Fika membuatku gelisah. Bagaimana kalau perkiraanku itu benar. Bahkan Mbak Fika saja berpikir yang sama sepertiku. "Aku nggak mau lah, Mbak. Nggak akan aku bolehin. Apa pun yang terjadi, adik-adikku tidak boleh tinggal terpisah. Aku akan lakuin apa aja asal kami tetap tinggal bersama," jawabku. "Ya, aku setuju denganmu. Tapi kalau Lani sendiri yang menginginkannya, apa kamu akan melarangnya?" Entahlah, aku bingung menjawabnya. Bagaimana kalau Lani memang lebih suka tinggal bersama mereka? Tapi .... "Sudahlah, nanti kita pikirkan lagi," sela Mbak Fika. "Tapi uang ini terlalu banyak, apa aku kembalikan saja ya, Mbak?" "Kamu simpan dulu, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 26

    Apa maksud ucapan Lani, kenapa dia berkata seperti itu? Aku menoleh pada Bu Hajah Rahmi. Beliau tersenyum seraya memegang bahu Lani, yang memang duduk bersebelahan dengannya. "Namanya juga anak kecil. Nggak papa kalau nggak mau pulang, biarkan saja dia tinggal di sini lebih lama lagi," ujar Bu Hajah Rahmi. "Lani, ayo kita pulang, Fajar nanyain kamu. Kamu nggak kangen sama Fajar?" Aku tetap mengajaknya untuk pulang. Lani bergeming, tetap menunduk. "Jangan dipaksa, Vina, saya nggak keberatan kok, Lani tinggal bersama saya." "Tapi Lani masih punya keluarga, dan dia punya saya. Saya yang bertanggung jawab atas dia." Rasanya benar-benar tidak suka melihat Lani yang seperti enggan menatapku. Apa tinggal di sini menjadi keinginannya saat ini. Meskipun aku belum cukup dewasa, tapi aku cukup mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Begini, Vin, saya ingin meminta Lani untuk saya asuh. Saya ingin menjadikannya anak angkat karena saya senang melihat Lani, dan sepertinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 27

    "Ini dijual berapa, Pak?" "Lho, siapa bilang untuk dijual? Ini buat kalian pokoknya. Bapak punyanya hanya singkong, tidak bisa memberi yang lain." Lelaki seumuran bapak itu memutar motornya. "Tapi ini banyak lho, Pak. Tunggu sebentar." Aku ke dalam dan mengambil uang yang tinggal beberapa lembar. Hanya ada satu lembar uang lima puluhan, yang lain hanya lima ribuan dan dua ribuan saja. Tidak mungkin aku menerima begitu saja singkong sebanyak ini. Pasti Pak Mardi sudah bersusah payah menanam, merawat, serta mengambilnya dari kebunnya. "Ini, Pak." Kuberikan uang lima puluh ribuku yang tinggal satu-satunya. "Lho, nggak usah, Bapak ikhlas memberikannya. Bapak sudah jual beberapa karung, uangnya sudah terkumpul di rumah. Ini hanya sisanya saja yang saya bawa. Kalian jadikan makanan apa saja yang bisa dijual lagi. Nanti uangnya bisa buat beli beras. Bisa juga direbus untuk dimakan. Simpan saja uangnya, Bapak sudah punya uang." "Tapi, Pak ...." "Sudah, jang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 28

    Pagi ini aku bangun lebih awal untuk membuat gethuk. Berbekal pengalaman yang kudapat dari Nenek dulu, aku bisa membuatnya. Hanya perlu mengukus dan menumbuknya agar mendapatkan gethuk yang halus dan lembut. Ada dua jenis gethuk yang kubuat. Satu dengan toping serundeng, satunya lagi dengan toping gula merah cair dan kelapa parut. Beberapa keripik singkong juga sudah siap dalam kemasan. Kemarin aku dibantu Mbak Fika dan Kak Nur dalam membuatnya. Semua sudah aku tata rapi dalam plastik dan siap untuk dibawa ke pasar. Kak Nur bahkan sudah mencarikan lapak di pasar. Katanya agar aku tidak jualan di emperan. Padahal menurutku sama saja, yang penting jualannya laku. "Aku bantuin ya, Kak." Andi membantu membungkus gethuk-gethuk itu pada bungkusan daun pisang. Ada juga sebagian yang dibungkus dengan mika, karena daun pisangnya sudah habis. Kemarin Andi yang mencari daun pisang, tetapi ia hanya mendapat sedikit. "Alhamdulillah, semuanya sudah siap. Kakak tinggal mandi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 29

    "Dor!" Kedatangan Mbak Fika yang mengagetkan, membuatku terjingkat. Rupanya ia sengaja menaruh motornya jauh dari rumah agar bisa mengagetkanku. Jahil sekali dia. "Mbak Fika bikin kaget aja sih," gerutuku. "Ha ha ha, lagian kalian pagi-pagi kok udah mellow. Ayo kita berangkat ke sekolah, mana Lani?" Aku memanggil Lani dan ia keluar dengan tas di punggung dan sudah memakai seragam lengkap. Aku merasa bahagia melihat adikku akhirnya bisa sekolah. Andi dan Lani, mereka sudah naik ke atas motor dan Mbak Fika mengantarkan mereka. Jarak dari rumah menuju sekolah lumayan jauh, jadi aku harus mencari bagaimana caranya agar tidak bergantung pada Mbak Fika. Hari ini aku pergi ke pasar agak siang, karena tidak jualan gethuk. Ke pasar karena ingin berbelanja buah-buahan dan bahan-bahan untuk jualan lagi di lapaknya Mbak Fika. Sudah kuputuskan untuk tetap jualan di sana saat sore sampai malam, dan jualan di pasar saat pagi hari. Jadi saat siang aku masih bisa istira

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 115

    Aku berdiri menghampiri Lani. Kak Arya memandangku sekilas, lalu duduk di tempat yang tadi kutempati. "Ayo kita pulang, Kak. Sebentar lagi buka puasa. Tadi Fajar bilang, Ibu punya tamu," ucap Lani."Tamu? Siapa?""Aku juga nggak tahu, Fajar hanya kirim pesan dan bilang di rumah ada tamunya Ibu.""Apa nggak buka di sini saja, Lan?" Kak Arya berkata dengan lembut, aku pun menoleh, begitu juga Lani."Lain kali aja deh, Kak Arya, nanti kita cari waktu lagi buat buka puasa bareng. Nggak apa-apa, kan?""Ya sudah, santai aja. Masih ada banyak waktu, kan?" Kak Arya tetap tersenyum ramah meski mungkin tadi mendengar percakapanku dengan Mbak Fika."Aku pamit ya, Mbak, Kak Arya." Aku tetap menghormatinya, Kak Arya pun mengangguk.Aku dan Lani segera menaiki motor dan bergegas pulang."Kok kamu ngajak pulang, Lan? Kupikir tadi kamu mau buka puasa di sana," ujarku saat Lani sudah mengendarai motor. "Tadinya sih, gitu! Tapi setelah dengar ucapan Kak Vina sama Mbak Fika ... aku jadi nggak enak sama

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 114

    Kucari sumber suara itu berasal. Dari samping, laki-laki itu berjalan ke arahku dengan pelan. Sudah lama aku tidak melihatnya, sepertinya dia baru pulang dari rantau."Kak Arya. Kapan pulang?" tanyaku basa basi."Baru tadi pagi, Vin. Ini anaknya Mbak Fika, kan? Yang waktu bayi aku ikut nengok ke rumah sakit?" Kak Arya memandangi Nuri yang ada dalam gendonganku."Iya, ini Nuri, anaknya Mbak Fika dan Kak Nur.""Cantik ya, Vin. Kalau kita punya anak, pasti juga secantik Nuri." Kak Arya senyum-senyum sendiri."Kita?" "Eh, maksudku ... kalau kita punya anak. Iya. Eh, maksudnya ... aku punya anak, kamu juga punya anak. Gitu deh maksudnya. Bingung gimana jelasinnya." Kak Arya malah garuk-garuk kepala. Aku merasa aneh dengan sikap Kak Arya itu."Tadi katanya mau naik bianglala, kan? Ayo aku temani. Kebetulan itu yang punya adalah temenku. Nanti kita minta diskon," ujar Kak Arya pelan sambil tersenyum."Tapi aku nggak biasa naik bianglala, takut tinggi," sahutku. "Nanti aja deh, nungguin Lani

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 113

    Tidak terasa Ramadan sudah berjalan selama dua minggu. Selama itu pula, aku bersama adik-adikku menginap di rumah Ayah. Saat siang, kami pulang dan melakukan aktifitas di rumah lalu malamnya kembali ke rumah itu. Aku sudah meminta Andi agar tidur di rumah, tetapi dia tidak mau dan ingin tidur dalam satu atap bersama Ayah dan Ibu. Saat aku ingin tidur di rumah, Fajar melarangku, begitupun Lani. Padahal aku merasa sayang kalau rumah kami tidak ada yang menempati saat malam hari.Lalu Fajar dan Lani, keduanya juga tidak mau tidur di rumah karena ingin menjaga Ayah dan Ibu, katanya. Sungguh, saat ini kami bagaikan satu keluarga utuh yang bahagia. Apalagi ada Pak Mardi yang menambah hangatnya keluarga kami.Akhirnya dari pada tidak ada yang menempati, Mbak Indarlah yang kuminta tidur di rumah itu, dan dia memilih tidur di ruang tengah, katanya agar bisa sambil nonton televisi.Sejak Andi memutuskan untuk tidur di sini, aku membelikan kasur berukuran besar untuknya agar ditempati bersama F

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 112

    Kami bertiga mendekat dan tersenyum pada Ibu, saat Ibu mulai membuka matanya. Dengan tangannya, dia menyentuh wajah kami satu per satu. Diusapnya dengan lembut, seolah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga."Ini seperti mimpi. Kalian benar-benar ada dan bisa kusentuh. Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih telah mendekatkan mereka padaku." Ibu menengadahkan kedua tangannya, lalu mengusapkannya ke wajah.Kami bertiga memeluknya, Ibu mengusap kepala kami. "Ibu sangat senang, akhirnya bisa melihat senyum kalian yang dulu. Maafkan Ibu, dulu membuat kalian susah dan sakit hati. Ibu baru menyadari semuanya setelah kalian tidak ada. Tidak ada yang menyayangi Ibu seperti kalian. Entah harus berapa kali harus meminta maaf. Kukira tak akan cukup meski aku mengatakannya setiap saat."Kupandangi Andi dan Lani, juga Fajar yang masih tidur di kasur lipat. Kemudian, aku memandang Ibu. "Kita akan mulai lembaran yang baru, kita lupakan masa lalu. Hari ini, hari pertama di bulan ramadhan, kita bersat

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 111

    Dinginnya malam membuatku merapatkan tubuh pada selimut tebalku. Tubuhku terasa lelah dengan aktifitas yang kulakukan seharian ini. Mataku mulai sembab, tapi tak lagi kupedulikan. Yang ingin kulakukan hanyalah tidur, untuk menghilangkan penat di tubuh dan pikiran."Kak, ayo bangun! Sudah waktunya sahur." Terdengar suara Lani membangunkanku, tapi rasanya aku masih enggan membuka mata. Mata ini terasa lengket, pedas, dan terkatup rapat. Otakku masih merespons, tapi mataku belum bisa diajak bekerja sama."Vina, bangun, Nak, ayo sahur. Kalau nggak cepat bangun, nanti keburu imsak." Dengan sekali perintah, aku langsung membuka mata.Wanita cantik dengan daster kusam itu adalah ibuku. Dia tersenyum mengusap rambutku, kemudian menuntunku dari tempat tidur.Kutatap sekeliling, aku berada di rumah masa kecilku. Rumah berdinding kayu yang menjadi tempat aku tumbuh dan bermain. Suasananya sangat hangat, "Ayo, sini, Ibu sudah membuat telur dadar dan

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 110

    Lani memanggil Ayah, kemudian menarik tangan Andi agar segera masuk ke rumah. Andi patuh, lalu duduk di kursi setelah Lani menyuruhnya. Aku pun ikut duduk di samping Andi sambil tersenyum.Ayah datang bersamaan dengan Fajar yang membawa toples berisi camilan. "Kalian kemari, ada apa, Nak?" tanyanya setelah duduk."Andi ngajak aku ke sini untuk tidur di sini, soalnya dia nggak mau sahur tanpa adik-adiknya," tuturku.Ayah menatap Andi dengan senyuman khasnya, sementara Andi terlihat cuek."Beneran, Kak?" Fajar bertanya dengan mulut penuh makanan."Kalau makan jangan sambil ngomong, kalau ngomong jangan sambil makan, Jar." Andi mengingatkan."He he he, iya, Kak." Fajar memasukkan camilan lagi ke dalam mulutnya, tidak lagi bertanya.Sementara itu, Ibu yang berada tak jauh dari tempatku berada, seperti ingin mendekat, tapi tidak berani. Mungkin saja khawatir akan membuat Andi marah seperti kemarin.Aku berdiri, melangkah menuju tempat Ibu berada. "Ayo, Bu, kita ke sana," ajakku. "Jangan,

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 109

    Andi menatap dan menanyaiku, sepertinya dia khawatir aku mendengar semua curhatannya pada Yusuf."Barusan. Ada apa memangnya?" jawabku."Nggak apa-apa, kupikir sudah dari tadi.""Memang kenapa kalau Kakak udah pulang dari tadi?""Ya nggak apa-apa. Mana Lani dan Fajar?" Andi melihat sekeliling."Mereka nggak pulang malam ini, tidur di rumah Ayah dan Ibu." Jawabanku membuat Andi menyernyit."Maksud Kakak, mereka tinggal serumah? Di rumah yang ditinggali Ayah itu?" Aku tersenyum mendengar Andi mengucapkan kata "Ayah"."Iya. Nggak ada pilihan, Ibu butuh tempat tinggal dan teman ngobrol. Kupikir Ayah dan Pak Mardi bisa menjadi temannya karena mereka sudah sama-sama tua, nggak kayak di rumah ini yang semua isinya anak muda.""Tapi mereka sudah berpisah, Kak, nanti bisa jadi fitnah!" Andi terlihat kesal."Ya nggak apa-apa, kan ada Farla, Lani dan Fajar juga tidur di sana, kan? Tadi Mas Aan kusuruh bawain kasur lipat agar mereka bisa tidur dengan nyaman," debatku."Tapi, Kak!""Kamu kenapa si

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 108

    Ibu menyeka air matanya dengan cepat, sementara Ayah melambaikan tangannya agar kami mendekat. Kami pun menghampiri Ayah dan Ibu."Kenapa hanya di sana? Tidak ada yang kami sembunyikan dari kalian, Nak. Kalian berhak tahu apa yang terjadi pada kami," tutur Ayah."Maaf, Yah, kami nggak mau mengganggu kalian," ujarku."Tidak, Nak, kalian tidak mengganggu. Kami senang karena kalian telah mempertemukan kami. Di depan kalian, Ibu ingin meminta maaf pada ayah kalian. Sebab Ibu punya banyak salah padanya. Gara-gara Ibu, hidup kita berantakan dan keluarga kita terpecah belah," papar Ibu yang menangkupkan kedua tangannya."Aku sudah melupakannya, bahkan tidak pernah menyimpan benci padamu, Tih. Justru aku yang minta maaf karena tidak bisa menjadi kepala rumah tangga yang berguna. Maafkanlah aku," ujar Ayah yang juga menangkupkan kedua tangannya.Kami terharu. Ayah dan Ibu sudah saling memaafkan, rasanya begitu lega melihat mereka berdua akur. Sebagai seorang anak, aku sangat bahagia. Kebahagia

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 107

    Aku masih mendengarkan percakapan Ayah dan Ibu. Dari pertanyaan Ibu itu, aku juga ingin mendapatkan jawabannya. Selama ini Ayah tidak pernah bercerita tentang anak kembarnya yang merupakan adikku. Juga tentang istrinya, dan tentang Ayah yang akhirnya tinggal di jalanan."Tidak ada yang bisa menggantikan kamu, Ratih. Bahkan saat aku menikah lagi, aku merasa sangat kesulitan menghadapi istri yang akhirnya memberikanku anak kembar. Aku tahu, lagi-lagi semua itu terjadi karena aku yang miskin ini, tapi kehidupanku bersamanya lebih buruk dari sebelumnya." Aku dan Lani masih mendengarkan Ayah bercerita, tepatnya menguping pembicaraan mereka."Iya, kamu benar, Mas. Pernikahan kedua memang terasa berbeda. Aku sendiri mengalaminya. Beradaptasi dengan orang baru itu sangat susah, dan kita mencoba untuk bisa mengimbanginya. Setelah hidup bersama lebih dari sepuluh tahun denganmu yang sudah sama-sama tahu sifat dan kepribadiannya, lalu harus menghadapi orang baru dengan kepribadian baru, itu sung

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status