Share

Bab 23

Penulis: Aisyah Ais
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 16:39:26

"Gimana keadaan Fajar, Kak?"

"Panasnya masih tinggi, Ndi. Padahal sudah minum obat juga, Kakak bingung dan kasihan melihatnya." Kutatap wajah Fajar yang berada dalam gendonganku. Ia masih merengek dan memanggil nama Ibu.

"Apa kita bawa ke rumah sakit saja?"

Memang sebaiknya ke rumah sakit saja. Tapi ... bagaimana dengan biayanya? Uangku tinggal sedikit, tidak tahu lagi harus seperti apa.

"Vin! Vina!" Terdengar suara Kak Nur, kulihat wajahnya panik, ia langsung mendekat dan memegang Fajar. "Gimana keadaan Fajar? Kenapa nggak telepon Kakak kalau Fajar sakit sih, Vin? Kamu nggak nganggep aku ini kakakmu, ya!"

"Maaf, Kak." Aku memang tidak ingin merepotkannya. Selama ini sudah banyak merepotkan Kak Nur dan Mbak Fika.

"Maaf, maaf! Kamu ini benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya ada keadaan seperti ini kok diam saja! Sudah, ayo bawa ke rumah sakit!" Kak Nur menarik tanganku, yang masih memegangi Fajar.

"Tapi, Kak ...." Aku menarik tanganku. Aku malu ji
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 24

    Aku tidak habis pikir, kenapa Bu Hajah meminta Andi membawa Lani ke rumahnya. Aku seperti merasakan ada niat lain dari Bu Hajah. Apa lagi Lani begitu senang berada di rumah mewah itu. Kenapa tiba-tiba ada ketakutan yang kurasakan. Aku takut jika Bu Hajah ingin Lani tinggal bersamanya. Dari yang kulihat, Bu Hajah sangat bahagia saat bertemu dengan Lani waktu itu. Dan saat aku membawa Fajar kemarin, Andi juga membawa Lani ke sana. Semoga ini semua hanya perasaanku saja. "Kata Bu Hajah, biar kami ada yang jaga saat Kakak di rumah sakit. Makanya aku disuruh membawa Lani juga ke sana," papar Andi. "Ya sudah, tapi harus jaga sikap di rumah orang." "Iya, Kak." Aku dan Mbak Fika meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit lagi. Sesampainya di sana, aku segera menyerahkan foto copy Kartu Keluarga itu setelah sebelumnya di foto copy lagi atas saran Mbak Fika. Katanya agar memudahkan saat tiba-tiba dibutuhkan. Setelah memberikan foto copy Kartu Keluarga untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 25

    "Maksudku ... Lani nggak diasuh sama mereka, 'kan?" "Ya enggaklah, Mbak. Lani tetap sama aku. Tapi untuk bantuan sebanyak ini ... aku rasa ini berlebihan." "Ya itu, maksud aku, Vin. Jangan-jangan ... mereka ingin kamu merelakan Lani tinggal bersama mereka. Kalau itu terjadi, kamu gimana?" Pertanyaan Mbak Fika membuatku gelisah. Bagaimana kalau perkiraanku itu benar. Bahkan Mbak Fika saja berpikir yang sama sepertiku. "Aku nggak mau lah, Mbak. Nggak akan aku bolehin. Apa pun yang terjadi, adik-adikku tidak boleh tinggal terpisah. Aku akan lakuin apa aja asal kami tetap tinggal bersama," jawabku. "Ya, aku setuju denganmu. Tapi kalau Lani sendiri yang menginginkannya, apa kamu akan melarangnya?" Entahlah, aku bingung menjawabnya. Bagaimana kalau Lani memang lebih suka tinggal bersama mereka? Tapi .... "Sudahlah, nanti kita pikirkan lagi," sela Mbak Fika. "Tapi uang ini terlalu banyak, apa aku kembalikan saja ya, Mbak?" "Kamu simpan dulu, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 26

    Apa maksud ucapan Lani, kenapa dia berkata seperti itu? Aku menoleh pada Bu Hajah Rahmi. Beliau tersenyum seraya memegang bahu Lani, yang memang duduk bersebelahan dengannya. "Namanya juga anak kecil. Nggak papa kalau nggak mau pulang, biarkan saja dia tinggal di sini lebih lama lagi," ujar Bu Hajah Rahmi. "Lani, ayo kita pulang, Fajar nanyain kamu. Kamu nggak kangen sama Fajar?" Aku tetap mengajaknya untuk pulang. Lani bergeming, tetap menunduk. "Jangan dipaksa, Vina, saya nggak keberatan kok, Lani tinggal bersama saya." "Tapi Lani masih punya keluarga, dan dia punya saya. Saya yang bertanggung jawab atas dia." Rasanya benar-benar tidak suka melihat Lani yang seperti enggan menatapku. Apa tinggal di sini menjadi keinginannya saat ini. Meskipun aku belum cukup dewasa, tapi aku cukup mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Begini, Vin, saya ingin meminta Lani untuk saya asuh. Saya ingin menjadikannya anak angkat karena saya senang melihat Lani, dan sepertinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 27

    "Ini dijual berapa, Pak?" "Lho, siapa bilang untuk dijual? Ini buat kalian pokoknya. Bapak punyanya hanya singkong, tidak bisa memberi yang lain." Lelaki seumuran bapak itu memutar motornya. "Tapi ini banyak lho, Pak. Tunggu sebentar." Aku ke dalam dan mengambil uang yang tinggal beberapa lembar. Hanya ada satu lembar uang lima puluhan, yang lain hanya lima ribuan dan dua ribuan saja. Tidak mungkin aku menerima begitu saja singkong sebanyak ini. Pasti Pak Mardi sudah bersusah payah menanam, merawat, serta mengambilnya dari kebunnya. "Ini, Pak." Kuberikan uang lima puluh ribuku yang tinggal satu-satunya. "Lho, nggak usah, Bapak ikhlas memberikannya. Bapak sudah jual beberapa karung, uangnya sudah terkumpul di rumah. Ini hanya sisanya saja yang saya bawa. Kalian jadikan makanan apa saja yang bisa dijual lagi. Nanti uangnya bisa buat beli beras. Bisa juga direbus untuk dimakan. Simpan saja uangnya, Bapak sudah punya uang." "Tapi, Pak ...." "Sudah, jang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 28

    Pagi ini aku bangun lebih awal untuk membuat gethuk. Berbekal pengalaman yang kudapat dari Nenek dulu, aku bisa membuatnya. Hanya perlu mengukus dan menumbuknya agar mendapatkan gethuk yang halus dan lembut. Ada dua jenis gethuk yang kubuat. Satu dengan toping serundeng, satunya lagi dengan toping gula merah cair dan kelapa parut. Beberapa keripik singkong juga sudah siap dalam kemasan. Kemarin aku dibantu Mbak Fika dan Kak Nur dalam membuatnya. Semua sudah aku tata rapi dalam plastik dan siap untuk dibawa ke pasar. Kak Nur bahkan sudah mencarikan lapak di pasar. Katanya agar aku tidak jualan di emperan. Padahal menurutku sama saja, yang penting jualannya laku. "Aku bantuin ya, Kak." Andi membantu membungkus gethuk-gethuk itu pada bungkusan daun pisang. Ada juga sebagian yang dibungkus dengan mika, karena daun pisangnya sudah habis. Kemarin Andi yang mencari daun pisang, tetapi ia hanya mendapat sedikit. "Alhamdulillah, semuanya sudah siap. Kakak tinggal mandi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 29

    "Dor!" Kedatangan Mbak Fika yang mengagetkan, membuatku terjingkat. Rupanya ia sengaja menaruh motornya jauh dari rumah agar bisa mengagetkanku. Jahil sekali dia. "Mbak Fika bikin kaget aja sih," gerutuku. "Ha ha ha, lagian kalian pagi-pagi kok udah mellow. Ayo kita berangkat ke sekolah, mana Lani?" Aku memanggil Lani dan ia keluar dengan tas di punggung dan sudah memakai seragam lengkap. Aku merasa bahagia melihat adikku akhirnya bisa sekolah. Andi dan Lani, mereka sudah naik ke atas motor dan Mbak Fika mengantarkan mereka. Jarak dari rumah menuju sekolah lumayan jauh, jadi aku harus mencari bagaimana caranya agar tidak bergantung pada Mbak Fika. Hari ini aku pergi ke pasar agak siang, karena tidak jualan gethuk. Ke pasar karena ingin berbelanja buah-buahan dan bahan-bahan untuk jualan lagi di lapaknya Mbak Fika. Sudah kuputuskan untuk tetap jualan di sana saat sore sampai malam, dan jualan di pasar saat pagi hari. Jadi saat siang aku masih bisa istira

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 30

    Sore ini aku membuka lapak Mbak Fika. Andi tidak ikut dan memilih ke tempat Haji Rosyid saat sore hari, karena paginya ia sekolah. Sedangkan Lani, ia aku daftarkan sekolah TPQ karena aku tidak memiliki banyak waktu untuk mengajarinya. "Kamu kok baru buka lapak lagi, Vin. Kamu sakit?" Saat membuka lapak, Kak Arya menghampiriku. "Enggak, memang baru ada waktu aja," jawabku singkat. Aku tidak mau terlalu dekat dengan Kak Arya, khawatir ada yang akan menghadangku lagi seperti tempo hari. "Aku bantuin menata dagangan, ya?" Kak Arya menawarkan diri, tetapi aku menolaknya dengan halus. "Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri, kok." "Ya udah deh, aku main sama Fajar aja kalau gitu. Ayo, Jar, ikut main sama Kakak." Lelaki bertubuh jangkung itu mendekati Fajar yang sedang asik bermain dengan mobil-mobilan hadiah dari Mbak Fika. "Jangan! Fajar nggak boleh main dulu, dia baru saja keluar dari rumah sakit." "Oh, Fajar habis sakit? Nggak papa kok, aku ajak Fajar mai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 31

    "Nanti saya pikirkan lagi, Pak." Sebenarnya ini menarik. Namun, banyak yang aku pertimbangkan. Membuat keripik singkong dan gethuk saja sudah memakan waktu yang cukup banyak. Apa lagi kalau harus membuat keripik pisang. Aku khawatir Fajar semakin tidak terurus kalau semua pekerjaan aku lakukan. Saat ini saja aku kasihan padanya karena harus ikut ke pasar pagi-pagi buta dan masih dalam keadaan dingin. Beruntung ada Kak Nur yang menjaganya saat aku berjualan. "Kenapa nggak dicoba saja?" "Aku takut nggak bisa membagi waktu untuk Fajar, Kak." "Gampang itu, nanti kita cari orang untuk membantu," usul Kak Nur. "Maksudnya membayar orang?" "Yups, betul!" "Uang dari mana? Kalau nggak laku gimana?" Tentu saja aku khawatir karena belum terlalu lama menjalani usaha keripik ini. Khawatir tidak bisa membayar orangnya. "Bisa, pasti bisa! Nggak akan tahu kalau nggak dicoba. Yang penting kita harus optimis. Nanti aku bantu cari orang yang mau bekerja. Tapi sebelu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21

Bab terbaru

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 68

    Mata terasa berat, tetapi kupaksakan untuk membukanya. Aku teringat harus bangun pagi agar tidak mengantre di depan kamar mandi. Masih pukul 05.00 WIB. Gegas aku bangun dan mengecek Farla yang ternyata masih pulas. Aku segera ke kamar mandi untuk mandi dan mencuci pakaian, meninggalkan Farla sendirian di dalam kamar. Biasanya dia akan pulas tidur saat jam pagi seperti ini. Semoga saja dia masih anteng sampai aku kembali. Benar kata Yuni, penghuni kost ini belum ada yang bangun di jam segini. Jadi aku bisa leluasa menggunakan kamar mandi tanpa harus tergesa-gesa karena ditunggui. Beruntung ada ember yang bisa kupakai untuk mengambil air karena aku butuh untuk memandikan Farla. Air dalam ember kubawa dan kutaruh di depan pintu kamar, lalu mengecek Farla ternyata masih tidur. Syukurlah. Lebih baik aku biarkan saja dulu dia tidur, dan mencari air panas untuk dia mandi nantinya. Pintu kukunci dan membawa termos untuk diisi di warung makan yang sudah buka."Permisi, Mbak, bisa beli air

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 67

    Setelah makan, rasanya mataku ngantuk sekali. Namun, kalau aku tidur, aku takut Farla terjatuh karena dia tidak mau tidur. Kalau sampai malam nanti aku belum bisa mendapatkan petunjuk tentang anak-anakku, aku harus bagaimana. Alena dan papanya masih belum pulang beberapa hari, tetapi kalau mereka sudah pulang lebih awal, bagaimana. Semoga saja mereka benaran tidak pulang dulu sebelum aku kembali. Aku berharap bertemu anak-anak, lalu membawa mereka bersamaku. Soal Mas Erik, aku akan memikirkannya nanti. Toh selama ini aku sudah menuruti semua kemauannya. *** Aku terbangun kala mendengar suara tangisan anak kecil. Kubuka mata yang masih lengket, seambari meraba tempat di depanku. Aku terkejut saat menyadari Farla tidak ada di depanku. Saat aku menoleh, dia sudah berada di tanah dalam kondisi telentang dan menangis kencang. Ya Tuhan, nenek macam apa aku ini, membiarkan cucunya terjatuh dari gazebo karena ketiduran. Kuambil Farla dan mengusap-usap kepalanya. Beruntung dia jatuh di re

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 66

    "Dan sekarang kamu baru mencari mereka karena merasa menyesal?" Rina menatapku, aku begitu malu dengan diri sendiri."Aku sangat bodoh, Rin." "Syukurlah kamu menyadari kebodohan itu. Seharusnya kamu nggak memilih suami egois seperti dia, Tih. Laki-laki yang benar-benar mencintaimu, pasti akan mau menerima anak-anakmu. Jika aku jadi kamu, aku lebih memilih hidup bersama anakku dari pada dengan laki-laki egois. Apa lagi katamu dia ingin kamu menyayangi anaknya saja. Dan sekarang, kamu disalahkan dengan kesalahan yang diperbuat anaknya sendiri." Ya, aku memang terlalu bodoh. Dan kini baru menyadarinya di saat begitu sulit mencari keberadaan anak-anakku. "Lalu gimana rencanamu selanjutnya?" "Entahlah, aku bingung, Rin. Aku harus mencari mereka ke mana? Tidak ada yang bisa kumintai tolong. Aku bingung." Aku menangis karena merasakan kebingungan dan kekhawatiran. Namun, aku tiba-tiba teringat dengan pertemuan kami di rumah Bu Lisna saat mengadakan ulang tahun putrinya. Bukankah wa

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 65

    Penjelasan Rina membuatku semakin dilanda kebingungan. Jika Vina dan adik-adiknya tidak pernah ke sini, lantas ke mana mereka. Hampir empat tahun sudah sejak aku meminta mereka pergi. Bagaimana mungkin mereka tidak ke sini, mereka hanya tahu rumah ayahnya. Selain Mas Ramlan, di sini tidak memiliki saudara lagi. Hanya ada saudara sepupu jauh Mas Ramlan, tetapi tidak terlalu akrab. Karena dulu saat aku masih tinggal di sini, keluarga kami dikucilkan. Maklum, orang miskin memang selalu dipandang hina. "Kamu yakin, Rin, tidak pernah melihat Vina? Atau mungkin kamu yang kurang memperhatikan? Vina dan adik-adiknya pergi ke sini sudah hampir empat tahun. Saat itu dia baru saja lulus dan tengah libur akhir sekolah." Aku bertanya lagi, untuk memastikan. "Kamu ngantar mereka kemari?" Rina malah balik bertanya dan aku menggeleng lemah. "Bentar deh, Tih. Kamu bilang, mereka ke sini saat libur akhir sekolah. Dan kamu nggak ngantar mereka? Jadi, mereka ke sini hanya berempat?" "Iya," jawabku.

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 64

    Perjalanan ini terasa sangat melelahkan ketika harus membawa bayi dalam gendongan. Farla mulai merengek, aku berhenti sebentar di bawah pohon mangga. Kuambil termos dan botol susu, membersihkannya sebentar dengan air panas lalu membuatkan susu untuk cucuku. "Jangan rewel ya, La, sebentar lagi kita sampai. Nanti kamu bisa main sama tante dan ommu." Aku tersenyum agar Farla merasa lebih tenang. Jujur aku merasa malu jika nanti anak-anakku melihatku membawa anaknya Alena, putri tiri yang dibanggakan, tetapi sudah tidak memiliki masa depan. Semoga Mas Ramlan mampu menyekolahkan Vina dan adik-adiknya. "Ojek, Pak, ojek!" Kuhentikan motor yang lewat. Seorang pengendara laki-laki memakai caping yang membawa karung berisi rumput di jok bagian belakang. "Saya bukan ojek, Bu, saya hanya pencari rumput." Orang itu berhenti sejenak tanpa mematikan mesin motornya. "Tapi saya butuh ojek, Pak, apa Bapak bisa mengantar saya?" "Waduh, saya bawa karung begini, mana bisa, Bu," jawabnya seraya me

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 63

    Farla merengek dan kuambilkan botol susu yang sengaja kubuat sebelum naik bis tadi. Sengaja aku membuatkannya dua botol. Satu sudah diminum, satunya lagi kuberi air panas agar masih hangat saat akan menggunakannya lagi.Perjalanan cukup melelahkan, apa lagi harus memangku bayi. Perut juga terasa keroncongan karena sudah lebih dari dua jam bus melaju. Ya Tuhan, mungkinkah dulu anak-anakku juga merasakan seperti ini, sesak karena harus duduk berempat di kursi yang hanya dua. Bahkan kala itu aku tidak membawakan bekal atau sekedar air minum untuk mereka. Padahal perjalanan jauh seperti ini sungguh melelahkan dan membuat seringnya ingin minum atau makan sesuatu. Mungkinkah dulu mereka kelaparan saat dalam bus, atau bahkan Fajar menangis. Tak sanggup membayangkannya. "Ayo kita turun dulu, Bu, barang kali mau buang air kecil," ajak perempuan yang duduk di sampingku. "Iya, ayo." Aku pun mengikuti ajakannya untuk turun saat bis berhenti di SPBU. Karena merasa ingin buang air kecil, aku me

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 62

    Pagi ini Alena pulang setelah semalam entah berada di mana. Kemarin dia bertengkar hebat dengan suaminya, hingga mereka berdua pergi dan tidak pulang semalaman. Pintu kamar tidak ditutup dan dia merebahkan tubuhnya di kasur yang sprei, selimut, dan bantalnya berantakan. Sudah sebesar itu, tapi tak pernah mau beberes kamarnya sendiri. "Tolong kamu jagain Farla dulu, Len, aku mau ke kamar mandi, mulas sekali." Kuberikan Farla pada Alena karena mendadak perutku mulas. Mungkin karena semalam makan pakai sambal. "Apaan sih, Ma, aku ngantuk mau tidur!" "Cuman bentar, kok!" Aku berjalan cepat menuju kamar mandi karena sudah tak tahan. Tak kuhiraukan teriakan Alena yang memanggilku. Namun, tiba-tiba Farla menangis dengan kencang dan itu membuatku buru-buru keluar dari kamar mandi. "Farla!" teriakku saat melihat Farla tengkurap di lantai sambil menangis, sementara Alena berada di kasur dan tidak memedulikan darah dagingnya sendiri. Kuambil Farla, ternyata dahinya membiru dan benjol. Ku

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 61

    "Kenapa baru pulang, sih, Rit? Kamu tahu nggak, aku berjuang setengah mati menahan sakit karena melahirkan anakmu! Eh, kamu malah enak-enakan di rumah ibumu!" Alena memarahi suaminya yang baru datang setelah tiga hari melahirkan. Farit duduk lalu mengambil air minum dan meneguknya. Alena ikut duduk di samping suaminya dengan kepayahan, sesekali memegangi perutnya. Ia memang tidak mau menggunakan korset pada perutnya, padahal baru pertama kali melahirkan. "Aku kerja, Alena, bukan senang-senang. Lagian kamu udah lahiran ya udah, apalagi?" Farit menjawab dengan entengnya. Laki-laki berkulit putih itu bahkan tidak memedulikan bayinya yang kini dalam gendonganku. Tidak ingin melihat atau pun menanyakan jenis kelaminnya.Aku heran saja dengan keluarga Farit. Sejak ia menjadi suami Alena, tidak pernah sekalipun ibu atau saudaranya yang datang ke sini. Bahkan hingga saat ini, tidak ada yang menjenguk Alena atau menanyakan bayi yang baru berumur tiga hari ini."Anak kita cewek, kamu nggak

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 60

    Rupanya gadis kecil yang dulunya sangat manja dan selalu aku suapi dengan telaten, bisa menjadi seganas itu. Kelakuan Alena tak ubahnya wanita liar yang haus akan belaian. Sungguh, aku yang perempuan saja merasa malu melihatnya. Dengan perut yang sedikit membuncit itu, dia ... ah! Lebih baik aku gedor pintunya agar mereka beralih tempat. Ada kamar, bisa-bisanya melakukannya di ruang tamu. Apa mereka tidak malu jika ada orang lain yang melihat. Pintu kugedor keras beberapa kali, nama Alena pun kupanggil. Tidak ada sahutan dan pintu masih kugedor. "Alena! Buka pintunya! Cepat buka!" Beberapa kali kupanggil, akhirnya pintu dibuka dan Alena muncul dengan handuk yang melilit di tubuhnya. "Kok Mama udah balik, sih!" gerutunya kesal. "Memangnya kamu ingin aku pergi berapa lama? Sampai suaramu itu didengar tetangga dan diintip orang, begitu?" Mata Alena membulat, sepertinya dia kaget. "Apa nggak ada tempat lain? Kamar kamu masih luas, kan? Atau kalau nggak, sekalian aja di halaman bia

DMCA.com Protection Status