Share

Bab 108

Penulis: Aisyah Ais
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-08 10:58:47

Ibu menyeka air matanya dengan cepat, sementara Ayah melambaikan tangannya agar kami mendekat. Kami pun menghampiri Ayah dan Ibu.

"Kenapa hanya di sana? Tidak ada yang kami sembunyikan dari kalian, Nak. Kalian berhak tahu apa yang terjadi pada kami," tutur Ayah.

"Maaf, Yah, kami nggak mau mengganggu kalian," ujarku.

"Tidak, Nak, kalian tidak mengganggu. Kami senang karena kalian telah mempertemukan kami. Di depan kalian, Ibu ingin meminta maaf pada ayah kalian. Sebab Ibu punya banyak salah padanya. Gara-gara Ibu, hidup kita berantakan dan keluarga kita terpecah belah," papar Ibu yang menangkupkan kedua tangannya.

"Aku sudah melupakannya, bahkan tidak pernah menyimpan benci padamu, Tih. Justru aku yang minta maaf karena tidak bisa menjadi kepala rumah tangga yang berguna. Maafkanlah aku," ujar Ayah yang juga menangkupkan kedua tangannya.

Kami terharu. Ayah dan Ibu sudah saling memaafkan, rasanya begitu lega melihat mereka berdua akur. Sebagai seorang anak, aku sangat bahagia. Kebahagia
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 109

    Andi menatap dan menanyaiku, sepertinya dia khawatir aku mendengar semua curhatannya pada Yusuf."Barusan. Ada apa memangnya?" jawabku."Nggak apa-apa, kupikir sudah dari tadi.""Memang kenapa kalau Kakak udah pulang dari tadi?""Ya nggak apa-apa. Mana Lani dan Fajar?" Andi melihat sekeliling."Mereka nggak pulang malam ini, tidur di rumah Ayah dan Ibu." Jawabanku membuat Andi menyernyit."Maksud Kakak, mereka tinggal serumah? Di rumah yang ditinggali Ayah itu?" Aku tersenyum mendengar Andi mengucapkan kata "Ayah"."Iya. Nggak ada pilihan, Ibu butuh tempat tinggal dan teman ngobrol. Kupikir Ayah dan Pak Mardi bisa menjadi temannya karena mereka sudah sama-sama tua, nggak kayak di rumah ini yang semua isinya anak muda.""Tapi mereka sudah berpisah, Kak, nanti bisa jadi fitnah!" Andi terlihat kesal."Ya nggak apa-apa, kan ada Farla, Lani dan Fajar juga tidur di sana, kan? Tadi Mas Aan kusuruh bawain kasur lipat agar mereka bisa tidur dengan nyaman," debatku."Tapi, Kak!""Kamu kenapa si

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 110

    Lani memanggil Ayah, kemudian menarik tangan Andi agar segera masuk ke rumah. Andi patuh, lalu duduk di kursi setelah Lani menyuruhnya. Aku pun ikut duduk di samping Andi sambil tersenyum.Ayah datang bersamaan dengan Fajar yang membawa toples berisi camilan. "Kalian kemari, ada apa, Nak?" tanyanya setelah duduk."Andi ngajak aku ke sini untuk tidur di sini, soalnya dia nggak mau sahur tanpa adik-adiknya," tuturku.Ayah menatap Andi dengan senyuman khasnya, sementara Andi terlihat cuek."Beneran, Kak?" Fajar bertanya dengan mulut penuh makanan."Kalau makan jangan sambil ngomong, kalau ngomong jangan sambil makan, Jar." Andi mengingatkan."He he he, iya, Kak." Fajar memasukkan camilan lagi ke dalam mulutnya, tidak lagi bertanya.Sementara itu, Ibu yang berada tak jauh dari tempatku berada, seperti ingin mendekat, tapi tidak berani. Mungkin saja khawatir akan membuat Andi marah seperti kemarin.Aku berdiri, melangkah menuju tempat Ibu berada. "Ayo, Bu, kita ke sana," ajakku. "Jangan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 111

    Dinginnya malam membuatku merapatkan tubuh pada selimut tebalku. Tubuhku terasa lelah dengan aktifitas yang kulakukan seharian ini. Mataku mulai sembab, tapi tak lagi kupedulikan. Yang ingin kulakukan hanyalah tidur, untuk menghilangkan penat di tubuh dan pikiran."Kak, ayo bangun! Sudah waktunya sahur." Terdengar suara Lani membangunkanku, tapi rasanya aku masih enggan membuka mata. Mata ini terasa lengket, pedas, dan terkatup rapat. Otakku masih merespons, tapi mataku belum bisa diajak bekerja sama."Vina, bangun, Nak, ayo sahur. Kalau nggak cepat bangun, nanti keburu imsak." Dengan sekali perintah, aku langsung membuka mata.Wanita cantik dengan daster kusam itu adalah ibuku. Dia tersenyum mengusap rambutku, kemudian menuntunku dari tempat tidur.Kutatap sekeliling, aku berada di rumah masa kecilku. Rumah berdinding kayu yang menjadi tempat aku tumbuh dan bermain. Suasananya sangat hangat, "Ayo, sini, Ibu sudah membuat telur dadar dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 112

    Kami bertiga mendekat dan tersenyum pada Ibu, saat Ibu mulai membuka matanya. Dengan tangannya, dia menyentuh wajah kami satu per satu. Diusapnya dengan lembut, seolah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga."Ini seperti mimpi. Kalian benar-benar ada dan bisa kusentuh. Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih telah mendekatkan mereka padaku." Ibu menengadahkan kedua tangannya, lalu mengusapkannya ke wajah.Kami bertiga memeluknya, Ibu mengusap kepala kami. "Ibu sangat senang, akhirnya bisa melihat senyum kalian yang dulu. Maafkan Ibu, dulu membuat kalian susah dan sakit hati. Ibu baru menyadari semuanya setelah kalian tidak ada. Tidak ada yang menyayangi Ibu seperti kalian. Entah harus berapa kali harus meminta maaf. Kukira tak akan cukup meski aku mengatakannya setiap saat."Kupandangi Andi dan Lani, juga Fajar yang masih tidur di kasur lipat. Kemudian, aku memandang Ibu. "Kita akan mulai lembaran yang baru, kita lupakan masa lalu. Hari ini, hari pertama di bulan ramadhan, kita bersat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 1. Semangkuk Nasi Jatah Bertiga

    "Loh, kenapa Fajar dibiarkan menangis, Bu?" "Biarkan saja! Dia minta nenen terus dari tadi!" Kulepas tas sekolah yang berada di punggung. Dengan masih memakai seragam sekolah, aku mengambil alih adik bungsuku yang masih menangis di samping Ibu, sedangkan dia duduk berselonjor dengan santai di depan televisi. Meski perjalanan dari sekolah begitu melelahkan, aku tidak tega melihat adikku menangis begitu kencangnya tanpa ada yang menenangkan. Aku berusaha menenangkannya, tetapi tidak juga berhenti menangis. "Kenapa tidak Ibu susui?" "Dia itu mau Ibu sapih, Vin. Sudahlah, bawa adikmu main atau ajak beli jajan sana!" titah Ibu. Akhir-akhir ini, aku sering melihat Ibu agak berbeda. Sering marah dan tidak mau mengurusi Fajar. Sejak tinggal bersama suami barunya, Ibu jadi sering bersikap kasar pada kami anak-anaknya, tetapi menjadi lembut dan baik pada anak tiri yang begitu mereka manjakan. Sebagai anak kandung, jujur aku merasa tersisihkan, begitupun adik-adikku. Aku kasihan pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 2. Ibu Tidak Adil

    Teriakan Papa Erik membuatku menghentikan aktifitas mencuci piring dan mengelap tangan dengan baju yang kupakai. Pasti Fajar yang dimaksud olehnya. Bergegas aku melihat apa yang terjadi dan mengintip di balik gorden. Benar saja, Ibu membawa tubuh mungil Fajar keluar dari kamarnya, lalu membawanya ke kamar kami. Di rumah ini hanya ada tiga kamar. Kamar depan dipakai Papa Erik dan Ibu, kamar kedua ditempati Alena, putri satu-satunya Papa Erik yang begitu mereka manjakan. Dan kamar yang belakang, aku dan kedua adikku yang menempatinya. Tapi sepertinya kali ini akan ketambahan Fajar juga karena tadi Papa Erik menyuruh Ibu membawa Fajar untuk tidur di kamar lain. Entah bagaimana nanti saat malam hari karena biasanya Fajar hanya bisa tidur jika dikelonin Ibu. "Kak!" Andi mengagetkanku. "Ada apa, Ndi? Bikin kaget aja, kamu!" "He he he, maaf, Kak. Aku mau main ke rumah Rafa." "Iya, hati-hati dan ashar harus sudah pulang, ya!" Andi mengangguk lalu keluar dari rumah. Ia juga memba

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 3. Ibu Tega Sekali

    Jadi Ibu menganggapku sebagai beban dalam hidupnya. Lalu, kenapa dulu dia bersikeras untuk membawa aku dan ketiga adikku dari Ayah. Kalau saja Ibu tidak bersikeras, mungkin saat ini kami tinggal bersama Ayah. Namun, saat ini Ayah juga sudah memiliki istri lagi. Ah, kenapa juga seperti ini nasib kami setelah orang tua berpisah. "Aku sudah besar, Bu, aku mengerti semuanya. Yang tidak aku mengerti, kenapa Ibu tidak menyayangi kami, seperti Ibu menyayangi anak tiri Ibu itu?" ucapku dengan bibir bergetar. "Kami juga butuh kasih sayang Ibu!" "Diam, kamu Vina! Kalau kamu masih ingin tinggal bersama Ibu, jangan berani membantah!" "Kenapa, Bu? Apa Ibu sudah tidak menyayangi kami lagi? Kami tidak mau berbagi Ibu! Kami mau Ibu hanya milik kami!" Ibu tidak memedulikan tangisanku. Ia meninggalkan kami dan masuk ke dalam kamarnya. Uang sepuluh ribu itu dijatuhkan, dan Andi memungutnya. "Kak!" Andi mendekatiku yang masih menangis. Kuseka air mata, rasanya malu menangis di depan adik-adikku

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 4. Tidak Boleh Sekolah

    Rupanya Ibu sudah menyiapkan semuanya dan benar-benar tidak mau tidur bersama Fajar. Kenapa Ibu bisa setega ini? "Sudahlah, Vin. Jangan ganggu Ibu! Sana urus adik-adikmu!" Aku pun menuju kamar. Teganya Ibu membiarkan Fajar tidur bersama kami. Bukan aku tidak mau mengurusinya, tetapi dia masih butuh ASI. Meskipun sudah disiapkan susu formula, Fajar jarang mau meminumnya. "Fajar belum tidur, Kak?" "Belum, Ndi. Kamu tidur aja duluan, besok 'kan sekolah," perintahku. "Tapi Kakak juga besok harus sekolah. Biar aku saja yang jaga Fajar." "Jangan, kamu tidur aja. Setelah Fajar tidur, Kakak juga langsung tidur, kok." Andi menurut dan naik ke ranjang, lalu tidur di sebelah Lani yang sudah tertidur pulas. Sementara aku masih menggendong Fajar dengan gendongan instan. Ia tidak mau aku tidurkan karena mencari Ibu. "I-bu, I-bu. Ne-nen." "Fajar, bobok sama Kakak, ya, jangan rewel." "Ibu ..., huwaaaa, huwaaa ...." Rupanya aku memang belum bisa menjaga Fajar jika malam hari.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16

Bab terbaru

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 112

    Kami bertiga mendekat dan tersenyum pada Ibu, saat Ibu mulai membuka matanya. Dengan tangannya, dia menyentuh wajah kami satu per satu. Diusapnya dengan lembut, seolah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga."Ini seperti mimpi. Kalian benar-benar ada dan bisa kusentuh. Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih telah mendekatkan mereka padaku." Ibu menengadahkan kedua tangannya, lalu mengusapkannya ke wajah.Kami bertiga memeluknya, Ibu mengusap kepala kami. "Ibu sangat senang, akhirnya bisa melihat senyum kalian yang dulu. Maafkan Ibu, dulu membuat kalian susah dan sakit hati. Ibu baru menyadari semuanya setelah kalian tidak ada. Tidak ada yang menyayangi Ibu seperti kalian. Entah harus berapa kali harus meminta maaf. Kukira tak akan cukup meski aku mengatakannya setiap saat."Kupandangi Andi dan Lani, juga Fajar yang masih tidur di kasur lipat. Kemudian, aku memandang Ibu. "Kita akan mulai lembaran yang baru, kita lupakan masa lalu. Hari ini, hari pertama di bulan ramadhan, kita bersat

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 111

    Dinginnya malam membuatku merapatkan tubuh pada selimut tebalku. Tubuhku terasa lelah dengan aktifitas yang kulakukan seharian ini. Mataku mulai sembab, tapi tak lagi kupedulikan. Yang ingin kulakukan hanyalah tidur, untuk menghilangkan penat di tubuh dan pikiran."Kak, ayo bangun! Sudah waktunya sahur." Terdengar suara Lani membangunkanku, tapi rasanya aku masih enggan membuka mata. Mata ini terasa lengket, pedas, dan terkatup rapat. Otakku masih merespons, tapi mataku belum bisa diajak bekerja sama."Vina, bangun, Nak, ayo sahur. Kalau nggak cepat bangun, nanti keburu imsak." Dengan sekali perintah, aku langsung membuka mata.Wanita cantik dengan daster kusam itu adalah ibuku. Dia tersenyum mengusap rambutku, kemudian menuntunku dari tempat tidur.Kutatap sekeliling, aku berada di rumah masa kecilku. Rumah berdinding kayu yang menjadi tempat aku tumbuh dan bermain. Suasananya sangat hangat, "Ayo, sini, Ibu sudah membuat telur dadar dan

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 110

    Lani memanggil Ayah, kemudian menarik tangan Andi agar segera masuk ke rumah. Andi patuh, lalu duduk di kursi setelah Lani menyuruhnya. Aku pun ikut duduk di samping Andi sambil tersenyum.Ayah datang bersamaan dengan Fajar yang membawa toples berisi camilan. "Kalian kemari, ada apa, Nak?" tanyanya setelah duduk."Andi ngajak aku ke sini untuk tidur di sini, soalnya dia nggak mau sahur tanpa adik-adiknya," tuturku.Ayah menatap Andi dengan senyuman khasnya, sementara Andi terlihat cuek."Beneran, Kak?" Fajar bertanya dengan mulut penuh makanan."Kalau makan jangan sambil ngomong, kalau ngomong jangan sambil makan, Jar." Andi mengingatkan."He he he, iya, Kak." Fajar memasukkan camilan lagi ke dalam mulutnya, tidak lagi bertanya.Sementara itu, Ibu yang berada tak jauh dari tempatku berada, seperti ingin mendekat, tapi tidak berani. Mungkin saja khawatir akan membuat Andi marah seperti kemarin.Aku berdiri, melangkah menuju tempat Ibu berada. "Ayo, Bu, kita ke sana," ajakku. "Jangan,

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 109

    Andi menatap dan menanyaiku, sepertinya dia khawatir aku mendengar semua curhatannya pada Yusuf."Barusan. Ada apa memangnya?" jawabku."Nggak apa-apa, kupikir sudah dari tadi.""Memang kenapa kalau Kakak udah pulang dari tadi?""Ya nggak apa-apa. Mana Lani dan Fajar?" Andi melihat sekeliling."Mereka nggak pulang malam ini, tidur di rumah Ayah dan Ibu." Jawabanku membuat Andi menyernyit."Maksud Kakak, mereka tinggal serumah? Di rumah yang ditinggali Ayah itu?" Aku tersenyum mendengar Andi mengucapkan kata "Ayah"."Iya. Nggak ada pilihan, Ibu butuh tempat tinggal dan teman ngobrol. Kupikir Ayah dan Pak Mardi bisa menjadi temannya karena mereka sudah sama-sama tua, nggak kayak di rumah ini yang semua isinya anak muda.""Tapi mereka sudah berpisah, Kak, nanti bisa jadi fitnah!" Andi terlihat kesal."Ya nggak apa-apa, kan ada Farla, Lani dan Fajar juga tidur di sana, kan? Tadi Mas Aan kusuruh bawain kasur lipat agar mereka bisa tidur dengan nyaman," debatku."Tapi, Kak!""Kamu kenapa si

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 108

    Ibu menyeka air matanya dengan cepat, sementara Ayah melambaikan tangannya agar kami mendekat. Kami pun menghampiri Ayah dan Ibu."Kenapa hanya di sana? Tidak ada yang kami sembunyikan dari kalian, Nak. Kalian berhak tahu apa yang terjadi pada kami," tutur Ayah."Maaf, Yah, kami nggak mau mengganggu kalian," ujarku."Tidak, Nak, kalian tidak mengganggu. Kami senang karena kalian telah mempertemukan kami. Di depan kalian, Ibu ingin meminta maaf pada ayah kalian. Sebab Ibu punya banyak salah padanya. Gara-gara Ibu, hidup kita berantakan dan keluarga kita terpecah belah," papar Ibu yang menangkupkan kedua tangannya."Aku sudah melupakannya, bahkan tidak pernah menyimpan benci padamu, Tih. Justru aku yang minta maaf karena tidak bisa menjadi kepala rumah tangga yang berguna. Maafkanlah aku," ujar Ayah yang juga menangkupkan kedua tangannya.Kami terharu. Ayah dan Ibu sudah saling memaafkan, rasanya begitu lega melihat mereka berdua akur. Sebagai seorang anak, aku sangat bahagia. Kebahagia

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 107

    Aku masih mendengarkan percakapan Ayah dan Ibu. Dari pertanyaan Ibu itu, aku juga ingin mendapatkan jawabannya. Selama ini Ayah tidak pernah bercerita tentang anak kembarnya yang merupakan adikku. Juga tentang istrinya, dan tentang Ayah yang akhirnya tinggal di jalanan."Tidak ada yang bisa menggantikan kamu, Ratih. Bahkan saat aku menikah lagi, aku merasa sangat kesulitan menghadapi istri yang akhirnya memberikanku anak kembar. Aku tahu, lagi-lagi semua itu terjadi karena aku yang miskin ini, tapi kehidupanku bersamanya lebih buruk dari sebelumnya." Aku dan Lani masih mendengarkan Ayah bercerita, tepatnya menguping pembicaraan mereka."Iya, kamu benar, Mas. Pernikahan kedua memang terasa berbeda. Aku sendiri mengalaminya. Beradaptasi dengan orang baru itu sangat susah, dan kita mencoba untuk bisa mengimbanginya. Setelah hidup bersama lebih dari sepuluh tahun denganmu yang sudah sama-sama tahu sifat dan kepribadiannya, lalu harus menghadapi orang baru dengan kepribadian baru, itu sung

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 106

    Pertemuan kedua insan yang pernah menjalani kehidupan bersama itu tampak mengharukan. Ayah melepas caping yang tadi terpasang di kepalanya, lalu mendekati Ibu yang berada di kursi roda.Aku yang berada di belakang kursi roda, memang tidak dapat melihat ekspresi wajah Ibu. Namun, bahu Ibu bergetar dan tangannya terangkat ke udara, seakan ingin menyalami Ayah."Mas Ramlan," sapa Ibu.Ayah menatapku, aku tersenyum saja. Lani yang berada di sampingku pun ikut menoleh padaku dan tersenyum tipis. Ayah kemudian menyentuh tangan Ibu yang masih berada di udara, dan mereka berjabat tangan. "Benarkah ini kamu, Ratih?" tanyanya."Iya, ini aku. Aku wanita yang tidak bersyukur dan wanita yang pernah meninggalkanmu dulu. Aku wanita yang meminta cerai darimu, Mas Ramlan," jawab Ibu dengan suara bergetar."Bukan itu yang aku tanyakan, Ratih. Aku tidak menyangka kita bertemu lagi setelah sekian lama berpisah. Aku tidak pernah menyalahkanmu karena memilih bercerai dariku, Tih. Aku sangat tahu diri denga

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 105

    Sejenak, Andi memandangi Ibu yang duduk di kursi roda. Dia lalu membuang pandangan, dan berlalu begitu saja ke kamarnya. Tak lama berselang, dia keluar lagi bersama Yusuf yang sepertinya baru bangun tidur, terlihat dari matanya yang masih sulit untuk dibuka. "Aku masih ngantuk, Ndi, habis bantuin kamu bersihin kandang dan cuci motor kamu. Emang kenapa sih, kalau tidur sebentar lagi?" Andi menarik tangan Yusuf dengan paksa, meski sepertinya pemuda itu masih mengantuk. "Cepatlah, kita ke rumahmu saja. Aku mau tidur di rumahmu!" Andi masih terus menarik tangan Yusuf dengan membawa jaket yang disampurkan di tangannya. "Ndi," panggilku. Andi menoleh sebentar, setelah itu kembali menarik tangan Yusuf. "Kamu mau ke mana, sih? Kenapa mau pergi lagi?" tanyaku. Dia masih diam, kemudian memakai jaket dan menjawab, "Aku ingin ke rumah Yusuf, Kakak nggak keberatan, kan?" Adikku itu berbicara tanpa menoleh. Aku mendekatinya, lalu menatapnya lekat. Tubuhnya yang lebih tinggi dariku, membu

  • SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU   Bab 104

    Aku menoleh, merasa tidak percaya bahwa laki-laki yang dimaksud Mas Agus itu adalah Andi. Selama ini Andi bersikeras tidak ingin bertemu dengan Ayah. Bahkan, dia juga marah saat aku membawa Ayah ke acara syukuran waktu itu."Andi? Mana mungkin, Kak.""Aku juga kurang yakin, tapi semoga saja itu beneran Andi. Bukannya itu malah bagus? Kalau Andi masih peduli sama ayahmu, berarti kata-kataku kemarin bisa dia mengerti." Kak Nur membantuku berdiri."Andi datang ke rumah? Kak Nur ngomong apa sama dia?""Iya. Pokoknya dia aku nasehati panjang lebar dan hanya diam nggak jawab apa-apa. Sudah, nanti aku ceritakan lagi. Sekarang kita harus ke puskesmas."Aku memberi tahu Lani dan pergi ke puskesmas bersama Kak Nur. Sampai di sana, Ayah tengah duduk setengah berbaring dan ada Mas Agus di sampingnya."Gimana keadaan Ayah?""Cuma lecet, nggak usah khawatir, Nak," ujar Ayah tersenyum.Kulihat tangan dan kepala Ayah sudah diperban, juga ada bekas darah di bajunya. "Kepala Ayah?""Cuma dijahit sediki

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status