Hari itu juga Yu Ping menerima seragam baru sebagai murid perguruan Hoa San, rasa bangga menyelimuti hatinya.
Ia bertanya-tanya dalam hati mengapa Guru melakukan itu semua kepadanya.“Sebentar lagi akan ada pertandingan mencari ketua dunia persilatan dan pendekar nomor satu,” kata Wu Xian setelah acara pengangkatan Yu Ping sebagai murid Hoa San selesai.Para tetua dan murid mendengarkan dengan penuh perhatian.“Aku akan bertapa untuk menyempurnakan ilmuku sampai hari pertandingan tiba. Selama aku tidak berada di sini, jaga persaudaraan di antara kalian, dan saling melindungi!”“Baik, Guru!” para murid membungkuk hormat.Wu Xian menghela napas panjang, ia tahu mereka tak sepenuh hati mendengarkan nasihatnya.“Yu Ping, antarkan aku ke tempat pertapaan!” Wu Xian menoleh pada murid yang paling dikasihinya.Yu Ping mengangguk cepat, segera mengikuti gurunya meninggalkan aula menuju pertapaan yang letaknya be“Bocah Nakal, dimana kau bersembunyi? Guru datang mencarimu … hahaha!” terdengar tawa yang tak asing di telinga Yu Ping. Murid-murid Hoa San menghadang kakek yang dijuluki Pendekar Sinting itu agar tak menyerbu ke dalam gedung. “Siapa kau ini, bertamu ke tempat kami dengan berteriak-teriak, sungguh tak tahu malu!” bentak murid Pertama seraya mengacungkan tongkatnya. Pria itu seperti tuli, tetap saja berteriak-teriak. “Maaf Paman, tetapi siapakah nama murid yang Paman cari itu?” tanya murid Keempat lebih sopan. Liu Heng berhenti berteriak, menengadah ke atas seraya mengetuk kening dengan telunjuknya. Ia berpikir keras mengingat nama pemuda yang pernah bertemu dengannya di kaki gunung waktu itu. Yu Ping yang bersembunyi di balik pilar hanya bisa berdoa semoga kakek itu tak mengingat namanya, dan doanya terkabul. “Aku hanya ingat namanya Bocah nakal!” Liu Heng akhirnya menjawab setelah bermenit-menit lamanya berpikir
"Vampir penghisap darah akan datang malam ini, itu tadi lonceng peringatannya!" jawab si pemilik penginapan dengan tubuh gemetar. Sontak penjelasan pemilik tempat penginapan itu mengundang reaksi dari seluruh pengunjung. “Vampir? Omong kosong apa itu?” celetuk salah seorang dari anak buah Xue Yi, pengawal ekspedisi. “Sungguh saya tidak bohong!” si pemilik penginapan melanjutkan dengan serius. “ Setiap malam bulan purnama, manusia penghisap darah akan datang dan meminta satu nyawa. Korbannya selalu ditemukan mati kehabisan darah, itu sebabnya setiap lonceng berbunyi, kita harus memastikan untuk berada di rumah dan berjaga sepanjang malam.” “Sungguh tidak masuk di akal,” gumam Ru Chen, ketua perguruan Pedang Langit. “Tetapi kita juga tidak bisa bersikap sembrono,” timpal Xun Huan, ketua perguruan Bu Tong yang diikuti anggukan orang-orangnya. Qi Yun yang melihat kesempatan bagus untuk berkenalan dengan ketiga ketua perguruan dari dunia persilatan, bangkit berdiri seraya menangkupkan
Pria misterius itu mendongak ke arah langit-langit kamarnya sambil membentak nyaring, “Siapa di atas, hah?” Bayangan di atas atap bergerak menjauh dari lokasi. Manusia Kelelawar menggeram seperti seekor beruang mengamuk saat mengetahui dirinya telah diintai, ia menghentakkan kaki ke tanah dan melompat tinggi mendobrak genting yang ada di atasnya. BRAKK! Manusia Kelelawar menginjakkan kaki di atas genting, matanya memindai area sekitar. Langit malam sangat pekat, hanya cahaya bulan yang dapat ia andalkan untuk melihat. Pria mengenakan cape berwarna hitam itu mulai merapalkan mantra sambil memejamkan mata, kedua tangannya mengepal dengan jari telunjuk dan jari tengah mengacung. Ia menempelkan keempat jari itu bersilang di depan dada dengan bibir komat-kamit, lalu mengusap kelopak mata yang terpejam dengan jari-jarinya. Saat ia membuka mata, bola matanya berubah warna menjadi merah darah. Ternyata pria itu
Manusia Kelelawar terbang ke atas kepala Ru Chen lalu membalikkan tubuhnya dengan posisi kepala di bawah, bersiap menusukkan senjatanya ke ubun-ubun ketua Pedang Langit. Ru Chen hanya bisa pasrah, menunggu maut datang menjemput. Di saat-saat kritis, sesosok bayangan putih berkelebat melesat ke arah mereka. Setelah dekat, bayangan itu berputar lalu menendang dada Manusia Kelelawar yang masih dalam posisi melayang di atas tubuh Ru Chen. Sementara tangan kanannya menyentakkan pedang lentur di tangan ke arah dahan pohon yang berdiri tak jauh dari situ. Bilah pedang lentur itu membelit dahan pohon hingga mampu menahan tubuh pemiliknya agar tak terlempar ke dalam jurang. Namun tidak bagi Manusia Kelelawar, manusia berhati iblis itu tak menyangka akan datangnya serangan karena terlalu bernapsu untuk menghabisi nyawa Ru Chen dan menghisap habis darahnya. BUKK! Tendangan pertama di dada disusul tendangan kedua membuat t
“Ini adalah serbuk obat ‘Pembebas Jiwa’ yang dapat membebaskan Guru Besar dari pengaruh sihir. Namun untuk menghilangkan kecurigaan A Ping, kau harus memberikan dalam dosis kecil pada Guru Besar setiap hari!” Murid Pertama bukanlah murid yang cerdas pikirannya, apalagi tetua Wang adalah gurunya sejak ia masih kecil. Ia yakin tetua Wang berkata benar, bahwa ketua Hoa San dalam pengaruh sihir dan harus diselamatkan. Meski begitu ia masih tampak ragu-ragu menerima tugas itu.“Guru Wang, apakah serbuk ini tidak memberikan efek samping pada Guru Besar?” tanya murid Pertama. Tiba-tiba wajah tetua Wang berubah, kulit mukanya memerah padam.“Kau pikir aku ingin membunuhnya, hah?” bentakan tetua Wang menciutkan nyali murid Pertama. “Maaf Guru, Murid tidak berani,” jawab murid Pertama cepat. “Murid hanya bertanya, karena Guru Besar sudah tua, tentunya minum obat tidak boleh sembarangan.” “Dasar Bodoh, jangan mencoba mengguruiku. Aku lebih tahu mana yang berbahaya dan mana yang tidak. Tugas
"Kita akan memaksa anak itu menemukan Seruling Sakti Sang Naga untuk kita!" tetua Cheng menyeringai. Namun tetua perguruan Kunlun itu masih melihat keragu-raguan di wajah mereka.Sepertinya sulit bagi para pendekar dunia persilatan yang hadir di tempat itu mempercayai kebenaran tentang adanya Seruling Sakti Sang Naga.“Kalian masih meragukan kebenaran tentang Seruling Sakti?” laki-laki yang sangat pandai berkata-kata itu terus berusaha meyakinkan para ketua perguruan di hadapannya."Coba bayangkan apa yang bisa kita lakukan untuk rakyat negeri ini dengan seruling sakti di tangan!" ujar tetua Cheng seraya menatap lawan bicaranya satu per satu."Kita dapat mengalahkan Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa yang makin hari makin bertambah kejahatannya di negeri ini, yang sulit disentuh karena dalam perlindungan raja Qi Xiang."Hati keempat tokoh penting yang berdiri di depan tetua Cheng mulai tergerak. Mereka semua sudah mendengar tentang kekejian ketujuh pembunuh berdarah dingin yang kerap membua
Murid Pertama mengambil bungkusan kertas kecil dari balik saku lalu menuangkan isinya ke dalam mangkuk sup. Diaduknya sup itu perlahan agar obat yang ia bubuhkan tercampur rata. "Kelak Guru Besar akan berterima kasih padaku," murid Pertama menyeringai puas. Saat Yu Ping kembali ke dapur untuk mengantarkan sarapan pagi ke tempat pelatihan Wu Xian, murid Pertama sudah tak ada lagi di sana. Pemuda itu memanggil sang kakak seperguruan namun tak ada jawaban. Akhirnya ia mengangkat bahu lalu meraih nampan berisi sup dan nasi untuk gurunya. Ketika Yu Ping memasuki ruang pelatihan, nampak olehnya Wu Xian sedang duduk bersila di atas selembar tikar. Pria tua itu memejamkan mata, dengan ujung-ujung jari tangan kanan menyentuh lantai, sementara tangan kiri bertumpu di atas paha dengan telapak tangan menghadap keatas. Tak ingin mengganggu guru yang sangat dihormatinya, Yu Ping meletakkan nampan di atas meja batu tanpa suara. Ia berjingkat-jingkat agar suara langkah kakinya tidak mengganggu
Qi Yun belum pernah melihat wajah secantik gadis yang ada di hadapannya saat ini. Ia seperti tersihir oleh sepasang mata bulat berkilauan, sampai tiba-tiba gadis itu menjerit ketakutan dengan wajah memerah. “KYAAA!” Qing Ning berbalik dan menutup matanya dengan satu tangan. Gadis itu tampak shock berat. “Ma … maaf … Nona, aku …” Belum selesai pemuda tampan itu berbicara, Qing Ning sudah berlari meninggalkannya begitu saja. “Eeh … bagaimana dengan bajuku?” Qi Yun berusaha memanggil tetapi gadis yang nyaris dikiranya dewi turun dari langit itu sudah menghilang. Sial! Bagaimana sekarang ia dapat meneruskan perjalanan ke perguruan Hoa San tanpa pakaian? Akhirnya Qi Yun memutuskan bersembunyi di semak-semak, menunggu gadis cantik yang membawa pakaiannya tadi kembali atau setidaknya seseorang yang bersedia meminjamkan pakaian untuk dikenakan. Yu Ping sedang menuruni gunung untuk mencari kayu bakar ketika berpapasan dengan Qing N