Yu Ping berguling-guling kesakitan di atas hamparan pasir gurun. Butiran-butiran pasir hitam menyelimuti sekujur tubuhnya, berusaha menghancurkan semua persendian. Erangan tertahan lolos dari bibir si pemuda malang, sementara keringat bercampur darah mengucur dari pelipisnya.Siluman Ular Gurun Gobi, Fu Ming dan Siluman Kalajengking, Fu Zhen menyaksikan penderitaan Yu Ping dengan sorot mata puas. Seringai kejam menghiasi wajah mereka yang menakutkan. Akhirnya, keduanya berhasil menaklukkan si Pendekar Seruling Sakti Naga, sosok yang selama ini menjadi duri dalam daging bagi para siluman.Aroma kemenangan memenuhi udara yang kering dan dingin, membuat kedua siluman itu semakin bernafsu. Mereka pun mulai meributkan siapa yang akan memangsa Yu Ping lebih dulu."Aku lebih kuat darimu," desis Fu Ming, lidah bercabangnya menjulur keluar, "aku yang akan menyantap dia lebih dulu.""Tidak bisa!" sergah Fu Zhen, capit raksasanya berdetak-detak mengancam. "Pasir beracunku yang membunuhnya. Akula
Dalam sekejap mata, raga Fu Zhen luluh lantak, hancur berkeping-keping menjadi serpihan debu yang beterbangan di udara. Bataar dan Jargal menyaksikan pemandangan mengerikan namun menakjubkan itu dengan mulut ternganga. Harapan yang tadinya padam kini kembali menyala dalam dada mereka, setelah melihat sang Pendekar Seruling Sakti bangkit dan membalikkan keadaan dengan begitu dramatis. Sedangkan Fu Ming, sang Siluman Ular dari Gurun Gobi, mulai merasakan getaran ketakutan yang merambat di sepanjang tubuh bersisiknya. Mata ularnya yang tajam melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya. Ia tak pernah menyangka bahwa kesaktian murid Dewa Naga Ying Long telah mencapai tingkat yang nyaris setara dengan para dewa. "Ba-bagaimana mungkin kau bisa menahan serangan Pasir Hitam Beracun?" Fu Ming tergagap, suaranya terdengar serak dan gemetar. Lidahnya yang bercabang menjulur keluar-masuk dengan cepat, menandakan kecemasan yang semakin menjadi-jadi. Tubuhnya yang panjang dan
Fajar menyingsing di atas Desa Kuning, kicauan burung-burung mulai memecah keheningan pagi. Suasana desa masih terlihat sepi, karena memang jumlah penduduk di sana hanya tersisa sepuluh keluarga dan hanya dihuni oleh orang-orang tua yang bersikeras tak ingin meninggalkan desanya.Di jalan setapak yang membelah desa, sesosok bayangan misterius melintas. Seorang pria berbaju serba hitam, wajahnya tersembunyi di balik topi caping lebar yang ia kenakan. Langkahnya begitu ringan, nyaris tak bersuara saat melangkah di atas tanah, menunjukkan ia seorang yang telah menguasai ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi.Pria itu menuju sebuah rumah tua sederhana yang terletak di ujung desa. Ada dua orang berperawakan gagah bersiaga di depan pintu masuk, sebuah pemandangan tak lazim di desa Kuning.Kedua penjaga itu segera mengenalinya, mereka membungkuk hormat dan menyapa dengan sopan, “Tuan Qi Yun!”Pria yang tak lain adalah Qi Yun mengangguk singkat, wajahnya yang tersembunyi di balik topi caping
Qi Yun melipat surat dengan hati-hati. Surat yang dikirimkan oleh Tetua Cheng dari Perbatasan Timur membawa berita yang membuat sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman licik.Ternyata para dewa lebih berpihak kepadanya daripada sang musuh bebuyutan, Yu Ping. Pikiran ini membuat dadanya dipenuhi rasa puas yang memabukkan, bagai arak terbaik yang pernah ia cicipi.Pemilik Golok Pembunuh Naga itu bergegas menuju meja kerja yang terbuat dari kayu cendana, aromanya lembut memberi suasana hangat. Ia duduk dengan tegap, lalu mengambil kuas dan mulai menulis surat balasan kepada Tetua Cheng. Tinta hitam mengalir dengan mulus di atas kertas putih, membentuk karakter-karakter yang indah dan penuh makna.Setelah menyelesaikan tulisannya, Qi Yun meniup permukaan surat dengan hati-hati, memastikan tinta telah ker
"Kakak Qi, tak kusangka kau sangat licik dan jahat!" jerit Cao Lie histeris, suaranya melengking memenuhi ruangan. Air mata mulai mengalir di pipinya yang merona. "Sudah berbuat tapi masih menyangkal perbuatanmu!"Tiba-tiba, suara lembut namun tegas terdengar dari arah pintu, membuat mereka berdua tersentak dan menoleh."Ada apa ini?"Qing Ning dan Dewa Golok Putih berdiri di ambang pintu, mata mereka menyiratkan keheranan. Aura kehadiran mereka seketika mengubah atmosfer ruangan."Istriku, bukan masalah penting!" jawab Qi Yun cepat, berusaha menenangkan situasi. "Pergilah tidur, aku akan segera menyusul!"Namun, bukannya menuruti arahan suaminya, Qing Ning justru melangkah masuk dengan anggun ke dalam ruangan.&nb
Malam merangkak perlahan di perbukitan yang menjulang tak jauh dari kota Xian Feng. Angin dingin berhembus lembut, membawa aroma dedaunan basah dan tanah lembab. Di bawah cahaya rembulan yang sebagian tertutup awan gelap, sesosok wanita cantik berbalut gaun merah menyala berlari terseok-seok menuju tebing curam. Rambut hitamnya yang panjang berkibar liar tertiup angin, sementara air mata mengalir deras membasahi pipinya yang pucat.Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Cao Lie, putri dari Jin She, ketua Sekte Iblis Darah. Wanita muda itu kini merasa dunianya telah hancur berkeping-keping. Hatinya remuk, seolah-olah ribuan jarum menusuk jiwanya yang rapuh. Dalam benaknya, ia merasa masa depannya telah sirna, lenyap bagai kabut pagi yang terserap mentari, seiring dengan hilangnya kegadisan yang direnggut pria tua buruk rupa. Ditambah lagi dengan kondisinya yang tengah hamil anak pria tersebut.Dengan pikiran kalut, Cao Lie memutuskan untuk mengakhiri hidupnya daripada harus menanggu
Sang surya mulai terbit di ufuk timur, sinarnya membalut istana QI dengan cahaya keemasan. Lorong-lorong panjang berlantai marmer bersih mengkilap, sementara tirai-tirai sutra berayun pelan tertiup angin pagi yang sejuk. Para penjaga berdiri gagah di setiap titik, nyaris tak bergerak bagaikan patung-patung hidup.Di taman, air mancur bergemericik lembut, menciptakan musik indah yang berpadu dengan kicauan burung-burung yang hinggap di dahan pohon-pohon persik. Aroma wangi bunga memenuhi udara, menambah kesan damai yang menyelimuti kompleks istana yang megah.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terkoyak oleh suara nyaring benda pecah yang berasal dari kamar Putri Qi Yue. Sang putri terlihat sedang uring-uringan, wajahnya memerah karena amarah yang tak terbendung.Dengan gerakan kasar, ia membanting piring porselen
Taman istana terbentang luas, dipenuhi dengan aneka bunga warna-warni yang mekar sempurna. Pepohonan rindang menaungi jalan setapak berliku yang terbuat dari batu alam. Di tengah taman, sebuah kolam ikan yang luas memantulkan sinar mentari pagi. Ikan-ikan koi berenang dengan anggun di antara teratai yang mengambang di permukaan air yang jernih.Putri Qi Yue berdiri di tepi kolam, matanya yang indah menyapu sekeliling, menanti kedatangan seseorang. Angin berhembus membelai rambutnya yang hitam legam, menerbangkan aroma bunga-bunga di taman itu..Tak lama kemudian, sosok pelayan wanita yang mengantarkan sarapan ke kamarnya tadi pagi muncul dari balik semak-semak."Tuan Putri!" Wanita berbaju pelayan itu membungkuk hormat, suaranya terdengar lirih."Bukankah kau teman
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia