Bayu merengkuh tubuh wanita yang melahirkannya, dadanya sesak melihat wanita yang biasa berpakaian bagus dan wajahnya yang kinclong kini berubah hampir tidak di kenali."Dek –""Ajak masuk dulu mas. Aku siapkan makan malam sebentar," "Yang dikatakan Arumi itu benar nak Bayu, ajak ibumu masuk ibu akan bantu Arumi di dapur," Bayu membantu Bu Laras untuk duduk di ruang keluarga, melihat penampilannya saat ini sungguh miris."Buk minum dulu ya," Arumi memberikan teh hangat pada Bu Laras. Setelah tenang Bayu mencoba bertanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Ibunya. Dengan suara terbata Bu Laras menceritakan awal kedatangan Bu Warsih dan keluarganya hingga rumah yang mereka tempati di ambil alih oleh rentenir."Jadi mas Yoga diam aja liat ibu di perlakukan tidak adil sama mereka?" tanya Bayu, lirih. Dadanya gemuruh mendengar penuturan Ibunya, rumah penuh kenangan itu kini beralih pada orang lain."Jadi ini semua karena ulah keluarganya mbak Entik, buk?" Bu Laras kembali mengangguk."Mun
Tiga hari sudah Bu Laras tinggal di kediaman Bayu. Selama itu pula tidak ada aktivitas yang mencurigakan semua pekerjaan yang di kerjakan oleh Bu Wati, Bu Laras membantunya. Kekhawatiran Bayu soal Ibunya saat diberitahu oleh Duta kini terkikis karena melihat sendiri perubahan sikap Bu Laras. Tidak segan Bu Laras memasak untuk mereka bersama.Pagi ini Bu Wati pulang mengingat Pak Budi yang di rumah sendiri, bersama sopir pribadi Bu Wati kembali tanpa di temani oleh Arumi yang sebelumnya ingin mengantar sendiri."Ibumu sudah pulang Arumi?" Bu Laras duduk di samping Arumi yang tengah menggambar."Kamu sedang apa itu? Gambar anak kecil itu, ibu juga bisa loh!" sambungnya mengambil paksa kertas dan pensil yang di tangan Arumi."Buk, maaf untuk ini jangan ya. Biar aku kasih yang lain aja, barang kali ibu bisa," Arumi mengambil kertas yang sudah ia gambar sebelumnya Dia memberikan kertas yang masih kosong pada Bu Laras."Kamu belum jawab pertanyaan ibu?" "Iya, buk. Tadinya kami yang mengan
"Buk biarkan aku seperti ini, sebentar saja." Ucap Bayu, bertahan dalam dekapan Bu Laras. Dekapan yang amat ia rindukan sejak kecil Bu Laras akan mendorongnya jika Bayu meminta di peluk. Berbeda jika Yoga dan Duta mereka justru mendapatkan kasih sayang yang berlimpah.Bayu akan di peluk jika sang ayah di rumah. Jika tidak Bu Laras akan memperlakukan seperti anak tiri. "Nak apa yang terjadi? Kamu bertengkar dengan Arumi?" tanya Bu Laras, mengusap kepala Bayu."Aku tidak pernah bertengkar dengan Arumi, buk. Dia wanita yang terbaik di dunia ini, hatinya tidak memiliki dendam meski ribuan kali di sakiti. Dia tidak pernah curiga meski orang di tolongnya sudah menusuknya untuk kesekian kalinya. Tapi apa? Dia memaafkan orang itu, baginya melihat orang yang menyakitinya berubah adalah anugerah untuknya meski orang itu hanya pura-pura sadar agar bisa mengurangi Arumi," ucap Bayu tertunduk."Maksud kamu apa Bayu? Arumi punya musuh, sampai di curangi? Apa selama ini Arumi –" ucapan Bu Laras terh
Berdua salah tingkah akan tetapi Bu Laras lebih cepat menguasai diri."Kenapa? Apa kami tidak berhak mendapatkan semua ini?" tanya Bu Laras."Ya. Kalian tidak berhak untuk mengambil apapun yang bukan milik kalian. Ini semua hak ku dan Salwa, mas Yoga sepertinya kamu tidak pernah bisa berubah. Dan ibu, kali ini aku benar-benar kecewa sama ibu," ucap Arumi lemah."Emang ibu pikirin! Hei, Arumi kamu jangan sombong harta yang kamu miliki ini ada hak ibu juga anakku. Jangan pelit, lagi pula kalau cuma satu toko dan uang yang ibu ambil tidak akan bikin kamu bangkrut!" "Tau nih, orang kaya baru jadi lupa daratan. Lihat aku akan lebih kaya dari kamu Arumi, aku pastikan akan membalas kesombongan kamu ini!" Yoga mendorong tubuh Arumi kasar. Arumi yang tidak tahu akan mendapat dorongan keras dari Yoga terhuyung ke belakang."Arumi, kamu nggak pa-pa?" Arumi menggeleng lemah, di lihatnya sosok laki-laki yang amat ia cintai menahan tubuhnya sehingga tak sampai mencium lantai."Mas kamu?""B – Bay
Mobil yang di kendarai Bayu sampai di kampung halaman Arumi, Salwa yang lebih dulu keluar dari mobil. Bu Wati dan Pak Budi sudah menunggu kedatangan mereka bertiga."Alhamdulillah kalian sudah sampai, ayok, masuk masuk Salwa nenek kangen sama Salwa," Salwa dalam dekapan Bu Wati, begitu nyaman ketika bersama dengan Bu Wati. Hanya dengan Bu Wati Salwa bermanja-manja dan meminta apapun."Minumlah teh hangat ini, kalian pasti capek mau istirahat atau kalian mau langsung makan?" tanya Bu Wati, melihat Bayu yang menghabiskan teh hangat di meja."Kangenan dulu buk," goda Bayu, membuat mereka tertawa lepas. Di rumah Arumi lah Bayu seperti tinggal dengan Ibu kandungnya, apa pun yang Bayu inginkan akan selalu ada sehingga bukan hanya Salwa yang betah di sana Bayu pun ingin tinggal di kampung halaman Arumi jika memungkinkan nantinya.Obrolan mereka berakhir saat Bu Wati mengajak mereka untuk menikmati makan malam. Menu yang amat Bayu rindukan ikan bakar dan cah kangkung, sambal mangga dan lalapa
"Hei Arumi, kamu itu perempuan pengacau kalau bukan kamu yang ngadu sama Duta nggak mungkin anakku di ceraikan, kamu itu iri sama kehidupan anakku kan? Bilang aja kamu Arumi dari dulu sampai sekarang hidupmu susah karena apa karena sifat dengki kamu itu!!" sentak Bu Endang. Tanpa di duga oleh Arumi dan Bayu, tangan Bu Endang menyambar kerudung Arumi."Buk, jaga ucapan ibu. Jangan sampai aku melewati batasan." Tegas Bayu, melindungi Arumi."Ck, kamu pikir aku takut hah, dasar anak tidak tahu diri! Kamu itu anak yang tidak di harapkan bukan?" sengit Bu Endang."Jangan uji kesabaran aku, buk!""Ck! Sejak kapan aku yang menguji kesabaran kamu Bayu? Kalian itu sama, sama tidak tahu dirinya! Kelak kalian akan mendapat karmanya, hei lihat wanita ini dia yang sudah membuat rumah tangga anakku hancur dia sudah memfitnah Andara berselingkuh dia yang merekayasa kejadian yang tidak sebenarnya!" ucap Bu Endang. Suara lantangnya mengundang kerumunan, mereka mulai berbisik mengenai Arumi yang mere
Seminggu sudah Bayu dan Arumi berasa di kampung halaman orang tua Arumi. Hari ini mereka memutuskan untuk kembali ke kota mengingat ada banyak jadwal pekerjaan yang tidak bisa ditunda lagi. Begitu juga dengan Bayu yang harus mengerjakan pesanan yang membludak untuk seminggu ke depan. Meski mereka masih merindukan kampung halaman terlebih pada kedua orang tua mereka akan tetapi, mereka harus kembali. Salwa yang semalaman memilih tidur bersama kakek dan neneknya, pada akhirnya mau di ajak pulang walau harus di rayu lebih dulu."Mas, aku dapat undangan dari Tante Nila kalau Sely akan menikah lusa nanti, apa kamu tahu sebelumnya tentang kabar pernikahan Sely?" tanya Arumi, merasa aneh karena undangan hanya di dapatkan melalui pesan singkat yang dikirim oleh tante Nila padanya."Nggak dek, tapi dua hari yang lalu Tante Nila hubungi mas. Tapi nggak bilang kalau mau nikahkan Sely, justru Tante mau pinjam uang," jelas Bayu."Terus kamu kasih? Kamu juga nggak nanya mas, pinjam buat apa?" Arum
"Dek maafkan keluargaku ya. Mas malu melihat sikap mereka sama kamu," lirih bayu, menggenggam tangan Arumi."Untuk apa kamu yang selalu minta maaf mas, kamu nggak salah apa-apa sama aku. Justru aku sangat bahagia mendapatkan suami seperti kamu, laki-laki yang sangat pengertian dan sayang sama keluargaku bukan hanya aku," ujar Arumi, jujur tatapan hangat saat beradu pandang dengan Bayu."Mas kamu pernah bertemu dengan suaminya Sely?" sambung Arumi."Nggak dek, sudahlah biarkan saja kita tidak perlu lagi memikirkan atau menanyakan tentang seperti apa dan bagaimana pernikahan Sely." "Ya, mas." Mobil yang dikendarai Bayu berbelok ke salah satu restoran mewah. Bayu menghela napas panjang ada rasa sesak di sudut sana, dulu jangankan untuk makan di restoran sekedar makan di pinggir jalan Bayu pun harus memutar otak karena penghasilan yang tidak cukup meski pada saat itu sebenarnya dia mampu hanya saja seluruh gajinya ia berikan pada Arumi, akan tetapi setelah dia mengetahui bahwa semua uan
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin