Mobil yang di kendarai Bayu sampai di kampung halaman Arumi, Salwa yang lebih dulu keluar dari mobil. Bu Wati dan Pak Budi sudah menunggu kedatangan mereka bertiga."Alhamdulillah kalian sudah sampai, ayok, masuk masuk Salwa nenek kangen sama Salwa," Salwa dalam dekapan Bu Wati, begitu nyaman ketika bersama dengan Bu Wati. Hanya dengan Bu Wati Salwa bermanja-manja dan meminta apapun."Minumlah teh hangat ini, kalian pasti capek mau istirahat atau kalian mau langsung makan?" tanya Bu Wati, melihat Bayu yang menghabiskan teh hangat di meja."Kangenan dulu buk," goda Bayu, membuat mereka tertawa lepas. Di rumah Arumi lah Bayu seperti tinggal dengan Ibu kandungnya, apa pun yang Bayu inginkan akan selalu ada sehingga bukan hanya Salwa yang betah di sana Bayu pun ingin tinggal di kampung halaman Arumi jika memungkinkan nantinya.Obrolan mereka berakhir saat Bu Wati mengajak mereka untuk menikmati makan malam. Menu yang amat Bayu rindukan ikan bakar dan cah kangkung, sambal mangga dan lalapa
"Hei Arumi, kamu itu perempuan pengacau kalau bukan kamu yang ngadu sama Duta nggak mungkin anakku di ceraikan, kamu itu iri sama kehidupan anakku kan? Bilang aja kamu Arumi dari dulu sampai sekarang hidupmu susah karena apa karena sifat dengki kamu itu!!" sentak Bu Endang. Tanpa di duga oleh Arumi dan Bayu, tangan Bu Endang menyambar kerudung Arumi."Buk, jaga ucapan ibu. Jangan sampai aku melewati batasan." Tegas Bayu, melindungi Arumi."Ck, kamu pikir aku takut hah, dasar anak tidak tahu diri! Kamu itu anak yang tidak di harapkan bukan?" sengit Bu Endang."Jangan uji kesabaran aku, buk!""Ck! Sejak kapan aku yang menguji kesabaran kamu Bayu? Kalian itu sama, sama tidak tahu dirinya! Kelak kalian akan mendapat karmanya, hei lihat wanita ini dia yang sudah membuat rumah tangga anakku hancur dia sudah memfitnah Andara berselingkuh dia yang merekayasa kejadian yang tidak sebenarnya!" ucap Bu Endang. Suara lantangnya mengundang kerumunan, mereka mulai berbisik mengenai Arumi yang mere
Seminggu sudah Bayu dan Arumi berasa di kampung halaman orang tua Arumi. Hari ini mereka memutuskan untuk kembali ke kota mengingat ada banyak jadwal pekerjaan yang tidak bisa ditunda lagi. Begitu juga dengan Bayu yang harus mengerjakan pesanan yang membludak untuk seminggu ke depan. Meski mereka masih merindukan kampung halaman terlebih pada kedua orang tua mereka akan tetapi, mereka harus kembali. Salwa yang semalaman memilih tidur bersama kakek dan neneknya, pada akhirnya mau di ajak pulang walau harus di rayu lebih dulu."Mas, aku dapat undangan dari Tante Nila kalau Sely akan menikah lusa nanti, apa kamu tahu sebelumnya tentang kabar pernikahan Sely?" tanya Arumi, merasa aneh karena undangan hanya di dapatkan melalui pesan singkat yang dikirim oleh tante Nila padanya."Nggak dek, tapi dua hari yang lalu Tante Nila hubungi mas. Tapi nggak bilang kalau mau nikahkan Sely, justru Tante mau pinjam uang," jelas Bayu."Terus kamu kasih? Kamu juga nggak nanya mas, pinjam buat apa?" Arum
"Dek maafkan keluargaku ya. Mas malu melihat sikap mereka sama kamu," lirih bayu, menggenggam tangan Arumi."Untuk apa kamu yang selalu minta maaf mas, kamu nggak salah apa-apa sama aku. Justru aku sangat bahagia mendapatkan suami seperti kamu, laki-laki yang sangat pengertian dan sayang sama keluargaku bukan hanya aku," ujar Arumi, jujur tatapan hangat saat beradu pandang dengan Bayu."Mas kamu pernah bertemu dengan suaminya Sely?" sambung Arumi."Nggak dek, sudahlah biarkan saja kita tidak perlu lagi memikirkan atau menanyakan tentang seperti apa dan bagaimana pernikahan Sely." "Ya, mas." Mobil yang dikendarai Bayu berbelok ke salah satu restoran mewah. Bayu menghela napas panjang ada rasa sesak di sudut sana, dulu jangankan untuk makan di restoran sekedar makan di pinggir jalan Bayu pun harus memutar otak karena penghasilan yang tidak cukup meski pada saat itu sebenarnya dia mampu hanya saja seluruh gajinya ia berikan pada Arumi, akan tetapi setelah dia mengetahui bahwa semua uan
Arumi mengangguk mendengar penuturan Entik. Tentu saja Arumi menurutinya walau bagaimanapun mereka adalah saudara dari suaminya.Benar saja mereka memesan makanan termahal dan tentunya penuh di dua meja. Bayu mengusap wajahnya sungguh keluarganya tidak bisa berubah. Meski Arumi bersikap baik pada mereka tetap saja itu tidak pantas."Bayu kalian mau ke mana? Mau kabur ya? Katanya kalian orang kaya pesan segini aja kalian udah mau kabur!" sinis Entik."Mana mereka mau mengeluarkan uang sebesar ini untuk sekali makan kita. Berapa sih kekayaan yang mereka miliki ibu yakin dan tidak akan mampu untuk membayar semuanya apalagi kita memesan sampai dua meja seperti ini!" Bu Warsih, mencibir Arumi dan Bayu. Terlebih melihat wajah Bayu yang membuang muka."Kalian tinggal makan aja semua sudah di bayar. Jika kurang pesan dan bayar sendiri." Bertiga meninggalkan restoran Bayu tidak ingin berlama-lama, terlebih keluarganya semakin menjadi sebab ada mertua dari Yoga yang akan merongrong pada istrin
"Jadi kalian bekerja di sini karena mas Yoga?" tanya Arumi, setelah menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba memburu. Seperti sebelumnya mereka tetap bungkam hanya tatapan tidak suka dari mereka yang tertuju padanya. "Oke, kalian pilih diam. Eni siapa di antara mereka yang menjadi kepercayaan mas Yoga?" "Aku kenapa? Lancang sekali kamu datang ke sini mengaku sebagai pemilik butik ini. Lihat saja sebentar lagi mas Yoga datang dan kamu siap-siap di tendang dari sini!" angkuhnya. Berlahan Arumi mendekati wanita yang usianya lebih muda darinya, tatapannya terlihat angkuh, wajahnya begitu mirip dengan Entik. Ya, Arumi baru kali ini bertemu dengan saudara Entik. "Apa kamu adiknya mbak Entik? Jika benar akan aku maklumi tapi jika kamu tetap bersikap seperti ini aku pastikan menyeret kami lebih dulu ke pihak berwajib." Tekan Arumi. "Hahaha! Siapa takut, justru kamu yang berhati-hati. Aku takut kamu mati karena serangan jantung! Lagi pula mas Yoga punya bukti jika butik dan toko in
Suara lantang dari luar mengejutkan mereka semua. Tanpa terkecuali Arumi, wanita hamil itu tersenyum bahagia suaminya tiba di waktu yang tepat. "Mas akhirnya kamu datang tepat waktu," senyum Arumi tidak lepas dari bibirnya. Bukan takut saat menghadapi mereka akan tetapi kondisinya sedang mengandung membuatnya tidak bisa mengontrol emosi hal itu yang akan membahayakan janin dan juga orang-orang yang di dekatnya karena hormonnya yang tidak stabil, ucapannya pasti akan menyinggung perasaan orang lain terlebih mereka tetap saudaranya. "Tentu saja mas akan pulang, mas tidak ingin membiarkan kamu melawan mereka seorang diri. Keluargaku sudah keterlaluan pada kita. Tidak seharusnya mereka bersikap seperti itu, kita bukan yang dulu," sahutnya mengusap kepala Arumi yang tertutup kerudung. "Bayu sudahlah tidak perlu memperpanjang masalah ini lagi pula tidak ada salahnya jika mereka meminta satu toko dan butik ini tidak akan membuat kalian bangkrut. Kami ini bukan orang lain kami masih saudara
"Apa mas? Kamu di pecat tanpa pesangon? Kenapa kamu cuma diam aja, kenapa tidak protes sama atasan kamu! Kamu sudah lama bekerja di perusahaan itu apa dari pihak perusahaan tidak ada cenderamata untuk kamu sebagai karyawan teladan bahkan kamu berapa kali memenangkan tender. Apa kerja keras kamu tidak terlihat oleh mereka? Kamu tahu berapa banyak kamu menguntungkan untuk perusahaan sedikitpun tidak memberikan apapun padamu!" Entik yang baru tiba di rumah terkejut mendengar penuturan Yoga pada Ibunya. "Dek sudah duduk dulu. Kita bicara dengan kepala dingin," bujuk Yoga. "Bicara dengan kepala dingin katamu? Mas, aku butuh uang bukan bicara omong kosong begini!" teriak Entik. "Ya mas tahu. Mas juga akan berusaha untuk mencari pekerjaan lagi. Udah ya, ini gaji mas bulan ini tapi mas ambil sebagian ya, buat jaga-jaga nyari kerjaan," ujar Yoga. "Ya udah, pokoknya kamu harus dapet kerjaan yang sama. Aku nggak mau memenuhi kebutuhan keluarga kamu mas." Kata Entik, tanpa sadar. "Keluargaku?
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin