Share

Bab 78

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 13:00:44

Lampu di ruang tamu yang gelap menciptakan suasana tenang namun penuh ketegangan di antara Davin dan Naura. Keduanya tegang dan mendadak tak bergerak setelah pintu kamar terbuka.

“Bu,” panggil Naura dengan suara pelan, berusaha tidak menimbulkan kecurigaan sang ibu.

Dari balik pintu kamar, terdengar suara langkah kaki mendekat, diiringi suara lembut ibunya. “Nak Davin, masih di sini?” tanyanya dengan nada khawatir.

Naura menelan ludah, mencoba mengendalikan rasa gugupnya. “Masih, Bu. Sudah tidur. Ini tidurnya di pangkuan Naura.” Naura terpaksa berbohong, tidak mungkin dia mengaku Davin dan dia sedang melakukan penyatuan.

Mendengar itu, ibunya tidak berkata banyak. Ia hanya menarik napas pelan, lalu menanggapi dengan suara yang tetap lembut, “Oh, ya sudah. Ibu mau tidur lagi, ya. Kamu juga istirahat, Nak. Besok kan harus kerja.”

“Iya, Bu,” jawab Naura singkat, menunggu sampai langkah-langkah kaki itu kembali menghilang ke dalam kamar dan pintu kamar kembali tertutup rapat.

Begitu suasa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 79

    Ballroom hotel megah di pusat kota SunCity dipenuhi suasana tegang sejak pagi. Di ruangan yang biasa digunakan untuk perayaan mewah, kini hanya ada tatapan serius dari puluhan pria dan wanita bersetelan formal. Semua pandangan tertuju pada Davin, yang berdiri di depan panggung kecil dengan layar proyektor besar di belakangnya. Di sampingnya, Bram, tangan kanannya, memegang tablet yang menampilkan data penting.Suasana sunyi pecah ketika Davin membuka pertemuan. “Selamat pagi, para kolega dan investor. Saya tahu, semua dari kita tidak ingin berada di sini hari ini untuk membahas masalah seperti ini. Namun, saya pastikan bahwa kita akan menemukan solusi terbaik.”Suara Davin terdengar tegas, tetapi ada sedikit getaran yang sulit disembunyikan. Ia menatap wajah-wajah yang penuh ekspektasi itu satu per satu.Bram melangkah maju, menggantikan Davin untuk menyampaikan laporan awal. “Seperti yang telah diketahui, longsor yang terjadi akibat curah hujan ekstrem telah merusak total bangunan V

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 80

    “Kenapa Anda menangis? Sepertinya Anda tidak bahagia dengan berita kehamilan ini?” tanya dokter dengan lembut, meskipun wajahnya terlihat sedikit khawatir.Naura tersentak dari lamunannya. Ia segera menyeka air mata yang tanpa sadar mengalir di pipinya. “Sa... saya bahagia, Dok,” jawabnya sambil memaksakan senyum. “Saya sudah menunggu lama untuk bisa punya anak.”Dokter mengangguk, tampak lega. “Syukurlah kalau begitu. Setelah suster membersihkan sisa gel di perut Anda, silahkan temui saya di meja saya untuk mendapatkan resep.”“Baik, Dokter. Terima kasih,” jawab Naura dengan suara pelan.Suster membantu membersihkan gel dari perutnya. Setelah itu, Naura merapikan pakaian dan berjalan ke meja kerja dokter. Kepalanya terasa berat, seperti dipenuhi beban yang sulit diungkapkan.“Apa Anda mengalami gejala ngidam atau keluhan lain?” tanya dokter sambil mengetik di komputer.“Akhir-akhir ini, saya sering mual, Dok. Beberapa hari lalu saya juga sempat demam tinggi,” jawab Naura. “Tapi saya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 81

    Tepat pukul 15.00 di Kota Suncity, Davin melangkah masuk ke kantor Abimanyu Group dengan wajah penuh ketegangan. Di sampingnya, Bram berjalan dengan ekspresi yang sama seriusnya, membawa tumpukan dokumen yang sebelumnya digunakan dalam pertemuan bersama para investor. Hari itu terasa begitu panjang bagi Davin; rapat tanpa henti sejak pagi, semua berkisar pada satu hal, kerugian besar yang dialami proyek villa mewah milik perusahaan akibat longsor yang terjadi beberapa hari lalu.Kerugian ini tidak hanya bernilai finansial, sekitar satu triliun, tetapi juga menyentuh inti dari nama baik dan reputasi Abimanyu Group sebagai salah satu perusahaan properti terkemuka di negeri ini. Longsor itu bukan hanya sebuah kecelakaan, melainkan pukulan telak yang mengguncang seluruh fondasi bisnis mereka.Setelah memberi salam singkat kepada beberapa staf di lobi, Davin langsung menuju ruang rapat di lantai atas. Tim inti sudah menunggu, termasuk Naura, yang duduk di sudut meja besar dengan tumpuka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 82

    Davin menatap wajah wanita paruh baya di depannya. Wajah yang mulai dipenuhi kekhawatiran itu membuat dadanya semakin sesak. Ia mencoba menenangkan dirinya, meskipun dalam hati ia mulai merasa tidak tenang."Jangan bercanda, Bu. Naura bahkan sudah pulang saat jam pulang kantor tiba. Saya yang lihat sendiri waktu dia pulang," ucap Davin dengan nada setenang mungkin, meskipun ia tahu wajahnya mulai terlihat pucat. Ia yakin ibunya Naura tidak mungkin bercanda dalam situasi seperti ini."Demi Tuhan, Nak Davin, Ibu tidak sedang bercanda! Nih, lihat! Ibu masih mencoba menghubunginya, tapi nomor ponselnya tidak aktif. Ibu kira tadi dia sedang lembur di kantor. Baru saja Ibu mau mencari nomor kantor di Google."Davin membeku sesaat. Suasana menjadi lebih tegang. Ia mencoba merangkai pikiran dan mencari kemungkinan yang lebih logis, tetapi semuanya terasa buntu. Wanita di depannya mulai berlinang air mata."Ibu mau ke mana?" tanya Davin cepat, saat wanita itu terlihat hendak melangkah ke luar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 83

    Rasa frustrasi mulai merayapi pikirannya. Naura, di mana kamu? tanyanya dalam hati, sambil menatap kosong ke depan.Tiba-tiba, sebuah memori melintas di pikirannya. Pantai. Tempat yang dulu menjadi latar prewedding Davin dan Anna. Davin mengingat saat Naura berkata bahwa pantai itu adalah tempat yang sempurna untuk menenangkan pikiran. Naura juga bilang akan sering datang ke pantai ini untuk melepas penat.Seperti ada sesuatu yang menuntunnya, Davin langsung menghidupkan mesin mobil. Tanpa ragu, ia melajukan kendaraan menuju pantai yang berjarak cukup jauh dari pusat kota.Jalanan malam itu sepi, hanya diterangi lampu-lampu jalan yang remang-remang. Detak jantungnya terasa lebih cepat dari biasanya, campuran antara kekhawatiran dan harapan.Selama satu jam perjalanan, pikirannya terus dipenuhi berbagai kemungkinan buruk. Namun, ia mencoba mengusir bayangan itu. “Naura pasti ada di sana. Aku harus menemukannya,” gumamnya pelan, seolah meneguhkan hatinya.Setelah perjalanan yang terasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 84

    "Sayang," panggil Davin lirih pada wanita pujaan hatinya yang masih terlelap di dalam mobil.Mobil Naura kini telah terparkir di basement apartemen. Setelah mematikan mesin mobil, Davin menoleh ke samping, menatap wajah Naura yang damai dalam tidurnya.Ia mengusap lembut puncak kepala wanita itu, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit untuk mengecup kening Naura. Tak ingin membangunkannya, Davin keluar dari mobil, menutup pintu dengan hati-hati, lalu memutar setengah badan mobil untuk membuka pintu di sisi kiri.Hal pertama yang diambilnya adalah tas kerja Naura, yang ia letakkan di tangannya. Setelah itu, dengan penuh perhatian, Davin merengkuh tubuh mungil sang sekretaris yang masih terlelap dalam mimpi indahnya. Menggunakan tubuhnya untuk menutup pintu mobil, Davin kemudian menekan kunci otomatis hingga terdengar bunyi klik, memastikan mobil terkunci dengan baik.Davin melangkah masuk ke dalam lift, menekan tombol lantai apartemen Naura. Tak lama, pintu lift terbuka. Davin berjalan c

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 85

    Davin merogoh ponselnya, dia menghubungi Bram untuk menggantikan memimpin meeting pagi ini. Tak lupa Davin minta agar tak ada yang mengganggunya dulu dengan, Naura.Tentu saja Bram paham maksud atasannya. Dengan cepat ia menjawab, “siap Bos.”Setelah memastikan Bram mengambil alih semua tugasnya untuk dua jam ke depan, pria itu kembali fokus pada goa sempit, yang seperti magnet minta disentuh terus."Enak kan, sayang?"Sejak tadi tangan pria itu terus sibuk di dalam milik Naura. Davin merasa ini adalah pelampiasan atas segala masalah yang datang bertubi-tubi tanpa ampun.Pria itu memasukkan tiga jarinya ke dalam lubang sempit wanita Pujaan hatinya, hingga membuat Naura berkali-kali mendesah merasakan kenikmatan yang tak terperi, wanita itu bahkan harus menggigit Bibir bawahnya karena rasanya memang senikmat itu."Isssssssh, aaaaaaah."Setiap kali Naura mendesah, saat itu juga gairah dalam tubuh sang CEO kembali terbakar. Davin terus menikmati sensasinya atas permainan lincah tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 86

    “Apa, jangan-jangan kamu lagi ngidam, sayang?”Pertanyaan Davin meluncur dengan nada menggoda, tetapi efeknya jauh dari santai. Naura merasa dadanya sesak. Dia hampir kehilangan napas dan bingung harus memberikan jawaban apa. Namun, sebelum sempat membuka mulut, ponsel Davin tiba-tiba berdering, memecah suasana.“Halo, Ma. Ada apa?” tanya Davin, suaranya datar namun sopan.“Kamu harus pulang segera, Davin. Jangan sampai pas hari H kamu baru tiba di rumah. Kamu sudah janji sama Mama, jangan sampai Mama ngamuk ke Suncity. Jangan kecewakan keluarga kita,” suara dingin dan tegas dari Nyonya Laura terdengar jelas di telepon.Davin menghela napas panjang sebelum menjawab, “Iya, Ma. Davin selesaikan dulu urusan di sini. Bayar-bayar kerugian, urusan asuransi, dan lain-lain. Setelah itu, Davin pulang. Paling empat hari lagi Davin sudah di rumah.”Naura, yang mendengar pembicaraan itu tanpa sengaja, merasa dadanya semakin teriris. Kenyataan pahit hubungan mereka kembali menghantamnya. Dia harus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 191

    Menyadari laki-laki muda itu sangat gugup, Laura pun menjauhkan tangannya dari paha pria itu."Apa kamu tidak pernah berhubungan dengan perempuan? Masa sih orang seusiamu mendengar kata-kata saya ini terlihat sangat gugup?" tanya Laura.Andi benar-benar kehilangan konsentrasinya. Dia harus fokus berkendara, namun pikirannya terganggu oleh pertanyaan ambigu yang dilayangkan oleh Laura.Usianya saat ini baru 25 tahun, namun postur tubuhnya yang sangat tinggi dan besar membuat wajah tampannya terlihat lebih tua dari usianya."Kamu yakin belum pernah melakukannya dengan kekasihmu atau perempuan lain?" tanya Laura lagi ketika pria itu benar-benar semakin salah tingkah."Demi Tuhan, Nyonya. Saya tidak pernah melakukan itu dengan siapapun. Saya benar-benar hanya fokus pada penyembuhan ibu saya. Hanya beliau satu-satunya orang yang saya miliki di dunia ini," jawab Andi, semakin membuat Laura tersenyum bahagia."Kalau begitu, aku akan memanjakanmu dengan uang yang aku miliki. Aku akan membelik

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 190

    "Naura sayang," panggil sang Mama mertua."Ya, Ma," jawab Naura, lalu membuka pintu kamarnya untuk menanyakan apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh sang Mama mertua.Si kembar ikut keluar dan menyembulkan kepala mereka di balik pintu untuk melihat sang nenek. Saat ini, Naura dan si kembar baru saja selesai mandi setelah panen buah di kebun.Bahkan Raka dan Rania tubuhnya masih terlilit handuk, dan rambutnya masih setengah basah."Mama mau pergi sebentar ya, sayang," pamit sang Mama mertua pada Naura. Ia juga mengusap rambut kedua cucunya."Kenapa nenek tidak di lumah saja? Padahal kami mau pamel kado ulang tahun, loh. Nenek jangan pergi ya," bujuk Raka."Iya, nih! Nenek halus temenin kami buka kado!" Rania ikut merengek."Kalau kalian mau ditemani nenek, berarti Mommy yang akan pergi ke kantor. Gimana?" Naura memberi tawaran sambil menaik-turunkan alisnya ketika kedua anak kembarnya menatap ke arah Naura."Oh, tidak bisa, Nyonya!" jawab keduanya kompak, lalu memeluk sang Mommy."Ya udah

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 189

    Esok harinya, semua sudah berkumpul di meja makan. Naura mengenakan pakaian rumahan, namun sudah wangi dan cantik. Cuti hari ini diberikan langsung oleh sang CEO, dan akan dimanfaatkan dengan baik menemani kedua buah hatinya seharian penuh di rumah.Rania dan Raka melirik menu di atas meja. Ada daging dan salad sayur, serta susu untuk keduanya. Segera mereka mengambil posisi di samping kanan dan kiri sang Daddy.Bram masuk ke rumah itu, dan melayangkan protes saat tempat duduk yang biasa ia tempati diambil oleh Raka.“Minggir,” kata Bram mengusir Raka.Segera Raka berpegangan pada lengan sang Daddy, dan kakinya melilit pada tiang meja.“Iiiih, apaan nih. Dasal tamu tak diundang, tak punya sopan, ya numpang makan di lumah olang,” omelnya.Davin hanya terkekeh, sambil mengecup wajah jagoannya, yang makin hari makin bawel.“Iiih, apaan nih. Dad, tolongin apa anaknya,” kata Raka lagi, saat Bram kembali berniat mengangkat tubuhnya.Laura bergabung dan menjewer Bram hingga membuat Rania dan

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 188

    Rania dan Raka menajamkan telinganya, mereka seolah tahu yang datang itu kedua orang tuanya. Dan mereka sangat bahagia kalau sang mommy pulang sebelum makan malam.“Ayo tulun, mommy datang,” ucap Rania.Keduanya berjalan cepat menuruni anak tangga agar bisa membukakan pintu sang mommy. Keduanya bahkan mengabaikan panggilan sang nenek yang terus memanggilnya. Laura dan Dinda menyusul ke lantai bawah.“Mommyyyyyyy, yeeeeeee Mommy aku udah pulang.” Rani dan Rak masuk dalam dekapan sang mommy. Mencium wajah wanita yang melahirkannya bertubi-tubi. Naura sampai terkekeh melihat kelakuan anak kembarnya, sementara Davin yang berdiri di sampingnya malah dicuekin.“Aku curiga, kalau mereka ini hanya anaknya Naura. Kamu hanya mengakui secara catatan saja,” ejek Bram.Davin hanya tertawa sambil menggeleng.“Penculiiii, kau culi mommy kami sampai sole balu pulang,” ucap Rania, lalu terkekeh saat sang Daddy membuat tubuhnya melayang. “Aka mau, Dad,” ujar jagoannya.Davin merengkuh kedua anaknya, l

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 187

    "Kalian doakan saja agar Uncle dan Aunty cepat berjodoh," ucap Laura.Segera, Raka, Rania, dan Dinda menoleh ke sumber suara. Raka dan Rania langsung berlari ke ambang pintu untuk memeluk sang nenek."Neneeeeeek! Kami kangen sama Nenek," ucap kedua anak yang baru saja merayakan ulang tahun kemarin. Mereka memeluk sang nenek dengan penuh antusias.Bahkan mereka belum sempat membuka kado-kado ulang tahun. Niatnya, habis makan malam kado-kado itu akan dibuka bersama, tetapi kedua orang tua mereka sudah lebih dulu menelepon, mengatakan bahwa mereka akan pulang terlambat.Dinda tersenyum melihat Raka dan Rania begitu menyayangi sang nenek.Mereka pun akhirnya berbincang tentang banyak hal. Laura mencoba mendekatkan diri pada Dinda. Kini, ia tidak peduli lagi pada latar belakang keluarga Dinda. Laura telah meninggalkan sifat egonya yang dulu, karena yang terpenting baginya saat ini adalah kebahagiaan anak-anaknya bersama wanita yang mereka cintai.Di tempat berbeda, Davin dan Naura telah t

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 186

    Saat mobil yang ditumpangi Dinda mulai memasuki gerbang kota Suncity, ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Bram tertera jelas di layar. Dinda cepat-cepat mengangkat panggilan itu, memastikan suaranya terdengar netral agar sopir yang duduk di depannya tidak curiga.“Halo, Pak Bram,” sapanya ramah namun hati-hati. Ia tidak mau hubungan spesialnya dengan Bram terungkap, apalagi di depan sopir pribadi majikannya. Hubungan mereka adalah rahasia yang harus Dinda jaga rapat-rapat.“Halo, Baby,” suara Bram terdengar lembut di seberang telepon, namun tetap penuh perhatian. “Boleh minta tolong?” tanyanya, nadanya terdengar agak cemas.“Tentu saja, Pak. Apa yang bisa saya bantu?” Dinda berusaha menjaga formalitas dalam jawabannya.“Kamu sudah sampai di mana sekarang?” tanya Bram, suaranya terdengar khawatir.“Sebentar lagi, Pak. Kami sudah masuk kota,” jawab Dinda sambil melirik pemandangan jalan yang mulai ramai di luar jendela.“Kalau begitu, tolong jangan langsung pulang, ya. Mampir dulu ke r

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 185

    Semwntara itu, sinrumah Bram, berbaring di atas ranjang yang luas, saling memandang dalam diam. Dinda memeluk Bram, pria itu menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, memandangi wanita yang terbaring di sisinya dengan sorot penuh kasih. Setwlah pulang dat hotel, mereka tak ikut ke rumah utama, katena besok Raka dan Rania batu akan membuka kado. Hari ini Mommy dan Daddynya tak mengizinkan negadang.Sesekali Bram mengusap lembut rambut Dinda, seolah ingin menenangkan kekhawatirannya. “Baby,” Bram membuka suara, memecah keheningan. “Aku nggak bisa terus begini. Aku nggak tahan lihat kamu terus-terusan diancam oleh Dimas. Dia nggak punya hak buat mengatur hidup kamu seperti ini.” Barusan Dinda kembali mencurahkan isi hatinya pada Bram.Dinda hanya mendesah pelan, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bram. "Aku tahu, Baby... Tapi aku juga bingung harus gimana. Selama ini aku cuma menuruti dia supaya semuanya nggak makin rumit."Bram menatap wajah Dinda dengan serius. Ia tidak suka melihat

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 184

    “Apa di antara kalian ada yang masih perawan?” tanya Aldo. Matanya merem melek, menikmati sentuhan bibir wanita muda, di bagian intimnya.“Saya Tuan,” jawab wanita itu. Dia menghentikan kegiatannya mengulum bagian intim Aldo.Aldo memicingkan mata, tak percaya. Wanita ini seperti sedang berbohong.“Kau yakin?” tanya Aldo.“Yakin, Tuan. Anda bisa mengambil keperawanan saya, tapi anda harus memberi saya bonus lebih,” ucapnya. Wanita itu baru saja jatuh miskin setelah perusahaan orang tuanya bangkrut, bahkan dia ditinggalkan kekasihnya karena miskin. Wanita itu sudah terbiasa memuaskan kekasihnya dengan oral seks.“Lalu kalau kamu berbohong?” tanya Aldo.“Anda boleh tak membayar saya malam ini,” jawabnya.Aldo menatap wanita di depannya ini, teringat dengan Naura. Wanita itu pernah pinjam uang satu miliar dan rela memberikan keperawanannya pada Aldo. Sayangnya Aldo tak bisa memberi uang sebanyak itu. Dan Aldo yakin Naura akhirnya memberikan untuk Davin. Mengingat itu, dia jadi semakin me

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 183

    Aldo duduk santai di sofa mewah dengan rokok di tangannya. Matanya terpaku pada tiga penari yang sedang menari sensual di hadapannya, menggunakan jam besar sebagai alat utama tari mereka. Musik berdentum, menggema di seluruh ruangan, seolah mengiringi langkah-langkah tarian mereka. Asap rokok mengepul di udara, memenuhi ruangan dengan aroma yang khas.Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berpakaian rapi masuk dengan langkah penuh percaya diri. Pria itu adalah Edward, orang kepercayaan Aldo yang bertugas mengumpulkan informasi tentang target-targetnya. Edward memberi kode kecil dengan tatapan matanya, meminta Aldo mengizinkannya masuk lebih jauh. Aldo melirik sekilas dan memberikan anggukan ringan.“Masuk, Edward,” ujar Aldo dengan nada santai.Edward melangkah ke dalam, mengabaikan suasana gemerlap di ruangan itu. Ia langsung mengeluarkan sebuah map dari tasnya dan menyerahkannya kepada Aldo."Ini, Bos," ucapnya sambil menaruh map itu di meja kaca. "Semua data sudah le

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status