Share

Bab 85

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 13:02:49

Davin merogoh ponselnya, dia menghubungi Bram untuk menggantikan memimpin meeting pagi ini. Tak lupa Davin minta agar tak ada yang mengganggunya dulu dengan, Naura.

Tentu saja Bram paham maksud atasannya. Dengan cepat ia menjawab, “siap Bos.”

Setelah memastikan Bram mengambil alih semua tugasnya untuk dua jam ke depan, pria itu kembali fokus pada goa sempit, yang seperti magnet minta disentuh terus.

"Enak kan, sayang?"

Sejak tadi tangan pria itu terus sibuk di dalam milik Naura. Davin merasa ini adalah pelampiasan atas segala masalah yang datang bertubi-tubi tanpa ampun.

Pria itu memasukkan tiga jarinya ke dalam lubang sempit wanita Pujaan hatinya, hingga membuat Naura berkali-kali mendesah merasakan kenikmatan yang tak terperi, wanita itu bahkan harus menggigit Bibir bawahnya karena rasanya memang senikmat itu.

"Isssssssh, aaaaaaah."

Setiap kali Naura mendesah, saat itu juga gairah dalam tubuh sang CEO kembali terbakar. Davin terus menikmati sensasinya atas permainan lincah tangannya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 86

    “Apa, jangan-jangan kamu lagi ngidam, sayang?”Pertanyaan Davin meluncur dengan nada menggoda, tetapi efeknya jauh dari santai. Naura merasa dadanya sesak. Dia hampir kehilangan napas dan bingung harus memberikan jawaban apa. Namun, sebelum sempat membuka mulut, ponsel Davin tiba-tiba berdering, memecah suasana.“Halo, Ma. Ada apa?” tanya Davin, suaranya datar namun sopan.“Kamu harus pulang segera, Davin. Jangan sampai pas hari H kamu baru tiba di rumah. Kamu sudah janji sama Mama, jangan sampai Mama ngamuk ke Suncity. Jangan kecewakan keluarga kita,” suara dingin dan tegas dari Nyonya Laura terdengar jelas di telepon.Davin menghela napas panjang sebelum menjawab, “Iya, Ma. Davin selesaikan dulu urusan di sini. Bayar-bayar kerugian, urusan asuransi, dan lain-lain. Setelah itu, Davin pulang. Paling empat hari lagi Davin sudah di rumah.”Naura, yang mendengar pembicaraan itu tanpa sengaja, merasa dadanya semakin teriris. Kenyataan pahit hubungan mereka kembali menghantamnya. Dia harus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 87

    “Aku pasti akan sangat merindukan, sentuhan panasmu, sayang,” ucap Davin.Pria itu mendorong ke belakang jok mobilnya, agar Naura bisa dengan leluasa memberikan sentuhan lembut di bagian intim Davin yang sudah menegang. Pria itu juga melepaskan celananya menurunkan hingga selutut dan menyentuh kepala Naura agar segera melakukan tugasnya.“Nikmatnya, sayaaaaaaang.”Bibir dan tangan Naura bekerja sama dengan baik untuk memanjakan Davin. Pria itu mendongak ke atas setelah sandaran jok mobilnya ia turunkan, tangannya masuk ke dalam bra yang digunakan oleh sang sekretaris, lalu meremas 2 bagian menyembul itu secara bergantian.Sampai akhirnya, erangan panjang terdengar dari mulut Davin.Saat mereka menikmati kebersamaan di dalam mobil, tanpa mereka sadari ada mobil yang terparkir tak jauh dari mobil itu sedang memberi kabar pada mamanya Davin dan juga tunangan Davin.Salah satu orang suruhan mamanya Davin menghubungi wanita paruh baya itu.“Halo,” sapa mamanya Davin.“Halo, Nyonya. Saya in

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 88

    Naura masih duduk di kursinya, berusaha mengatur napas yang terasa memburu setelah kejadian menegangkan tadi. Tangannya masih sedikit gemetar, dan ia terus mengingat momen saat mobil Jeep hitam itu mendekati mobilnya. Sorot mata para pria di dalamnya terlihat dingin dan penuh ancaman, membuat Naura hampir kehilangan kendali.“Ya Tuhan, siapa orang-orang itu? Sangat menyeramkan sekali,” gumamnya, suara lirihnya terdengar jelas di dalam mobilnya.Naura mengusap keningnya, mencoba menenangkan diri. Ketakutan masih menghantui pikirannya. Pikirannya berkecamuk, mencari penjelasan mengapa mereka membuntutinya. Ia mengingat kembali momen di taman kota, saat Jeep itu terparkir tidak jauh dari mobilnya. Apakah mereka memang membuntutinya sejak saat itu?Setelah merasa cukup tenang, Naura memutuskan untuk kembali bekerja. Ia tahu ada banyak tugas yang harus diselesaikan, dan tidak ingin kejadian tadi mengganggu pekerjaannya. Dengan langkah cepat, ia masuk ke kantor, menarik napas dalam sebel

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 89

    Begitu sampai di apartemennya, calon istri Davin menutup pintu dengan rapat. Mereka lalu berciuman dengan sangat panas bahkan tangan pria itu sudah meremas dua gundukan kenyal yang ukurannya sangat besar. Tanpa melepaskan ciuman panasnya, pria itu mulai melepaskan seluruh pakaian yang menutupi tubuh calon menantunya tersebut, lalu ia juga membuka seluruh bagiannya, hingga tubuh keduanya sekarang sudah polos tanpa penutup sehelai benang pun. Mereka masuk ke menu utama.“Aaaaaah, lebih dalam Om,” jerit Anna.“Iya, baby,” balasnya.Anna sangat kenikmatan setiap kali pria itu menghentaknya dari posisi belakang, sang selebgram cantik selalu terpuaskan oleh sentuhan calon Papa mertuanya.“Balik, baby,” ujarnya.Kini, Anna ada di atas tubuh pria itu, bergerak penuh hasrat.“Ooooh, baby. Ini nikmat sekali,” ucapnya.Goyangan Anna juga membuat calon papa mertuanya keenakan.“Om, tolong remas dada, Anna. Anna kangen banget sentuhan Om,” ucapnya.Dengan senang hati calon Papa mertuanya melakuka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 90

    Davin duduk terpaku di kursinya, menatap kosong ke luar jendela pesawat. Langit yang terbentang luas di hadapannya tak mampu menenangkan kekacauan di dalam hatinya. Pikirannya melayang, terjebak dalam pusaran rasa bersalah yang semakin menyesakkan dada.Dia mencintai Naura, itu kenyataan yang tak bisa dia pungkiri. Tapi, di saat yang sama, dia harus menikahi wanita lain—sebuah keputusan yang dirasa seperti menghancurkan dunianya sendiri. Davin mengepalkan tangan, mencoba menahan gejolak emosi yang terus membara.Bayangan wajah Naura menghantui setiap sudut pikirannya. Senyumnya yang tulus, sorot matanya yang lembut, dan cara dia berbicara dengan penuh perhatian—semua itu terasa seperti belati yang terus menusuk hatinya."Apa yang sedang dia rasakan sekarang?" pikir Davin sambil menyandarkan kepalanya ke kursi. Hatinya terasa remuk membayangkan Naura yang mungkin sedang berjuang menahan air mata, terluka karena dirinya.Davin menghela napas panjang, namun rasa sesak itu tetap tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 91

    Davin memicingkan mata, berusaha memastikan siapa pria yang kini berdiri di hadapannya. Namun, sebelum ia bisa berkata apa-apa, pria itu sudah menepuk bahunya dengan akrab."Ternyata benar kamu, Davin. Aku tadi ragu, loh," ujar Steve dengan senyum lebar.Davin mengangguk kecil. “Iya, aku baru sampai. Ingat, ya, dua hari lagi datang ke pernikahanku,” ucapnya basa-basi, meski dalam hati ia merasa berat untuk mengucapkan itu. Ia berharap Steve atau siapa pun tidak benar-benar datang ke hari yang tidak diinginkannya itu."Kamu ngapain di sini?" tanya Davin sambil melirik koper kecil yang Steve bawa."Jemput Mama sama Papa. Baru pulang dari luar negeri," jawab Steve. Kemudian, wajahnya berubah serius. "Kamu punya waktu sebentar nggak, Vin? Ada sesuatu yang penting banget mau aku bicarakan."Davin menatap sahabatnya heran. “Ada apa sih, kok serius banget?”Steve tak menjawab langsung, melainkan menghela napas berat. “Pokoknya kita harus bicara, tapi nggak di sini. Kita ke coffee shop depan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 92

    "Bawa aja dulu buktinya, nanti ikutin omongan aku. Kamu jangan gegabah," ucap Steve pada sahabat kecilnya sambil menepuk bahu Davin, mencoba menenangkan gejolak emosi yang terpancar jelas di wajahnya."Mereka jahat banget. Aku yakin Mama sangat terluka kalau sampai mengetahui hal ini, tapi kalau tidak, mereka ini sudah kebangetan," jawab Davin, matanya nanar menatap keluar.Dia memikirkan kesehatan sang Mama yang selama ini memang menjadi prioritasnya. Penyakit jantung yang diderita Mamanya sempat membuat seluruh keluarganya tertekan, hingga membuat pertunangan Davin dan Anna terlaksana.Waktu itu dokter bahkan hampir kehilangan harapan, tetapi keajaiban menyelamatkan sang Mama, membuatnya kembali sehat.Steve menghela napas panjang. "Nah, itu yang mungkin akan paling melukai perasaan Mamamu. Jadi, mau nggak mau Mamamu harus siap menerima risikonya, karena kalau didiemin, mereka akan semakin menjadi-jadi," ucap Steve mantap."Makasih ya, Steve. Mudah-mudahan aku masih bisa tahan emosi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 93

    "Katakanlah kalau itu tidak benar! Ibu tidak pernah mengajarkanmu untuk merebut pasangan orang!" ucap sang Ibu sambil terisak, matanya memerah penuh duka.Naura memeluk kaki ibunya erat-erat. Air matanya membanjiri wajahnya yang kini tampak begitu lemah dan terluka. Dia masih bersimpuh di lantai setelah tadi Anna, calon istri Davin, menjambak rambutnya tanpa ampun."Maafkan Naura, Bu... Maafkan Naura," ucapnya penuh penyesalan, suaranya bergetar, seperti seorang anak kecil yang mengakui kesalahan besar.Sang ibu, yang hampir tak sanggup berdiri karena tekanan emosional, berusaha menahan tangis lebih keras. Namun, sebelum dia sempat menjawab permohonan anaknya, sebuah tangan kasar tiba-tiba menjambak rambut Naura kembali, menariknya hingga kepala Naura mendongak ke atas. Jeritan kesakitan menggema di ruangan sempit itu."Dengar ya, perempuan sialan!" bentak Nyonya Laura dengan penuh kebencian. Matanya menyala seperti bara api. "Jangan pernah berani mendekati Davin lagi! Jangan pernah b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Permintaan Tak Masuk Akal

    Laura dan Penelope melangkah masuk ke dalam supermarket yang cukup besar, hanya beberapa blok dari rumah sementara keluarga Abimanyu. Udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyambut mereka, memberikan kesegaran setelah berjalan di bawah terik matahari."Kita beli apa saja, Tante?" tanya Penelope dengan senyum ramah. Wajahnya tampak antusias, seolah benar-benar ingin belajar memasak.Laura melirik daftar belanja yang telah ia buat sebelum berangkat. "Tante akan memasak beberapa menu spesial hari ini. Kita butuh daging sapi, ayam, beberapa jenis sayuran, dan tentu saja bumbu-bumbu dapur," jawabnya sembari mendorong troli.Penelope mengangguk sambil menyesuaikan langkahnya dengan Laura. Dalam hati, ia tersenyum penuh kemenangan. Kesempatan ini adalah jalan terbaik untuk lebih dekat dengan keluarga Davin. Jika ia bisa mengambil hati Laura, maka ia akan punya alasan untuk datang kapan saja ke rumah mereka.Mereka mulai berkeliling supermarket, memilih bahan-bahan dengan teliti. Lau

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tamu Tak Diundang

    Davin membawa keluarganya ke sebuah butik eksklusif yang menyediakan berbagai koleksi pakaian anak-anak. Sejak awal memasuki butik, Raka dan Rania terlihat sangat bersemangat, mata mereka berbinar melihat berbagai pilihan pakaian yang tersusun rapi."Wow, Daddy, lihat! Bajunya bagus-bagus banget! Ini keluaran terbaru deh, Nia belum punya!" seru Rania sambil menunjuk salah satu dress berwarna pastel dengan aksen renda yang elegan.Raka yang berdiri di sampingnya juga tak kalah antusias. "Daddy, Aka mau yang ini!" katanya sambil menarik tangan Davin ke arah sebuah jaket keren yang dipajang di etalase.Davin tersenyum, mengusap kepala keduanya dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Sayang. Tapi kita harus pilih yang cocok untuk kalian berdua. Meskipun kalian berbeda jenis kelamin, Daddy tetap ingin kalian punya baju yang serasi. Bagaimana kalau kita cari couple outfit?""Keren! Raka mau baju kembaran sama Rania!" sahut Raka penuh semangat.Naura yang berdiri di samping Davin tertawa kec

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Semesta Berpihak Padaku

    "Penelope!" balas Laura, memanggil wanita yang menyapanya.Tampak Penelope melangkah mendekati Laura yang sedang duduk di salah satu meja di restoran cepat saji tersebut. Wajahnya terlihat sumringah, senyum lebarnya menghangatkan suasana. Begitu sampai di hadapan Laura, mereka langsung berpelukan erat, seolah-olah melepas rindu yang sudah lama tertahan.Sementara itu, Naura dan Davin yang duduk di sisi lain meja hanya bisa saling berpandangan. Keduanya sama sekali tak menyangka bahwa Laura mengenal Penelope. Naura terutama, masih mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertamanya dengan wanita itu yang terkesan meremehkannya."Kamu apa kabar, sayang? Makin cantik aja," ucap Laura dengan nada akrab, menyapa anak dari sahabatnya tersebut."Baik, Tante. Tante sendiri gimana? Tante awet muda banget, loh!" balas Penelope dengan nada ceria, matanya berbinar menatap Laura. "Kalau nggak salah, kita bertemu sekitar sepuluh tahun yang lalu ya, Tan? Untung saja Penelope mampir ke restoran ini

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Salah Sangka

    Fernando terus menatap ke arah Bram dan Davin yang saat ini sedang berbicara dengan Bruno, pemilik tempat hiburan malam tersebut yang juga merupakan teman baik Fernando. Dari sudut ruangan, Fernando memperhatikan dengan saksama, memperkirakan apa yang sebenarnya mereka bicarakan."Aku tak menyangka mereka suka juga ke tempat yang seperti ini. Aku pikir Davin benar-benar lelaki terbaik. Ternyata semua lelaki sama saja, mana betah kami hanya dengan satu pasangan," ucapnya pada diri sendiri, mendesah pelan sambil mengamati mereka dari kejauhan.Fernando menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengaduk minuman di tangannya dengan gerakan lambat. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, terutama Davin. Ada sedikit perasaan tidak percaya dalam benaknya. Selama ini, Davin dikenal sebagai pria yang setia dan tidak tertarik dengan tempat hiburan. Namun, kenyataan di depan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.Sementara itu, di sudut tempat hiburan tersebut, Davin dan Bram sedang berbicara serius

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bergerak Normal

    "Apa semuanya sudah sesuai dengan yang kamu rencanakan?" tanya Penelope pada Fernando, sambil meliriknya dari sofa mewah berlapis beludru merah yang sedang didudukinya.Tangannya yang ramping menggenggam gelas anggur, menggoyangkan cairan merah di dalamnya dengan gerakan anggun. Cahaya lampu kristal di ruang tamunya yang luas memantulkan kilauan di permukaan gelas, menciptakan bayangan berkilau di meja kaca di depannya.Fernando berdiri tegap di dekat rak buku yang dipenuhi koleksi bacaan mahal dan beberapa lukisan klasik yang sengaja dipajang sebagai simbol kemewahan. Mata pria itu menatap tajam pada atasannya, memastikan tidak ada keraguan dalam Suaranya saat ia menjawab."Sudah, Bu. Anda tenang saja, semuanya sudah saya atur," jawab Fernando tanpa ragu sedikit pun.Penelope menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dengan gerakan lambat dan sensual. Senyuman tipis tersungging di bibir merahnya yang sempurna. Dia menikmati permainan ini, sebuah permainan yang dirancangnya sendiri

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan sang Istri

    "Kamu kenapa, Sayang? Masih khawatir aku ketemu dengan Penelope? Makanya ayo ikut," ajak Davin saat wajah istrinya terlihat sendu, menatapnya yang sedang bersiap pergi untuk penandatanganan proyek besar Abimanyu Group di kota ini.Naura menggeleng. Untuk datang? Tentu dia tidak mungkin punya mental yang kuat, apalagi setelah Penelope menatapnya dengan tatapan seakan mengejek kondisinya yang seperti ini. Naura menjadi insecure."Nggak apa-apa kok," jawabnya, tapi sorot matanya tentu tidak membuat Davin percaya begitu saja pada sang istri.Pria itu mendekati Naura, lalu berjongkok di depan kursi roda sang istri. Dengan lembut, ia mengecup punggung tangan wanita yang sangat dia cintai. Bahkan, rasa cintanya sejak dulu hingga kini tidak berubah sama sekali."Aku tahu, di luar sana banyak sekali perempuan jahat. Tapi tidak semua laki-laki menyambut dengan baik wanita yang seperti itu. Laki-laki yang baik akan memilih perempuan yang baik pula. Laki-laki yang tidak baik mungkin akan tergoda

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Strategi

    "Kenapa sih, Mama nggak pernah berubah? Semua keputusan harus kemauan Mama! Kenapa seperti ini? Kalau memang Bram tidak mau menikah lagi, ya sudah, Bram nggak akan menikah!"Bram menatap sang Mama dengan rahang mengeras. Hatinya semakin sesak karena merasa tidak pernah diberi kebebasan menentukan hidupnya sendiri."Bram janji, Angelica tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Lagian, Lidya masih jadi pengasuhnya. Nanti, lama-lama Angelica juga akan tahu kalau Lidya itu hanya seorang pengasuh, hanya seorang ibu susu, bukan ibu kandungnya. Bram nggak mau ada orang yang menggantikan posisi Dinda di hati Angelica dan di hati Bram."Bram menghela napas berat. Matanya yang tajam menatap Laura dengan sorot penuh keteguhan."Sekarang terserah Mama. Yang jelas, sekuat apa pun Mama membujuk Bram untuk menikah lagi dan mencarikan jodoh, itu tidak akan pernah terjadi! Bram tidak ingin menikah lagi!" ucapnya tegas.Hening sejenak. Laura masih ingin membantah, tetapi Bram tidak memberinya kesempa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jodoh dari Mama

    Bram melangkah santai menuju ruang keluarga Davin. Begitu sampai, ia mendapati kedua keponakannya, Raka dan Rania, tengah duduk di meja belajar kecil mereka. Buku-buku terbuka di hadapan mereka, sementara pensil warna-warni berserakan di atas meja. Sesekali, mereka tampak berdiskusi satu sama lain, wajah mereka serius, tetapi tetap menggemaskan di mata Bram.Senyuman kecil terukir di wajah pria itu. Meskipun jauh dari rumah mereka yang sebenarnya, Raka dan Rania tetap terlihat bahagia. Bram bangga melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan ceria.Tanpa menunggu lebih lama, ia pun berjalan mendekat, lalu menjatuhkan diri di sofa dekat mereka. "Lagi sibuk apa nih, dua anak pintar Uncle?" tanyanya dengan nada hangat.Rania menoleh lebih dulu, lalu tersenyum lebar. "Lagi ngerjain PR, Uncle!" jawabnya bersemangat."Iya, PR Matematika," tambah Raka, mengangguk antusias.Bram mengangguk-angguk paham. "Wah, Matematika ya? Dulu waktu Uncle seumuran kalian, Matematika itu pelajar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tak Akan Terganti

    Davin tiba di rumahnya bersama Bram. Begitu memasuki rumah, aroma khas kayu dan wewangian lembut yang selalu digunakan Naura menyambutnya. Rumah itu terasa hangat, tetapi juga sunyi, seakan ada sesuatu yang kurang.Tatapannya langsung tertuju ke ruang keluarga, tempat Raka dan Rania duduk bersisian di meja belajar kecil mereka. Kedua buah hatinya tampak serius mencoret-coret buku mereka, sesekali berdiskusi dengan suara pelan. Biasanya, di antara mereka ada Naura yang menemani—memberikan bimbingan atau sekadar duduk sambil membaca buku. Tapi kali ini, Naura tidak ada di sana."Loh, Mommy di mana, sayang?" tanya Davin, suaranya penuh keheranan.Rania dan Raka sontak menoleh ke arah sang ayah. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya menjawab dengan kompak. "Di kamar, Daddy."Davin mengernyit. "Kok tumben nggak nemenin kalian belajar? Apa Mommy sakit?" tanyanya lagi, kekhawatiran mulai muncul di benaknya.Sambil menunggu jawaban dari anak-anaknya, ia melambaikan tangan pada pengasuh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status