Share

Bab 90

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2024-12-08 13:00:17

Davin duduk terpaku di kursinya, menatap kosong ke luar jendela pesawat. Langit yang terbentang luas di hadapannya tak mampu menenangkan kekacauan di dalam hatinya.

Pikirannya melayang, terjebak dalam pusaran rasa bersalah yang semakin menyesakkan dada.

Dia mencintai Naura, itu kenyataan yang tak bisa dia pungkiri. Tapi, di saat yang sama, dia harus menikahi wanita lain—sebuah keputusan yang dirasa seperti menghancurkan dunianya sendiri.

Davin mengepalkan tangan, mencoba menahan gejolak emosi yang terus membara.

Bayangan wajah Naura menghantui setiap sudut pikirannya. Senyumnya yang tulus, sorot matanya yang lembut, dan cara dia berbicara dengan penuh perhatian—semua itu terasa seperti belati yang terus menusuk hatinya.

"Apa yang sedang dia rasakan sekarang?" pikir Davin sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.

Hatinya terasa remuk membayangkan Naura yang mungkin sedang berjuang menahan air mata, terluka karena dirinya.

Davin menghela napas panjang, namun rasa sesak itu tetap tidak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 91

    Davin memicingkan mata, berusaha memastikan siapa pria yang kini berdiri di hadapannya. Namun, sebelum ia bisa berkata apa-apa, pria itu sudah menepuk bahunya dengan akrab."Ternyata benar kamu, Davin. Aku tadi ragu, loh," ujar Steve dengan senyum lebar.Davin mengangguk kecil. “Iya, aku baru sampai. Ingat, ya, dua hari lagi datang ke pernikahanku,” ucapnya basa-basi, meski dalam hati ia merasa berat untuk mengucapkan itu. Ia berharap Steve atau siapa pun tidak benar-benar datang ke hari yang tidak diinginkannya itu."Kamu ngapain di sini?" tanya Davin sambil melirik koper kecil yang Steve bawa."Jemput Mama sama Papa. Baru pulang dari luar negeri," jawab Steve. Kemudian, wajahnya berubah serius. "Kamu punya waktu sebentar nggak, Vin? Ada sesuatu yang penting banget mau aku bicarakan."Davin menatap sahabatnya heran. “Ada apa sih, kok serius banget?”Steve tak menjawab langsung, melainkan menghela napas berat. “Pokoknya kita harus bicara, tapi nggak di sini. Kita ke coffee shop depan

    Last Updated : 2024-12-08
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 92

    "Bawa aja dulu buktinya, nanti ikutin omongan aku. Kamu jangan gegabah," ucap Steve pada sahabat kecilnya sambil menepuk bahu Davin, mencoba menenangkan gejolak emosi yang terpancar jelas di wajahnya."Mereka jahat banget. Aku yakin Mama sangat terluka kalau sampai mengetahui hal ini, tapi kalau tidak, mereka ini sudah kebangetan," jawab Davin, matanya nanar menatap keluar.Dia memikirkan kesehatan sang Mama yang selama ini memang menjadi prioritasnya. Penyakit jantung yang diderita Mamanya sempat membuat seluruh keluarganya tertekan, hingga membuat pertunangan Davin dan Anna terlaksana.Waktu itu dokter bahkan hampir kehilangan harapan, tetapi keajaiban menyelamatkan sang Mama, membuatnya kembali sehat.Steve menghela napas panjang. "Nah, itu yang mungkin akan paling melukai perasaan Mamamu. Jadi, mau nggak mau Mamamu harus siap menerima risikonya, karena kalau didiemin, mereka akan semakin menjadi-jadi," ucap Steve mantap."Makasih ya, Steve. Mudah-mudahan aku masih bisa tahan emosi

    Last Updated : 2024-12-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 93

    "Katakanlah kalau itu tidak benar! Ibu tidak pernah mengajarkanmu untuk merebut pasangan orang!" ucap sang Ibu sambil terisak, matanya memerah penuh duka.Naura memeluk kaki ibunya erat-erat. Air matanya membanjiri wajahnya yang kini tampak begitu lemah dan terluka. Dia masih bersimpuh di lantai setelah tadi Anna, calon istri Davin, menjambak rambutnya tanpa ampun."Maafkan Naura, Bu... Maafkan Naura," ucapnya penuh penyesalan, suaranya bergetar, seperti seorang anak kecil yang mengakui kesalahan besar.Sang ibu, yang hampir tak sanggup berdiri karena tekanan emosional, berusaha menahan tangis lebih keras. Namun, sebelum dia sempat menjawab permohonan anaknya, sebuah tangan kasar tiba-tiba menjambak rambut Naura kembali, menariknya hingga kepala Naura mendongak ke atas. Jeritan kesakitan menggema di ruangan sempit itu."Dengar ya, perempuan sialan!" bentak Nyonya Laura dengan penuh kebencian. Matanya menyala seperti bara api. "Jangan pernah berani mendekati Davin lagi! Jangan pernah b

    Last Updated : 2024-12-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 94

    Hawa dingin menyeruak masuk melalui celah dinding bangunan kosong yang sudah hampir runtuh itu. Naura menggigil, meski bukan karena udara malam yang menusuk tulangnya, melainkan ketakutan yang menghantui pikirannya.Sementara, sang ibu terduduk lemah dengan mata setengah terpejam, kelelahan setelah hari yang penuh teror.Naura memandang rantai yang melilit pergelangan tangan mereka. Mata cokelatnya menyipit, menimbang-nimbang kekuatan pengikat itu. Pikirannya bekerja keras mencari cara untuk melepaskan diri."Bu, Ibu kuat, kan?" bisik Naura lirih, khawatir membangunkan para preman yang mungkin masih berjaga di luar."Ibu... akan mencoba, Nak," jawab ibunya dengan suara serak. "Apa... kita bisa keluar dari sini?"Naura menatap ibunya dengan tekad yang mulai tumbuh. "Kita harus keluar, Bu. Malam ini juga."Perlahan, Naura menarik rantai yang mengikatnya ke pilar besi di tengah ruangan itu. Rantai itu berkarat, namun cukup kuat untuk menahan perlawanan ringan. Naura mengerahkan tenaga ya

    Last Updated : 2024-12-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 95

    Nyonya Laura meraih ponselnya, dan menghubungi kembali anak buahnya, dalam hitungan detik terdengar jawaban dari seberang telepon. “Halo, Nyonya.”"Temukan mereka SEGERA!" bentaknya. "Kali ini aku tidak mau mendengar alasan atau kegagalan. Pastikan mereka tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di kota ini. Aku tidak peduli bagaimana caranya, tetapi aku ingin mereka lenyap untuk selamanya."Ada jeda singkat di seberang sana, kemudian pimpinan preman itu menjawab dengan suara tegas, "Baik, Nyonya. Kami akan menyelesaikan ini malam ini juga."Nyonya Laura memutus sambungan telepon, napasnya memburu. Wajahnya yang biasanya terlihat elegan kini berubah garang, mencerminkan kebencian mendalam terhadap Naura. Baginya, gadis itu adalah ancaman terbesar bagi masa depan Davin dan calon istrinya.****West CountryHari ini adalah H-1 pernikahan Davin dan calon istrinya. Semua orang sudah sibuk di lokasi acara besar tersebut. Nyonya Laura, saking hebohnya, bahkan mengajak seluruh pekerja di rum

    Last Updated : 2024-12-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 96

    “Oooh, dadamu yang besar ini sangat menggodaku, sayang.”Tuan William sedang berada di atas tubuh calon menantunya, dia menikmati dada sang calon menantu, memainkan lidahnya di sana sementara tangan yang satunya terus meremas bagian yang lain dengan penuh hasrat.Sementara sang wanita menggelinjang seperti cacing kepanasan, setiap adegan ranjang dengan pria yang harusnya menjadi Papa mertuanya ini membuatnya seperti sedang dibawa ke surganya dunia. Papa tiri Davin kembali bergerak maju mundur, menghentak sang calon menantu dengan penuh nafsu yang tak terkendali. Desahan demi desahan tercetus dari mulut keduanya, memenuhi ruangan mewah tersebut.“Oommmm, aku mau keluar,” ucap Anna suaranya serak, layaknya orang yang sudah dibuat melayang.“Sabar sayang, aku belum puas. Kamu di atas ya, sayang,” pinta pria itu.Anna pun merubah posisi, dia memberikan pelayanan terbaik sama calon Papa mertuanya.“Aaaaaah, goyanganmu ini, sangat nikmat, sayang. Lakukan lebih cepat,” ujarnya.Mereka teru

    Last Updated : 2024-12-11
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 97

    "Kamu pikir aku akan diam saja setelah melihat ini?" tanya Davin, suaranya rendah namun penuh amarah yang terkendali. "Kamu berani-beraninya mengkhianati Mama, di kamarnya sendiri, dengan perempuan yang seharusnya menjadi calon menantunya.""Da... Davin, dengarkan dulu. Papa bisa menjelaskan," pria itu tergagap, mencoba meraih simpati. Namun, Davin mengangkat tangannya, memberi isyarat agar dia tutup mulut."Kamu bukan Papaku! Jelaskan? Apa lagi yang perlu dijelaskan? Aku sudah melihat semuanya. Kamu bahkan tidak punya rasa malu."Tanpa peringatan, Davin kembali melepaskan satu pukulan keras ke wajah Papa tirinya. Pria itu kembali terjatuh. Anna, yang berdiri di sudut ruangan dengan wajah ketakutan, menjerit kecil namun tak berani bergerak."Davin, hentikan!" Anna memohon, tapi Davin hanya meliriknya dengan tatapan dingin."Diam kamu, pel4cur! Ini bukan urusanmu!" bentaknya. Fokusnya kembali pada Papa tirinya. "Kamu tahu, aku bisa memaafkan banyak hal, tapi mengkhianati Mama? Itu adal

    Last Updated : 2024-12-11
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 98

    “Maaf, Naura. Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk ibumu, tapi Tuhan berkehendak lain. Ibumu, sudah pergi untuk selamanya.”“Ibuuuuuuuu, Naura mohon kembali Bu. Naura mohon jangan tinggalin Naura, Bu. Kembali Bu…”Tangis Naura pecah begitu dokter keluar dari ruang ICU dan menggeleng pelan. Hatinya seolah runtuh, tubuhnya gemetar menahan rasa kehilangan yang begitu dalam. Ibu yang selalu menjadi tempatnya bersandar kini telah pergi, meninggalkannya seorang diri di dunia yang terasa semakin kejam. “Ikhlaskan kepergian ibumu, Naura. Saya tahu ini berat, tapi Tuhan ingin melepaskan semua sakit yang diderita ibumu. Mari ikut saya keluar, biar suster mengurus jenazah, Ibumu,” ujar dokter yang sejak awal merasa kasihan pada, Naura dan Ibunya. Naura terduduk di kursi ruang tunggu rumah sakit dengan pandangan kosong. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain menangisi kepergian orang yang paling ia cintai.Saat itu, satu hal menyadarkannya: ia tidak memiliki apa-apa lagi. Tak a

    Last Updated : 2024-12-12

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Happy Ending

    Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Baby Twins

    Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Darurat

    "Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janji sang Nenek

    Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meminta Restu

    Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Birthday Angel

    Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Butik

    Mereka baru saja turun dari mobil.Davin hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Naura dengan cekatan mengambil black card miliknya, seolah kartu itu sudah menjadi milik pribadi istrinya. "Sayang, kamu kan udah punya kartu sendiri," protesnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti pasrah daripada keberatan.Naura hanya tersenyum manis, menggoyangkan kartu itu di depan wajah suaminya. "Tapi kan tetap saja uang suami adalah uang istri, sayang. Uang istri ya uang istri," sahutnya santai. "Apalagi aku mau belanjain anak-anak juga."Davin hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Dia tahu, pada akhirnya, apa pun yang ia miliki memang untuk istri dan anak-anaknya tercinta.Sementara itu, Angelica yang sedari tadi sibuk melihat-lihat koleksi sepatu mewah tiba-tiba menoleh pada pamannya. "Uncle, Angelica di-belanjain juga nggak?" tanyanya dengan mata berbinar.Davin menoleh ke arah gadis mungil itu, yang kini menatapnya dengan ekspresi menggemaskan. Wajah Angelica yang c

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menang Taruhan

    Davin melangkah masuk ke ruang keluarga apartemen Edward dan Rania, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia baru saja tiba bersama Naura dan Angelica, membawa beberapa koper berisi makanan dan oleh-oleh untuk putri mereka. Belum sempat duduk, Edward sudah menyambutnya dengan senyum lebar.“Duduk dulu, Daddy,” ucap Edward sambil menunjuk sofa di hadapannya.Davin mendengus geli, menatap menantunya dengan ekspresi datar. “Geli kali aku dipanggil Daddy olehmu,” sahutnya, nada suaranya masih terasa tak bersahabat.Naura yang duduk di sampingnya hanya menghela napas, sementara Edward malah cengengesan. “Masak mau dipanggil Paman?” goda Edward.Naura ikut menimpali, “Lagian kamu ini, sayang. Memang sudah sepantasnya menantu memanggilmu dengan sebutan Daddy. Kenapa protes terus setiap sama Edward?”Davin menatap istrinya dengan alis terangkat. “Makin besar kepalanya Edward. Semua dibelain. Heran deh, sama kamu dan Mamaku. Doyan sekali membela laki-laki ini,” ujarnya bercanda.Edward hanya te

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kado Spesial

    Saat Rania dan Edward tiba di sebuah restoran, mereka bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak Rania jumpai."Hai, Andrew! Apa kabar?" sapa Rania dengan ramah, sambil mengulurkan tangan ke arah pria itu.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh tangan Andrew, Edward dengan sigap menarik tangan istrinya, menjauhkannya dari jangkauan pria lain. Andrew, yang sudah hendak menyambut salam Rania, hanya bisa menarik tangannya kembali dengan ekspresi sedikit terkejut.Rania melirik suaminya dengan kesal. "Kamu apa-apaan sih?" tanyanya, tak habis pikir dengan tindakan Edward yang begitu protektif.Edward menatapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Aku nggak suka ada yang nyentuh-nyentuh istriku, meskipun hanya sekadar salaman," ucapnya tegas.Andrew tertawa kecil melihat sikap Edward yang begitu posesif. "Nggak apa-apa, Rania. Semua pria pasti punya pemikiran seperti suamimu ini. Wajar kalau dia nggak mau istrinya yang cantik dimiliki orang lain," ujarnya santai.Edward langsung meloto

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status