Eros sedang sibuk menyusun kejutan untuk Hanin, istrinya. Di hari ketujuh pernikahan mereka, Eros masih santai menikmati hari-hari bahagianya bersama Hanin yang masih saja malu-malu meski mereka sudah sah menikah. Hanin bahkan belum memberikan nafkah batin untuk suaminya. Entah mengapa rasanya selalu canggung dan takut. Eros pun mengerti dan tak memaksa Hanin untuk melakukan sesuatu yang belum bisa dilakukannya. Eros ingin mereka menikmati malam pertama dengan penuh cinta dan sama-sama ikhlas meski entah kapan. Eros akan tetap menunggu keikhlasan Hanin untuk itu. "Wah Pak Eros mau kasih kejutan buat Mbak Hanin ya?" tanya Mala saat melihat atasannya itu menghias ruang kerjanya secantik mungkin. Tak lupa menyiapkan buket bunga mawar merah dan kado kecil di sampingnya. Di tengah ruangan, Eros menyiapkan meja dan dua kursi untuknya dan Hanin. Ada beberapa makanan kesukaan Hanin di meja dengan beberapa lilin kecil sebagai pelitanya. Meja yang sengaja diletakkan berhadapan dengan jendela
"Hanin kemana kalau di apotek nggak ada?" tanya Ibu mulai tak tenang. Wanita itu benar-benar cemas dan takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada anak perempuannya."Ibu jangan khawatir. Eros akan cari Hanin dulu. Boleh jadi dia sudah sampai di cafe sekarang kan? Nanti kalau sudah ketemu Hanin, Eros telepon ibu lagi ya?" Ibu mengiyakan lalu keduanya sama-sama mengucap salam dan menutup obrolan. Ibu bergeming di tempat setelah panggilan dimatikan. Bapak yang memperhatikannya sejak tadi pun mulai mendekat dan duduk di samping istrinya. "Kenapa cemas begitu, Bu?" Bapak mengusap punggung ibu perlahan. Wanita paruh baya itu pun menoleh dengan mata berkaca. "Hanin nggak ada, Pak. Entah kemana dia. Eros bilang handphonenya mati dan dia belum sampai cafe sejak tadi, padahal bilang sama ibu cuma mau mampir ke toko kue sama ke apotek. Seharusnya kan sudah sampai sejak tadi." Ibu mulai terisak. Wanita itu benar-benar takut jika terjadi sesuatu tak menyenangkan pada menantunya. "Tenang, B
[Hanin. Cantik juga istrimu, Ros. Bagaimana jika aku mengambilnya? Sepertinya dia istri yang shalihah dan idaman banyak pria. Rasanya ingin ikut mencicipi perempuan secantik dan semulus dia] Pesan dari nomor tak dikenal itu membuat Eros meradang. Dia semakin khawatir dan takut jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada istrinya. Pesan yang dibacanya detik ini benar-benar mengkhawatirkan dan menakutkan. Eros semakin tak tenang. Dia terus berpikir kemana istrinya pergi."Mungkinkah Hanin dibawa ke rumah sakit Elisabeth? Bagaimana jika dia diculik atau dibawa ke tempat lain yang tak kutahu? Apa kecelakaan Hanin kali ini berkaitan dengan pesan ancaman itu? Siapa sebenarnya yang mengirimkannya? Mengapa harus Hanin yang dia jadikan sasaran? Kenapa nggak aku saja jika memang dia dendam padaku?" Eros bergumam lirih. Berbagai pertanyaan menyesaki benaknya. Dia benar-benar takut terjadi sesuatu tak diinginkan pada istrinya.Beberapa kali Eros mengepalkan jari-jari tangan kanannya dengan seg
Kini Eris mulai menyesal kenapa dulu begitu mengabaikan Hanin dan memilih Fika sebagai pendamping hidupnya. Fika yang tak pernah berubah hingga kembali membuatnya kecewa untuk ke sekian kalinya. Kesempatan kedua yang diberikan Eris pada Fika nyatanya tak dimanfaatkan dengan baik. Perempuan itu kembali melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih fatal dibandingkan sebelumnya. [Dia mantan istriku, Ros. Jikalaupun aku mencintainya wajar bukan? Delapan bulan bersama dalam satu ranjang, nggak mungkin jika aku terus membencinya. Jadi, kamu tak perlu cemburu dan berpikir aneh-aneh] Eris kembali membalas pesan Eris. Setidaknya dia sudah mengungkapkan apa yang dirasakannya meski tak akan mungkin terbalaskan. Eris tahu jika Hanin terlalu setia dan patuh pada suami, nggak mungkin berpaling pada Eros apalagi demi dia yang dulu selalu mengecewakan dan menyakiti hatinya. [Bukan aku yang cemburu, tapi kamu yang terlalu ketara dengan perasaanmu. Kenapa baru sekarang kamu memiliki rasa itu pada is
Hening. Laki-laki bernama Mamat itu masih fokus memeriksa rekaman cctv yang menyorot ke teras dan jalan utama di depan bengkel. "Mas, coba mendekat. Itu mobil yang menabrak motor istri Mas Eros," ucap Pak Mamat sembari menunjuk layar laptopnya. Eros pun buru-buru mendekat lalu ikut fokus menatap layar persegi panjang di depannya. "Itu memang motor istri saya, Pak. Motor yang di depan tadi, cuma yang makai bukan istri saya." Eros berpikir sejenak, mengapa motor itu dipakai orang lain yang bahkan tak dikenalnya. Itupun bukan Hana, karena Eros tahu bagaimana sosok sahabat istrinya itu meski hanya bertemu sekali saat pernikahannya kemarin. "Mas Eros kenal siapa dia?" Laki-laki itu menggeleng. "Pantas saja istri Mas Eros nggak ada di rumah sakit Elisabeth karena yang tertabrak memang gadis itu, bukan istri Mas Eros." "Jadi, kemungkinan besar istri saya memang benar-benar diculik, Pak?" Eros mendadak kalut dan takut. Ekspresinya berubah seketika. Beragam pertanyaan dan pernyataan lalu
Eros mendelik kaget mendengar pengakuan spontan dari Eris, sementara laki-laki yang keceplosan itu menautkan gigi atas dan bawahnya lalu membuang muka.Seolah kehabisan kata, Eros mendadak diam. Begitu pula Eris yang hanya menghela napas panjang. Dia bahkan tak berani menatap saudara kembarnya itu setelah pengakuan mendadaknya. "Kenapa ngomong seperti itu? Sekarang kamu menyesal sudah mengabaikan Hanin?" tanya Eros saat menatap kembarannya sekilas. Dia tersenyum tipis. Senyum sedikit mengejek karena sikap plin-plan Eris itu. "Sebelumnya aku sudah memberimu peringatan bahkan berulang kali menanyakan hal ini, tapi kamu tak percaya. Kamu selalu memandang Hanin sebelah mata sampai membuatnya patah dan menyerah. Sekarang setelah semua terjadi, kamu baru sadar jika Hanin tak seperti yang kamu bayangkan," lirih Eros. Mendengar kalimat itu, Eris kembali menyandarkan punggungnya ke kursi teras, sedangkan Eros yang sejak tadi berdiri di samping motor Eris kini ikut duduk di kursi. "Kamu ba
"Apa Fika beneran di dalam, Gi?" tanya Eris tergesa setelah dia dan Eros sampai tempat tujuan. Egi, asisten Eris mengangguk pelan. Laki-laki itu memang ditugaskan Eris untuk mengawasi Fika karena tak ingin kecolongan lagi dan lagi."Iya, Bos. Aku kan mengawasi istri bos sejak siang tadi. Sebelumnya dia ke rumah teman perempuannya di Jalan Cenderawasih itu, Bos. Nggak selang lama terima telepon, dia langsung meluncur ke sini. Dia masih di dalam sejak tadi, belum ada tanda-tanda keluar rumah," ucap Egi begitu meyakinkan.Eris manggut-manggut. Mendengar penjelasan Egi, Eris sedikit lega karena Fika memang pergi ke rumah Tania lebih dulu sesuai dengan izinnya. Namun, kini Eris penasaran kenapa istrinya bisa berada di rumah itu dengan pemilik mobil yang menabrak motor Hanin. "Bukan Fika pelakunya kan, Ris?" Eros melirik saudaranya yang sedikit gelisah. Eris menoleh lalu mengedikan bahu. Kakak beradik itu saling tatap beberapa saat."Mana kutahu. Dia memang istriku, tapi aku jelas tak bisa
Tangan Eros mengepal dengan gigi bergemeletuk. Dia benar-benar emosi melihat istrinya diperlakukan seperti ini. Perlahan membuka lakban di mulut Hanin lalu melepaskan ikatan tangannya. Keduanya pun saling tatap penuh keharuan."Sayang, kamu nggak apa-apa kan? Apa mereka melukaimu? Mereka benar-benar kurang aj*r, aku pasti akan membalas perlakuan mereka padamu, Sayang." Hanin tak membalas sepatah katapun. Melihat ekspresi istrinya yang begitu shock, Eros memegang kedua pipi Hanin lalu mengusap pipi dan sudut matanya yang basah. Dengan penuh cinta, Eros merapikan rambut panjang Hanin yang berantakan. Setelah itu mengambil hijab berwarna coklat milik Hanin yang tergeletak di lantai. Hanin benar-benar ketakutan. Dia berulang kali mengucap istighfar tiap mengingat kejadian mengerikan yang nyaris merenggut harga dirinya barusan. Hanin terisak di dada Eros yang terus berusaha menenangkannya, mengusap rambutnya pelan dan mencium puncak kepalanya. Kedua matanya memerah menahan amarah. Dia be