Share

Bab 6

Penulis: Kholis don't panic
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Secretary Sang CEO 

(beberapa scene terdapat konten18+)

Senja di ufuk barat telah lama tenggelam dan langit yang menggelap telah tiba. Sekitar pukul tujuh malam yang tercetak jelas di jam tangannya, Anggi mendecak dengan kesal karena selepas makan siang ia sama sekali tak melakukan hal yang membuatnya banyak gerak. Perempuan itu sangat lelah jika harus menunggu tanpa melakukan kegiatan apa pun, hanya saja ia harus menunggu Aditya hingga pria itu menyelesaiakan pekerjaannya. 

Sudah beberapa jam Anggi hanya duduk di depan meja kerja Aditya sebab perintah pria itu benar-benar tidak bisa ditentangnya. Ia sangat lelah dan matanya mulai mengantuk. Perempuan itu pun meletakkan kepalanya di atas meja kerja Aditya dengan berbantal tangan, berharap sang atasan tidak peduli dengan tingkah tidak sopannya kali ini. 

Selang beberapa menit kemudian, Aditya pun melirik perempuan itu dan seulas senyum muncul begitu saja di bibirnya. Ia kemudian menutup dokumen dan mematikan laptopnya, rasa iba mencuat begitu melihat Anggi yang sedari tadi menunggunya. Kemudian ia beranjak dan berjalan menuju ke arah Anggi, lalu menundukkan kepalanya persis di dekat telinga Anggi. 

"Ayo kita pulang," bisik Aditya. 

Sontak Anggi terbangun, ia terkejut Aditya sudah berada di dekatnya. Seolah pria itu benar-benar memangkas jaraknya begitu saja. Aditya masih menatap mata Anggi, tetapi justru sikap gugup yang kentara untuk menanggapi. Anggi spontan berdiri agar kegugupannya terbiaskan dan tak membiarkan detak jantungnya yang berdegup dengan kencang terdengar oleh pria di sampingnya.

"Pak Adit ngapain sih?" protes Anggi.

"Ayo pulang. Apa kamu mau tidur di sini? ujar Adit sambil berlalu begitu saja dari hadapan gadis itu.

Anggi pun langsung mengambil tas kecilnya, mulai beranjak dari ruangan kerja Aditya dan mengikuti langkah pria itu. Begitu Aditya keluar dari ruangannya nyatanya Sandra masih berada di lingkungan kantor atau lebih tepatnya menunggu Aditya seperti biasanya. Seulas senyum wanita itu tunjukkan untuk Aditya dan senyumnya memudar seiring pandangan itu mengarah ke Anggi.

Anggi yang sadar akan hal itu hanya bisa menundukkan pandangan tanpa ingin menatap mata Sandra yang seakan sudah ingin membunuh. Entah, apa salahnya, tetapi sejak ia berkata bahwa dirinya akan tinggal bersama Aditya, sekretaris Aditya itu bersikap berbeda dari sebelumnya.

"Sudah selesei, Pak?" tanya Sandra dengam manis. 

"Iya, Sandra, kamu pulang ke apartemen atau--"

"Bapak mau ke mana?" potong Sandra. 

"Mau pulang ke rumah." 

Nampak Sandra seolah berpikir di depan Aditya. "Emmm ... boleh saya menemani Anggi, Pak? Sekaligus memberitahu dia hal yang seharusnya dia kerjakan. Tadi saya rasa kurang jelas, jadi biar saya ajarkan lagi ke Anggi," cetusnya.

Aditya pun hanya terdiam ketika Sandra sudah mengetahui bahwa Anggi akan tinggal bersamanya. Nampak, Aditya terus saja berjalan di mana Sandra menarik kesimpulan jika memang ia di perbolehkan mengikuti atasannya itu untuk ke kediamannya. 

Sedangkan Anggi yang melihat kedekatan antara Aditya dan Sandra hanya bisa menebak-nebak. Sepertinya Sandra memang terbiasa menemani Aditya, terlihat dari obrolan sang atasan yang juga seolah paham perempuan itu akan ke mana. Hal yang membuat Anggi semakin yakin bahwa opini kedekatan Aditya dan Sandra bukan sekedar patner kerja semata. 

'Bisa buat bahan nggak ya? Skandal dong nanti jadinya kalo ada yang aneh-aneh,' batin Anggi sambil tetap berjalan mengikuti atasan barunya itu. 

Mereka pun berjalan menuju mobil Aditya di mana seperti biasa sang sopir sudah menunggunya. Segera setelah itu sang sopir meluncur ke kediaman Aditya membelah padatnya Kota Jakarta yang tak pernah ada habisnya. 

Beberapa saat kemudian, mereka telah masuk ke perumahan elit di Jakarta. Anggi kagum melihat rumah-rumah di sepanjang jalan ini. Sangat megah batinnya, hingga mobil pun berhenti di depan gerbang rumah Aditya. Klakson yang dibunyikan membuka pintu gerbang secara otomatis. 

Anggi berhasil dibuat takjub melihat megahnya kediaman bos besar Artha Group itu. Taman yang indah dengan eksterior elegan menyihir pandangan Anggi di tambah desain rumah Aditya dari luar yang benar-benar membuat siapa pun kagum. 

"Ayo turun. Kamu mau tidur di mobil atau bagaimana?" ucap Adit mengagetkan lamunan Anggi. 

"Eh iya-iya, Pak." 

Mereka pun turun dari mobil Aditya dan segera menuju ke dalam rumah itu. Sekali lagi, Anggi tercengang dengan desain interior rumah Aditya yang menganut gaya eropa klasik. Sebuah ruang tengah yang nampak mewah menghipnotis mata Anggi dengan pencahayaan yang di dominasi warna kuning dengan dinding berwarna putih dikombinasi gold, mampu menghangatkan suasana ruangan tersebut. 

"Selamat malam, Tuan," sapa Bi Suin-pembantu rumah itu.

"Bi, kamar Anggi sudah Bibi siapkan? Ini Anggi ... kalau sudah, minta tolong antar Anggi ke kamarnya, dia sekretaris baru saya dan sementara akan tinggal di sini," jelas Aditya. 

Bi Suin menatap Anggi dan langsung melesungkan senyumnya. Begitu pun Anggi, ia yang memang ramah pada siapa pun selalu mengulas senyum pada siapa saja yang ia temui.

"Sudah, Tuan. Mari, Non, saya antarkan. Tuan tidak makan malam terlebih dahulu?" tanya Bi Suin sebelum mengantar Anggi.

"Nanti saja, Bi, saya belum lapar. Mungkin mereka berdua, tawari saja ke mereka berdua," ucap Adit sambil tersenyum. 

Aditya pun berlalu dari hadapan Anggi dan Sandra, ia tampak lelah hari ini. Sikap pria itu pada pembantunya membuat Anggi tak menyangka, angkuhnya sikap di kantor tidak ia tunjukkan ketika berada di rumah. Justru pada asisten rumah tangganya saja ia berbicara sangat sopan berbeda ketika di kantor yang cenderung tegas dan otoriter. 

"Nggi, aku boleh sekamar dengan kamu? " ucap Sandra tiba-tiba. 

"Hah? Eh, boleh kok, Kak, boleh banget. Kebetulan, Biar Anggi ada temennya di sini," ucap Anggi senang.

"Aku pinjem baju kamu ya kalo gitu," ujar Sandra lagi. 

"Boleh, Kak. Tapi nggak apa-apa cuman piyama biasa?" 

Sandra pun mengangguk dan tersenyum palsu di depan Anggi yang memang sengaja ingin tidur bersama perempuan itu, sebab tidak ada yang tidak mungkin jika Aditya dan Anggi bisa macam-macam jika ia lengah. Jujur, ia tidak rela Aditya bersama yang lain selain dirinya. 

🍂🍂🍂

Aditya benar-benar merasa lelah hari ini, sejenak ia merebahkan tubuhnya di ranjang king size itu tanpa berberes terlebih dahulu. Rasanya ia ingin segera tidur mengistirahatkan pikirannya, tetapi lagi-lagi masih saja ia memikirkan sosok sekretaris barunya itu. Perempuan dengan sikap polos yang entah hanya pura-pura atau memang seperti itu adanya, benar-benar menarik perhatiannya sejak awal bertemu. Ia tersenyum sendiri mengingat Anggi, hingga akhirnya ia pun bangkit dari rebahan singkat dan ingin menyegarkan badannya. 

Beberapa menit kemudian, ia telah menyelesaikan ritual mandinya. Dengan hanya berbalut handuk di pinggang, ia melangkah menuju almari besar yang menyimpan baju-bajunya untuk mengambil pakaian tidur. Beberapa detik ia memilah dan ingin menarik salah satu di antaranya, sepasang tangan lembut perempuan menyentuh dadanya dari belakang. 

"Sandra," tebak Aditya masih dengan melanjutkan kegiatan mengambil baju tidurnya.

"Aku kangen kamu, Dit," ujar Sandra yang kini menyandarkan kepalanya di punggung pria itu. 

Tidak ada respon dari Aditya untuk beberapa detik sampai pria itu membalikkan badannya menatap Sandra yang tengah bermanja kepadanya. Menyentuh pipi perempuan cantik itu dan melesungkan senyum tipisnya. 

"Bukannya setiap hari kita bertemu? Masih saja kamu bilang kangen?" ucap Aditya yang kini memegang dagu wanita itu. Sedangkan Sandra, tengah memeluk pinggang Aditya dan menatap dengan cemberut.

"Dit, sejak ada sekretaris barumu itu, kamu cuekin aku loh, padahal baru dua hari, menyebalkan!"

Aditya kembali tersenyum tipis sembari menyibakkan rambut wavi Sandra. "Tidak Sandra. Dia kan masih baru wajar aku masih memperhatikan kinerjanya bukan? Tapi ngomong-ngomong lepas dulu dong ini ... aku pakai baju dulu, AC ruangan ini masih menyala dan itu dingin," ucap Aditya, masih dengan nada yang sangat lembut.

Sandra yang tersadar hal itu pun langsung melepaskan pelukannya dan Aditya pun segera memakai piyamanya. Sedangkan Sandra semakin memanyunkan bibirnya sembari menyilangkan kedua tangan di dadanya. Masih tidak terima dengan jawaban Aditya yang seolah tak lagi membutuhkannya. 

"Kenapa wajahmu begitu? Aku kan mencari sekretaris baru untuk membantumu? Apa aku salah meringankan bebanmu?"

"Tapi perhatianmu jadi berkurang. Menyebalkan! Kamu kayak udah nggak membutuhkanku lagi."

"Kamu ini kenapa, sih? Posisimu itu masih lebih tinggi dari dia. Jelas aku masih membutuhkanmu, Sandra." 

Sandra meletakkan tangannya di dada bidang Adit. Menatap mata pria itu dan benar-benar tidak rela jika Adit berpaling darinya dan mengacuhkannya begitu saja. Selama ini dia lah yang menemani pria itu, selama ini dia lah yang berada di samping Aditya entah pagi, siang atau pun malam. Bahkan ia rela memenuhi kebutuhan biologis Adit kapan pun dan di mana pun pria itu menginginkannya. 

Aditya mengusap lembut pipi Sandra, lantas mencium bibir ranum itu. Sandra tidak menolak, bahkan membalas ciuman Aditya. Tangan bebas Aditya pun sudah menyusuri setiap jengkal tubuh Sandra dari luar baju tidurnya yang ia yakini pasti perempuan itu pinjam dari Anggi. Ciuman yang mendorong hasrat Aditya malam itu ia hentikan sejenak dan kembali menatap mata sekretarisnya itu.

"Apa aku berubah?" tanya Aditya sekali lagi meyakinkan pernyataan Sandra padanya. 

Sandra hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, Aditya tarik tangan Sandra ke arah ranjangnya dan mendorong tubuh wanita itu ke atas ranjang king size-nya. Segera ia merangkak ke atas tubuh Sandra, menindihnya dan menggencarkan ciuman pada leher wanita itu. Respon Sandra yang meremas rambut basahnya membuat Aditya semakin tak sabar untuk menuruti hasratnya dengan tangan yang mulai membuka kancing piyama Sandra. 

Bugghh! 

"Aduh!" pekik seseorang membuyarkan suasana intim Aditya dan Sandra. 

Aditya dan Sandra  seketika menoleh ke arah terbukanya pintu kamar pria itu dan mendapati sosok Anggi tepat tersungkur di sana dengan mengusap sikunya yang terbentur lantai keramik. Anggi yang berniat untuk mengembalikan ponsel milik Aditya yang kebetulan tadi dititipkan justru terjatuh karena tersandung kakinya sendiri di depan pintu kamar Aditya. Dan bodohnya ia terjatuh tepat di suasana yang sama sekali tak ia harapkan. Hanya senyum bodoh yang mampu ia tunjukkan pada Aditya sembari menelan saliva terkejut dengan pemandangan di depannya. 

"Ma-maaf, Pak. Tadi saya tersandung di situ, dan tidak tahu kalau pintu ini tidak terkunci dan membuka sedikit tadi jadi saya-"

"Enggak masalah," potong Aditya. 

Pria itu segera bangkit dari tubuh Sandra sembari membetulkan piyamanya sendiri. Sedangkan Sandra nampak kesal dengan kedatangan Anggi secara tiba-tiba itu dan segera menutup piyamanya kembali dengan kasar. Aditya berjalan ke arah Anggi yang benar-benar gugup dan takut. Peluh di dahinya membuat Aditya ingin sekali melampiaskan hasratnya kepada gadis itu. Namun ia sadar, ia harus menahan diri pada perempuan di depannya. Namun, kepolosan dan rasa bersalah di raut wajah Anggi menciptakan fantasi sendiri di pikiran Aditya. 

"Kamu kenapa kemari?" tanya Adit. 

"I-ini, Pak, ponsel Bapak tadi masih ada di saya. Saya hanya berniat mengembalikan saja takut ada yang penting. Saya tidak bermaksud-"

"Kenapa kamu tampak gugup seperti itu? Siapa yang menakutimu?" potong Aditya. 

"Emm ... eng-enggak, Pak. Maaf jika saya mengganggu, saya pergi dulu, Pak." Anggi segera menyerahkan ponsel Aditya dan berlalu begitu saja. 

Anggi benar-benar canggung dengan suasana itu. Ia merasa malu dan ceroboh tidak berhati-hati saat berjalan kaki. Padahal rumah Aditya penerangannya juga tidak buruk. Namun, satu fakta terungkap yang dapat disimpulkan dirinya, bahwa Aditya dan Sandra memang bukan sekedar hubungan pekerjaan semata, tapi lebih dari itu.

Aditya pun menyandarkan tubuhnya di dinding pintu kamar sembari bersedekap melihat punggung Anggi yang berlalu dari hadapannya. Ia tersenyum lepas setiap melihat tingkah polos Anggi, hingga tanpa sadar senyum itu tertangkap jelas oleh Sandra. Wanita itu mendapati binar mata Aditya yang tak seperti biasanya dan menjadi merasa was-was, baru kali ini Aditya bisa tersenyum lepas karena perempuan. Biasanya ia akan sangat dingin kepada siapa pun apalagi orang baru. Sandra menghampiri Aditya, mencoba mengalihkan atensi pria itu dari Anggi. 

"Maaf, Sandra, aku sangat lelah hari ini. Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu. Selamat malam," ucap Aditya yang berlalu dari hadapan Sandra. 

Sandra mulai mengepalkan tangannya karena kesal dan itu artinya ia harus menelan kekecewaan kembali. Jika saja Anggi tak mengacaukannya tadi pasti sekarang ia sudah dalam dekapan Aditya dan menikmati malam panjang dengan sang atasan yang selalu membuatnya terpesona itu. Aditya pun melangkahkan diri ke sisi ranjangnya dan duduk di tepi ranjangnya sambil mengecek ponselnya. 

"Kamu masih di sini, Sandra?" tanya Adit tanpa menatap perempuan itu. 

"Aku akan segera kembali ke kamarku," timpal Sandra.

Sandra pun berlalu dari kamar Aditya. Ia benar-benar nampak kesal dengan pria yang mulai sedikit demi sedikit mengacuhkannya. Beberapa saat kemudian, ia membuka pintu kamarnya dan dapat di lihat Anggi tengah terdusuk di tepi ranjangnya. Sandra hanya bisa menghela napasnya dengan kasar, rasanya ingin sekali ia memaki perempuan itu. 

"Kak, aku minta maaf soal -" 

"Sudahlah lupakan!" potong Sandra tanpa basa-basi lagi.

Anggi pun benar-benar merasa canggung dan tidak enak hati pada Sandra. Dilihatnya Sandra pun sudah menarik selimutnya untuk tidur. 

'Dasar bodoh kamu tuh Nggi, makanya jalan pakai mata dong? Kalau seperti ini kan belum apa-apa kamu punya musuh,' runtuk Anggi dalam hati. 

Di sisi lain, ketika Aditya sedang membaca buku di kamarnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Sabrina tercetak di layar ponselnya. Aditya mengernyitkan alisnya, ada hal apa Sabrina menelfonnya malam-malam? Rasa penasaran pun membawa Aditya untuk meraih ponselnya dan mengangkat panggilan itu.

"Hallo Sabrina, ada apa malam-"

"Aurel ... Aurel masuk rumah sakit Dit," ucap perempuan itu cepat karena takut Aditya memutuskan panggilannya. 

Sontak Aditya mematung untuk sesaat. "Apaaa! Di mana kamu sekarang? Di rumah sakit mana?" tanya Aditya. 

"Medika Husada."

"Aku segera ke sana!" ucap Aditya yang langsung mematikan sambungan telponnya. 

Aditya pun bangkit dari ranjangnya dan segera merapikan dirinya. Ia pun segera melesat keluar kamar dengan sedikit belari setelah berpakaian sekenanya, bahkan ia masih mengancingkan kemejamya sembari berjalan cepat. Rasa khawatir mendalam ada di pikirannya. Ia segera mengambil kunci mobilnya. 

"Bi, saya keluar dulu."

"Tuan mau ke mana malam-malam begini?"

"Ada urusan penting!"

Aditya segera berlari ke arah mobil yang berada halaman pintu rumahnya. Ia melompat ke dalam mobil dengan bak terbuka itu dan segera melesatkan supercar-nya ke arah rumah sakit yang sudah disebutkan Sabrina. Kebetulan, Anggi yang berada di dapur saat itu melihat kepergian Aditya. Bahkan ia menangkap raut kekhawatiran pada wajah Aditya. 

"Bi, Pak Aditya mau ke mana?" tanya Anggi. 

"Bibi juga gak tau, Non. Sepertinya ada hal yang gawat, biasanya Tuan tidak akan buru-buru jika keadaannya tidak gawat. Bibi jadi khawatir sama Tuan Adit, semoga tidak membahayakan Tuan lagi."

Anggi pun nampak turut menjadi khawatir, tetapi ia tepiskan perasaan itu dan berjalan kembali ke arah kamarnya. Percuma juga khawatir, lagipula jika ia ingin menyusul ia tak tahu harus ke mana karena Aditya tampak sangat buru-buru tanpa meninggalkan informasi yang jelas. 

Di tempat lain, Aditya melajukan mobilnya dengan kencang menuju sebuah rumah sakit swasta yang jaraknya lumayan jauh dari kediamannya. Hinhga 30 menit kemudian mobilnya mulai memasuki arwa rumah sakit tersebut. Ia segera memarkirkan mobilnya dan setengah berlari menuju ruang IGD. 

"Sabrina! Di mana anakku?" tanya Adit khawatir. 

"Itu Dit, sedang diperiksa Dokter ... a-aku minta maaf Dit," ucap Sabrina menyesal.

"Kamu! Bagaimana bisa Aurel begini? Hah! Aku sudah katakan berkali-kali jika kamu tidak bisa menjaganya dengan baik, biarkan dia bersamaku!" bentak Aditya. 

Sabrina tertunduk tak dapat menjawab bentakan Aditya. Ia memang salah, ia tak seharusnya menyembunyikan tentang penyakit Aurel kepada Aditya. Aditya yang hanya mengkhawatirkan buah hatinya itu tak akan peduli dengan Sabrina, apalagi orangtua Sabrina yang sedari tadi belum sempat ia sapa. Ia hanya peduli apa yang sebenarnya terjadi dan membuat anak semata wayangnya masuk ke rumah sakit. 

"Aku minta maaf,Dit," ucap Sabrina lagi. 

| To Be Continues |

Bab terkait

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 7

    Secretary sang CEOHari semakin larut, rasa lelah yang Aditya rasakan sama sekali tidak lagi terasa dan digantikan dengan rasa cemas. Pria itu sedari tadi hanya bisa mondar-mandir di depan ruang ICU—setelah sebelumnya anaknya berada di IGD—guna menanti kabar yang mampu melegakan semua kecemasan. Ia khawatir dengan kondisi Aurel—anak perempuannya dari Sabrina— yang tak ia ketahui penyebabnya sampai detik ini. Bahkan Sabrina seakan bungkam dan tak berani mengatakan hal yang sebenarnya pada Aditya. Beberapa jam telah ia lewati hingga bunyi decit yang ditimbulkan pintu ruang ICU dan lantai membuat Aditya langsung bergerak menemui dokter yang keluar dari ruangan tersebut."Keluarga Aurel Kavindra," panggil pria yang bertitle dokter itu."Saya Papanya. Bagaimana keadaan anak saya, Dok?"Begini, Pak. Saya Dokter Erwin yang menangani anak Bapak beberapa bulan terakhir ini. Jadi, menurut hasil pemeriksaan kami, kanker Aurel sudah

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 8

    Secretary sang CEOWaktu pun berlalu, satu minggu sudah kepergian Aurel dalam hidup Aditya dan Sabrina. Kembali tenggelam akan hal yang sama sekali tak pernah ia inginkan. Namun, ia sadar semua yang datang pasti akan kembali pergi. Kepergian sang anak nampaknya membuat Aditya harus menghabiskan waktu satu minggu untuk benar-benar merelakan kepergian Aurel. Ia sadar, dirinya tak boleh berlarut dalam kesedihan berlama-lama atau hal itu akan membuatnya kembali dalam masalah mental yang sudah susah payah ia kendalikan.Hari ini di depan pusara sang anak ia berdiri dan terdiam, menatap kembali makam anaknya yang masih bau bunga semerbak dan tanahnya pun masih basah. Kini Aditya seolah telah menyetel kembali sikapnya menjadi sosok yang sangat dingin dan mungkin menciptakan stigma pada orang lain bahwa dirinya tidak akan terlalu terbuka. Tidak ada senyum lagi darinya untuk siapa pun. Kehilangan seseorang yang dia sayang berkali-kali membuat

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 9

    Secretary sang CEOTatapan tajam mengarah tepat ke manik mata Sandra. Aditya benar-benar tidak suka dengan pemandangan yag tidak sengaja ia lihat. Entah, ia memilih ingin membela Anggi daripada Sandra yang sudah bertahun-tahun di sampingnya. Nalurinya mengatakan bahwa Anggi tidak dalam posisinya yang salah."Sikapmu benar-benar tidak pantas Sandra!" hardik Aditya."Tapi aku ... aku hanya—""Bedebah! Pergi dari Anggi! Jangan ganggu dia lagi! Paham!" perintah Aditya.Sandra tidak menyangka Adit akan membela Anggi dan mempermalukan dirinya di depan perempuan itu. Ia sontak menatap Anggi dengan aura kebencian dan pergi dari hadapan Aditya dengan setengah berlari. Air matanya sudah jatuh tanpa terasa, rasa kesal di dadanya bertambah dan menimbulkan kebencian pada sosok Anggi."Kamu enggak kenapa-kenapa?" tanya Aditya yang nampak khawatir dengan perempuan itu.Anggi menggelengkan kepalanya. "Tida

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 10

    Secretary sang CEOHari berganti hari hingga enam bulan lamanya, Anggi sudah melewati semua hari-harinya bersama Aditya. Ia sudah terbiasa menyiapkan semua keperluan pribadi sang atasan. Selama ia tinggal di rumah pria itu sedikit banyak ia tahu sifat atasannya seperti apa, tahu kesukaan Aditya dan mengerti segala hal tentang pria mapan itu. Entah, apakah Sandra juga mengerti Aditya atau tidak. Sejak kehadiran Anggi yang ternyata mampu dengan cepat mempelajari suatu hal, membuat Aditya merasa cukup.Sandra tidak lagi menjabat sebagai sekretaris pribadi Aditya, ia benar-benar telah di promosikan menjadi Sekretaris Eksekutif yang membawahi semua jajaran administrasi perusahaan. Keputusan Aditya tak mampu dibantah oleh perempuan yang sudah bertahun-tahun mengikutinya, walaupun sempat terjadi perdebatan pribadi antara Sandra dan Aditya, nyatanya hal itu tak merubah keputusan pria itu."Pak Aditya, saya sudah siapkan kemeja, jas kerja, d

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 11

    Secretary sang CEOAditya yang sudah berada di dalam kamar mulai merebahkan diri di ranjang besarnya itu. Ia menghela napas panjang. Sedikit frustasi dengan masalah yang dihadapi kali ini. Sekali lagi ia telah menyakiti orang lain, membuat orang itu terluka dengan tangannya sendiri, lagi dan lagi.Benar apa yang dikatakan Violitta. Selama ini hidupnya memang tidak pernah tenang, ia masih saja dihantui rasa bersalah atas sisi gelapnya yang bahkan ia sendiri susah untuk mengontrolnya.Aditya tidak suka dengan pengkhianatan, ia paling benci dengan kebohongan. Hal yang membuat sisi lain Aditya muncul dengan sendirinya. Dikhianati berkali-kali membuat pria itu jatuh ke lembah yang menjadikannya sebagai sosok yang tidak punya perasaan lagi. Ingin mengakhiri, tetapi selalu saja ada yang sengaja membuat sisi gelap itu kembali."Gadis bodoh!" geram Aditya yang masih meruntuki kebodohan Violitta dan diam-diam mengkhawatirka

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 12

    Secretary sang CEOSetelah peristiwa yang menyebabkan jantung Anggi seakan berhenti mendadak, akhirnya ia memutuskan untuk meyegarkan badan agar fungsi otak kembali berjalan dan berpikir positif. Walau memang, degup jantungnya masih berdetak kencang saat mengingat kejadian tadi pagi. Ditambah ekspresi Aditya yang sesantai itu justru membuatnya salah tingkah sendiri.Setelah hampir 15 menit ia pun telah menyelesaikan ritual mandinya tepat saat ponselnya berdering. Perempuan itu pun segera berjalan ke arah meja nakas di sisi ranjang dan menatap layar ponselnya. Seulas senyum tercetak di bibir saat nama Dimas tertera di sana dan ia pun langsung mengangkat panggilan itu."Morning juga Pak Dimas, ada apa, Pak?" sambut Anggi setelah menerima sapaan dari ujung panggilan itu."Ada waktu enggak nanti, makan siang misalnya? Saya ingin bicara denganmu.""Bisa, nanti waktu makan siang ya, Pak, di mana?" tanya Anggi.&nbs

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 13

    Secretary sang CEOAnggi bergegas untuk segera meninggalkan kediaman Aditya. Ia sudah bertekad untuk pergi dari rumah atasannya itu. Lagipula informasi yang ia butuhkan sudah didapatkan dan sisanya akan dipikirkan nanti. Entah, kenapa ia bisa semarah ini dengan Aditya, ada rasa sakit di hatinya saat bentakan pria itu tertuju padanya. Padahal, bisa saja ia cuek dengan ucapan pria itu."Loh, Non Anggi mau ke mana?" tanya Bi Suin yang tiba-tiba mencegah pergerakan langkah Anggi. "Saya mau pergi, Bi. Saya tidak enak tinggal di rumah Pak Adit terus. Saya ingin balik ke kos saya aja, Bi, biar saya gak ngerepotin Bibi juga, makasih ya Bi untuk semuanya.""Tapi kan, apa Non Anggi sudah bilang sama Tuan Aditya? Jangan pergi, Non, Bibi nggak ngerasa di repotin kok sama Non Anggi, justru Bibi seneng Non Anggi di sini," cegah Bi Suin lagi.Anggi lantas memeluk pembantu Aditya itu. Jujur, memang dirinya juga sudah seperti memiliki keluarga

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 14

    Secretary sang CEOSenja di ufuk barat mulai menebarkan pesonanya. Jam di tangan Aditya juga sudah menunjukkan waktu jam kerja berakhir. Ia yang sedari tadi berkutat dengan pekerjaannya bahkan sedikit terganggu dengan insiden penolakan Anggi atas perasaanya dan ucapan Sandra atas penghianatan Anggi. Ia pun menghela napasnya saat melihat perempuan itu tengah merapikan meja kerjanya dan ia masih percaya terhadap Anggi."Anggi," sapa Aditya saat menghampiri meja kerjanya."Eh, eh iya, Pak Adit. Ada yang perlu saya siapkan?"Aditya menggeleng. "Tidak. Saya hanya ... emm, bertahanlah di sini sebentar sampai kamu menemukan sekretaris baru untuk saya. Bisa?"Anggi tertegun sejenak, lalu ia tersenyum kepada Aditya. Seolah-olah kejadian tadi pagi tak pernah terjadi di antara mereka meskipun dari masing-masing hati merasakan suatu kehampaan."Bisa, Pak. Saya akan segera mencarikan sekretaris baru untuk Pak Adit,

Bab terbaru

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 40 END

    ~~~~~~~~Tepat satu minggu kemudian~Pagi yang cerah sudah menyambut Aditya dengan pesonanya. Burung-burung dengan merdu mengeluarkan nyanyian pagi pendamai suasana. Hari ini tepat di mana janji pernikahan Aditya dan Anggi akan dilangsungkan.Anggi sudah bersiap-siap sedari tadi pagi. Gaun yang sudah terpesan sejak lama itu kini ia pakai dengan anggunnya. Tampilan riasan dari MUA berkelas pun telah merubahnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik hari ini. Bahkan tanpa riasan yang mencolok Anggi tetap terlihat berbeda, sangat berbeda. Aura positif terpancar dari Anggi. Ia sudah siap untuk mendengarkan janji pernikahan yang akan disebutkan Aditya nanti."Anggi, sudah siap?" tanya Kevin tiba-tiba"Sudah."Sontak saja Kevin tertegun dengan kecantikan yang di miliki Anggi. Gaun pengantin dengan model shoulder off yang melekat di tubuh perempuan itu benar-benar sangat cocok

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 39

    ~~~~~~~~~"Adit! Nak, kamu sudah sadar? Renoo, panggil dokter!" titah Andini kala melihat sang anak mulai mengerjapkan mata.Segera Reno yang semula duduk di sofa ruangan VIP rumah sakit itu melangkah keluar guna memanggil dokter untuk memeriksa sang kakak. Beberapa saat kemudian sang dokter segera menuju ke ruangan Aditya dan memeriksa kondisi vital pria itu.Dokter pun menurunkan stetoskopnya dan lantas tersenyum ke arah ibu Aditya dan adiknya, "Semuanya baik-baik saja. Hanya jangan dulu membuat Aditya berpikir terlalu keras atau pun melakukan apa pun terlalu berat. Kami akan lakukan observasi kondisinya setelah ini. Ada lagi yang ditanyakan? Kalau tidak ada, saya permisi dulu.""Iya, Dok. Terima kasih banyak ...," ucap Ibu Andini. Ia lantas melirik ke arah anak lelakinya dan mengusap kepalanya dengan lembut. "Syukurlah, Nak, kamu sudah sadar akhirnya. Mama khawatir sama kamu, beberapa hari kondisi kamu turun terus."Aditya

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 38

    ~~~~~~~~~~Seperti biasa, Aditya dan Anggi dilibatkan dalam kemacetan yang sudah menjadi pemandangan Kota Jakarta di setiap jam-jam tertentunya. Namun, kali ini tidak menjadi masalah bagi Aditya. Pria itu pun mengarahkan mobilnya menuju ke suatu tempat sesuai apa yang ia janjikan tadi.Sementara Anggi yang sedari tadi memerhatikan Aditya, agak sedikit heran dan banyak sekali pertanyaan dalam benaknya karena Aditya mengarahkan mobilnya ke sebuah pemakaman umum di daerah Jakarta. Hingga, beberapa saat kemudian, Aditya menghentikan mobil tepat di tepi jalan pemakaman.Pria itu kini terdiam sejenak dan mengeratkan genggaman di setir mobil. Menghela napas panjang kemudian turun dari mobilnya di ikuti oleh Anggi yang sedari tadi menyimpan pertanyaan pada tujuan pria itu. Namun, seperti biasa ia tidak bisa mengungkapkan karena di lihatnya Aditya hanya terdiam ketika memasuki lokasi pemakaman itu. "Ayo, Nggi. Saya akan a

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 37

    ~~~~~~~~Beberapa jam kemudian, mereka telah kembali ke apartemen Aditya. Dengan penuh canda tawa mengiringi perjalanan, Anggi tetap menggenggam tangan Aditya dengan erat, hingga tepat berada di depan unit apartemen pria itu. Aditya pun mempersilahkan Anggi untuk masuk terlebih dahulu. Perempuan itu menganggukkan kepala dan melangkahkan kaki ke dalam apartemen Aditya sembari melepas heelsnya."Anggi," panggil Aditya.Sontak Anggi langsung menoleh ke arah Aditya. "Iya, Mas," sahutnya.Tanpa aba-aba yang jelas, Aditya langsung mendorong tubuh Anggi hingga menyentuh dinding di belakangnya. Sebuah pagutan lembut kembali membungkam sejenak segala ucapan yang ada, hingga tiba-tiba Aditya melepas ciumannya begitu saja. Menunduk dalam dan segera berlalu dari Anggi menuju ke kamar mandinya. Hal itu sontak membuat Anggi bingung atas sikap Aditya. "Sialan!" gerutu Aditya saat tetesan darah itu mengalir begitu sa

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 36

    ~~~~~~~~~Beberapa hari kemudian, Marco terdiam cukup lama saat tahu Aditya tidak berbicara sama sekali. Pria itu melirik ke arah arlojinya, sudah tiga puluh menit yang lalu bahkan dirinya tidak tahu mengapa sang atasan memanggil. Ia berulang kali melihat Aditya tampak cemas tak seperti biasanya. Tiap kali ingin berbicara selalu saja tertunda dan begitu seterusnya selama Marco berada di ruang Aditya."Maaf, Tuan, sebenarnya anda ini kenapa?""Saya ...." Aditya mulai mengatur duduknya lagi dan kini kedua lengan itu bertumpu pada meja kerjanya. "Saya mau melamar seseorang," ujarnya.Marco terdiam mendengar penuturan Aditya, tapi detik berikutnya ia tersenyum nyaris tertawa. "Jadi Tuan terlihat seperti ini hanya karena ingin melamar seseorang?" tanya Marco meyakinkan pendengarannya."Hei, apa yang lucu?" tanya Aditya yang merasa tersindir dengan raut wajah tangan kanannya."Maaf, Tuan, tapi bukannya ini berita yang sangat bagus?

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 35

    ~~~~~~~~~~Beberapa menit kemudian Anggi mulai mengerjapkan matanya. Kesadarannya berangsur-angsur pulih. Ia menyapu pandangannya dan berhenti pada sosok Aditya yang tampak menelungkupkan kedua tangan di wajahnya."Mas Adit," panggil Anggi lirih.Sontak Aditya menoleh ke sumber suara itu dengan segera."Anggi, kamu sudah sadar? Syukurlah, mana yang sakit? Apakah ada yang luka? "Anggi menggelengkan kepalanya, ia berusaha duduk."Kamu mau ngapain? kamu tidur saja dulu, istirahat.""Aku sudah nggak kenapa-kenapa, Mas."Anggi langsung memeluk Aditya yang berada di sisinya, menenggelamkan dirinya ke dasa pria itu. Ia menangis lagi di pelukkan Aditya kala mengingat kejadian yang baru saja terjadi."Mas, aku takut. Aku takut sama Pak Dimas," lirih Anggi. "Kamu tenang saja ya, Nggi. Dimas sudah diamankan, dia tidak akan mengganggumu lagi. Saya akan lebih melindungimu

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 34

    ~~~~~~~~~~"Pak Dimas?"Anggi benar-benar terkejut melihat Dimas yang berada di lingkungan apartemen ini. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan pria ini lagi setelah pengakuan yang teramat menyakiti hatinya tempo lalu. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Dimas karena bisa saja Aditya tiba-tiba muncul."Pak Dimas lepaskan! Pak Dimas mau apa?""Anggi, aku tidak bisa melupakanmu. Kamu kembali ya sama aku, tinggalkan Aditya," pinta Dimas spontan yang membuat Anggi membulatkan netranya."Enggak! Aku nggak mau!""Anggi aku mohon. Aku minta maaf tentang waktu lalu yang memanfaatkanmu karena dendamku. Tapi aku sadar, aku tidak bisa kehilangan kamu, Nggi." Dimas mulai memelas di depan Anggi agar tujuannya memiliki Anggi tercapai.Genggaman tangan Dimas pada tangan Anggi sangatlah erat, ia sampai mengaduh kesakitan, tetapi tidak bisa sembarangan berteriak."Pak lepasin! Aku nggak mau Aditya salah paha

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 33

    ~~~~~~~~~~Aditya melangkah menyusuri koridor lantai sembilan itu dengan wajah yang sumringah. Kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dan Sandra otomatis berakhir sejak diikrarkannya hubungan antara dua orang kepercayaannya itu. Itu artinya, Aditya tidak akan lagi mendapat gangguan untuk memiliki Anggi seutuhnya."Hallo, Sayang," sapa Aditya ketika melewati meja sekretaris sekaligus wanitanya itu.Anggi sontak terkejut saat Aditya memanggilnya seperti itu. Ia langsung melirik ke arah kanan dan kirinya berharap tidak ada yang mendengar sapaan Aditya barusan."Hustt! Mas jangan sembarangan gitu dong!""Memangnya kenapa? Kalau ada yang tau, mending sekalian dibuka kalau kamu ini sudah menjadi milik saya. Bukan begitu?""Histt, Mas, ah! Enggak lucu tau bercandanya. Oh iya gimana sama Kak Sandra?"Aditya tersenyum lebar di depan Anggi kali ini. "Semuanya sudah beres. Enggak ada lagi yang ganggu hubungan kita

  • SECRETARY DAN CEO    Bab 32

    ~~~~~~~~~Hari semakin siang dan tampaknya langit mendukung suasana hati Sandra. Cuaca yang biasanya sudah terik sekarang justru mendung dan membentuk gumpalan awan yang rasanya siap meneteskan beberapa bulir air jika massa awan sudah memberat. Isakan tangis itu masih terdengar. Marco sudah membiarkan Sandra menangis sedari tadi sampai perempuan itu tenang dengan sendirinya atau lebih tepatnya lelah menangis."Aku tau kamu begini karena Aditya. Tapi, aku tidak menyangka sampai seperti ini Aditya bagimu," ucap Marco tiba-tiba membuka obrolan.Sandra melirik ke arah pria itu, ia menoleh pada kaki tangan atasannya yang dikenal dengan sikap dinginnya persis seperti Aditya. Marco tidak akan banyak bicara dan cenderung hanya menuruti titah sang atasan. Sandra tidak menyangka bahwa diam-diam ternyata Marco memerhatikan semuanya. Kini, pria itu justru ikut terduduk di sisi Sandra dan masih menatap lurus ke depan. Menatap hamparan gedung-gedung p

DMCA.com Protection Status