Sakit yang mendera sekujur tubuh bercampur menjadi satu. Bahkan sekedar menghirup udara untuk bernapas pun aku sangat kesulitan. Pengelihatan ku mulai gelap entah ini pertanda aku sudah berada di dunia lain ataukah masih berada di dunia ini.
Untuk bisa sekedar mengingat sang pencipta bahkan aku kesulitan. Lupa apa yang dulu sudah menjadi kebiasaan.Tubuhku seperti mati rasa. Namun aku bisa sedikit merasakan jika tubuhku ini terasa ditarik dan benar saja beberapa detik kemudian aku merasakan dingin di sekujur tubuhku. Iya rasa dingin yang membuat aku seketika terlonjak dan kembali ke kesadaran semua ternyata aku sudah berada di kamar mandi. Aku sengaja diseret ke dalam kamar mandi dan tanpa belas kasihannya ternyata pelaku penyeretan itu adalah suamiku sendiri. Laki-laki yang seharusnya memberikan perlindungan dan memberikan kenyamanan pada pasangannya justru makhluk itulah yang menciptakan neraka dan ketakutan pada pasangannya."Siram saja biar tahu rasa perempuan s**l ini. Mau pura-pura biar lepas dari tanggung jawab!" sayup-sayup telinga ini masih mendengar umpatan dari mulut ibu mertuaku."Sakit, Mas," rintih ku. Sekali lagi ia menarik kuat rambutku.Hap!Hap!"Tol ... ong!" Aku berusaha berteriak namun suaraku tertahan.Hap!Hap!Selang beberapa detik kepalaku sudah masuk ke dalam bak mandi.Tanganku coba meronta untuk mencari pegangan agar bisa menahan.Aku hampir kehabisan napas karena tenaga mas Jimmy sangat kuat."Ingat! Sampai sekali lagi kamu melakukan kesalahan, kamu mengecewakan aku dan ibuku maka bukan tidak mungkin aku bisa melakukan yang lebih dari ini!" ancam suamiku dan sekali lagi ia mendorong kuat tubuhku hingga membentur dinding kamar mandi."Jangan kasih makan! Biar tahu rasa. Suruh istrimu ini tidur di belakang jangan biarkan dia masuk." Sudut mataku perih hingga mataku tidak bisa terbuka sepenuhnya, namun aku masih sedikit bisa melihat cahaya dan terlihat langkah ibu mertuaku yang mulai tinggalkan aku yang kesakitan dan kedinginan ini."Cepat berdiri kamu!" sentak suamiku sambil sedikit mendorong tubuhku dengan kakinya.Aku gelagapan tanganku meraba-raba mencoba mencari pegangan. Beberapa saat kemudian aku kembali tersungkur karena tubuh yang tidak seimbang juga karena kondisi lantai yang licin."Buruan! Aku juga mau tidur. Bukan cuma ngurusi kamu!" Lagi-lagi ia menghardik ku.Semakin ia menghardik semakin aku tahu siapa pria yang sudah aku pilih dan rela meninggalkan orang tua, keluarga yang menyayangi ku serta kemewahan hidup yang aku dapatkan dari orang tuaku.**"Aku berjanji, aku akan selalu ada untuk kamu.""Tapi, maaf, Mas. Sekar gak bisa. Selama ini Sekar menganggap jika hubungan kita tidak lebih dari seorang penumpang dan pengemudi." Karena tidak menyakiti hati orang lain dan aku juga tidak mau mengorbankan perasaanku karena memang aku tidak pernah ada rasa dengan dirinya.Iya, ma Jimmy tidak lagi seorang pengemudi online yang sudah menjadi langganan ku setelah sebuah kecelakaan kecil yang membuatku sedikit merasa ada trauma untuk membawa kendaraan sendiri. Jarang memang karena biasanya ada supir pribadi yang mengantar kemana pun aku mau, terlebih karena aku juga pernah kenal dia sebelumnya. Iya, kami adalah teman satu sekolah saat sekolah dasar. Ketika mas Jimmy duduk di kelas 6 sementara aku adalah adik kelasnya yakni duduk di kelas 3."Tapi aku cinta sama kamu Sekar. Aku sudah telanjur menganggap selama ini kamu juga merasakan apa yang aku rasakan.""Tapi, maaf, Mas. Sekar memang benar-benar tidak ada rasa sama mas Jimmy selama ini. Selain itu juga, Sekar masih ingin melanjutkan pendidikan Sekar demi mewujudkan cita-cita Sekar." Aku berusaha untuk tidak menyakitinya dan juga memberikannya pengertian dengan hati-hati. Karena jujur saja aku benar-benar tidak mempunya perasaan lebih kepadanya.Semenjak kejadian suamiku menyatakan perasaannya kepadaku, namun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Sejak saat itu ia tidak pernah lagi menampakkan diri di hadapanku.Hingga suatu ketika, aku baru saja selesai menyelesaikan S2 ku di negeri orang karena aku mendapatkan beasiswa. Tiba-tiba saja satu hari setelah kedatanganku ke tanah kelahiranku. Mas Jimmy tiba-tiba saja datang bersama dengan ibunya dan mengutarakan niatnya untuk meminang ku. Tapi sayangnya lagi-lagi keinginan mas Jimmy dan juga ibunya ditolak langsung oleh kedua orang tuaku. Selain karena keluarga kami yang tidak sekufu juga karena keinginan kedua orang tuaku yang menginginkan agar anak-anak mereka bisa menikmati masa mudanya dan juga menerapkan ilmu yang didapat untuk mendapatkan pengalaman pekerjaan juga pengalaman hidup.**"Perempuan itu jangan sampai lepas, Jim. Biar dia rasakan sakit hati kita karena ulah dia dan juga keluarganya. Untung saja kita ada kenalan orang pintar yang bisa bantu kita buat kamu bisa dapatin itu perempuan. Kalau kamu tidak bisa menjadi salah satu pewaris dari keluarga H. Syakur. Maka, putrinya itu yang harus kita jadikan dan manfaatkan sebagai mesin ATM kita.""Mas, jangan lupa. Waktunya berbahagia lagi kamu harus balik ke rumah Ki Ageng. Kamu cari alasan gimana kek sama istrimu itu. Dari pada nanti terlambat yang berakibat hilangnya pengaruh guna-guna itu, kan malah tambah berabe. Kita sendiri nanti yang rugi. Kita bisa kehilangan tambang uang kita. Selama ini kita bisa hidup enak tanpa bersusah payah karena perempuan b**oh yang sok kaya dan berpendidikan itu. Biar tahu rasa dia dijadiin sapi perah sama keluarga kita.""Iya, aku juga gak lupa. Besok habis pulang ngantar Sekar kerja saja aku berangkatnya. Kalian juga hati-hati ngurus si Yusuf jangan sampai anak itu lepas dari tangan kita."Aku mengepalkan kedua tanganku. Apa aku tidak salah dengar dengan apa yang baru saja keluarga ja****m ini bicarakan. Apa maksud mereka? Jadi selama ini aku hanya dimanfaatkan sebagai alat pelampiasan dendam mereka. Dan apa yang terjadi pada diriku dan juga yang pernah dan sering disampaikan oleh Ani adalah benar adanya. Aku sedang tidak baik-baik saja.Aku masih ingat ucapan Ani. Aku harus bisa melepaskan diri dari keluarga terkutuk ini. Aku harus kuat dan aku harus bisa mengambil putraku dari tangan mereka. Aku harus segera lepas dari pengaruh ja***am keluarga ini. Aku harus kuat. Aku harus bisa segera keluar dari tempat ini.Untung saja aku masih bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Aku bermaksud mencari alas untuk tidur di belakang. Dsn ketika aku melewati kamar yang ditempati oleh ibu mertua akhirnya aku bisa mendengar dengan jelas rahasia busuk mereka di belakangku."Yusuf, maafkan Mama, nak. Mama janji setelah Mama bebas dari tempat terkutuk ini Mama juga akan segera menjemputmu," bisik ku untuk menguatkan hati ini."Mas, Bu ...! Mbak Sekar gak ada!" Aku yang baru saja keluar dari dalam kamar dan berniat untuk mengecek keberadaan dari istriku ternyata dikagetkan terlebih dahulu oleh teriakan Jihan. Aku buru-buru menuju belakang rumah. Teras yang biasanya kami pergunakan untuk tempat jemur cucian dan tempat laundry."Mas, mbak Sekar gak ada." Melihat kedatanganku adik semata wayangku langsung menghampiri aku dengan raut penuh kekhawatiran. Bukan hanya Jihan. Aku tentu saja dibuat khawatir dengan kabar yang disampaikan oleh adikku ini."Gak ada bagaimana? Apa kamu sudah cari seluruh tempat?" tanyaku dengan nada panik. Aku meninggalkan Jihan dan mencari-cari Sekar di sekitar rumah.Bisa gawat kalau Sekar benar jika dia memang kabur. Selain kekhawatiran ia menceriakan apa yang selama ini sudah aku dan keluargaku perbuat kepadanya pada orang lain. Juga ketakutan akan kehilangan tambang uang yang selama ini memberikan kenyamanan dalam hidupku dan juga keluargaku tanpa kekurangan satu apapun dan pastin
Dengan langkah tertatih akhirnya aku sampai di balik pagar tembok depan rumah. Iya, aku memutuskan untuk keluar dari neraka ini meski rasa di dalam sini bercampur aduk. Jantung dari tadi tidak berhenti berdentum dan berasa hampir lompat dari tempatnya.Aku segera menghubungi Ani setelah memastikan kondisi di rumah ini benar-benar aman dan seluruh penghuninya sudah tertidur lelap.Tidak mudah. Bahkan hampir berkali-kali aku mencoba menghubungi nomer teman sekaligus tetangga dekat rumah. Aku tahu karena aku menghubungi Ani pada saat orang-orang sedang tertidur lelap. Hampir pukul 1 dini hari. Hingga akhirnya pada panggilan yang kesekian itu, akhirnya Ani segera membalas pesan dariku.Aku sengaja meninggalkan pesan agar ia mengirim pesan saja agar tidak terdengar suara yang tentunya akan berakibat menimbulkan kecurigaan mas Jimmy dan keluarganya."Ada apa, Kar? Tumben malam-malam gini kamu menghubungi?""Ani tolong, Aku.""Bantu aku keluar dari sini.""Kar, kamu baik-baik saja kan?""Oke
"Mas, kenapa kamu kaya orang dikejar se**n gitu?" Aku dan Ani bersamaan menoleh ke arah pintu ruang tengah di mana mas Ali sepertinya baru pulang membeli nasi uduk untuk sarapan kami karena kata Ani sengaja tidak masak untuk sarapan hari ini.Mas Ali segera meletakkan kantong kresek pada meja dan menarik salah satu kursi meja makan ini."Kar, Aku tali lihat si Jimmy sepertinya sedang nyariin kamu." Aku dan juga Ani tentu saja terkejut dengan pernyataan yang baru saja disampaikan oleh suami kawanku ini."Yang benar, Mas?" "Kar, kamu harus hati-hati dulu pokoknya. Sepertinya mereka akan terus mencari kamu. Mencari mesin ATM mereka. Pasti sekarang ini mereka sedang kebakaran jenggot karena kamu tidak ada di rumah. Tidak ada yang mereka manfaatkan.""Iya, Kar. Untuk sementara kamu sembunyi di rumah ini dulu. Nanti kamu pikirkan mau cari tempat aman di mana. Pasti aku dan Ani bantu kamu sebisa kami.""Benar kata mas Ali, Kar. Tapi saranku lebih baik kamu pulang ke rumah orang tua kamu saj
S**l! Pergi kemana juga di Sekar ini. Sudah satu Minggu juga kita muter-muter nyariin gak juga ketemu. Awas saja kalau sampai ketemu. Akan aku pa***kan kaki dan tangannya biar tahu rasa."Kamu sih, gara-gara lupa kunci pintu pagar. Coba kalau kemarin itu kamu gak ceroboh pasti kita tidak akan kacau seperti ini.""Ibu jangan bisanya nyalahin saja. Namanya juga manusia pasti punya lupa. Kalau aku lupa harusnya ibu bantu ngecek juga."Sudah capek dan juga pusing gara-gara Sekar kabur dari rumah. Ini maksud ditambah punya ibu yang cuma bisa nyalahin anaknya."Mending kita jalan-jalan dulu, Jim. Ibu pusing kalau di rumah terus. Uang Sekar di ATM juga masih ada, kan? Ibu mau makan kepiting yang besar. Lama ini gak makan makanan mahal itu." Ibuku tiba-tiba saja memintaku untuk mengajaknya jalan-jalan. Setelah menikah dengan Sekar. Aku selalu memanjakan ibu dan juga adikku. Tentunya itu semua bisa aku lakukan karena adanya uang dari Sekar yang seluruhnya ada di tanganku. Tidak pernah aku izi
Akhirnya aku sampai juga di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku. Tempat di mana aku dilimpahi kasih sayang dan juga cinta dari keluargaku.Awalnya kedatanganku disambut dengan tatapan dingin oleh orang tuaku. Terlebih Abi yang melihat perubahan drastis dari putrinya ini. Iya, semenjak aku menjadi istri nas Jimmy, dia sangat melarang ku dekat dengan ajaran dan jug aturan agama termasuk beribadah dan juga cara berpakaian ku. Aku yang semula mengenakan baju gamis dan juga hijab dirubahnya menjadi wanita yang harus menonjolkan anugerah yang sudah diberikan tuhan kepadaku.Mendengar ceritaku juga cerita pendukung dari Ani dan suaminya. Sontak mimik wajah Abi ku berubah drastis. Yang semula dingin menjadi merah padam. "Dasar ba****an. Akan aku buat pelajaran dengan si ke****t itu. Dia sudah tega merubah putri kita. Abi juga yakin kalau Sekar memang sengaja sudah diguna-guna sama keluarga lak**t itu!" Abi ku memuntahkan emosinya. Meski belum sepenuhnya menerima kepulanganku setidaknya ada
"Bagaimana, Dam? Apa ba****an itu sudah kamu temukan?" Abi sedang menerima telepon dan sepertinya itu adalah panggilan dari putra sulungnya yakni Kakakku---mas Adam." ... ""Pokoknya kamu cari dia sampai ketemu. Tangan Abi sudah tidak sabar ingin mematahkan leher baji**an itu." Aku bisa melihat mimik wajah Abi yang berubah mungkin karena berita yang ia dapatkan dari mas Adam tidak memuaskan.Kami bertiga tengah duduk di teras samping rumah ini. Di mana tempat ini adalah tempat favorit untuk keluarga karena di tempat ini pula kami sering menghabiskan sore dengan menikmati aneka warna dan juga macam bunga yang ditanam oleh Umi dan juga sungai buatan yang sengaja dibangun untuk menambahkan kesan sejuk dan seperti nuansa di alam terbuka. Suara gemericik aliran sungai pun bisa menenangkan pikiran."Abi sudah putuskan akan membawa kamu untuk pergi ke pesantren. Kamu setuju atau tidak. Kamu harus mengikuti perintah Abi. Ini juga demi kesembuhan kamu. Abi juga tidak mau kamu masih dalam peng
"Jim, sudah kamu siapkan uang maharnya untuk Ki Ageng?" Saat ini aku dan keluargaku berada di perjalanan menuju tempat Ki Ageng. Untuk anakku, sengaja tidak kami bawa. Yusuf aku titipkan di tempat yang aman."Iya, nanti kita cari mesin ATM yang terdekat saja, Bu.""Mas jangan lupa, Aku juga." Jihan, adikku juga ingin mengikuti jejakku. Adikku satu-satunya ini juga telah memiliki pria incaran yang katanya seorang pengusaha tambang. Meskipun pria incarannya itu sudah memiliki keluarga. Jihan tetap bersikukuh ingin mendapatkan pria tersebut. Karena sudah jelas rintangan yang akan ia hadapi. Maka dengan cara halus seperti yang aku lakukan pada Sekar yang akan menjadi jalan keluarnya.Aku dan ibuku tidak keberatan dengan keinginan dan juga keputusan adikku. Toh itu juga demi kebahagiaannya. Siapapun pasti ingin anak dan juga saudaranya bisa hidup enak dan juga mapan."Iya." Tanpa pikir panjang aku mengiyakan permintaan adikku itu. Toh, kalau dia hidup enak pasti aku dan juga ibu bakalan ke
"Kita mau kemana ini, Jim?" tanya ibuku.Iya, kami baru saja sampai dan kembali dari kota asal kami tinggal dulu. Aku sengaja tidak langsung mengarahkan mobil ini menuju jalan pulang. Aku mau menjemput Yusuf yang sudah tiga harian ini aku titipkan pada orang."Kan, masih siang?" "Sekalian saja, Bu. Kasihan juga sudah tiga hari dia ikut sama orang.""Iya, biarin saja, lah Mas. Nanti duitnya dipotong loh." Ibu dan adikku sepertinya keberatan dengan niatku yang ingin menjemput putraku sendiri itu."Pokoknya kalian ikut saja, lah. Tiga hari juga sudah lumayan hasilnya. Besok-besok kan masih ada hari lagi." Aku tidak memedulikan keduanya. Kasihan juga anak itu terlalu lama ikut orang asing terlebih harus bersahabat dengan debu dan asap kendaraan, belum juga sengatan sinar matahari yang panasnya bisa sampai menusuk ke dalam kulit."Tersebut kamu saja, lah. Pokoknya nanti kalau sudah sampai di rumah. kamu urus sendiri itu anakmu. Ibu capek. Pokoknya hari ini ibu mau tidur jangan ada yang me
Beberapa tahun kemudian."Mas, kamu nggak narik hari ini?" Maya menghampiri Jimmy, pria yang sudah dua tahun ini menikahinya."Aku nariknya siangan saja, May," jawab Jimmy yang masih memeluk bantalnya. "Mas kamu jangan malas-malasan, Mas. Aku bentar lagi juga mau lahiran." Maya masih terus membujuk suaminya untuk bekerja. Seperti biasa, Jimmy terkadang menjadi pria yang bertanggung jawab tak jarang juga ia menjadi pria pemalas yang menyebalkan.Awal cerita pertemuan Jimmy dan Maya, keduanya di pertemukan di sebuah warung makan pinggir jalan yang mana warung tersebut adalah milik Maya.Maya merupakan seorang janda dengan dua orang anak yang ditinggal mati oleh suaminya.Semenjak kepergian Bu Wati sudah tidak ada lagi yang mengurusi urusan makanan Jimmy. Karena hanya tinggal seorang diri. Jimmy lebih memilih membeli makanan matang dan langsung menyantapnya."Iya bawel. Aku masih ngantuk. Sudah sana kamu urusi warung kamu jangan malah kamu tinggal-tinggal." Jimmy justru mengusir istriny
Bu Wati terus meratapi kepergian dari putrinya tersebut. Hingga waktu begitu cepat berlalu.Enam bulan sudah Bu Wati menjalani hari-harinya di lembaga pemasyarakatan dan bertepatan pula dengan empat puluh hari kepergian sang putri akhirnya ia dibebaskan dan bisa menghirup udara bebas.Bu Wati bingung harus kemana. Untuk menemui Jimmy pun ia hanya diberikan waktu yang terbatas. Bu Wati melihat kejanggalan pada putranya itu. Jimmy nampak seperti kehilangan semangat hidupnya. Tubuh putra sulungnya itu nampak lebih kurus dengan rambut yang dicukur plontos."Jihan, kenapa kamu ninggalin ibu," desis Bu Wati sambil mengelus baru nisan bertuliskan nama putrinya di atas sana. Jihan sengaja dimakan di pemakaman umum.Wanita paruh baya itu terus menghapus air matanya yang mengalir di atas pipinya.Bu Wati masih berpikir mencari tempat singgah untuk dirinya karena jika harus menunggu dan berharap pada Jimmy ia harus masih menunggu lama. Sedangkan dia juga harus berjuang untuk bertahan hidup.Ber
"Mata kamu gak lihat!" bentak Bu Wati sambil melotot ke arah piring yang sudah tergeletak di atas lantai dan kesal karena makanan jatah untuknya jatuh berserakan."Makanya jalan yang hati-hati. Sudah tua sih, jadi susah gerak cepat. Di sini di tuntut serba cekatan bukannya lemot, Nek!" cibir perempuan yang sudah sengaja menyenggol Bu Wati."Nek ... nek ... kamu kira aku nenek kamu!""Aku juga ogah punya nenek mirip Mak lampir.""Bu, ayo jangan cari ribut. Ini makannya sama aku saja. Nanti malah kita tambah susah kalau ibu terus melawan." Jihan berusaha memberikan pengertian pada ibunya agar mereka lebih untuk memilih mengalah dari pada memperpanjang urusan."Ibu kesal. Masa iya mereka itu yang sengaja nyenggol tangan ibu buat piring ibu itu jatuh." Bu Wati kesal dan belum bisa terima. Jihan masih terus berusaha membujuk ibunya agar memilih untuk menghindari para pembuat onar. Jihan menarik ibunya untuk menepi agar berjarak dengan mereka-mereka yang sengaja ingin membuat rusuh.**"He
Atas segala yang sudah dilakukan itu Jimmy dan keluarganya, kini mereka telah mendapatkan hukuman dari pengadilan. Hakim telah menjatuhi vonis kasus KDRT, tindakan kurang menyenangkan dalam hal melakukan guna-guna pada Sekar yang membuatnya berada di luar kesadaran, juga atas tuduhan tindaka penculikan anak. Jimmy mendapatkan hukuman kurang lebih lima belas tahun kurungan penjara. Sementara Bu Wati dan juga Jihan hanya mendapatkan hukuman ringan yakni kurungan penjara selama enam bulan."Tidak! Kami tidak bisa terima!" jerit histeris Bu Wati setelah mendengar putusan dari hakim. "Sekar! Ini semua karena kamu! Aku sumpahi hidupmu tidak akan bahagia! Keluarga mu akan hancur dan bangkrut agar kalian bisa merasakan hidup menderita!" sumpah serapah Bu Wati teriakkan sebelum dirinya dibawa oleh dua polisi perempuan yang bertugas."Kamu yang kejam dan kamu yang tidak punya perasaan. Sumpah ibu tidak akan pernah berlaku kecuali semua berbalik pada keluarga ibu sendiri." Sekar sama sekali ti
Polisi akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah namun nihil, mereka tidak mendapati keberadaan Yusuf, bayi dua tahun tersebut berada di rumah itu."Kosong. Tidak ada bayi ataupun anak kecil yang dimaksud." Ucapan dari salah satu polisi yang baru saja selesai memeriksa ke dalam rumah tersebut membuat Bu Wati dan juga Jimmy saling menatap. "Bagaimana bisa? Sudah dicari ke seluruh ruangan?" "Sudah, Ndan. Tapi memang tidak ada. Kosong.""Pak pasti dibawa lari salah satu dari mereka," sahut Sekar yang tiba-tiba saja sudah datang bersama dengan kakak dan juga Abi-nya."Masih ada satu lagi anggota mereka. Perempuan usianya dua puluhan," lanjut Sekar memberikan keterangan."Baik. Kami akan segera melakukan pencarian dan pengejaran." Rona kekhawatiran nampak di wajah Bu Wati dan juga Jimmy."Sekar apa-apaan kamu?" sentak Jimmy yang masih dalam pengawasan polisi."Kamu yang apa-apaan. Kamu tega menculik darah daging kamu hanya untuk kamu tukar dengan uang! Dasar kalian mata duitan. Mau hidup se
"Sekar kamu mau kemana?" tanya Bu Siti, Uminya Sekar yang melihat putrinya terburu-buru untuk segera keluar rumah. "Umi, pak Totok baru saja ngabarin kalau si Ida pingsang di tengah jalan," terang Sekar dengan rona penuh kekhawatiran."Terus si Yusuf-nya bagaimana? Ida kan tadi keluar sambil ngasuh si Yusuf?" Bu Siti tidak kalah khawatirnya dengan sang putri."Pak Totok masih cari Yusuf di bantu beberapa warga, Mi. Mas Adam dan Abi juga sudah meluncur ke jalan setelah dikabari juga sama pak Totok.""Umi mau ikut kamu Sekar. Umi juga kepingin lihat kondisinya si Ida."***"Apa kamu gak ketahuan, Jim?" Bu Wati segera mengambil alih Yusuf yang tertidur dalam gendongan Jimmy."Gak ada, Bu. Pas tadi suasana lagi sepi. Gak sia-sia Jimmy pulang-pergi ke sana buat bisa baca situasi.""Untung saja, Jim. Ibu dari tadi sudah khawatir banget sama kamu. Mana sekarang kamu gak bisa dihubungi." Ponsel keluaran terbaru milik Jimmy sengaja ia jual untuk bisa menyambung hidup. Untuk kembali lagi ke ko
"Yusuf," desis Jimmy saat melihat putranya baru saja turun dari tangga bersama dengan pengasuhnya. Jimmy masih tidak bisa percaya jika keberadaan sang putra sudah berada di dalam pengasuhan ibu kandungnya. Jimmy semakin khawatir akan posisinya. Di sisi lain ia juga tidak ingin kehilangan Sekar dan juga Yusuf. Lebih tepatnya tidak ingin kehilangan kenyamanan hidup yang selama ini ia jalani dan rasakan."Jadi, Kamu yang selama ini menculik Yusuf!" tuduh Bu Wati yang juga terkejut melihat keberadaan cucu yang ia cari ternyata sudah bersama dengan ibunya."Apa kalian tidak salah ucap? Mana ada yang namanya ibu menculik anak kandungnya sendiri. Darah dagingnya sendiri. Yang ada kalian nenek dan juga ayahnya yang tidak punya otak dan perasaan. Demi perut dan kesenangan kalian sendiri, kalian korbankan bayi yang belum mengerti apa-apa. Bayi dua tahun kalian paksa untuk dijadikan pengemis, panas-panasan di bawah terik matahari juga debu jalanan. Sementara kalian enak santai di rumah dan makan
"Bu, rumahnya bagus banget. Gede lagi. Pasti betah kalau tinggal di sini." Jihan berdecak kagum atas bangunan rumah milik keluarga Sekar."Jelas betah. Pasti lengkap juga fasilitasnya. Ada pembantu yang nyiapin makan, nyuciin pakaian. Kita tinggal tidur dan makan saja. Pasti bahagia banget jadi orang kaya." Bu Wati tidak menampik apa yang putrinya itu ucapkan.'Kalau saja dulu aku yang jadi nikah sama si Syakur, pasti aku yang sudah jadi nyonya besar di rumah ini. Ini semua gara-gara orang tua Syakur yang terlalu sombong dan pemilih. Kalau saja bang Karim tidak malas-malasan dan gak jadi pengangguran pasti aku gak akan jadi orang susah. Kenapa takdirku kejam. Kenapa harus orang lain yang merasakan hidup enak sedangkan aku yang mendapati penderitaan.' Bu Wati merutuki nasib hidupnya. Dari dulu ia memang menyimpan rasa pada ayah dari Sekar hanya karena keluarga Bu Wati yang hanya orang biasa dan merupakan salah satu pekerja kasar di tempat orang tua haji Syakur. Maka niatan orang tua Bu
Tiga hari usai rumah mereka di datangi para penagih hutang. Jimmy memutuskan untuk bertolak ke rumah orang tua Sekar. Jimmy sudah tidak bisa berdiam diri seperti ini. Ia juga sudah tidak tahan dengan keadaan yang mulai menimpa dirinya juga keluarganya."Ibu lebih baik ikut kamu saja, Jim," rengek Bu Wati agar ia diperbolehkan untuk ikut bersama dengan putranya. "Tapi di sana kita sudah tidak punya tempat tinggal lagi, Bu," tolak Jimmy karena memang di tempat asal mereka sudah tidak ada lagi tempat untuk mereka singgah. Sementara rumah mereka sebelumnya sudah terjual untuk membayar hutang."Tapi ada rumah orang tua Sekar yang mana di rumah itu ada hak Sekar dan juga hak kamu. Mau seperti apa pun mereka tidak suka sama kamu. Kamu itu tetap menantu mereka. Sudah ada Yusuf cucu mereka yang mana itu adalah darah daging kamu." Jimmy sempat terdiam mencerna ucapan dari ibunya itu. "Jihan juga lebih baik ikut sama kita. Untuk biayanya kamu bisa jual dulu tv atau apa yang ada di rumah ini ya