Beranda / Pernikahan / SEBUNGKUS MIE INSTAN / 3. Secercah harapan

Share

3. Secercah harapan

SEBUNGKUS MIE INSTAN #3

Sedikit demi sedikit aku mulai bisa membuka pikiranku.

Banyak orang-orang yang dekat dengan aku yang mengatakan jika beberapa tahun terakhir ini aku banyak berubah, bahkan tak jarang mereka mengatakan jika aku berubah drastis. Mulai dari cara berpakaian. Aku yang semula adalah seorang muslimah yang berhijab yang juga taat akan ajaran dan perintah agama yang aku dan keluarga ku anut. Tiba-tiba usai menikah aku merubah penampilan juga kebiasaanku. Aku tidak lagi mengenakan hijab bahkan salat wajib pun aku tinggalkan.

Aku masih teringat perkataan suamiku yang lebih tepatnya adalah perintahnya yang harus aku lakukan karena kewajiban seorang istri adalah patuh pada semua ucapan suaminya.

Suamiku mengatakan jika aku lebih cantik ketika tidak memakai hijab dan dia juga menyukai perempuan yang tidak berhijab dan mengenakan baju longgar. Mas Jimmy juga sering melarangku untuk melakukan kewajiban ku sebagai seorang muslim. Tapi semua perkataannya yang bertentangan dengan hati nuraniku ini tidak bisa aku lawan dan aku menuruti semua keinginannya.

Flashback off

**

"Nah, gitu dong. Sekali-kali manjakan diri sendiri jangan cuma kamu mikir dan memanjakan suami yang benalu itu.

Aku itu heran sama kamu, Kar. Kamu itu cantik, pintar, berpendidikan, keluarga kamu juga salah satu keluarga terpandang dan berlimpah harta tapi kok anehnya kamu mau saja nikah macam manusia alien seperti si Jimmy itu. Aku yakin kamu sedang tidak baik-baik saja. Aku yakin kalau kamu itu sudah terkena guna-guna sama suami kamu itu makanya kamu nurut dan tidak bisa membantah ucapan mereka." Di sela makan siangku bersama dengan Ani. Ani mulai memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia simpan mengenai diriku.

Hari ini adalah tanggal gajianku. Seperti yang sudah disepakati jika kenaikan gajiku akan masuk ke rekening baru yang sudah aku buat dan sembunyikan dari keluargaku.

Aku mengikuti saran Ani. Setelah sekian tahun makan makanan bekal yang disiapkan oleh ibu mertua ku dengan hanya menu nasi putih dan juga mie kuah separuh porsi. Makan siangku kali ini adalah makanan delivery order. Aku tidak berani keluar dari gedung ini sebelum aku benar-benar pulang kerja karena aku takut jika mata-mata suamiku ada di mana. Pernah sekali kejadian, saat itu ada acara kantor yang sengaja diadakan di luar gedung kantor kami. Acara itu melibatkan tim management keuangan dan juga tim audit. Ada salah satu petinggi yang merayakan hari jadinya dan semua diajak untuk merayakannya di sebuah resto yang tidak jauh dari rumah.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja mas Jimmy sudah ada di depan pintu keluar ketika cara kami sudah selesai. Tanpa banyak bicara dan di depan orang banyak, suamiku itu menyeret ku dan ketika kami sudah sampai di parkiran. Mas Jimmy membukakan pintu mobil dan langsung saja ia menemukan mendorong ku dengan paksa agar segera masuk ke dalam mobil kami. Tidak berhenti sampai di sana di dalam mobil ia mencaci maki aku dengan mengabsen seluruh penghuni kebun binatang.

"Enak kamu habis makan di luar, hah! Di rumah makan seadanya. Aku malah enak-enakan makan di resto. Sudah habis berapa duit kamu, hah! Dasar istri breng sek gak bisa diajak hidup sederhana kamu. Kamu tahu kan yang kamu itu tidak cukup untuk kebutuhan kita selama satu bulan." Dengan muka merah padam sepanjang perjalanan pulang ia terus memaki aku.

"Aku tadi itu ditraktir atasan, Mas. Aku juga gak keluar uang sepeserpun. Lagian semua uangku juga kamu yang pegang. Kamu cuma kasih aku uang sepuluh ribu untuk pegangan mana cukup aku makan di resto dengan uang sepuluh ribu itu. Lagian kamu kalau ngasih uang jajan ke Jihan juga gak kira-kira. Aku yang kerja cuma kamu kasih sepuluh ribu. Adik mu yang gak kemana-mana kamu kasih lima puluh bahkan seratus ribu tiap kali minta uang jajan."

"Diam! Kamu mulai berani membantah aku. Johan itu adikku dan kamu juga gak ada hak melarang aku. Dan jangan sampai mulutmu itu ngomong kalau uang yang aku pegang itu adalah uang kamu. Uang yang sudah ada di tanganku sudah berarti itu yang aku. Suka-suka aku mau aku pakai untuk apa. Kamu gak usah banyak ba cot! Apa kamu sudah bosan melihat Yusuf. Oke aku kabulkan kalau kamu sudah bosan," ancam suamiku. Selalu saja ia mengancam tiap kali ada perdebatan diantara kita.

**

Jam kerja sudah berakhir. Aku lekas mengemas meja dan juga beberapa barang yang aku bawa pulang.

Aku harus segera turun agar suamiku tidak menunggu lama. Satu menit telat umpatan yang akan aku terima. Lebih baik aku menunggu dari pada suamiku yang harus menunggu.

"Kar, belum dijemput kamu? Mau bareng?" Ani datang menghampiri di depan pos satpam dan ia menawarkan untuk mengajakku pulang bersama.

"Makasih, An. Lebih baik aku nunggu suami saja. Aku gak mau kenapa-kenapa nanti ujung-ujungnya pasti ribut." Karena Ani menerima alasanku, ia tidak lagi memaksa ku untuk ikut satu mobil dengan dirinya.

Langit sudah mulai menampakkan pekatnya namun tanda-tanda mas Jimmy datang untuk menjemput belum juga aku lihat. Hampir tiga jam aku menunggu di depan pos satpam sampai-sampai seluruh penghuni gedung ini telah pulang ke rumah masing-masing.

Sudah berkali-kali aku mencoba menghubungi nomer suamiku namun panggilanku itu terus gagal sepertinya memang tidak aktif.

Karena sudah jam delapan lebih, aku memutuskan untuk berjalan kaki mungkin saja nanti di perjalanan aku bisa berpapasan dengan mobil suamiku.

Sebenarnya ada uang untuk memesan ojek online tapi menurutku itu terlalu beresiko untuk membuat kecurigaan keluarga suamiku. Dari mana aku bisa mendapatkan uang sementara uang dari suamiku tidak lebih dari sepuluh ribu untuk tiap harinya. Lebih baik aku mengalah dulu dari pada berujung perdebatan yang akhirnya akan menyakiti aku sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status