Mata Sarah terbuka pelan ketika sinar matahari masuk ke sela-sela tirai di jendela ruangan itu.
Ia melihat ke sekelilingnya. Kamar berdesain sangat mewah itu memiliki pelapis dinding yang bernuansa merah, dengan Sofa mewah seperti di kamar tidur Sultan dan Raja-raja.
Ruangan itu tampak asing baginya. Ia berusaha menumbuhkan ingatannya sedikit demi sedikit, namun ruangan ini tidak tampak familiar sama sekali.
"Oh My God! Aku ada di mana?" mata Sarah mengerjap berkali-kali berusaha mengenali tempat ia terbangun.
Pikirannya langsung tersadar ketika seseorang mencoba mengapai lengannya. Dan ketika ia berhasil, tangan kuat itu semakin mengetatkan pelukannya. Sarah menoleh terkejut melihat pria yang tidur di sebelahnya.Tubuh polos laki-laki itu hanya ditutupi oleh sebagian selimut dan tangan kekarnya itu.
"Argh..." Sarah menutup mulutnya dengan satu tangannya yang terbebas. Berusaha mengunci rapat-rapat suaranya.
Untung saja pekikan terkejutnya melihat milik laki-laki itu teracung bebas di pagi hari, tidak membuat laki-laki itu bangun dari mimpi indahnya.
Dengan menahan geraknya agar tidak mengenai pria itu, Sarah bergerak perlahan.
Shit! Apa yang terjadi semalam? Siapa dia? pikiran-pikiran Sarah terus mengutuk dirinya yang terlalu mabuk untuk mengingat detail tadi malam. Bagaimana ia bisa berakhir tidur bersama laki-laki di ruangan ini."Apa dia seseorang yang kukenal?" pikirannya terus menduga.
Merasakan pergerakan seseorang di ranjangnya, mata laki-laki itu terbuka. Mata coklatnya mengerjap berkali-kali, berusaha memastikan ia sedang terjaga.
Sesaat Sarah sempat terpaku ketika mereka bertatapan. Wajahnya sangat tampan. Rahangnya kokoh seperti laki-laki Eropa. Dan kedua mata indah itu, seperti membiusnya untuk tidak beranjak.
Kekagumannya meluntur ketika Sarah menyadari tubuhnya masih polos dan belum tertutup satu sehelai benang pun.
"Aaarrgghh jangan melihat!" Sarah mendorong laki-laki itu keluar dari ranjang dengan kedua kakinya. Sarah segera menyelimuti tubuh polosnya dengan selimut.
"Ouch..." laki-laki itu mengelus-elus kepalanya yang terantuk lantai dingin di bawah.
"Apa kau sudah gila?" Dengan sigap ia berdiri, menatap nyalang ke arah Sarah. Kilat kemarahan terlihat di sana.
"Tidak, saya tidak gila. Siapa Kamu?" Sarah mengalihkan pandangannya ketika sadar laki-laki itu juga sama sepertinya. Polos tanpa busana.
"Tutup, tutupi dulu dirimu dengan sesuatu!" Sarah berteriak-teriak panik, menunjuk-nunjuk ke arah miliknya yang berdiri tegak di pagi hari.
Kemudian Sarah melempar celana yang berada di pinggir ranjang itu tanpa melihat ke arah tubuh laki-laki itu
Laki-laki jantan itu melihat tubuh bagian bawahnya yang polos.
Rupanya wanita satu ini mau bermain sebagai gadis polos yang baik-baik ya. Okey kalau begitu sebaiknya aku menuruti permainan dia. pikir laki-laki itu cepat.
Ia dengan sigap mengenakan celana yang dilempar Sarah dan kembali mengajukan pertanyaannya tadi.
"Siapa namamu?"
"Sebelum aku menjawab, aku mau tahu bagaimana aku bisa ada di kamar ini berdua denganmu."
Dengan sangat menyebalkan laki-laki itu tertawa geli. "Menurutmu? Apa kurang jelas keadaan kita ini. Laki-laki dan perempuan dalam satu ranjang dan tidak berpakaian. Apa kita sedang bermain truth or dare?"
"Tapi aku tidak ingat apa yang terjadi tadi malam. Bisa jadi itu semua tidak terjadi dan Kamu hanya berbohong saja padaku."
"Itu semua? Oh maksudmu kita bercinta habis-habisan tadi malam itu cuma kebohongan yang aku buat. Aku kecewa jika pelayanan yang kuberikan tidak membuatmu ingat akan jeritan-jeritan kepuasanmu tadi malam Nona."
Wajah Sarah memerah menahan malu. Mengapa laki-laki ini bisa sangat vulgar menceritakan apa yang terjadi pada mereka tadi malam. Seolah ia tidak memiliki malu sedikit pun.
"Aku harus cepat-cepat pergi, sebelum semuanya bertambah rumit! Ini semua hanyalah sebuah kesalahan, mungkin juga kebohongan yang ia ciptakan saja." pikir Sarah dalam hati.
Sarah segera beranjak dari kasur dan mulai memunguti dress-nya di lantai.
"Sekarang giliranmu, siapa namamu dan mengapa Kamu merayuku tadi malam."
Merayu? Apa laki-laki ini sudah gila. Mana mungkin aku, Sarah, aktris papan atas harus merayu untuk tidur dengan laki-laki vulgar seperti itu. Apa dia sudah gila, aku juga sudah punya pacar. Barra. Oh My God Barra! Bagaimana jika Barra tahu kejadian ini. Dan Wartawan? Bagaimana jika mereka tahu skandal ini! Ingin mati saja aku rasanya Tuhan. otak Sarah terus berputar dengan andai-andainya. Ia merasa pusing. Seperti puluhan kunang-kunang berputar di kepalanya.
"Aku harus membungkam mulut laki-laki brengsek ini!" akhirnya Sarah memutuskan untuk membujuk laki-laki itu untuk menutup mulutnya agar tidak menceritakan kejadian tadi malam pada siapapun. Jika perlu aku akan membayarnya.
"Okey dengar ya bagaimana jika kita anggap semua ini tidak terjadi. Aku punya kehidupan dan aku yakin kau juga punya kehidupan. Kita lupakan saja, anggap saja kita tidak pernah bertemu."
Sarah berkacak pinggang. "Jika perlu aku akan membayarmu dengan sangat mahal." lanjut Sarah lagi.
Ketika menyinggung bayaran laki-laki itu tersenyum geli. Uang yang banyak? Apa perempuan ini bercanda. Apa dia tidak tahu dengan siapa dia berbicara.
Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya dan ikut juga menaruh keduanya di atas pinggang.
"Lalu bagaimana jika Kamu hamil? Sepertinya aku tidak mengingat menggunakan pengaman tadi malam. Dan apa Kamu minum pil? seingatku Kamu masih tersegel rapat sekali tadi malam. Akulah laki-laki pertama yang tidur denganmu."
Tubuh Sarah melemas, mendengar ucapan seintim itu keluar dari mulut kasar laki-laki itu. Ya ia memang selalu menjaga dirinya dengan baik. Sampai tadi malam. Bahkan Barra pun tidak pernah ia izinkan untuk menyentuh dirinya. Ia selalu menganggap itu adalah hal yang sangat berharga dan akan ia persembahkan untuk suaminya kelak. Entah bagaimana hanya gara-gara laki-laki di depannya semua itu musnah. Harga dirinya hancur. Hatinya terluka.
Sarah berdiri di tengah ruangan, gemetar. Dengan air mata yang sulit untuk ditahannya keluar. Emosinya tersulut, sekarang ia merasa sangat geram sekali.
Melihat Sarah yang terpaku, diam. Tidak menjawab. Dari seberang sana dengan suaranya yang lantang, sekali lagi ia bertanya.
"Sepertinya Kamu tidak melakukan proteksi kehamilan. Lalu bagaimana jika Kau hamil?"[]
"Bagaimana jika Kamu hamil?"Tiba di apartemennya, Sarah segera membersihkan tubuhnya. Menggosok-gosoknya sampai ia merasa aroma maskulin laki-laki itu menghilang dari bekas kulitnya."Bagaimana jika Kamu hamil?" kata-kata laki-laki itu selalu terngiang di telinganya. Sejak ia meninggalkan laki-laki itu tanpa menjawab pertanyaannya dan sejak ia berlari pulang ke apartemen dan mengunci dirinya di dalam. Kata-kata itu terus membuatnya gila.Sarah menatap dirinya di cermin, ia melihat beberapa bercak merah keunguan di bahu dan dadanya. Sebuah ingatan terpatik. Laki-laki kurang ajar itu sedang mengulum dan menghisap kedua gundukan indah di tubuhnya. Sebelum ingatannya akan kejadian tadi malam kembali, Sarah segera memakai bajunya."Sudah... sudah masih banyak yang harus aku siapkan." Batin Sarah berusaha menekan dalam-dalam ingatan tadi malam yang mungkin muncul di permukaan pikirannya.Sarah mengambil ponselnya. Mengecek beberapa panggilan dari Ella yang tidak te
"Kamu belum menjawabku Nona. Saya ulangi sekali lagi, bagaimana jika Kamu Hamil?""Maksud Anda?" nada suara Sarah terdengar meninggi. Gugup dan gelisah bercampur menjadi satu. "Apa dia ingat kejadian hari itu? Apa dia tahu wanita itu aku?" hati Sarah sibuk menduga-duga."Kontrakmu dengan Perusahaanku akan berjalan selama 5 tahun dan bagaimana jika di antara itu Kamu hamil Nona? Itu pertanyaan yang aku ajukan."Sarah menghembuskan napas lega. Sepertinya laki-laki itu tidak tahu wanita yang tidur bersamanya adalah aku."Aku tidak ada niatan menikah dalam waktu dekat." jawab Sarah penuh percaya diri.Wajahnya kembali tegak, penuh dengan aura anggun dan percaya diri. Dialah Sarah Divana Wijaya aktris paling terkenal di seleuruh negeri."Apa kekasihmu sepakat dengan keputusanmu itu? Maksudku tentu Kamu punya kekasih bukan? Kalian tentu sudah membicarakannya bukan?"Wajah Adrian tidak kalah kerasnya. Tatapannya menantang mata Sarah un
Siapa laki-laki yang membuatnya jatuh dan memanggil namanya? hati kecil Sarah bergumam.Sarah tidak bisa mengenalinya ketika airmata terus mengalir dan menghalangi pandangannya."Kamu baik-baik saja Sarah?" Laki-laki itu kembali bertanya.Sarah mengangguk. Menghapus airmatanya dan melihat di depannya. Adrian Darmawan, Miliarder muda yang telah merenggut kesuciannya itu. Kenapa mereka bisa bertemu lagi di situ. Hati kecil Sarah berteriak kesal. Di saat hatinya sedang hancur dan dirinya sedang rapuh laki-laki itu memergokinya. Melihat pertahanan dirinya yang runtuh karena menyaksikan pengkhianatan Barra."Apa Kamu sendiri? Kamu perlu diantar?" Adrian juga heran mengapa suaranya tiba-tiba berubah lembut. Seolah ia merasa iba melihat aktris cantik itu yang tampak seperti sedang terpukul.Sarah melepaskan pegangan Adrian pada lengannya dan berkata dengan sopan. "Tidak perlu aku bisa p
Betapa terkejutnya Ella ketika mendengar Sarah akan menikah dengan Adrian."Apa kau yakin akan menikah dengan Pak Adrian, Sarah?" Ella bertanya dengan mimik muka tidak percaya. Kapan mereka berdua dekat. Ella yang selalu bersama Sarah tidak pernah melihat mereka berduaan. Dan bagimana mereka bisa langsung memutuskan jika mereka baru saja bertemu dua kali. Dan itu pun untuk pertemuan bisnis.Tapi ya Ella berpikir mungkin itu adalah cinta pada pandangan pertama dan mungkin Adrian sudah lama mengagumi Sarah sebagai aktris dan ingin segera memilikinya sebagai wanitanya.Sarah mengangguk mantap melihat keraguan Ella. Tentu saja ia harus menikah dengan Adrian. Dia sedang mengandung anaknya.Awalnya Sarah tidak ingin meminta tanggung jawab laki-laki itu tapi ketika memikirkan efek buruknya untuk anak yang akan dilahirkan kelak. Ketika skandalnya terus diberitakan dan membuat nama besar dan karirnya rusak. Anaknya pasti akan malu menyandang predikat anak ha
Nyonya Eliza Darmawan mengamati calon menantunya dari atas sampai bawah. Ia sangat terkejut ketika tadi pagi ketika sedang sarapan bersama Adrian, putra tersayangnya itu bilang ingin sekali menikah dengan wanita itu. Sarah aktris terkenal yang sedang banyak diperbincangkan di negeri itu.Ibu Adrian tentu tidak setuju mengingat ia ingin sekali Adrian menikah dengan Laura, putri dari sahabat suaminya. Pewaris kekayaan keluarga Haris. Kontraktor terbesar dan pemilik saham di banyak perusahaan multinasional.Selain itu keluarga Laura sudah dianggap seperti kerabat dekat keluarga mereka."Jadi ini Sarah." Ibu Adrian sekarang meneliti gaun yang dipakai Sarah malam ini. Ia berpikir gaun yang dikenakan Sarah pastilah gaun dari desainer luar negeri. Itu pasti gaun rancangan Vera Wang. Gaun yang menonjolkan kesan mewah bagi yang memakainya. Gaun yang sangat elegan. Selera wanita cantik itu sangat bagus. Riasan wajahnya juga sangat sempurna, dia terlihat lebih cantik
"Apa Kamu ingin terus mengenggam tanganku semalaman ini?" Adrian tersenyum geli melihat Sarah yang mengenggam tangannya erat. Melihat Adrian sedang meledeknya Sarah langsung melepaskan tangannya ketika mendengar kata-katanya."Iya maaf, aku lupa." Wajah Sarah bersemu merah."Aku rasa akan lebih banyak Kamu yang melanggar kontrak kita Sayang." gelak tawa Adrian kembali terdengar.Mulutnya memberengut kesal. Matanya berkilat marah."Jangan sombong. Itu semua sandiwara demi membohongi mantan kekasihku." ucap Sarah dengan nada kesal."Tapi aku tidak keberatan kok, kalo Kamu sering-sering melanggar kontrak!" tawa Adrian semakin menjengkelkan Sarah."Aku pikir sebaiknya Kamu segera pulang. Ini sudah malam." kata Sarah mengusir calon suaminya. Sebenarnya dia tidak merasa terganggu dengan adanya Adrian di situ tapi dia tidak ingin membuat Adrian besar kepala. Sarah ingin tetap berjarak dengan Adrian.Adrian mengintip dari balik lubang p
"Good morning Sarah... Aku sudah mengirimkan asistenku, Hendri. He will help you with everything. And i'm sorry i left when you slept. I will see you before the press conference, okay!"Pesan dari Adrian membangunkan Sarah dari tidurnya. Seperti sebuah reminder Adrian mengingatkan Sarah akan kejadian tadi malam. Ia merasa malu telah memperlihatkan kelemahannya. Hormon ibu hamil ini sangat menganggunya.9Sarah bergegas mandi dan berpakaian. Ia sengaja bersiap-siap lebih cepat agar asisten Adrian tidak menunggu lama."Nona, Pak Adrian meminta saya untuk mengantar Nona ke salon untuk persiapan konferensi pers.""Hendri jangan panggil Saya Nona. Panggil Saya Sarah saja ya.""Jangan Nona... Saya tidak berani kurang ajar, Anda adalah tunangan bos Saya dan sebentar lagi akan menjadi istrinya, berarti anda adalah atasan saya juga."Sarah mengangguk mengerti, ia juga tidak ingin membuat Hendri mendapat masalah den
"Nona Sarah apa anda sudah siap? Pak Adrian sudah menunggu anda di ballroom, pesta pertunangan anda sebentar lagi akan dimulai." Sarah yang sedang termenung menatap pantulan dirinya di cermin, berbalik menatap salah satu staff Adrian yang sedang berbicara dengannya. "Sebentar lagi, beri aku beberapa menit untuk bersiap." Wanita itu mengangguk, ia cukup paham bahwa kekasih bosnya merasa harus sempurna karena bertunangan dengan salah satu Milyader tertampan di Dunia. "Dalam beberapa bulan lagi perut ini akan terlihat membesar. Orang-orang akan bergunjing jika aku tidak menikah. Ini adalah keputusan yang tepat." Sarah menghela nafas panjang dan segera menuju ballroom di mana pesta pertunangan mereka akan diadakan. "Apa anda siap?" Sekali lagi staff itu mengecek penampilan Sarah yang tanpa cela. Yakin sudah tampak sempurna, staff itu mengumumkan kehadiran calon tunangan Adrian kepada tamu-tamu undangan. Adrian yang sedang asyik berbincang dengan salah satu ta