Tubuh kedua makhluk itu masih tak memakai pakaian selembarpun hanya, di tutupi kain selimut. Ketika itu ponsel genggam Axelle bergetar. Ada notifikasi masuk.
Laki-laki itu dengan mata masih terpejam meraih terpejam dia meraih ponselnya. Ada pesan dari Intan yang mengatakan pamit pulang karena sudah kelamaan menunggu Axelle nggak balik-balik ke apartement lagi.
Tanpa ada niat membalas pesan itu Axelle menaruh kembali ponselnya di atas nakas. Dia memeluk tubuh kecil di hadapannya yang masih nyenyak tertidur. Puas dengan permainannya hingga menghempaskan tubuhnya berkali-kali di atas tubuh gadis itu. Dan melepaskan seluruh hasrat yang beberapa waktu tadi tertunda. Hatinya bahagia melihat gadis ini tertidur pulas.
Kerinduannya pada gadis kecilnya itu terlampiaskan sudah. Besok dia berniat membezuk Praditia Wicaksana di tahanan. Dan mungkin kalau Arbia tidak keberatan sekalian mengajaknya, karena gadisnya sudah terlanjur tahu yang sesungguhnya.
Sedangkan d
Mampir yuk, semua, Ke sini, ya @Takdir Yang Tertunda @Fatamorgana
Arka berjalan ke arah mobilnya dengan frustasi. Beberapa sloki minuman yang ia teguk mampu membuatnya sedikit sempoyongan. "Nggak bisa pulang begini. Aku pasti mati di jalan, kalau begini caranya." desisnya sambil merogoh sakunya mencari kunci mobilnya. "Ah, sial!" umpatnya blingsatan karena menahan rasa pusing di kepalanya. "Huft!" Hampir saja dia jatuh, kalau tidak ada sosok tinggi semampai menangkap tubuh kekarnya. Arka mengerjab sesaat. Melihat siapa yang sudah dengan sigap menangkap tubuhnya. Terlihat senyum dari wanita itu, Cathrine, wanita yang sesungguhnya hanya menginginkan Arka dengan menggunakan berbagai cara. Bagi Arka itu senyum itu bak seringai yang menyeramkan. Yang tak ingin ia lihat saat ini atau sampai kapanpun. Dengan cepat laki-laki itu menepis tangan Cathrine. "Aku antar kamu pulang, Arka. Kamu nggak bisa mengemudi, kalau mabuk begini!" Arka masih merasa masih sadar, masih waras, dia hanya butuh
Mata Arbia mengerjab liar sesaat setelah membaca berita pagi ini. Bahkan video panas itu menjadi trending topik. Gadis itu menghentikan aktivitasnya mengunyah sarapannya ketika dilihatnya wajah kakak tersayangnya dengan mulusnya ada dalam video tersebut. Video panas dengan seorang wanita. Dan wanita itu adalah Cathrine. Wanita yang sempat di jodohkan oleh ayahnya tetapi di tolak oleh Arka. Dengan cepat Arbi menyambungkan kontaknya dengan Arka. Namun nggak ada jawaban. Gadis itu mengeluh kesal. Selalu begitu. Arka nggak pernah respon kalau dirinya di ekspos di media berita. Terlalu acuh! Arbia bersungut-sungut kesal. "Ada apa, Sayang? Kok, panik?" Axelle yang dari belakang membawa segelas susu buat kekasihnya merasa heran dengan kepanikan Arbi. "Liat televisi, Sayang! Hari ini Arka masuk trending topik. Sepertinya dia di jebak." "Dijebak? Sama Cathrine?" Arbia menatap laki-laki itu. "Kok, tahu kalau Cathrine yang jebak?" mata gadis itu mengerja
"Panggil ambulans!" teriak Axelle dan berusaha menggendong tubuh laki-laki yang sudah bersimbah darah itu. Kai dan anak buah yang lain dengan segera bergerak memberi pertolongan kepada Praditia. Setelah memanggil ambulans. Tak lama kemudian ambulans datang membawa tubuh yang hampir kehilangan darah itu ke unit gawat darurat. Belum diketahui siapa dan apa motif melakukan percobaan oembunuhan terhadap Praditia Wicaksana. Arbi da Arka dengan segera mungkin ke lokasi kejadian untuk meliput berita. Bahwa pagi ini tepatnya ketika akan diadakan sidang kedua kasus Praditia Wicaksana terjadi sabotasr kebakaran di lapas yang dihuni oleh Praditia dan napi lainnya. Dan yang leh naasnya terjadi penusukkan di ulu hati lski-laki itu. Seolah kejadian ini memang di sengaja oleh seseorang yang menginginkan kematian Praditia. Setelah selesai meliput berita, Arka dan Arbia bergegas ke rumah sakit. Pagi ini mereka kelimpungan menghadapi media berita. Video panas Ark
Arbia tersentak ketika mendengar suara tembakan dan suara gaduh dari salah satu lorong rumah sakit. Baru saja kakinya meŕnginjakan di koridor rumah sakit bersama sang kakak, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor oerusahaan Praditia. Dilihatnya tibuh Axelle melesat jauh mengejar sesosok bayangan yang larinya seperti siluman. Seisi rumah sakit gempar dengan kejadian itu. Bukan tengah malam atau subuh dini hari seperti yang pernah menimpa Arbia. Tapi ini siang bolong. Pelaku penembakan itu bertindak anarkis. Tak selang beberapa lama terdengar suara yang membuat seisi rumah sakit dan semua orang yang mendengar teriak histeris. "BOOM--MM!" Pelaku itu meledakan sebuah bom molotof berukuran kecil tapi mampu membuat Axelle terpelanting, tanpa persiapan sam sekali. Tubuh Axelle Narendra terpelating dan menabrak parkiran motor yang berada tepat di samping gedung rumah sakit. "BRAKK--KK! Aaa--aaa!" Tubuh kekar kalten muda itu
Arbia terduduk lemas di sisi pembaringan mendengar ucapan terakhir yang disampaikan Axelle. Hatinya seolah tercabik-cabik mendenhar kalimat itu. Dia tahu saat ini masa paling menyakitkan buat kekasihnya. Di mana dokter memvonis dirinya cacat untuk sementara waktu. Karena ke dua kakinya menghantam lantai waktu kejadian tragis kemarin. Tuhan sedang menguji sang kapten, dia sedang di fase yang tidak begitu sempurna. Ketegarannya sebagai laki-laki yang berjuluk kapten sedang dipertaruhkan. Miris kedengarannya, seorang kapten polisi dalam zona terpuruk dan seakan tidak mampu menerima sebuah kenyatasn pahit. Arbia seolah menulikan telinganya dengan kenyataan laki-laki muda yang berperawakan tinggi besar itu. Dia berusaha mengacuhkan segala yang ada di hadapannya. Dengan tangan thremor gadis cantik itu menarik selimut yang awalnya menutupi kedua kaki kekasihnya lebih ke atas lagi. Dengan sabar dan telaten dia membaringkan tubuh sang kekasih. "P
Di ruangan yang luas itu terbaring seorang laki-laki yang belum sadarkan diri. Dia masih tertidur pulas dengan tidur panjangnya. Di sisih pembaringan seorang wanita yang dengan mata tajamnya mempehatikan tubuh laki-laki itu seolah-olah dia tidak ingin membiarkan kalau-kalau sewaktu sadar laki-laki itu seorang diri. "Masih belum sadarkan diri?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke ruangan itu. Kenapa dia nggak sadar-sadar?" tanyanya balik ke arah seseorang yang baru datang, tak lain dokter muda yang berwajah seperti bayi itu. Imut dan tampan. "Bersabarlah, semoga fisiknya bisa membuat dia bertahan. Kemarin dia sempat kehilangan banyak darah." "Alex, bisakah kamu menyingkirkan wanita muda itu? Dia menghalangi hubunganku dengan Praditia." "Harus seperti itu? Apa nggak cukup dengan manipulasi kamu seperti ini Fely?" tanya Alex, dokter mudan nan tampan itu sambil meletakkan berkas laporan kesehatan Praditia. "Saat ini Aku hanya img
Axelle menatap tajam ke arah Gama. Dikiranya laki-laki yang masih memakai seragam kebesaran itu hanya bercanda. Namun ternyata wajah Gama menunjukkan keseriusan. "Kamu nggak lagi sedang bercanda Gama?!" Pertanyaan tegas itu membuat Gama spontan menggeleng. "Jadi, siapa yang kamu maksud itu?" tanya Axelle penasaran. "Handoko Tri Wibowo. Ayah dari perempuan yang bernama Felysia Adnan. Dia musuh bebuyutan Soepomo Hadiningrat. Ayah kandungmu!" Ada nada penekanan ketika Gama Pramudia mengucapkan nama ayah dari sahabatnya itu. "Musuh, papa?" Axelle memgerutkan dahi kuat-kuat. Mencoba mengingat siapa lali-laki yang namanya disebutkan sahabatnya itu. Sepertinya memang ayahnya nggak pernah menceritakan orang-orang di masa silamnya kecuali teman-teman satu gengnya dia. Tapi ini musuh bukan teman! "Sabotase kebakaran di sel tahanan kemarin adalah pak tua ini. Tujuannya akan menculik Praditia, namun sayang anak buay yang diutusnya gagal." Kembali
Arbia menyambut uluran tangan wanita yang umurnya terpaut agak hauh dengannya itu. Wanita bertubuh langsing, berambut cokelat dan berkulit putih seoerti bule itu tersenyum ramah. "Arbia Siquilla," sebutnya memberikan jawaban atas keramahan senyum kliennya. "Senang bertemu denganmu dan bisa bekerja sama denganmu, Nona Arbia." kembali ucapnya dengan senyum ramah. Lagi-lagi Arbia tersenyum tipis namun mengesankan. Gadis muda ini menampakan performennya yang begitu sempurna. "Mari kita bisa memulai membaca kontrak masing-masing. " Arbia memberikan beberapa berkas kepada Fely untuk diperiksa dan dipelajari. Tak selang lama, OB datang mengantarkan minuman. "Begitu sempurna pelayanan yang diberikan oleh perusahaan Anda, Nona, padahal saya dengar pemilik aslinya sedang berada di hotel prodeo karena beberapa kasus menimpanya dan dinyatakan meninggal setelah terjadi peristiwa tragis di sel tahanan itu. Kembali Arbia tersenyum ramah dan anggun. G