"Panggil ambulans!" teriak Axelle dan berusaha menggendong tubuh laki-laki yang sudah bersimbah darah itu.
Kai dan anak buah yang lain dengan segera bergerak memberi pertolongan kepada Praditia. Setelah memanggil ambulans. Tak lama kemudian ambulans datang membawa tubuh yang hampir kehilangan darah itu ke unit gawat darurat.
Belum diketahui siapa dan apa motif melakukan percobaan oembunuhan terhadap Praditia Wicaksana.
Arbi da Arka dengan segera mungkin ke lokasi kejadian untuk meliput berita. Bahwa pagi ini tepatnya ketika akan diadakan sidang kedua kasus Praditia Wicaksana terjadi sabotasr kebakaran di lapas yang dihuni oleh Praditia dan napi lainnya. Dan yang leh naasnya terjadi penusukkan di ulu hati lski-laki itu. Seolah kejadian ini memang di sengaja oleh seseorang yang menginginkan kematian Praditia.
Setelah selesai meliput berita, Arka dan Arbia bergegas ke rumah sakit. Pagi ini mereka kelimpungan menghadapi media berita. Video panas Ark
Hai semua, msmpir lagi, yuk di sini @Takdir Yang Tertunda
Arbia tersentak ketika mendengar suara tembakan dan suara gaduh dari salah satu lorong rumah sakit. Baru saja kakinya meŕnginjakan di koridor rumah sakit bersama sang kakak, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor oerusahaan Praditia. Dilihatnya tibuh Axelle melesat jauh mengejar sesosok bayangan yang larinya seperti siluman. Seisi rumah sakit gempar dengan kejadian itu. Bukan tengah malam atau subuh dini hari seperti yang pernah menimpa Arbia. Tapi ini siang bolong. Pelaku penembakan itu bertindak anarkis. Tak selang beberapa lama terdengar suara yang membuat seisi rumah sakit dan semua orang yang mendengar teriak histeris. "BOOM--MM!" Pelaku itu meledakan sebuah bom molotof berukuran kecil tapi mampu membuat Axelle terpelanting, tanpa persiapan sam sekali. Tubuh Axelle Narendra terpelating dan menabrak parkiran motor yang berada tepat di samping gedung rumah sakit. "BRAKK--KK! Aaa--aaa!" Tubuh kekar kalten muda itu
Arbia terduduk lemas di sisi pembaringan mendengar ucapan terakhir yang disampaikan Axelle. Hatinya seolah tercabik-cabik mendenhar kalimat itu. Dia tahu saat ini masa paling menyakitkan buat kekasihnya. Di mana dokter memvonis dirinya cacat untuk sementara waktu. Karena ke dua kakinya menghantam lantai waktu kejadian tragis kemarin. Tuhan sedang menguji sang kapten, dia sedang di fase yang tidak begitu sempurna. Ketegarannya sebagai laki-laki yang berjuluk kapten sedang dipertaruhkan. Miris kedengarannya, seorang kapten polisi dalam zona terpuruk dan seakan tidak mampu menerima sebuah kenyatasn pahit. Arbia seolah menulikan telinganya dengan kenyataan laki-laki muda yang berperawakan tinggi besar itu. Dia berusaha mengacuhkan segala yang ada di hadapannya. Dengan tangan thremor gadis cantik itu menarik selimut yang awalnya menutupi kedua kaki kekasihnya lebih ke atas lagi. Dengan sabar dan telaten dia membaringkan tubuh sang kekasih. "P
Di ruangan yang luas itu terbaring seorang laki-laki yang belum sadarkan diri. Dia masih tertidur pulas dengan tidur panjangnya. Di sisih pembaringan seorang wanita yang dengan mata tajamnya mempehatikan tubuh laki-laki itu seolah-olah dia tidak ingin membiarkan kalau-kalau sewaktu sadar laki-laki itu seorang diri. "Masih belum sadarkan diri?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke ruangan itu. Kenapa dia nggak sadar-sadar?" tanyanya balik ke arah seseorang yang baru datang, tak lain dokter muda yang berwajah seperti bayi itu. Imut dan tampan. "Bersabarlah, semoga fisiknya bisa membuat dia bertahan. Kemarin dia sempat kehilangan banyak darah." "Alex, bisakah kamu menyingkirkan wanita muda itu? Dia menghalangi hubunganku dengan Praditia." "Harus seperti itu? Apa nggak cukup dengan manipulasi kamu seperti ini Fely?" tanya Alex, dokter mudan nan tampan itu sambil meletakkan berkas laporan kesehatan Praditia. "Saat ini Aku hanya img
Axelle menatap tajam ke arah Gama. Dikiranya laki-laki yang masih memakai seragam kebesaran itu hanya bercanda. Namun ternyata wajah Gama menunjukkan keseriusan. "Kamu nggak lagi sedang bercanda Gama?!" Pertanyaan tegas itu membuat Gama spontan menggeleng. "Jadi, siapa yang kamu maksud itu?" tanya Axelle penasaran. "Handoko Tri Wibowo. Ayah dari perempuan yang bernama Felysia Adnan. Dia musuh bebuyutan Soepomo Hadiningrat. Ayah kandungmu!" Ada nada penekanan ketika Gama Pramudia mengucapkan nama ayah dari sahabatnya itu. "Musuh, papa?" Axelle memgerutkan dahi kuat-kuat. Mencoba mengingat siapa lali-laki yang namanya disebutkan sahabatnya itu. Sepertinya memang ayahnya nggak pernah menceritakan orang-orang di masa silamnya kecuali teman-teman satu gengnya dia. Tapi ini musuh bukan teman! "Sabotase kebakaran di sel tahanan kemarin adalah pak tua ini. Tujuannya akan menculik Praditia, namun sayang anak buay yang diutusnya gagal." Kembali
Arbia menyambut uluran tangan wanita yang umurnya terpaut agak hauh dengannya itu. Wanita bertubuh langsing, berambut cokelat dan berkulit putih seoerti bule itu tersenyum ramah. "Arbia Siquilla," sebutnya memberikan jawaban atas keramahan senyum kliennya. "Senang bertemu denganmu dan bisa bekerja sama denganmu, Nona Arbia." kembali ucapnya dengan senyum ramah. Lagi-lagi Arbia tersenyum tipis namun mengesankan. Gadis muda ini menampakan performennya yang begitu sempurna. "Mari kita bisa memulai membaca kontrak masing-masing. " Arbia memberikan beberapa berkas kepada Fely untuk diperiksa dan dipelajari. Tak selang lama, OB datang mengantarkan minuman. "Begitu sempurna pelayanan yang diberikan oleh perusahaan Anda, Nona, padahal saya dengar pemilik aslinya sedang berada di hotel prodeo karena beberapa kasus menimpanya dan dinyatakan meninggal setelah terjadi peristiwa tragis di sel tahanan itu. Kembali Arbia tersenyum ramah dan anggun. G
Kondisi Arbia semakin parah sesampainya di rumah sakit. Tim dokter mengharuskan Arbia masuk ruang ICU. Arka dan kedua orang tuanya menunggu di ruang penungguan dengan cemas. Lagi-lagi gadis ini harus masuk keruang ICU. Tak beberapa lama dokter yang menangani Arbia ke luar dari ruang ICU. "Dok, bagaimana kondisi adek saya?" tanya Arka panik. "Adik Anda terkena demam berdarah, trombositnya sangat menurun drastis. Setelah ini kita akan bawa ke ruang perawatan. Nanti setiap hari kita akan tes darah untuk melihat kenaikan trombositnya." jelas dokter itu. Arka meraup wajahnya yang panik. Dan merangkul kedua orang tuanya. "Setelah Arbi dipindahkan ke ruang perawatan, sebaiknya Papa dan Mama pulang, ya?" ujarnya pada orang tuanya. Zakaria Lawalata menarik napas sendu. Ada raut muka kesedihan jelas terlihat di sana. "Papa, jangan khawatir ya, Arbi pasti baik-baik saja." kembali ucapnya meyakinkan orang tua yang terlihat se
"Uhh-hh!" Axelle meringis teramat sangat, menikmati sakit yang luar biasa dasyatnya. Kedua kaki lumpuhnya terhempaskan ke lantai tanpa bisa dia kontrol. Dia meregang marah, mencaci dalam hati. Memgumpatkan segala kata kekesalan yang terlintas di dalam benaknya. Beberapa suster beserta dokter Celine tiba di ruangannya dan terkejut mendapati sosok laki-laki itu sudah terdampar di lantai kamar VIPnya. "Axelle! Ya Tuhan, kamu nggak apa-apa, kan?" Celine panik melihat kondisi laki-laki yang pernah masik dalam kehidupannya itu. "Sus, tolong cek, tensi dan kondisi pasien, ya," titahnya pada perawat yang hari itu bertugas dibawah timnya. "Baik, Dok," Axelle hanya membisu membiarkan perawat itu menyentuh tangan dan dadanya. Pandangannya kosong, ada kehampaan di sana di mata hazel itu. Keputus asaan yang berkesan menyerah menghantui dan menggrogoti laki-laki tampan itu. "Axelle, sepertinya kamu membutuhkan psikiater,"ucap Celine setelah perawat
Dengan susah payah dan tertatih bahkan sampai terjatuh-jatuh Axelle menuju lift yang beberapa menit yang lalu membuat bayangan Felysia Adnan menghilang dengan membawa tubuh Arbi yang masih belum sadarkan diri. Tanpa menunggu lama Axelle melewati tangga darurat, berlari tanpa menghiraukan sakitnya telapak kakinya yang telanjang tersaruk oleh lantai. Di lantai dasar tanpa sengaja bertemu dengan dokter Celine dan Gama yang saat itu akan menjenguk Arbia. Mereka terkejut melihat Axelle dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Axelle berlari dengan kaki telanjang dan terlihat lecet-lecet. Tapi bukan itu yang membuat Gama dan Celine terkejut "Axelle! Kamu--" "Gama! Cepat lari ke parkiran, Arbi diculik!" suara Axelle terengah, tubuhnya merosot ke bawah dan terxuduk lemad. Celine dan Gama terkejut. "Apa!" Gama secepat kilat menyambar HT-nya dan memerintahkan anak buahnya untuk segera bertindak. Tak lama kemudian Kai bersama timnya sudah bergerak m