Kondisi Arbia semakin parah sesampainya di rumah sakit. Tim dokter mengharuskan Arbia masuk ruang ICU.
Arka dan kedua orang tuanya menunggu di ruang penungguan dengan cemas. Lagi-lagi gadis ini harus masuk keruang ICU.
Tak beberapa lama dokter yang menangani Arbia ke luar dari ruang ICU.
"Dok, bagaimana kondisi adek saya?" tanya Arka panik.
"Adik Anda terkena demam berdarah, trombositnya sangat menurun drastis. Setelah ini kita akan bawa ke ruang perawatan. Nanti setiap hari kita akan tes darah untuk melihat kenaikan trombositnya." jelas dokter itu.
Arka meraup wajahnya yang panik. Dan merangkul kedua orang tuanya.
"Setelah Arbi dipindahkan ke ruang perawatan, sebaiknya Papa dan Mama pulang, ya?" ujarnya pada orang tuanya.
Zakaria Lawalata menarik napas sendu. Ada raut muka kesedihan jelas terlihat di sana.
"Papa, jangan khawatir ya, Arbi pasti baik-baik saja." kembali ucapnya meyakinkan orang tua yang terlihat se
Mampir yuk di sini Dan juga fi sini @Takdir Yang Tertunda
"Uhh-hh!" Axelle meringis teramat sangat, menikmati sakit yang luar biasa dasyatnya. Kedua kaki lumpuhnya terhempaskan ke lantai tanpa bisa dia kontrol. Dia meregang marah, mencaci dalam hati. Memgumpatkan segala kata kekesalan yang terlintas di dalam benaknya. Beberapa suster beserta dokter Celine tiba di ruangannya dan terkejut mendapati sosok laki-laki itu sudah terdampar di lantai kamar VIPnya. "Axelle! Ya Tuhan, kamu nggak apa-apa, kan?" Celine panik melihat kondisi laki-laki yang pernah masik dalam kehidupannya itu. "Sus, tolong cek, tensi dan kondisi pasien, ya," titahnya pada perawat yang hari itu bertugas dibawah timnya. "Baik, Dok," Axelle hanya membisu membiarkan perawat itu menyentuh tangan dan dadanya. Pandangannya kosong, ada kehampaan di sana di mata hazel itu. Keputus asaan yang berkesan menyerah menghantui dan menggrogoti laki-laki tampan itu. "Axelle, sepertinya kamu membutuhkan psikiater,"ucap Celine setelah perawat
Dengan susah payah dan tertatih bahkan sampai terjatuh-jatuh Axelle menuju lift yang beberapa menit yang lalu membuat bayangan Felysia Adnan menghilang dengan membawa tubuh Arbi yang masih belum sadarkan diri. Tanpa menunggu lama Axelle melewati tangga darurat, berlari tanpa menghiraukan sakitnya telapak kakinya yang telanjang tersaruk oleh lantai. Di lantai dasar tanpa sengaja bertemu dengan dokter Celine dan Gama yang saat itu akan menjenguk Arbia. Mereka terkejut melihat Axelle dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Axelle berlari dengan kaki telanjang dan terlihat lecet-lecet. Tapi bukan itu yang membuat Gama dan Celine terkejut "Axelle! Kamu--" "Gama! Cepat lari ke parkiran, Arbi diculik!" suara Axelle terengah, tubuhnya merosot ke bawah dan terxuduk lemad. Celine dan Gama terkejut. "Apa!" Gama secepat kilat menyambar HT-nya dan memerintahkan anak buahnya untuk segera bertindak. Tak lama kemudian Kai bersama timnya sudah bergerak m
Arka benar-benar tidak percaya dengan penglihatannya. Benarkah itu dia? Laki-laki yang ada di kursi roda itu-- Berkali-kali Arka meraup mukanya, mencoba memberi keyakinan pada dirinya sendiri bahwa pria itu adalah orang yang selama ini sudah meninggal dan dikubur. Dengan ragu tapi penasaran sosok tampan itu mendekati kursi roda itu menatap dan mengamatinya dengan seksama. Iya benar! Memang itu Praditia Wicaksana, seorang laki-laki yang sudah dinyatakan meninggal setelah ditusuk seseorang di dalam penjara. Laki-laki yang masuk bui karena kasus bisnis ilegalnya dan kejahatannya lain yang dilakukannya. Seorang laki-laki yang mempunyai banyak perusahaan dan dilimpahkannya pada seorang kapten muda yang sangat ia percaya. Dan sekarang! Laki-laki itu ada di depannya, duduk di kursi roda dalam kondisi tidak sadarkan diri. Ada rasa bahagia dan juga terharu melihat sosok yang selalu ia panggil sepupu itu masih nyata hidup di depannya. Meskipun kondi
Ketika membuka mata yang terlihat di situ hanya dedaunan dan hamparan luas seperti pemandangan alam. Ada rasa pedih di seluruh tubuhnya.Di sampingnya seorang wanita juga tengah mengerjabkan matanya dengan liar menyapu ke sekeliling. Yang terlihat hanya hamparan luas, seperti di alam bebas.Ketika mereka saling menoleh dan berhadapan,"Kamu," ucap wanita yang tak lain Felysia Adnan dengan kondisi yang berantakan. Baju lusuh dan kotor, rambut dan kulitnya kotor oleh tanah."Kenapa kita bisa di sini Cathrine?" tanyanya pada wanita di sebelahnya yang tak lain adalah Cathrine."Ini semua ulah ayah kamu, Fely! Kejam sekali anak buah ayahmu. Bisa-bisanya membuang kita di hutan larangan begini.""Hutan larangan?" Felysia mendelik mendengar ucapan Cathrine. "Ini di alam bebas Cathrine, bukan hutang. Gimana sich kamu?" gerutu Fely sambil beranjak duduk dan mengibas-ngibaskan kotoran dedaunan yang menempel di tubuhnya."Fely, sepert
Fely semakin melenguh merasakan kenikmatan yang luar biasa yang diberikan oleh Christ. Dia luluh, mengaku kalah dengan kejantanan pria itu. Semakin direngkuhnya tubuh laki-laki itu. Christ semakin menjadi. Dia lupa siapa dirinya siapa Fely. Dituntaskannya hasrat yang selama ini dipendamnya. Ketika pelepasan yang menyisakan jeritan erotis itu berakhir, baik Fely dan Christ sama-sama terkulai di balai-balai mereka bersembunyi dari anak buah Gama dan Kai.Beberapa kali Christ memberikan kecupan cinta pada wanita yang umurnya berselisih jauh diatasnya itu. Terlihat Fely masih mengatur napasnya yang tersengal. Dia menoleh ke arah sang pria yang beberapa menit yang lalu memberikan kepuasan."Masih banyak nanget cairannya di dalam sana," bisik Christ sambil jemarinya kembali merasuk ke pangkal paha Fely. Muka bersemu merah itu kini nerubah sendu dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat."Kita keluar dari sini dulu, setelah itu kita puaskan semuanya." ucap Christ mena
Axelle mencoba menenangkan hatinya yang tiba-tiba serasa tidak normal menurutnya. Sebenarnya siapa yang nggak normal? Kekasihnya atau dirinya? Akh! Ada apa sebenarnya ini? Kenapa tiba-tiba dia hilang ingatan begitu. Apa separah itu waktu kejadian tragis itu? Axelle menggelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba untuk menghilangkan prasangka buruknya. Seketika dia menekan alarm yang tepat berada di belakang sandaran tempat tidur. Dia harus memastikan sebenarnya ada apa dengan kekasihnya. Bahkan kondisinya jauh lebih baik daripada dirinya. Kenapa malah sekarang keadaanya seperti ini? Beberapa menit kemudian dokter sudah datang, namun senelum memeriksa Arbia, dokter itu ditarik paksa oleh Axelle. Dan kapten muda yang pinya akses pesona bejibun itu menceritakan semua yang terjadi saat Arbia bangum dari tidurnya dan mulai tidak mengenalinya. Dokter yang menangani Arbia mrmgangguk-angguk paham. Dia mengerti situasi seperti ini akan terjadi. Dan meminta Axel
Axelle denhan geramnya memimpin sendiri penangkapan terhadap Handoko Triwibowo. Dia sedikit kesal ketika komandan Li seolah tak mau memberilan surat penangkapan untuk laki-laki tua yang berulah itu. Namun dengan kejujuran Axelle bahwa sang ayah sedang disandera, komandan Li dengan geramnya langsung mengeluar titahmya pada anak buahnya dan memberikan wewenang sepenuhnya pada kapten Axelle untuk menangkap hidup-hidup atau bahkan kalau memang tidak bisa di adili biarlah pengadilan kematian sang khalik yang akan menghukumnya. Sungguh ngeri ucapan laki-laki berbadan tinggi besar itu mana kala rasa marahnya sudah menguasainya. Bukan tanpa alasan dan bukan hanya karena Handoko saat ini sedang menculik dan menyandera ayah dari kaptennya yang membuatnya memberikan titah bahkan memberikan surat penangkapan terhadap laki-laki bertubih bandot itu. Tapi karena beberapa menit yang lalu dia mendapat berita terbaru bahwa Handoko juga terlibat kasus jual beli wanita di
Hati Axelle mecelos mendengar suara tembakan itu. Degub jantungnya memburu betddtak tidak normal. Rasanya seperti mau meloncat menyaksikan tubuh itu tersungkur ke lantai. Darah segar seketika meleleh di keramik putih itu. Peluru itu tepat mengenai dada sebelah kiri. Tapi belum mati, masih banyak napas. yang yang dihirup akibat tembakan itu. Sedetik kemudian, tembakan sambung menyambung dari anak buah Handoko. Sedang Axelle seolah masih tak percaya melihat tubuh besar itu ambruk tak berdaya, tapi masih sempat menyeret tubuhnya untul pergi dari tempat itu. Axelle merutuk berkali-kali dengan kondisi kakinya yang tiba-tiba lemes dan tidak bisa di gerakkan. Seolah tak punya tulang, tak mampu mengejar laki-laki yang tertembak itu. Iya! Dia Handoko Triwibowo. Laki-laki yang tertembus peluru itu adalah bandot tua yang bengis dan sadis. Yang lebih menherankan lagi dan sangat menakjubkan adalah si penembak amatir itu adalah orang yang seharusnya dilindungi oleh Axelle.