Home / Romansa / SANG KAPTEN / Bab 6. TENTANG RASA

Share

Bab 6. TENTANG RASA

Author: Ai
last update Last Updated: 2021-06-25 00:24:04

Arbia mempercepat langkahnya ketika memasuki kawasan komplek di rumahnya. Setumpuk berkas yang di pondongnya hampir jatuh berserakan. Dia menengok ke arah kanan dan kiri. Ada kecemasan di raut mukanya yang cantik. Dia berjalan dengan tergesa. Tak sengaja dia menabrak seseorang yang bersinggungan jalannya.

"Eh maaf, Saya tidak sengaja!" ucap Arbia sambil tangannya disatukan di depan dada. Tapi ketika dilihatnya orang yang ada di depannya, secepat kilat Arbia berlari sambil memeluk erat-erat berkas yang ada di tangannya.

Dengan terengah Arbia terus berlari menyusuri jalan sepi itu. Satu tanganya merogoh tas kerjanya. Mecari-cari ponselnya. Agak susah dia menemukan posel di tasnya. Di belakang sosok itu mulai mendekat. Arbia dengan sekuat tenaga berusaha berlari menjauh  dari orang itu. Orang yang seharian ini menerornya lewat telpon dan pesan.

Pagi tadi, Arbia mendapatkam bukti berupa surat kabar tahun 2005 silam. Dia mengejar deadline nya untuk Headline yang ia kerjakan kemarin. Kasus 15 tahun silam, yang kini dilimpahkan padanya oleh Praditia selaku bosnya. Untuk diulas kembali supaya jelas dan gamblang. Dan benar  saja, ketika Headline itu mulai bergulir di media, orang-orang lama yang terlibat kasus serupa mulai menunjukkan taringnya.

Selain kasus pembunuhan berantai, organisasi 15 tahun silam terlibat kasus geng mafia dan kepemilikan senjata tajam. Di lain itu bergulir kasus suap juga. Entah siapa saja yang terlibat. Yang pasti di benak Arbia, Soepomo Hardiningrat-lah yang digadang-gadang oleh ayahnya sebagai pemimpin organisasi itu.

Berlari sekencang mungkin untuk menjauh dari si peneror, Arbia seperti orang yang membabi buta. Tangannya terus bergerak-gerak mencari nomor seseorang yang akan dihubunginya.

Tut ...

Jaringan telpon terhubung. Tapi ...

"Buk-kk! Akh ... " Arbia meringis. Dia menabrak seseorang lagi. Tapi kali ini, dia sangat mengenal  sosok yang ia tabrak. Wajahnya tiba-tiba memucat. Ada kepanikan di sana. Mundur beberapa langkah tapi di belakangnya, seseorang yang menerornya siap siaga. Dalam kebingungan itu,

"Hei! Jangan lari! Peneror itu lari berbalik arah setelah mengetahui sosok yang ada di depan Arbia. Arbia mengatur nafasnya yang tersengal. Dia terduduk sambil terus menepuk-nepuk dadanya.

"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya seseorang itu. Sekembalinya dari pengejaran yang tidak berhasil. Arbia menggeleng lemah. Nafasnya masih tersengal.

"Aku antar pulang." ucap pria itu lagi. Sambil membimbing tubuh Arbia berdiri.

Arbia menatap sosok itu dalam-dalam. "Hari ini, dia bisa sebaik ini. Entah besok, ekspresi apa lagi yang akan ia tunjukkan?"

"Jangan sentuh Aku!" teriak Arbia tiba-tiba. Sosok itu, Arka Abianta. Spontan melepaskan rangkulannya pada bahu Arbia. Dipandangnya cewek cantik itu dengan saksama.

"Sebegitu takutnya kamu sama Aku?" tanyanya kalem. "Apa kamu sudah melupakan Aku , Arbi?" Sesaat Arbia tersentak mendengar  pertanyaan Arka. Lamat-lamat dia mengamati wajah Arka.

"Adakah kita saling mengenal sebelumnya?" tanyanya sedikit gemetar dan beringsut mundur.

Arka! Sosok itu mulai menunjukkan muka serius. Dia menatap wajah Arbi dengan tajam.

"Kamu ingat cincin ini?" ucapnya seraya mengangkat 5 jarinya dan menunjuk jari  manisnya. "Ini! Ikatan cincin kita sewaktu kecil. Ingatkah kamu? Waktu kita bermain di taman. Aku memberimu cincin mainan berbentuk seperti ini. Aku adalah teman kecilmu. Yang sudah begitu lama mencarimu." suara itu memang milik Arka.

Arbia masih terpana. Seolah tak percaya. Benarkah dia punya teman semasa kecil? Karena efek trauma semasa kecilnya, sebagian ingatan Arbia hilang. Arbia mencoba mengingat masa-masa kecilnya. Sekilas bayangan dua orang anak kecil melintas di benaknya. Ada tawa riang dari bibir mereka. Berlari berloncatan dengan girangnya. Tapi Arbia tidak tahu siapa mereka.

Tiba-tiba kepalanya seperti ditikam pisau. Rasanya sakit sekali.

"Aukh-kh" Dia memegangi kepalanya yang bedenyut-denyut. Tubuhnya sempoyongan. Arka menangkap tubuh kecil itu.

"Arbi! Kamu tidak apa-apa, kan?" Suara panik Arka melihat Arbia kesakitan. 

"Jangan sentuh Dia!" Seketika Arka membalikkan badan menoleh ke arah suara itu. Dari arah yang berlawanan terlihat sosok laki-laki tegap melangkah ke arah mereka.

Kapten Axelle, dengan cepat menghampiri mereka.

"Lepaskan dia!" ucapnya sekali lagi sambil menarik tubuh Arbia ke dalam pelukannya.

"Sebaiknya kamu pergi sebelum anak buahku menangkap kamu! Ini kesempatan baik kamu!" Arka berdecih mendengar perkataan dari Axelle.

"Sampai kamu menyakitinya, aku akan bikin perhitungan denganmu!" Jari telunjuk Arka mengarah tepat di muka Axelle. Untuk selanjutnya pria itu sudah menghilang dari hadapan Axelle.

Axelle dengan sigap menggendong tubuh kecil Arbia. Gadis itu terkulai lemah digendongan sang kapten. Matanya samar-samar memperhatikan cowok tampan itu. Dan mengeratkan rangkulannya.

******

"Kenapa setiap pertemuan kita, kamu harus selalu dalam kondisi seperti ini?" ucapnya datar sambil merapikan selimut Arbia dan duduk di sisi pembaringan.

Arbia terbaring lemah. Tapi tatapanya teduh ke arah laki-laki yang selalu jadi super heronya itu. Sudah tak ada lagi untuk menghujat dan saling berdebat pendapat. Apalagi membenci. Yang sekarang Arbia rasakan, tubuhnya lelah sekali. Rasanya seperti tak punya tulang.

Sang kapten mendekatkan wajahnya. "Nggak bisakah setiap pertemuan kita jangan seperti ini? Kamu selalu terluka." bisik Axelle pelan.

Arbia menahan nafas kuat-kuat. Merasakan debar jantungnya yang tiba-tiba meletup. Ketika disadarinya wajah laki-laki itu begitu dekat. Hembusan nafas mereka menyatu. Ini untuk kedua kalinya situasi seperti ini.

"Arbia," bisiknya serak. Wajah mereka sudah menyatu. Axelle mulai menggila. Melupakan status dan kondisi. Diraihnya wajah gadis cantik itu. Dibelainya lembut. Disatukannya bibir itu dengan bibirnya. Disesapnya lembut penuh ketulusan.

Arbia terbuai. Melupakan tentang dendamnya. Tentang rasa bencinya yang begitu kuat. Semakin terpejam semakin dia menikmati sentuhan-sentuhan Axelle.

"Arbi," panggilnya disela-sela sesapannya. Arbia tidak menggubris suara serak itu. Semakin di lelapkannya perasaannya.

"Bolehkah aku menyukaimu?" Sesaat Arbia tersentak. Tapi hatinya sangat bahagia. Dan semakin dia menyesapkan rasanya yang sesungguhnya. Dilingkarkannya tangan mungilnya ke leher sang kapten. Laki-laki itu membenamkan perasaanya dipuncak keinginannya. Kota yang dingin itu, menjadi saksi hati yang bertaut antara benci dan cinta.

Satu jam kemudian,

Suara ponsel di atas nakas berdering. Axelle mengusap lembut kening Arbia. Gadis cantik itu terlelap sesaat.

"Arbi! bisiknya, usapannya turun membelai wajah yang tak pernah bosan dipandang itu.

"Hei!" sekali lagi diusapnya pipi itu.

"Hemm-mm," suaranya terdengar malas.

"Ponsel kamu berdering. Ada yang telpon." Dengan mata masih terpejam tangannya menggapai ponselnya di atas nakas. Axelle hanya tersenyum tipis melihat gadis yang tiba-tiba bersemayam dihatinya itu. Diraihnya ponsel itu lalu diletakkan di telinga sang gadis.

"Hallo, dengan siapa di sana?" Suara orang terkekeh mengejek di seberang telpon. Arbia agak terhenyak

"Nikmati malam terakhirmu bersama dia Nona, karena belum tentu besok kamu bisa menikmati hari-hari seperti ini lagi!" Spontan Arbia membelalakkan mata. Gerakan refleknya membuat Axelle yang bertelanjang dada bangkit mendekatinya.

"Kamu siapa? Mau apa? Dari siang kamu menggangguku terus, mau kamu apa?" Suara Arbia dalam kepanikan. Axelle merapikam selimut yang menempel di dada gadis itu. Punggung telanjangnya membuat Axelle menelan salavinanya.

"Ada apa? Siapa yang nelpon?" tanyanya sambil mendekap gadis itu. Arbia terguncang. Entah kenapa air matanya jatuh sendiri. 

"Tenang, tenang. Ada aku di sini." Usapannya di punggung gadis itu mampu membuat Arbia sedikit melunak.

"Ceritakanlah, ada apa?"

Akhirnya Arbia menceritakan awal mula kejadian hari ini. Bermula dia dilimpahkan tugas oleh pimpinan direksi untuk mengerjakan Headline yang bertajuk tentang kasus pembunuhan 15 tahun silam. Sampai pada hari ini dia menemukan berkas-berkas organisasi yang terlibat dengan kasus masa silam itu.

Hingga dirinya tiba-tiba menerima pesan singkat berkali-kali dari si peneror gelap. Sepulang lembur kerja dia diikutu si peneror. Akhirnya terjadilah musibah. Dilain itu pertemuannya dengan Arka dan berakhir di ranjang dengan Axelle.

BERSAMBUNG

Ai

Mari membaca

| Like

Related chapters

  • SANG KAPTEN   Bab 7. MENYERAH KALAH

    Arbia tak menyangka, kalau dia benar-benar jatuh di pelukkan sang kapten. Begitu mudahkah? Rasanya baru kemarin dia sangat membenci laki-laki tampan itu. Terus bagaimana dengan ambisinya, mengungkap kasus pembunuhan kedua orang tuanya? Itu beda cerita. Kebenaran tetap harus diungkap. Kecupan itu mendarat mulus di kening Arbia. Pagi itu dengan gagahnya Axelle membukakan pintu buat tuan putrinya. Hari ini, hari pertama dia mengantar kekasihnya. Dari dalam ruangan kerja, karyawan riuh rendah bergosip. Pemandangan indah pagi ini, menjadi bahan gosipan mereka. Dengan langkah ringan Arbia memasuki tempat kerjanya. "Hemm-hem!" Mereka berdehem meledek Arbia. Arbia bukannya tidak tahu, tapi sengaja bersikap cuek bebek. "Udah ada yang move-on ni dari sang editor." Ledek mereka kompak. Ada senyum simpul di bibir sensual Arbia. Gadis itu menghenyakkan tubuhnya di kursi kerjanya. Dia kembali membuka Headline kemarin. Setidaknya hari ini dia sudah bisa meng

    Last Updated : 2021-06-27
  • SANG KAPTEN   Bab 8. DIA TERLUKA

    Baru saja Arbia menghenyakkan tubuhnya di kursi kerjanya, ponselnya bergetar. "Arbi!" Sang editor di jaringan telpon. "Iya, Pak!" jawabnya tegas. Semenjak kejadian kemarin yang di hotel Buana Arbia merasa canggung dan tidak nyaman dekat dengan bosnya. "Deadline, siaran langsung di Jl. Cempaka, pusat perbelanjaan mall, terjadi penyanderaan oleh teroris. Kamu cepat kesini, bawa camera perekam!" Secepat kilat Arbia menyambar cameranya. Tanpa menghiraukan pertanyaan teman-temannya. Tugas dari bosnya langsung merupakan tantangan tersendiri buat Arbia. Apalagi kalau sudah menyangkut perampokkan dan teroris itu adalah tantangan buat adrenalinnya. Tidak sampai 15 menit, Arbia sudah memarkirkan motor kebesarannya. Dengan tergesa dia berlari ke arah keramaian. Yang ternyata sudah banyak banget pihak polisi dan wartawan di sana. Matanya mengerjap nggak percaya melihat siapa yang ditodongkan pistol di pelipisnya. "Kapte

    Last Updated : 2021-07-01
  • SANG KAPTEN   Bab 9. MASA KECIL KITA

    Dari peristiwa itu, kapten Axelle menyempatkan diri, menjenguk Arka Abianta. Kali ini, dia bukan untuk menangkap seorang pimpinan mafia atau sejenisnya, tapi dia akan menjenguk karena sifat manusiawinya masih berjalan normal. Setidaknya, seandainya, waktu itu tidak ada Arka, mungkin dirinya sudah tak bisa bertemu dengan orang yang baru beberapa hari dipacarinya. Saat ini, Arbia Squilla, sedang memandangi wajah tirus yang mulai pias itu. Sudah hampir setengah jam dia duduk di sisi pembaringan rumah sakit itu. Tapi si empunya tempat tidur, belum juga sadar dari tidur panjangnya. Ada perasaan sedih yang tiba-tiba menyeruak ke hati gadis muda ini. Dicobanya, mengingat kenangan masa kecilnya, yang benar-benar hilang dari memorinya. Padahal, sebagian masa lalunya waktu Sekolah Menengah Pertama, masih jelas terbayang dibenaknya. Ketika pertama kalinya, dia merasa suka pada kakak kelasnya, dan dari semenjak itu, Arbia tidak pernah ingin merasakan pacaran itu se

    Last Updated : 2021-07-07
  • SANG KAPTEN   Bab 10. CEMBURUNYA SANG KAPTEN

    Pelukan itu seketika terlepas, tatkala terlihat seseorang itu berada tepat di depan pintu ruang rawat Arka Abianta. Baik Arka dan Arbi sama-sama terkejut mengetahui ada orang yang sudah berdiri diujung pintu. Dengan gugup, Arbi beranjak berdiri menyambut kedatangan orang yang sudah sangat dikenalnya itu. Sedangkan Arka sudah kembali bersikap normal setelah beberapa saat menguasai dirinya. Kapten Axelle, berjalan tegap ke arah Arka Abianta, pandangannya lurus ke depan tanpa menghiraukan keberadaan sang kekasih. Wajahnya terlihat begitu angkuh dan dingin. Arbia menelan salivanya, menyadari perubahan sikap sang kekasih. Dia yakin perubahan sikap Axelle dipicu rasa cemburu melihat dirinya berpelukan dengan Arka sang mafia. Tepat di depan pembaringan Arka, sang kapten berhenti, menatap wajah yang terlihat pias itu. Dengan masih bergeming, laki-laki bertubuh six-pack itu mengamati setiap pergerakkan yang dilakukan oleh sang mafia. Seorang mafia yang masih b

    Last Updated : 2021-07-10
  • SANG KAPTEN   Bab 11. TERNYATA DIA

    "Arbi! Tolong, Headline nya, Please ...! Suara itu terdengar dijaringan line telpon yang tersambung di meja kerja Arbia Siquilla. Suara yang terdengar menyentak dengan nada marah mutlak. Arbia hanya menarik nafas kesal. Bukannya dia nggak mau mengerjakan Headline itu dengan cepat, tapi dia sengaja mengulur waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti yang akurat, setelahnya baru dia akan meluncurkan Headline itu ke seluruh media surat kabar lengkap dengan bukti beserta orang-orang yang tersandung di dalamnya. "Dikejar deadline ya,Kak?" sapa OB yang sudah berada di sampingnya, menaruh segelas minuman dingin dan sekotak kecil dissert pesanannya. "Eh, Virza, makasih ya," sambil tangannya merogoh kantung sakunya dan menyelipkan selembar uang kertas berwarna merah ke tangan anak muda itu. Pemuda itu terkesiap dengan muka terkejut, tapi akhirnya tersenyum kalem. "Makasih ya, Kak." balasnya. Arbia hanya tersenyum tanpa menoleh, matanya fokus ke layar laptop yang ada

    Last Updated : 2021-07-10
  • SANG KAPTEN   Bab 12. HILANG

    Hai ini jadwal Headline yang Arbia kerjakan akan diluncurkan. Gadis itu sudah bersiap dari pagi untuk menerbitkan Headlinenya. 5 menit yang lalu, dia mendapat telpon langsung dari sang kekasih, tidak bisa mengantar karena ada tugas mendadak di luar kota. Agak nyesek juga mendengar sang kapten meninggalkannya ke luar kota, meski nanti malam pun kalau tugasnya selesai juga bisa pulang ke rumah. Kapten Axelle, hari ini bertugas menangkap peneror disalah satu rumah petinggi negara yang masih berkaitan dengan kepemilikan senjata tajam dan kasus uang negara. Peneror itu anak dari pejabat itu adalah anak dibawah umur yang masih berusia 8 tahun, dan peristiwa ini sama persis yang dialami Arbia tatkala dia berumur segitu. "Drtttt ..." "Arbi! Apa kamu siap menerbitkan Headline kita hari ini?" "Siap, Pak! Tapi mungkin, Saya sedikit terlambat berhubung kendaraan Saya ada masalah!" seru Arbi menjawab telpon dari bosnya. Dia meliha

    Last Updated : 2021-07-11
  • SANG KAPTEN   Bab 13. PENCARIAN

    "Mama!" Teriak Arka sambil berlari menubruk wanita yang dia panggil mama itu. Pria muda itu mengguncang badan wanita separuh baya yang sedang berbaring di tempat tidur. Ada dokter dan perawat di sekelilingnya. Ada juga asisten rumah tangga yang sudah mengabdi lama di rumahnya. "Bi ...! Mama, kenapa? Kenapa Mama ada di tempat ini?" tanyanya pada asisten rumah tangga mamanya dengan panik. "Iya Den, nyonya sakit. Biar pak dokter saja yang menjelaskannya." jawab wanita yang sudah berumur sekita 50 tahunan itu. "Dok, ada apa dengan Mama, Saya?" Masih dengan kepanikan maksimal, Arka bertanya sama dokter yang entah kapan datangnya di situ, di rumah lamanya. "Nyonya Syailla, mengalami syok ringan, beliau pingsan. Tapi, jangan khawatir untuk sementara kita tunggu kesadaran." jelas dokter itu. "Syok ringan, Dok? Tapi mama, Saya dalam keadaan tidak sadar diri, bahkan kondisinya begitu lemah. Apa iya, cuma syok ringan?" Arka semakin garang melihat sikap d

    Last Updated : 2021-07-12
  • SANG KAPTEN   Bab 14. JATUH KE JURANG

    Ternyata untuk sampai ke tempat di mana, ditemukan titik GPS ponsel Arbia Siquilla, tidaklah mudah. Kapten Axelle harus menempuh waktu yang panjang untuk mencari alamat tempat terpencil itu. Suasana malam yang sudah hampir larut semakin mempersulit pencarian alamatnya. Beberapa kali dia sempat salah jalan dan memutar arah lagi untuk kembali ke tempat semula. Jalan menuju alamat yang dituju harus melewati jalan yang berkelok-kelok seperti jalan kampung yang di penuhi batu terjal. Alangkah jauhnya penculik itu membawa kekasihnya. Apakah ini bertujuan untuk menghilangkan semua bukti yang sudah dikumpulkan Arbia. Hari inipun Headline yang bertajuk Pembunuhan Berantai 15 Tahun Silam, itu batal diterbitkan. Seolah semua sudah direncanakan. Kasus 15 tahun silam ini, sengaja diulas kembali untuk mencari tahu siapa anak dari korban pembunuhan itu. Apakah ini ada hubungannya dengan pekerjaan Arbia? Tidak ada satupun yang tahu bahwa Arbia adalah anak dari korban p

    Last Updated : 2021-07-12

Latest chapter

  • SANG KAPTEN   Bab 143(S2). MENDAMAIKAN HATI

    Arbia mendesah sekilas melihat notif pesan yang sudah dia baca. Ada rasa enggan tiba-tiba menghinggapi hatinya. Entah kenapa semenjak kejadian demi kejadian ini, dia hanya ingin fokus pada kekasihnya saja. Disimpannya kembali benda pipih itu ke dalam sakunya lalu kendala berjalan di samping Axelle untuk kembali ke mobilnya. Axelle pun dengan sigap memeluk pinggang Arbia dan membawanya langsung pulang ke apartemennta. Tragedi demi tragedi sudah bantak di lewatinya. Dia ingina itu segera semua berakhir di pelaminan. Tak ingin dipisahkan lagi dengan kekasih yang teramat dia cintai itu. Mungkin dalam beberapa hari ini Axelle akan menyuruh Sang Ayah untuk melamarkan dirinya ke orang tua Arbia. Berharap kali ini tidak ada kendala sedikit pun. Selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan kesehatan. "Kita harus secepatnya menikah, Sayang." Arbia terpana mendengar ucapan Axelle barusan. Ketidak percayaannya mampu membuat seperti orang te

  • SANG KAPTEN   Bab 142(S2). TEGEDI YANG TERBONGKAR

    Plak! Plak! Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah mulus Aa-Ri. Gadis cantik berwajah Korea itu tak menyangka semua perbuatannya akan tertangkap basah. Bahkan oleh kamera cctv. Saat ini ayahnya sedang murka besar dan tak sedikit pun memberi pembelaan apalagi jaminan kepada putri tunggalnya itu. Komandan Li menyerahkan putri satu-satunya kepada pihak polisi yang berada di bawah naungannya. Harga diri dan kehormatan sebgai komansan hancur seketika dan terancam akan turun jabatan dan di mutasi ke tempat lain. Permintaan maaf berkali-kali diucapkan oleh pihak Komandan Li dan keluarga. Arbia dengan lapang dada tapi Axelle masih bungkam seputar permintaan maaf Komandan Li yang diumumkan lewat media berita. Demikian juga denga Zakaria Lawalata Laki-laki tua itu sampai detik ini belum buka suara mengenai konferensi pers yang di gelar oleh Komandan Li dan keluarganya sebagai bentuk perminta maafan atas terjadin

  • SANG KAPTEN   Bab 143(S2). PEMBUNUH ARBIA

    Dominic menyipitkan matanya. Bergerak maju dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah . Dia mencoba mendekati gadis berwajah Korea itu. Jarak itu cuma 5 centi dari tempatnya berdiri. Dia ingat betul sekarang siapa gadis Korea itu. Gadis yang sudah membuatnya menggendong Arbia waktu itu. Ketika Arbia merasa dikhianati Axelle. "Jadi ini rupanya, biang kerok dari semua musibah yang sudah terjadi," gumam Domimic. Beberapa kali pria itu mengangkat jameta ponselnt dan mencoba merekam pembicaraan gadis itu dengan orang yang ada di sebdrang telpon. [Apa dia mati?] [Sebentar lagi dia pasti mati. Alu sudah pastikan reporter muda itu tewas kehabisan darah. Kalau tidak ginjal sebelah kanannya pasti sudah rusak kena nelagiku.] [Bagaimana dengam calon suaminya, Sang Kapten? Apa dia baik-baik saja?] [Iya, Mom. Thanks more, atas dukungannya Nanti Aa-Ri kanati lahi. Nye om. Love you.] Klik! Pembicaraan itu sudah selesai. Dominic han

  • SANG KAPTEN   Bab 142(S2). MUSUH TERSELUBUNG

    Oh! Mata Arbia mendelik dengan tubuh terhuyung bertumpu pada westafel toilet rumah sakit. Dia mersdakan ada hawa dingin yang mengalir di sebelah dada kirinya. Matanya seperti menggelap kepalanya berkunang dan wajah perlahan memucat. Darah segar mengalir berurutan dari dada kirinya turun merambat lalu menetes ke lantai toliet. Tbuhnya seketika tumbang dan ambruk ke lantai yang dipijaknya. Tetsungkur dengan mrmrgangi bagian dadanya sebelah kiri yang masih tertancap pisau. Darah itu mengalir terus. Ada sebentuk seringai dari sosok lain yang sedari tadi sudah menyakdikan kesakiran Arbia. Sosok bercadar hitam itu hanya membuang muka melihat Arbia tertelungkup dengan darah terus mengalir dari luka tusuknya. Tanpa ada niatmenolong sosok bercadar hitam itu meninggalkan toilet wanita itu dengan cepat. Beberapa menit kemudian sosok itu sudah menghilang. Sedang di ruang intensif, Axelle baru bisa membuka matanya. Melihat satu-satu orang yang mengelilingi

  • SANG KAPTEN   Bab 141(S2). TRAGEDI LAGI

    Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak

  • SANG KAPTEN   Bab 140(S2). BOOM DI APARTEMEN

    "Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel

  • SANG KAPTEN   Bab 139((S2). CEMBURU YANG POSESIF

    "Arbia!" teriak Axelle yang melihat gadis itu memeluk seorang pria dengan luka sabetan yang begitu dalam. "Tolong! Tolong dia," ucapnya sambil meratap pilu. Axelle mengabaikan sesaat perasaan posesifnya, hatinya lebih berperikemanusiaan untuk menolong korban tawuran. "Flower satu, dua, ganti. Butuh pertolongan pertama, tolong segera dikirim ambulans. Di jalan Besar Raya, ganti," Axelle masih terus mengupayakan pertolongan pertama untuk Dominic. Sambil menunggu ambulans datang kapten muda itu melepas baju kebesarannya lalu menyobek kaos dalaman putihnya untuk diikatlan dibagian luka Dominic. Berharap cara itu bisa sedikit menghambat darah agar tidak keluar. Axelle segera berlari ke arah Ambulans ketika mendenģgar sirine itu datang. Dengan brankar yang sudah disiapkan dibaringkannya tubuh Dominic yang sudah bersimbah darah. Keterkejutan tampak dari wajah Axelle ketika melihat Arbia ikut masauk dalam ambulans itu. Dia seolah mengabaikan pria tamp

  • SANG KAPTEN   Bab 138(S2). TINDAKAN ANARKIS

    Dominic dalan sepersekian detik membeku mendengar suara Arbia yang sudah bergetar. Ada kristal bening yang sudah meleleh tanpa di minta. Dominic menggeretakkan giginya melihat gadis kesayangannya menggulirkan kristal bening di pipi tirusnya. Sekilas tadi dilihatnya kapten muda itu berlari mengejar gadis yang ada di pelukannya. Sedang di belakangnta seorang gadis berwajah Korea menyusul. "Sedang apa mereka? Kejar-kejaran petak umpet? Dasar laki-laki brengsek! Nggak cukup apa punya satu aja?" Wajah Dominic menggelap melihat pria yang berstatus calon tunangan Arbia itu sepertinya punya wanita simpanan. "Cih! Dasar laki-laki brengsek!" Tak henti-hentinya Pria bule itu memaki Axelle. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobil sportnya pergi meninggalkan gedung kepolisian itu. Axelle berhenti tepat ketika Arbia menghilang bersama mobil yang membawanya pergi. "Kapten! Apa Arbia diculik lagi?" tanya Kaifan yang sudah berada di belakang tempatnya b

  • SANG KAPTEN   137(S2). GODAAN AXELLE

    "Siap, Kapten! Laksanakan!" Axelle memimpin apel pagi itu. Ada gurat kelelahan di wajahnya karena semalaman kerja lembur di ranjang. Setelah selesai memimpin apel pagi kapten muda itu langsung ke ruang kerjanya. Fokus membuat laporan tentang kegiatan bulan. Bulan besok mu gkin diaxakan sibuk dengan mengurus acara pertunanganya dengan Arbia. Makannya kerjaan harus segera di selesaikan cepat-cepat agar tak terbengkelai. "Masuk!" titahnya setelah mendengar ketukan 3 kali di pintu ruangannya. Bahkan matanya pun tak di arah pada tamunya. "Axelle." Barulah setelah mendengar namanya disebut pria tampan itu mendongakkan wajahnya. Hatinya seakan mencelos mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya. Sedikit menyesal, kenapa tadi dia langsung mempersilakan masuk begitu saja tamu yang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Aa-Ri! Kok kamu datang ke sini?" tanya gugup melihat gadis keturunan Korea itu. "Nggak usah gugup, Axelle. Aku ke sin

DMCA.com Protection Status