"Apa yang terjadi Chelle, kenapa suaramu seperti itu? " Davina langsung bertanya saat mendengar suara anehnya Michelle.
"E… anu, itu Vin, a-aku kejepit tadi. Iya kejepit, " jawab Michelle asal. "Mangkanya hati-hati Chelle, kok bisa sih kejepit? " timpal Anggara. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Michelle menahan geram dengan tingkah pria dihadapannya itu. "Iya Chelle hati-hati, jangan sampai kamu terluka. " Tanpa menaruh curiga apapun terhadap Michelle, justru Davina bersimpati padanya. "Iya Vin, lain kali aku bakalan lebih 'hati-hati' kok!" Michelle sengaja memberi penekanan pada kata hati-hati dan mengarahkan wajahnya pada Anggara, hingga membuat pria itu tersenyum lebar tanpa suara. Yah, ternyata selama ini Michelle dan Anggara telah menjalin hubungan terlarang. Entah dari sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas mereka telah menutupinya dengan sangat rapi dari Davina. Sampai pada hari ini, saat Michelle mendengar kabar jikalau Davina telah buta, jelas saja hal itu sangat membuatnya senang. ~ Mas, aku nggak nyangka kalau Davina sekarang buta. Kita jadi lebih bebas dong, hahaha…. Michelle mengirim pesan singkat pada Anggara melalui ponselnya. Tak lama setelah itu, Anggara membalas pesan dari Michelle. Pastinya senyuman manis menghiasi bibirnya saat pesan itu terkirim. ~Iya dong Sayang, kita bisa melakukan apapun mulai sekarang. Termasuk merebut semua harta kekayaan milik Davina. Setelah mendapatkan balasan dari Anggara, Michelle pun tersenyum lebar sambil menunjukkan seringai liciknya. Seolah mereka mendapat kemenangan atas kebebasannya. ********* "Pak Tono, tolong antarkan aku ke rumah sakit. Hari ini Davina dan suaminya keluar dari Rumah sakit, jadi aku akan menjemputnya," titah Hendra pada sopirnya. "Baik Tuan besar," sahut pak Tono. Tak butuh waktu lama, Hendra yang diantar sopirnya telah sampai di rumah sakit. Sesampainya di sana sudah ada besan yang siap menjemput putra mereka juga. Sesuai putusan dokter, Anggara dan Davina sudah diperbolehkan untuk pulang guna rawat jalan. "Makasih ya Yah, udah sempetin jemput kami." Anggara bersikap manis saat di depan mertuanya. "Iya Nak, kamu dan Davina sama-sama anak Ayah. Jadi Ayah akan memperlakukan kalian secara adil dan sama," jawab Hendra. Akan tetapi, wajah Maya dan Dewo berubah tak senang. Pasangan suami istri itu jelas tidak menyukai besannya saat di belakang. Tak heran mereka sungguh pandai manipulatif. "Akhirnya aku sampai di rumah juga Ma, Pa. Rasa-rasanya aku udah bosen banget di rumah sakit, pengen banget bisa kerja lagi seperti biasa." Sesampainya di rumah, Anggara menyampaikan unek-uneknya kepada kedua orang tuanya. "Iya Sayang, Mama juga trauma dengan kondisimu kayak gini. Mama harap kamu tidak mengalami hal mengerikan ini lagi," imbuh Maya. "Ya sudah, mari kita masuk dulu. Kita bisa ngobrol-ngobrolnya di dalam saja," ajak Hendra. Hari itu bukan hanya orang tua Anggara dan Davina yang menjemput ke rumah sakit. Michelle pun juga ikut menjemput dan sekarang sedang duduk bersama di ruang keluarga bersama yang lainnya. "Om, Tante, Michelle buatin minuman dulu ya." Wanita itu segera beranjak ke dapur. "Michelle itu kelihatannya sangat baik ya Pa, dia wanita yang cantik dan berkelas. Coba aja kita masih punya anak cowok satu lagi, pasti bakalan Mama jodohin sama Michelle," ucap Maya sambil menatap kepergian Michelle. "Ya mau gimana lagi Ma, anak kita kan cuma satu. Apa kita buat lagi biar Angga punya adek?" Dewo menjawab perkataan istrinya dengan candaan. "Hiii amit-amit Pa, Angga nggak mau punya adek lagi, yang ada adek Angga itu lebih cocok jadi anak Angga nantinya," sahut Angga. "Lagian Mama juga nggak mau lah Ngga punya anak bayi lagi. Mama itu udah sering encok, masak ngurusin bayi tapi gampang encok," celetuk Maya. Hahaha…. Seketika semua orang tertawa, tetapi sesungguhnya hati Davina tidak bisa senang jika mereka sudah membahas masalah anak. Entah mengapa perasaannya jauh lebih sensitif jika menyangkut hal itu. Di tengah-tengah pembicaraan santai itu, tiba-tiba Hendra menyinggung masalah art. "Em… Angga, Davina, apa kalian bisa tinggal berdua saja? Apa nggak sebaiknya kalian ngambil pembantu untuk meringankan pekerjaan rumah ini. Apalagi kondisi kalian sekarang sedang sakit, jika ada Mbak di sini setidaknya ada yang membantu ngurusin kalian kan." Usulan Hendra memang terdengar sangat baik. "Iya sih Yah, tapi kami udah punya Mbak yang datengnya dua hari sekali untuk bersih-bersih," jawab Angga. "Iya Ayah tau, tapi kan sekarang kondisi kalian seperti ini. Alangkah lebih baiknya kalian ambil pembantu yang bisa nginep, jadi akan lebih mempermudah hidup kalian juga nantinya. Kalau kalian keberatan masalah biaya, biar Ayah yang gaji tiap bulannya," tawar Hendra. Seketika Maya dan Dewo saling pandang, dan secara kebetulan Michelle juga datang bersama nampan ditangannya. "Ide yang bagus itu Om, saya juga kepikiran hal serupa. Apalagi sekarang Davina tidak bisa melihat, akan sangat bagus jika ada art di sini," timpal Michelle. Setelah sedikit berpikir, Anggara akhirnya mulai berkata, "baik Yah. Aku setuju kalau begitu, ini semua demi istriku Davina." "Kebetulan temenku punya perusahaan penyalur art di kota ini Om. Kalau kalian setuju aku bisa kontak dia dan cariin art terbaik untuk kerja di rumah ini." Wajah Michelle mulai berbinar dengan usulannya. "Wah, ide yang bagus itu Sayang. Tante setuju kalau kamu yang nyariin." Tanpa berbasa-basi Maya menyetujui ucapan Michelle. "Om juga setuju Chelle," sahut Dewo juga. "Mas Angga, Davina, gimana kalian setuju nggak? " tanya Michelle. Secara serempak Anggara dan Davina mengangguk setuju juga. Bahkan Davina sangat berterimakasih pada sahabatnya itu. Namun, Hendra sama sekali tidak menyatakan kesetujuannya, tetapi sama sekali tidak ada orang yang bertanya tentang pendapatnya. Terpaksa Hendra menyetujui juga, dengan harapan semuanya akan baik-baik saja. "Terus, selama pembantunya belum dateng, siapa dong yang nginep di sini?" tanya Angga bingung. Tak ada satupun orang yang menjawab pertanyaan itu, padahal Angga berharap mamanya mau tinggal di rumahnya sementara waktu. Akhirnya Hendra yang menjawab, "biar Ayah aja Ngga yang nginep di sini. Biar Ayah juga bisa awasin Davina. " "Om, sebenarnya kalau diijinkan aku mau kok tinggal di sini sementara waktu. Aku tau Om Hendra orang yang sangat sibuk, pasti tidak ada waktu untuk hal seperti ini." Secara lantang Michelle menawarkan dirinya. Lalu dengan bersemangat kedua orang tua Anggara menyetujui hal itu, dan setelah beberapa saat para orang tua kembali pulang. Hanya tersisa Anggara, Davina dan juga Michelle. Saat malam semakin larut, Michelle memutuskan untuk tidur di kamar tamu. "Hooaamm, badan ku terasa pegel-pegel semua. Besok spa enak nih kayaknya," ucap Michelle yang sudah bersiap tidur. Kriiett… Suara pintu kamar Michelle terbuka secara perlahan, dan ada seseorang yang masuk dengan cara mengendap-endap. Orang itu mendekati ranjang dan mulai meraba kaki Michelle. "Emm… ssshhh." Michelle yang mulai terganggu mengeluarkan suara anehnya. Lantaran gerakan itu semakin membuatnya tak nyaman, secara reflek Michelle membuka matanya lebar-lebar. Saat ia bangun, ternyata sudah ada Anggara yang bermain dibawah sana. Sambil menahan gelenyar aneh itu, Michelle mencoba menjaga kesadarannya. "Mas, apa yang kau lakukan? Bukannya kamu masih sakit, ah sshh…," rintihnya. "Kita bisa melakukannya pelan-pelan Sayang, aku sudah sangat merindukanmu." Anggara berkata dengan nada berat pandangannya mulai merabun karena telah diliputi gairah liar. "Baiklah kalau begitu, aku yang pimpin kali ini," ucap Michelle.Matahari mulai menampakkan sinarnya pagi itu. Suara burung yang bernyanyi di depan jendela kamar Davina membuatnya terusik. Matanyanya mulai terbuka lebar, tapi tak ada satu hal pun yang dapat ia lihat. Tangannya meraba kasur disebelahnya, ternyata kosong dan suaminya tidak ada. "Mas, Mas Angga …, kemana ya Mas Angga kok nggak ada? Mas…." Davina terus saja memanggil-manggil suaminya sambil berjalan keluar kamar secara perlahan. Setelah dia keluar kamar barulah terdengar suara suaminya yang sedang bersenda gurau dengan seorang wanita. "Itu seperti suaranya Mas Angga sama Michelle ya," gumamnya sendiri. Bersama bantuan tongkatnya, Davina terus menyusuri jalan. "Mas Angga, kamu lagi sama Michelle?" tanyanya saat merasa sudah dekat dengan sang suami. "Eh, Davina udah bangun. Kok nggak panggil aku, aku kan bisa bantu kamu. Sini, pelan-pelan ya." Michelle berinisiatif untuk memapah Davina dan didudukkan nya di kursi. "Aku tadi udah panggil-panggil kalian, tapi nggak ada jawaban. Eh ngg
"Dokter, Suster, tolong!" teriak pria itu dengan wajah panik. "Letakkan di sini Pak, mari saya bantu." Seorang perawat pria menghampirinya dengan brankar pasien yang ia dorong. Perlahan mereka meletakkan Davina di atas brankar, lalu di dorongnya menuju ruang UGD. Setelah brankar masuk ke ruangan, pintu ditutup dan seorang perawat berhenti. Kemudian perawat tersebut bertanya, "bagaimana kronologinya tadi Kak? Kenapa pasien bisa terluka?""Aku tidak sengaja menyerempetnya tadi, dia berjalan seperti orang mabuk. Aku kira dia akan baik-baik saja, tapi saat dalam perjalanan ke sini dia tidak sadarkan diri," jelas pria itu. "Baiklah, kalau begitu kami akan segera menanganinya. Mohon untuk segera mendaftarkan administrasinya," titah perawat itu. Pria itu mengangguk mantap, tetapi sebelum ia pergi kembali berkata, " Pak saya mohon tangani dia dengan sebaik-baiknya. Kalau perlu datangkan dokter terbaik untuknya, saya akan bertanggung jawab penuh untuknya.""Baik Kak, semuanya akan baik-bai
"Tahu, arem-arem, kacang-kacang buk." Seorang pedagang kaki lima mendekati jendela Davina sambil menawarkan barang dagangannya. "Mineralnya satu berapaan Mang?" tanya Davina setelah kaca mobil turun. "Lima ribu aja Buk, mau berapa? " jawab si mang penjual. "Dua aja deh Mang." Davina mengeluarkan uang ratusan ribu tiga lembar dan Anggara sedikit melirik dari ekor matanya."Jadi sepuluh ribu ya Bu, loh uang kecil aja Buk. Saya belum ada kembalian, " ucap mang penjual. Beliau menolak uang dari Davina."Udah, ini buat Mamang aja semuanya, semoga dagangannya laris manis ya mang. " Davina segera menutup kaca mobil kembali setelah uang diterima. Wajahnya sumringah, ada kelegaan tersendiri dengan berbagi sedikit ke sesama. Namun, kebahagiaan itu seketika sirna saat suaminya buka suara. "Teruus, terus aja kayak gitu hambur-hamburin duit. Kamu fikir nyari duit itu gampang? Mentang-mentang kerja sendiri buang-buang duit terus. Lagian kamu itu udah punya suami Davina, ngapain sih harus baik s
Hari sudah berganti, pagi itu seorang perawat menghantarkan sarapan untuk pasien. Setelah memastikan nama pasien sesuai, perawat itu mulai meletakkan makanan di meja makan pasien sambil berkata, "makanannya harus dihabiskan ya Pak Buk.""Terimakasih," jawab mereka lirih. Sebelum perawat keluar dari ruangan VVIP itu, ia kembali menoleh kebelakang. "Bu, tolong dahulukan Ibu Davina untuk disuapi ya agar beliau tidak terlalu kesulitan makan," kata perawat itu. Kemudian dia menghilang dari balik pintu. "Ciih, aku disuruh nyuapin menantu durhaka ini? Rak sudi," bantah Maya secara ketus. "Mama, kok gitu sih? Davina kan menantu Mama juga." Anggara menampilkan suara lembutnya, tetapi tidak dengan wajahnya. "Maafin aku Ma, hiks hiks…." Isak tangis Davina terdengar menyayat hati. "Maaf? mau seribu kali kamu minta maaf pun aku udah nggak peduli lagi. Kamu itu hanya menantu sekaligus istri durhaka yang gak nurut sama suami. Seandainya dari kemarin kamu mau mematuhi apa kata suamimu untuk berh
"Dokter, Suster, tolong!" teriak pria itu dengan wajah panik. "Letakkan di sini Pak, mari saya bantu." Seorang perawat pria menghampirinya dengan brankar pasien yang ia dorong. Perlahan mereka meletakkan Davina di atas brankar, lalu di dorongnya menuju ruang UGD. Setelah brankar masuk ke ruangan, pintu ditutup dan seorang perawat berhenti. Kemudian perawat tersebut bertanya, "bagaimana kronologinya tadi Kak? Kenapa pasien bisa terluka?""Aku tidak sengaja menyerempetnya tadi, dia berjalan seperti orang mabuk. Aku kira dia akan baik-baik saja, tapi saat dalam perjalanan ke sini dia tidak sadarkan diri," jelas pria itu. "Baiklah, kalau begitu kami akan segera menanganinya. Mohon untuk segera mendaftarkan administrasinya," titah perawat itu. Pria itu mengangguk mantap, tetapi sebelum ia pergi kembali berkata, " Pak saya mohon tangani dia dengan sebaik-baiknya. Kalau perlu datangkan dokter terbaik untuknya, saya akan bertanggung jawab penuh untuknya.""Baik Kak, semuanya akan baik-bai
Matahari mulai menampakkan sinarnya pagi itu. Suara burung yang bernyanyi di depan jendela kamar Davina membuatnya terusik. Matanyanya mulai terbuka lebar, tapi tak ada satu hal pun yang dapat ia lihat. Tangannya meraba kasur disebelahnya, ternyata kosong dan suaminya tidak ada. "Mas, Mas Angga …, kemana ya Mas Angga kok nggak ada? Mas…." Davina terus saja memanggil-manggil suaminya sambil berjalan keluar kamar secara perlahan. Setelah dia keluar kamar barulah terdengar suara suaminya yang sedang bersenda gurau dengan seorang wanita. "Itu seperti suaranya Mas Angga sama Michelle ya," gumamnya sendiri. Bersama bantuan tongkatnya, Davina terus menyusuri jalan. "Mas Angga, kamu lagi sama Michelle?" tanyanya saat merasa sudah dekat dengan sang suami. "Eh, Davina udah bangun. Kok nggak panggil aku, aku kan bisa bantu kamu. Sini, pelan-pelan ya." Michelle berinisiatif untuk memapah Davina dan didudukkan nya di kursi. "Aku tadi udah panggil-panggil kalian, tapi nggak ada jawaban. Eh ngg
"Apa yang terjadi Chelle, kenapa suaramu seperti itu? " Davina langsung bertanya saat mendengar suara anehnya Michelle. "E… anu, itu Vin, a-aku kejepit tadi. Iya kejepit, " jawab Michelle asal. "Mangkanya hati-hati Chelle, kok bisa sih kejepit? " timpal Anggara. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Michelle menahan geram dengan tingkah pria dihadapannya itu. "Iya Chelle hati-hati, jangan sampai kamu terluka. " Tanpa menaruh curiga apapun terhadap Michelle, justru Davina bersimpati padanya. "Iya Vin, lain kali aku bakalan lebih 'hati-hati' kok!" Michelle sengaja memberi penekanan pada kata hati-hati dan mengarahkan wajahnya pada Anggara, hingga membuat pria itu tersenyum lebar tanpa suara. Yah, ternyata selama ini Michelle dan Anggara telah menjalin hubungan terlarang. Entah dari sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas mereka telah menutupinya dengan sangat rapi dari Davina. Sampai pada hari ini, saat Michelle mendengar kabar jikalau Davina telah buta, jelas saja ha
Hari sudah berganti, pagi itu seorang perawat menghantarkan sarapan untuk pasien. Setelah memastikan nama pasien sesuai, perawat itu mulai meletakkan makanan di meja makan pasien sambil berkata, "makanannya harus dihabiskan ya Pak Buk.""Terimakasih," jawab mereka lirih. Sebelum perawat keluar dari ruangan VVIP itu, ia kembali menoleh kebelakang. "Bu, tolong dahulukan Ibu Davina untuk disuapi ya agar beliau tidak terlalu kesulitan makan," kata perawat itu. Kemudian dia menghilang dari balik pintu. "Ciih, aku disuruh nyuapin menantu durhaka ini? Rak sudi," bantah Maya secara ketus. "Mama, kok gitu sih? Davina kan menantu Mama juga." Anggara menampilkan suara lembutnya, tetapi tidak dengan wajahnya. "Maafin aku Ma, hiks hiks…." Isak tangis Davina terdengar menyayat hati. "Maaf? mau seribu kali kamu minta maaf pun aku udah nggak peduli lagi. Kamu itu hanya menantu sekaligus istri durhaka yang gak nurut sama suami. Seandainya dari kemarin kamu mau mematuhi apa kata suamimu untuk berh
"Tahu, arem-arem, kacang-kacang buk." Seorang pedagang kaki lima mendekati jendela Davina sambil menawarkan barang dagangannya. "Mineralnya satu berapaan Mang?" tanya Davina setelah kaca mobil turun. "Lima ribu aja Buk, mau berapa? " jawab si mang penjual. "Dua aja deh Mang." Davina mengeluarkan uang ratusan ribu tiga lembar dan Anggara sedikit melirik dari ekor matanya."Jadi sepuluh ribu ya Bu, loh uang kecil aja Buk. Saya belum ada kembalian, " ucap mang penjual. Beliau menolak uang dari Davina."Udah, ini buat Mamang aja semuanya, semoga dagangannya laris manis ya mang. " Davina segera menutup kaca mobil kembali setelah uang diterima. Wajahnya sumringah, ada kelegaan tersendiri dengan berbagi sedikit ke sesama. Namun, kebahagiaan itu seketika sirna saat suaminya buka suara. "Teruus, terus aja kayak gitu hambur-hamburin duit. Kamu fikir nyari duit itu gampang? Mentang-mentang kerja sendiri buang-buang duit terus. Lagian kamu itu udah punya suami Davina, ngapain sih harus baik s