Hari sudah berganti, pagi itu seorang perawat menghantarkan sarapan untuk pasien. Setelah memastikan nama pasien sesuai, perawat itu mulai meletakkan makanan di meja makan pasien sambil berkata, "makanannya harus dihabiskan ya Pak Buk."
"Terimakasih," jawab mereka lirih. Sebelum perawat keluar dari ruangan VVIP itu, ia kembali menoleh kebelakang. "Bu, tolong dahulukan Ibu Davina untuk disuapi ya agar beliau tidak terlalu kesulitan makan," kata perawat itu. Kemudian dia menghilang dari balik pintu. "Ciih, aku disuruh nyuapin menantu durhaka ini? Rak sudi," bantah Maya secara ketus. "Mama, kok gitu sih? Davina kan menantu Mama juga." Anggara menampilkan suara lembutnya, tetapi tidak dengan wajahnya. "Maafin aku Ma, hiks hiks…." Isak tangis Davina terdengar menyayat hati. "Maaf? mau seribu kali kamu minta maaf pun aku udah nggak peduli lagi. Kamu itu hanya menantu sekaligus istri durhaka yang gak nurut sama suami. Seandainya dari kemarin kamu mau mematuhi apa kata suamimu untuk berhenti bekerja, pasti ini semua nggak akan terjadi. Lihat kondisi Anggara, dia sampai harus seperti ini. Untungnya sih bukan Anggara yang kenak pecahan kaca, berarti itu semua karma buat kamu." Maya terus saja mencari celah untuk menyalahkan Davina. "Maafkan Vina Ma, tapi ini semua ujian dari Tuhan. Tidak ada yang tahu kapan musibah akan terjadi." Tangan Davina tampak meremas selimut, ia sekuat tenaga menahan rasa sakit di hatinya. "Hallah, nggak usah sok sedih deh kamu. Mangkanya lain kali kalau dibilangin suami tuh nurut, jangan bisamu mbantah aja," ucap Maya ketus. "Ya sudah, kamu makan dulu ya Nak. Mama mau ada perlu dulu bentar. " Setelah puas memarahi Davina, Maya segera ijin pada putranya untuk keluar sebentar. Anggara pun mengangguk setuju, dan setelah di luar dia tampak mempercepat langkahnya. "Haduuh…, gara-gara lihat makanan mereka jadi ikut laper aku. Daripada suruh nyuapin menantu sialan itu, mending pergi ke restoran aja. Nanti balik lagi ke sini sama si Papa aja habis pulang dari kantor," gumamnya sambil terus berlalu. Sementara itu, di kamar VVIP yang ditempati pasangan suami istri itu sempat terjadi keheningan. Anggara tampak acuh terhadap istrinya, dia hanya menikmati makanannya sendiri. Untung saja suster datang untuk mengeceknya dan ia pun dibantu perawat untuk makan. "Permisi!" Suara seorang wanita terdengar dari balik pintu. Tanpa dipersilahkan wanita itu masuk dengan sendirinya. "Mas Angga, Davina, kenapa kalian bisa seperti ini?" tanya wanita itu. "Michelle, kok kamu bisa tau kami disini?" Anggara sedekit kaget dengan kemunculan Michelle. Wanita cantik bertubuh seksi itu adalah sahabat lamanya Davina. "Michelle, itu kamu Chell?" Davina memastikan jika yang datang benarlah Michelle sahabatnya. "Iya Vin ini aku, apa kamu nggak bisa lihat kalau ini aku, Michelle." Ucapan Michelle terdengar menohok, sebab wanita itu belum tahu tentang kondisi Davina saat ini. "E… Michelle, Davina memang sudah tidak bisa melihat," sahut Anggara. "Hah! A-apa?" Wajah Michelle terlihat sangat syok, sedangkan Davina hanya bisa menangis lagi. Perlahan Michelle mendekati Davina dan mulai memeluknya. "Maafkan aku Vin, aku nggak tau kalau kamu nggak bisa ngelihat. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kamu jadi begini?" tuturnya sambil menangis. "Iya nggak apa-apa kok Chelle, mataku terkena serpihan kaca. Jadinya aku buta sekarang, belum bisa dipastikan sampai kapan," jelas Davina. "Aku turut prihatin Vin sama keadaanmu sekarang, dan aku berdoa semoga kamu cepet sembuh ya Vin." Michelle memeluk Davina sebagai tanda suportnya untuk sang sahabat. "Terimakasih banyak ya Chelle, kamu emang sahabat terbaikku sejak dulu. Cuma kamu temen yang masih berhubungan baik dengan ku sampai sekarang. Kamu tau kan kalau aku ini tidak punya banyak teman karena aku tidak pandai bergaul," ucap Davina sembari mengurai pelukan itu. "Iya Vin, aku ngerti kok. Aku akan berusaha untuk selalu ada disampingmu, hiks hiks…." Michelle mengeluarkan air matanya dan Davina bisa mendengar itu. Setelah memberi sedikit dukungan untuk Davina, Michelle beralih pada Anggara. "Kalau kamu gimana Mas, apa semuanya baik-baik saja? " tanya Michelle dengan tatapan berbeda. "Ini semua karena aku Chelle, andai saja malam itu aku tidak berdebat dengan Mas Angga. Pasti semuanya tidak akan seperti ini, mungkin apa yang menimpaku sekarang juga merupakan hukuman bagi ku," sahut Davina dengan nada putus asa. "Sudahlah Davina, tidak ada yang perlu disesali. Aku hanya berharap ini semua jadi pembelajaran, bahwa jangan pernah membantah suami mu lagi. " Perkataan Anggara terdengar lebih tegas. 'Kok tumben Mas Angga manggil aku dengan nama ya, nggak biasanya deh. Biasanya dia akan selalu panggil aku Sayang. Apa Mas Angga masih marah ya sama aku,' batin Davina bergejolak dengan perubahan sikap suaminya. Lantaran tak mendapatkan jawaban dari istrinya, Anggara kembali bertanya, "kok diem, kamu nggak denger aku? " "Eh, e… iya Mas aku denger kok. Maafin aku ya Mas," tutur Davina. "Hem, " jawab Anggara ketus. Secara tiba-tiba Anggara menarik Michelle ke sampingnya dan mencium bibir wanita itu secara kasar. Michelle yang awalnya kaget lama-lama mengikuti permainan Anggara. Sedangkan Davina merasa ruangan itu berubah menjadi sangat hening, demi memecah keheningan ia mulai membuka suara lagi. "Auwwhh sshhh akhh…." Belum sempat Davina membuka suara, ia lebih dulu mendengar suara Michelle yang terdengar aneh menurutnya. Menyadari kebodohannya itu, Michelle segera menutup mulutnya. Namun, semuanya terlambat Davina sudah mendengarnya. "Apa yang terjadi Chelle, kenapa suaramu seperti itu? " tanya Davina bingung."Apa yang terjadi Chelle, kenapa suaramu seperti itu? " Davina langsung bertanya saat mendengar suara anehnya Michelle. "E… anu, itu Vin, a-aku kejepit tadi. Iya kejepit, " jawab Michelle asal. "Mangkanya hati-hati Chelle, kok bisa sih kejepit? " timpal Anggara. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Michelle menahan geram dengan tingkah pria dihadapannya itu. "Iya Chelle hati-hati, jangan sampai kamu terluka. " Tanpa menaruh curiga apapun terhadap Michelle, justru Davina bersimpati padanya. "Iya Vin, lain kali aku bakalan lebih 'hati-hati' kok!" Michelle sengaja memberi penekanan pada kata hati-hati dan mengarahkan wajahnya pada Anggara, hingga membuat pria itu tersenyum lebar tanpa suara. Yah, ternyata selama ini Michelle dan Anggara telah menjalin hubungan terlarang. Entah dari sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas mereka telah menutupinya dengan sangat rapi dari Davina. Sampai pada hari ini, saat Michelle mendengar kabar jikalau Davina telah buta, jelas saja ha
Matahari mulai menampakkan sinarnya pagi itu. Suara burung yang bernyanyi di depan jendela kamar Davina membuatnya terusik. Matanyanya mulai terbuka lebar, tapi tak ada satu hal pun yang dapat ia lihat. Tangannya meraba kasur disebelahnya, ternyata kosong dan suaminya tidak ada. "Mas, Mas Angga …, kemana ya Mas Angga kok nggak ada? Mas…." Davina terus saja memanggil-manggil suaminya sambil berjalan keluar kamar secara perlahan. Setelah dia keluar kamar barulah terdengar suara suaminya yang sedang bersenda gurau dengan seorang wanita. "Itu seperti suaranya Mas Angga sama Michelle ya," gumamnya sendiri. Bersama bantuan tongkatnya, Davina terus menyusuri jalan. "Mas Angga, kamu lagi sama Michelle?" tanyanya saat merasa sudah dekat dengan sang suami. "Eh, Davina udah bangun. Kok nggak panggil aku, aku kan bisa bantu kamu. Sini, pelan-pelan ya." Michelle berinisiatif untuk memapah Davina dan didudukkan nya di kursi. "Aku tadi udah panggil-panggil kalian, tapi nggak ada jawaban. Eh ngg
"Dokter, Suster, tolong!" teriak pria itu dengan wajah panik. "Letakkan di sini Pak, mari saya bantu." Seorang perawat pria menghampirinya dengan brankar pasien yang ia dorong. Perlahan mereka meletakkan Davina di atas brankar, lalu di dorongnya menuju ruang UGD. Setelah brankar masuk ke ruangan, pintu ditutup dan seorang perawat berhenti. Kemudian perawat tersebut bertanya, "bagaimana kronologinya tadi Kak? Kenapa pasien bisa terluka?""Aku tidak sengaja menyerempetnya tadi, dia berjalan seperti orang mabuk. Aku kira dia akan baik-baik saja, tapi saat dalam perjalanan ke sini dia tidak sadarkan diri," jelas pria itu. "Baiklah, kalau begitu kami akan segera menanganinya. Mohon untuk segera mendaftarkan administrasinya," titah perawat itu. Pria itu mengangguk mantap, tetapi sebelum ia pergi kembali berkata, " Pak saya mohon tangani dia dengan sebaik-baiknya. Kalau perlu datangkan dokter terbaik untuknya, saya akan bertanggung jawab penuh untuknya.""Baik Kak, semuanya akan baik-bai
"Tahu, arem-arem, kacang-kacang buk." Seorang pedagang kaki lima mendekati jendela Davina sambil menawarkan barang dagangannya. "Mineralnya satu berapaan Mang?" tanya Davina setelah kaca mobil turun. "Lima ribu aja Buk, mau berapa? " jawab si mang penjual. "Dua aja deh Mang." Davina mengeluarkan uang ratusan ribu tiga lembar dan Anggara sedikit melirik dari ekor matanya."Jadi sepuluh ribu ya Bu, loh uang kecil aja Buk. Saya belum ada kembalian, " ucap mang penjual. Beliau menolak uang dari Davina."Udah, ini buat Mamang aja semuanya, semoga dagangannya laris manis ya mang. " Davina segera menutup kaca mobil kembali setelah uang diterima. Wajahnya sumringah, ada kelegaan tersendiri dengan berbagi sedikit ke sesama. Namun, kebahagiaan itu seketika sirna saat suaminya buka suara. "Teruus, terus aja kayak gitu hambur-hamburin duit. Kamu fikir nyari duit itu gampang? Mentang-mentang kerja sendiri buang-buang duit terus. Lagian kamu itu udah punya suami Davina, ngapain sih harus baik s
"Dokter, Suster, tolong!" teriak pria itu dengan wajah panik. "Letakkan di sini Pak, mari saya bantu." Seorang perawat pria menghampirinya dengan brankar pasien yang ia dorong. Perlahan mereka meletakkan Davina di atas brankar, lalu di dorongnya menuju ruang UGD. Setelah brankar masuk ke ruangan, pintu ditutup dan seorang perawat berhenti. Kemudian perawat tersebut bertanya, "bagaimana kronologinya tadi Kak? Kenapa pasien bisa terluka?""Aku tidak sengaja menyerempetnya tadi, dia berjalan seperti orang mabuk. Aku kira dia akan baik-baik saja, tapi saat dalam perjalanan ke sini dia tidak sadarkan diri," jelas pria itu. "Baiklah, kalau begitu kami akan segera menanganinya. Mohon untuk segera mendaftarkan administrasinya," titah perawat itu. Pria itu mengangguk mantap, tetapi sebelum ia pergi kembali berkata, " Pak saya mohon tangani dia dengan sebaik-baiknya. Kalau perlu datangkan dokter terbaik untuknya, saya akan bertanggung jawab penuh untuknya.""Baik Kak, semuanya akan baik-bai
Matahari mulai menampakkan sinarnya pagi itu. Suara burung yang bernyanyi di depan jendela kamar Davina membuatnya terusik. Matanyanya mulai terbuka lebar, tapi tak ada satu hal pun yang dapat ia lihat. Tangannya meraba kasur disebelahnya, ternyata kosong dan suaminya tidak ada. "Mas, Mas Angga …, kemana ya Mas Angga kok nggak ada? Mas…." Davina terus saja memanggil-manggil suaminya sambil berjalan keluar kamar secara perlahan. Setelah dia keluar kamar barulah terdengar suara suaminya yang sedang bersenda gurau dengan seorang wanita. "Itu seperti suaranya Mas Angga sama Michelle ya," gumamnya sendiri. Bersama bantuan tongkatnya, Davina terus menyusuri jalan. "Mas Angga, kamu lagi sama Michelle?" tanyanya saat merasa sudah dekat dengan sang suami. "Eh, Davina udah bangun. Kok nggak panggil aku, aku kan bisa bantu kamu. Sini, pelan-pelan ya." Michelle berinisiatif untuk memapah Davina dan didudukkan nya di kursi. "Aku tadi udah panggil-panggil kalian, tapi nggak ada jawaban. Eh ngg
"Apa yang terjadi Chelle, kenapa suaramu seperti itu? " Davina langsung bertanya saat mendengar suara anehnya Michelle. "E… anu, itu Vin, a-aku kejepit tadi. Iya kejepit, " jawab Michelle asal. "Mangkanya hati-hati Chelle, kok bisa sih kejepit? " timpal Anggara. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Michelle menahan geram dengan tingkah pria dihadapannya itu. "Iya Chelle hati-hati, jangan sampai kamu terluka. " Tanpa menaruh curiga apapun terhadap Michelle, justru Davina bersimpati padanya. "Iya Vin, lain kali aku bakalan lebih 'hati-hati' kok!" Michelle sengaja memberi penekanan pada kata hati-hati dan mengarahkan wajahnya pada Anggara, hingga membuat pria itu tersenyum lebar tanpa suara. Yah, ternyata selama ini Michelle dan Anggara telah menjalin hubungan terlarang. Entah dari sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas mereka telah menutupinya dengan sangat rapi dari Davina. Sampai pada hari ini, saat Michelle mendengar kabar jikalau Davina telah buta, jelas saja ha
Hari sudah berganti, pagi itu seorang perawat menghantarkan sarapan untuk pasien. Setelah memastikan nama pasien sesuai, perawat itu mulai meletakkan makanan di meja makan pasien sambil berkata, "makanannya harus dihabiskan ya Pak Buk.""Terimakasih," jawab mereka lirih. Sebelum perawat keluar dari ruangan VVIP itu, ia kembali menoleh kebelakang. "Bu, tolong dahulukan Ibu Davina untuk disuapi ya agar beliau tidak terlalu kesulitan makan," kata perawat itu. Kemudian dia menghilang dari balik pintu. "Ciih, aku disuruh nyuapin menantu durhaka ini? Rak sudi," bantah Maya secara ketus. "Mama, kok gitu sih? Davina kan menantu Mama juga." Anggara menampilkan suara lembutnya, tetapi tidak dengan wajahnya. "Maafin aku Ma, hiks hiks…." Isak tangis Davina terdengar menyayat hati. "Maaf? mau seribu kali kamu minta maaf pun aku udah nggak peduli lagi. Kamu itu hanya menantu sekaligus istri durhaka yang gak nurut sama suami. Seandainya dari kemarin kamu mau mematuhi apa kata suamimu untuk berh
"Tahu, arem-arem, kacang-kacang buk." Seorang pedagang kaki lima mendekati jendela Davina sambil menawarkan barang dagangannya. "Mineralnya satu berapaan Mang?" tanya Davina setelah kaca mobil turun. "Lima ribu aja Buk, mau berapa? " jawab si mang penjual. "Dua aja deh Mang." Davina mengeluarkan uang ratusan ribu tiga lembar dan Anggara sedikit melirik dari ekor matanya."Jadi sepuluh ribu ya Bu, loh uang kecil aja Buk. Saya belum ada kembalian, " ucap mang penjual. Beliau menolak uang dari Davina."Udah, ini buat Mamang aja semuanya, semoga dagangannya laris manis ya mang. " Davina segera menutup kaca mobil kembali setelah uang diterima. Wajahnya sumringah, ada kelegaan tersendiri dengan berbagi sedikit ke sesama. Namun, kebahagiaan itu seketika sirna saat suaminya buka suara. "Teruus, terus aja kayak gitu hambur-hamburin duit. Kamu fikir nyari duit itu gampang? Mentang-mentang kerja sendiri buang-buang duit terus. Lagian kamu itu udah punya suami Davina, ngapain sih harus baik s