Beberapa hari telah berlalu, Laela sudah bisa dibawa pulang dan melakukan rawat jalan. Namun sayangnya, pihak kepolisian belum menemukan keberadaan Sesil. Belum ada petunjuk lain yang bisa mempermudah pencarian.“Apa Sesil belum tertangkap juga, Gi?” tanya Laela yang kini duduk di kursi roda. Ia tak bisa leluasa lagi dalam melakukan kegiatan. Kesehariannya harus dibantu dengan menggunakan alat tersebut.“Belum ada kabar lagi, Bu.”Gifar sudah mulai memperhatikan dirinya lagi. Penampilannya sudah terlihat rapi dari waktu itu. Ia harus menepati janji karena Laela sudah bisa pulang ke rumah dan keadaannya semakin membaik dari sebelumnya.“Bagaimana sih? Kenapa orang kurang ajar itu malah susah ditangkap? Bukankah harusnya gampang mencari Sesil yang hanya seorang perempuan?” gerutu Laela.“Sudahlah, Bu. Ibu jangan terlalu memikirkannya. Pihak kepolisian pasti berusaha semaksimal mungkin, Bu. Ibu masih dalam proses penyembuhan. Ibu nggak boleh banyak pikiran.”Gifar duduk tak jauh dari ibu
“Jasad seorang perempuan berinisial S berusia 28 tahun yang ditemukan di rumah kosong ternyata pelaku penusukan seorang wanita paruh baya bernama Laela. Motif penusukan itu terjadi karena pelaku marah setelah dicerai oleh suaminya yang merupakan anak dari Laela. Pelaku berinisial S tersebut, kemungkinan bersembunyi di rumah kosong agar tidak tertangkap oleh pihak kepolisian. Nahasnya, pelaku meninggal dunia tanpa diketahui orang-orang ketika sedang bersembunyi di rumah kosong tersebut. Dari hasil pemeriksaan, dari tubuh pelaku yang telah meninggal dunia itu, ditemukan bisa dari ular yang kemungkinan telah menggigitnya. Ditemukan pula ada bekas gigitan di bagian lehernya yang ditengarai sebagai gigitan ular berbisa yang menyebabkan pelaku berinisial S tersebut meninggal dunia. Ada kemungkinan besar pula, pelaku tersebut menderita penyakit di sekitar rahim yang makin memperburuk keadaannya. Demikian hasil pemeriksaan yang bisa kami sampaikan. Kurang lebihnya, terima kasih.”Khumaira men
Kecupan lembut mendarat di kening Khumaira yang sedang membuat adonan kue.“Sayang, aku tahu, kamu itu istri yang hebat dan wanita mandiri, tapi lihat tuh, perutmu sudah semakin besar. Tolong, Sayang. Jangan terlalu capek ya,” pinta Akmal. Raut wajahnya penuh harap.Khumaira telah menikah dengan Akmal setelah melalui masa iddah dan mereka mencari waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan itu. Sekarang, Khumaira sedang mengandung anak pertama mereka. Tentu, tak disangka sama sekali, sebulan setelah menikah, ternyata, Khumaira langsung diamanahi seorang buah hati. Mereka sangat bersyukur dan sangat bahagia. Terlebih Khumaira yang sejak dulu harus berkorban demi Gifar. Untuk saat ini, ia akan berkorban nyawa demi buah hati yang bertumbuh di rahimnya.“Aku kan, hanya duduk begini, Mas. Nggak capek kok. Kalau nggak ngapa-ngapain malah bingung dan bosan, Mas. Nggak apa-apa ya? Aku kan banyak yang bantu. Kalau capek, pasti berhenti kok.”Bisnis kue yang Khumaira kelola, semakin dikenal
Hidup Khumaira pasti sudah sempurna. Dia selalu bahagia. Anaknya pasti sudah lahir. Suaminya juga baik. Bisnis kuenya semakin sukses. Aku sering mengintip FB-nya. Dia benar-benar mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah bercerai denganku. Sedangkan aku, untuk memulai rumah tangga baru saja nggak berani.Di ruang kerjanya, Gifar kembali merutuki nasibnya yang terasa pilu. Tak hanya sekali atau dua kali, lelaki itu sering menyesali semua perbuatan di masa lalunya. Ia yang telah menyia-nyiakan wanita hebat dan sempurna karena tak mempercayai ucapannya, bahkan lebih mempercayai ucapan dari wanita lain yang belum lama dikenal.Gifar melihat ke salah satu sudut ruangan itu dengan tatapan kosong. Entah sampai kapan lelaki itu bisa keluar dari lingkaran masa lalu penuh penyesalan yang selalu terngiang di benak maupun di pikiran.Sesekali pula, lelaki itu menghirup napas dalam-dalam berharap rasa yang menggumpal di dalam dada bisa sedikit terkikis dan merasa lega. Kemudian, ia melepasnya
Guratan di kening terbentuk. Gifar tak menyangka kalau ibunya masih saja berupaya menjodohkannya dengan seorang wanita. Padahal, dulu saja membuat semuanya menjadi kacau. Ya, gara-gara Sesil yang dijodohkan Laela itu menipu semuanya dan menghancurkan rumah tangganya bersama dengan Khumaira. Ada perasaan takut yang menyelinap di relung hati terdalamnya. Ia takut dipermainkan lagi oleh wanita pilihan ibunya.Gifar menghela napas. Ia tak langsung menolak keinginan ibunya karena takut melukai hati pemilik surganya itu. Tak habis pikir pula, mengingat kondisi yang sekarang ini disebabkan oleh wanita yang dulu dibangga-banggakan oleh Laela, tetapi wanita itu malah berupaya mencari wanita lain yang belum tentu sebaik Khumaira.“Kenapa, Gi? Kamu jangan menolak ya? Cobalah buka hatimu,” pinta Laela dengan wajah penuh harapan.“Bu, bukan Cuma itu, Bu,” jawab Gifar dengan suaranya yang lemah.“Lalu, karena apa? Yang sudah berlalu, ya sudah, Gi. Jangan terlalu berlarut-larut. Kamu masih berhak ba
Dinar menghela napas ketika wanita yang ada di ujung sambungan begitu cerewet melontarkan banyak kalimat yang sering di dengar oleh wanita itu.“Iya, Ma. Ini juga udah mau pulang kok. Telat sebentar aja udah heboh gitu. Aku nggak bakal lupa, Ma. Aku kan udah bilang, kalau aku mau, artinya, aku bakal serius kok,” jawab Dinar seraya melangkahkan kakinya menuju ke arah mobil yang terpakir.Bibir wanita itu juga sesekali nyengir sebab ada bekas rasa sakit yang masih tertinggal di pinggangnya. Ia juga sangat bersyukur karena tak banyak orang yang melihat kejadian memalukan itu.Dinar yang memakai heels lumayan tinggi, tersandung hingga keseimbangannya tak bisa dipertahankan. Pada akhirnya, wanita berhijab itu terhuyung dan salah satu bokongnya mendarat ke lantai lebih dulu dan lumayan keras.“Baguslah kalau memang begitu. Mama nggak mau aja kalau kamu tiba-tiba menghilang begitu saja. Kamu sengaja nggak pulang sampai nanti malam dan akhirnya semua gagal. Mama kan malu, Din.”Wanita di ujun
“Rasa apa, Lid? Jangan ngaco deh,” sanggah Riko seraya menyimpan ponselnya di saku celana. Mereka sedang duduk bersama sambil menunggu antrean untuk menunaikan salat asar.“Jangan pura-pura bodoh begitu. Semenjak kasus kematian Sesil yang tragis, bukankah kamu sering mendatangi toko kuenya Mbak Khumaira? Aku juga sering memergokimu sedang melihat-lihat hasil kreasinya Mbak Khumaira di media sosial loh, Ko.”Lidya tak asal bicara. Memang seperti itu yang dilakukan oleh Riko semenjak pengkhianatan yang Sesil lakukan. Riko mendatangi toko kuenya Khumaira tentu dengan alasan untuk membeli kue yang Khumaira jual. Kadang juga dia pergi bersama Lidya dan suaminya. Namun, tak dimungkiri, ada rasa bahagia kala melihat Khumaira.“Aku ke sana kan memang mau beli kuenya, Lid? Apa salahnya kalau aku melihat dan memilih kue dari media sosialnya. Kamu ini, jangan mengada-ada,” ketus Riko.“Terus, kenapa waktu Mbak Khumaira memutuskan untuk menikah, kamu sakit dan nggak mau makan? Apa semua itu hanya
“Ya ampun, suamiku lagi cemburu nih?”Khumaira tentu menanggapinya dengan bercanda. Baginya, sangat tidak masuk akal kalau sampai Riko mempunyai rasa yang mungkin disebut cinta kepedanya seperti yang Akmal tuduhkan.“Ya, lagian, kan sudah ada nomor khusus untuk memesan kue, kenapa dia memilih meneleponmu langsung, Sayang? Menyalahi aturan kan? Apalagi, sering begitu.”“Dek Akra, ayahmu lagi cemburu sama Bunda tuh.”Khumaira malah berbicara kepada anaknya yang tadinya sedang sibuk bermain. Setelah mendengar namanya diucapkan, bayi yang sebentar lagi berusia satu tahun itu menoleh sambil tertawa. Begitu menggemaskan.“Aku ngomong serius loh, Sayang. Bisa saja kan, kalau Riko ternyata suka sama kamu diam-diam. Aku takut, kalau kamu kenapa-kenapa,” ujar Akmal dengan wajah yang serius.“Mas Riko aslinya itu baik. Nggak mungkin kalau dia suka sama aku sampai-sampai mau jahat sama aku, Mas. Kamu jangan suuzan begitu dong, Sayang. Aku kan sudah undang Mas Riko sama Mbak Lidya juga seperti per