Pisau yang digunakan untuk menusuk Laela kembali disimpan ke dalam tas. Napas yang terengah karena takut ketahuan membawa Sesil melangkah dengan cepat tanpa arah. Yang ada di pikirannya hanya ingin kabur dari tempat itu. Hanya ingin selamat dari sergapan orang-orang yang mungkin mengetahui aksi kejahatannya.“Syukurin kamu, Laela! Syukurin!” gumamnya.Sesil tak pernah menoleh ke belakang agar tidak dicurigai orang-orang. Ia berjalan terus dengan keyakinan kalau dirinya akan lolos dari perbuatannya itu.“Baguslah. Nggak ada orang yang mengikutiku. Untung Laela menyebalkan itu langsung pingsan setelah aku hantam pakai batu. Di taman juga lagi sepi. Teriakannya jadi nggak kedengaran sama orang-orang. Aku selamat. Tapi, aku nggak mungkin pulang ke kosan. Aku harus bersembunyi di tempat yang nggak banyak diketahui orang.”Sambil terus melangkah, Sesil berbicara pada dirinya sendiri tanpa henti. Langkahnya itu sampai membawanya ke suatu rumah yang sudah lama tidak ditinggalkan. Terlihat dar
Degupan di dada membuat fokus Akmal memudar. Ia malah terdiam dan tak menjawab pertanyaan yang telah Khumaira lontarkan.“Mas Akmal, kamu nggak mau ya? Maaf ya, Mas. Aku malah nggak sopan menyuruhmu yang hanya ingin main ke sini sebentar,” ujar Khumaira lagi dengan senyuman yang terasa getir.“Oh, maaf, Mbak Khuma. Aku malah jadi kurang fokus. Kata siapa kalau aku nggak mau membantumu?” ucap Akmal seraya tersenyum.“Kamu diam, artinya kamu sungkan untuk menolaknya kan?” Pertanyaan terucap lirih karena takut Akmal menjadi tersinggung.Akmal kembali tersenyum. Kini, senyumnya semakin lebar. Wajahnya yang sudah manis, semakin menawan karena senyuman yang tulus itu terlukis di bibir.“Aku diam gara-gara fokusku tertuju pada senyumanmu, Mbak Khumaira. Maafkan aku. Nggak sepantasnya aku melihatmu sampai melebihi batas begini. Harusnya, aku menundukkan pandanganku. Maafkan aku sekali lagi."Akmal mengalihkan sorot matanya. Ia menyadari perbuatannya belum bisa dibenarkan mengingat hubungan me
Beberapa hari telah berlalu, Laela sudah bisa dibawa pulang dan melakukan rawat jalan. Namun sayangnya, pihak kepolisian belum menemukan keberadaan Sesil. Belum ada petunjuk lain yang bisa mempermudah pencarian.“Apa Sesil belum tertangkap juga, Gi?” tanya Laela yang kini duduk di kursi roda. Ia tak bisa leluasa lagi dalam melakukan kegiatan. Kesehariannya harus dibantu dengan menggunakan alat tersebut.“Belum ada kabar lagi, Bu.”Gifar sudah mulai memperhatikan dirinya lagi. Penampilannya sudah terlihat rapi dari waktu itu. Ia harus menepati janji karena Laela sudah bisa pulang ke rumah dan keadaannya semakin membaik dari sebelumnya.“Bagaimana sih? Kenapa orang kurang ajar itu malah susah ditangkap? Bukankah harusnya gampang mencari Sesil yang hanya seorang perempuan?” gerutu Laela.“Sudahlah, Bu. Ibu jangan terlalu memikirkannya. Pihak kepolisian pasti berusaha semaksimal mungkin, Bu. Ibu masih dalam proses penyembuhan. Ibu nggak boleh banyak pikiran.”Gifar duduk tak jauh dari ibu
“Jasad seorang perempuan berinisial S berusia 28 tahun yang ditemukan di rumah kosong ternyata pelaku penusukan seorang wanita paruh baya bernama Laela. Motif penusukan itu terjadi karena pelaku marah setelah dicerai oleh suaminya yang merupakan anak dari Laela. Pelaku berinisial S tersebut, kemungkinan bersembunyi di rumah kosong agar tidak tertangkap oleh pihak kepolisian. Nahasnya, pelaku meninggal dunia tanpa diketahui orang-orang ketika sedang bersembunyi di rumah kosong tersebut. Dari hasil pemeriksaan, dari tubuh pelaku yang telah meninggal dunia itu, ditemukan bisa dari ular yang kemungkinan telah menggigitnya. Ditemukan pula ada bekas gigitan di bagian lehernya yang ditengarai sebagai gigitan ular berbisa yang menyebabkan pelaku berinisial S tersebut meninggal dunia. Ada kemungkinan besar pula, pelaku tersebut menderita penyakit di sekitar rahim yang makin memperburuk keadaannya. Demikian hasil pemeriksaan yang bisa kami sampaikan. Kurang lebihnya, terima kasih.”Khumaira men
Kecupan lembut mendarat di kening Khumaira yang sedang membuat adonan kue.“Sayang, aku tahu, kamu itu istri yang hebat dan wanita mandiri, tapi lihat tuh, perutmu sudah semakin besar. Tolong, Sayang. Jangan terlalu capek ya,” pinta Akmal. Raut wajahnya penuh harap.Khumaira telah menikah dengan Akmal setelah melalui masa iddah dan mereka mencari waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan itu. Sekarang, Khumaira sedang mengandung anak pertama mereka. Tentu, tak disangka sama sekali, sebulan setelah menikah, ternyata, Khumaira langsung diamanahi seorang buah hati. Mereka sangat bersyukur dan sangat bahagia. Terlebih Khumaira yang sejak dulu harus berkorban demi Gifar. Untuk saat ini, ia akan berkorban nyawa demi buah hati yang bertumbuh di rahimnya.“Aku kan, hanya duduk begini, Mas. Nggak capek kok. Kalau nggak ngapa-ngapain malah bingung dan bosan, Mas. Nggak apa-apa ya? Aku kan banyak yang bantu. Kalau capek, pasti berhenti kok.”Bisnis kue yang Khumaira kelola, semakin dikenal
Hidup Khumaira pasti sudah sempurna. Dia selalu bahagia. Anaknya pasti sudah lahir. Suaminya juga baik. Bisnis kuenya semakin sukses. Aku sering mengintip FB-nya. Dia benar-benar mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah bercerai denganku. Sedangkan aku, untuk memulai rumah tangga baru saja nggak berani.Di ruang kerjanya, Gifar kembali merutuki nasibnya yang terasa pilu. Tak hanya sekali atau dua kali, lelaki itu sering menyesali semua perbuatan di masa lalunya. Ia yang telah menyia-nyiakan wanita hebat dan sempurna karena tak mempercayai ucapannya, bahkan lebih mempercayai ucapan dari wanita lain yang belum lama dikenal.Gifar melihat ke salah satu sudut ruangan itu dengan tatapan kosong. Entah sampai kapan lelaki itu bisa keluar dari lingkaran masa lalu penuh penyesalan yang selalu terngiang di benak maupun di pikiran.Sesekali pula, lelaki itu menghirup napas dalam-dalam berharap rasa yang menggumpal di dalam dada bisa sedikit terkikis dan merasa lega. Kemudian, ia melepasnya
Guratan di kening terbentuk. Gifar tak menyangka kalau ibunya masih saja berupaya menjodohkannya dengan seorang wanita. Padahal, dulu saja membuat semuanya menjadi kacau. Ya, gara-gara Sesil yang dijodohkan Laela itu menipu semuanya dan menghancurkan rumah tangganya bersama dengan Khumaira. Ada perasaan takut yang menyelinap di relung hati terdalamnya. Ia takut dipermainkan lagi oleh wanita pilihan ibunya.Gifar menghela napas. Ia tak langsung menolak keinginan ibunya karena takut melukai hati pemilik surganya itu. Tak habis pikir pula, mengingat kondisi yang sekarang ini disebabkan oleh wanita yang dulu dibangga-banggakan oleh Laela, tetapi wanita itu malah berupaya mencari wanita lain yang belum tentu sebaik Khumaira.“Kenapa, Gi? Kamu jangan menolak ya? Cobalah buka hatimu,” pinta Laela dengan wajah penuh harapan.“Bu, bukan Cuma itu, Bu,” jawab Gifar dengan suaranya yang lemah.“Lalu, karena apa? Yang sudah berlalu, ya sudah, Gi. Jangan terlalu berlarut-larut. Kamu masih berhak ba
Dinar menghela napas ketika wanita yang ada di ujung sambungan begitu cerewet melontarkan banyak kalimat yang sering di dengar oleh wanita itu.“Iya, Ma. Ini juga udah mau pulang kok. Telat sebentar aja udah heboh gitu. Aku nggak bakal lupa, Ma. Aku kan udah bilang, kalau aku mau, artinya, aku bakal serius kok,” jawab Dinar seraya melangkahkan kakinya menuju ke arah mobil yang terpakir.Bibir wanita itu juga sesekali nyengir sebab ada bekas rasa sakit yang masih tertinggal di pinggangnya. Ia juga sangat bersyukur karena tak banyak orang yang melihat kejadian memalukan itu.Dinar yang memakai heels lumayan tinggi, tersandung hingga keseimbangannya tak bisa dipertahankan. Pada akhirnya, wanita berhijab itu terhuyung dan salah satu bokongnya mendarat ke lantai lebih dulu dan lumayan keras.“Baguslah kalau memang begitu. Mama nggak mau aja kalau kamu tiba-tiba menghilang begitu saja. Kamu sengaja nggak pulang sampai nanti malam dan akhirnya semua gagal. Mama kan malu, Din.”Wanita di ujun
“Sudah siap, Sayang?” tanya Akmal kepada Khumaira. “Ayo. Akra juga sudah tampan nih. Setampan ayahnya,” celetuk wanita itu membuat bibir suaminya melengkung indah. “Besok kita akan punya anak secantik kamu kok, Sayang. Biar adil.” “Nggak, kalau dalam waktu dekat,” bantah Khumaira dengan wajah serius. Akmal hanya tersenyum. Wajahnya makin tampan meski ada bekas luka di pelipis. Penganiayaan yang dialami memang meninggalkan bekas di fisik. Kejadian penculikan juga menjadi pelajaran berharga agar ke depannya bisa lebih berhati-hati. Masalah Riko pun sudah bisa dikendalikan. Khumaira berhasil menasihati lelaki itu dan tak lagi menghubungi walau berasalan ingin memesan kue. Yang diharapkan untuk selanjutnya, hidup mereka akan tenang dan penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah ya, Mas. Semua masalah kita yang terasa pelik bisa diselesaikan. Semoga saja, orang-orang yang dulu menzalimi kita, bisa benar-benar sadar dan nggak me
“Iya, Lid. Mbak Khuma sudah ngomong sama aku kemarin. Dia menyuruhku untuk menghentikan perasaanku yang mungkin melebihi seorang teman. Dia mengatakannya dengan sangat tegas. Aku dibuang olehnya. Aku dilarang untuk menghubunginya, Lid. Hatiku sakit, tapi semua itu keinginan dari Khumaira.” Riko mengatakan dengan nada tinggi. Emosinya terpancing mengingat perasaan yang disebut dengan cinta itu datang sendiri tanpa diundang dan telah mengisi semua ruangan di dalam dada. “Baguslah, kalau Mbak Khuma sudah mengatakannya dengan tegas kepadamu. Kamu berhak bahagia dengan pilihan yang lebih tepat, Ko. Bukan Mbak Khuma.” Embusan napas lagi-lagi dilakukan oleh Riko hanya untuk melegakan perasaan. “Iya, Lid, iya. Kamu nggak usah menambah rasa sakit hatiku.” “Ya sudah, aku mau istirahat. Kamu harus mendengarkan apa kata Mbak Khuma, Ko. Kamu juga istirahat. Aku matikan.” “Iya, Lid.” Riko meletakkan ponsel di meja. Ia berusaha
Kedua mata Laela berkaca-kaca ketika Gifar bisa mendatanginya lagi setelah berurusan dengan polisi. “Iya, Bu. Ini aku.” Senyuman dengan kedua ujung yang terasa kaku tetap dilukiskan di bibir. Meski begitu, tetap ada yang nyeri di dalam dada. Pikirannya juga sedang berusaha merangkai kalimat yang nantinya harus dikatakan di hadapan Laela. “Kamu dibebaskan kan, Gi? Kamu nggak bersalah?” Laela melebarkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari anaknya. Ia tak bisa mengayunkan kaki seperti dulu. Jadi, hanya bisa menanti. Gifar tak menjawabnya. Ia langsung memeluk Laela berharap pula rasa sedihnya bisa sedikit memudar. Matanya juga sudah terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan cairan bening. “Gi, kamu nggak ada masalah lain kan? Kamu bisa ke sini, artinya, kamu dibebaskan dan nggak bersalah kan?” Naluri seorang ibu begitu kuat. Laela menangkap guratan kepedihan yang mungkin sedang dirasakan oleh Gifar. Napasny
Puspa tergopoh-gopoh menghampiri Dinar yang masih duduk sendiri. Wanita yang usianya tak muda lagi itu, seketika memeluk anak gadisnya. “Din, apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di sini? Ada apa, Din?” Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali. Puspa melepas pelukannya dan berusaha menatap kedua mata anak tersayangnya. “Dia melakukan kejahatan, Bu. Dia memfitnahku dan memfitnah atasannya sendiri. Dia menculik anak dari atasannya hanya gara-gara rasa cintanya yang masih tertinggal.” Gifar telah berdiri di dekat dua wanita yang belum lama ini menjadi bagian dari keluarganya. Namun, setelah ini, Gifar akan melupakan semuanya dan menyudahi pernikahan yang belum genap berusia satu minggu. Puspa mendongak ke arah suara. Kemudian, ia bangkit sebelum menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh lelaki yang masih berstatus sebagai menantunya. Sedangkan Dinar, hanya membisu dan bergeming di kursi yang sama. Perasaan di dalam dada begitu b
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci