Semua wanita pasti iri dengan Sintia, karier bank sukses dulu, lepas itu Sintia memiliki usaha sendiri, tabungan, deposito, dompet yang tak pernah kosong dan rumah tangga yang Samawa. Rahman ku baik hati, suami yang aku banggakan rajin kerja dan sayang keluarga. Kami sangat harmonis, dan lebih senang menghabiskan waktu berdua saat sedang senggang. Dan intinya aku selalu mendapatkan semua yang aku inginkan dengan sangat mudah.
Saat akhir pekan tiba kami selalu pergi jalan-jalan, kebetulan hobi ku adalah makan kuliner dan Shopping. Penghasilan aku sebagai karyawan Bank swasta memberikan kami kelonggaran ekonomi, apa yang kami ingin dan butuhkah kan selalu dapat di beli dengan mudah, dengan tambahan bisnis warnet dan jual pulsa dari suamiku dulu yang selalu aku tabung, hanya sekarang saja ada sedikit perubahan dalam kegiatan dan pekerjaan kami. Dan pastinya lebih padat dan menyita waktu kami berdua.Dua tahun pertama pernikahan kami tinggal di rumah p
Siapa wanita yang tak tergoda jika melihat penampilan dan perhatian baik yang di berikan oleh Rahman,kini jika Rahman pergi ke kantor selalu mengenakan pakaian, sepatu, jam tangan bermerek, begitu pun dengan motor dan mobil yang terus berganti-ganti jika kerja,pasti deh mereka akan menempel hanya sekedar untuk dekat atau apa itu istilahnya.Tak pernah aku bayangkan jika Rahman tega selingkuh di belakangku, secara diam-diam dan rapi.Lebaran Idul Fitri tahun 2015 adalah awal dari kehancuran rumah tanggaku. Siang itu bunda menelepon aku, dan meminta untuk dapat pergi mengunjunginya segera. Agak sedikit aneh, karena baru saja kemarin aku bermalam di rumah mertuaku maka aku pun bertanya-tanya ada masalah apa sebenarnya? Sampai aku harus balik lagi ke sana."Ada apa bun, kan kemarin baru saja kami berkunjung.""Iya ada sesuatu yang penting, ke sini saja ya Sintia harus bunda obrolkan secara langsung denganmu."Kemudian aku bersiap, men
Mengenang kisah lalu, yang membuat aku benar-benar cinta kepada Rahman.September 2015 lalu, aku melakukan perjalanan ke Bandung, kakak kandung ke empatku melaksanakan pernikahan. Tepat tanggal 25 September 2015. Aku, Mama dan Rahman pulang ke Bandung sejak tanggal 20 September. Karena itu acara pernikahan jelaslah kami membawa banyak persiapan pakaian pesta, seperti songket, kebaya, perhiasan dan lain-lain. Papa menunggu rumah saja dengan Om dan Tanteku.Kebetulan juga, tanggal 23 September tepat hari ulang tahun ku, kami pun memutuskan untuk pergi jalan-jalan terlebih dahulu, kami istirahat dan makan di Saung Mang Jajang di Lembang. Suasananya cukup asri, makanannya pun sangat lezat dan yang terpenting harganya terjangkau.Sejak lama Saung Mang Jajang menjadi tempat kegemaran Mama jika berkuliner di Lembang. Tak lupa aku membeli tahu susu khas Lembang sebagai oleh-oleh. Setelah kami puas bermain, akhirnya kami pun pulang,
Sejak 2014 aku sudah tidak bekerja lagi di Bank aku memutuskan untuk mengundurkan diri demi suami dan putriku, Rolling tugas keluar kota yang berjarak 8 jam dari rumahku tidak dapat aku penuhi. Karier bagiku memang penting, tapi meninggalkan putri kecilku sanggatlah berat untukku, kejenuhan untuk bekerjapun mulai mengekang hari-hariku untuk beberapa bulan ini, lelah yang aku rasakan saat mengurus Quenniera di kala malam sering membuatku tidak konsentrasi saat bekerja. Untuk pertama kalinya aku merasakan beban yang begitu berat, di satu sisi memikirkan kerja, bisnis yang aku rintis, mengurus anak dan setres memikirkan suami yang tergoda oleh pelakor.***Mau tak mau aku pun harus bekerja kembali, kali ini aku bekerja di sebuah koperasi yang bekerja sama di kantor pos kotaku. Pekerjaannya tidak menyita banyak waktu, dan aku sangat mengenal baik manajernya, ya dia sahabatku Widya. Memutuskan membuat bisnis pakaian ternyata tidak semudah yang aku bayangkan apalagi di kala kondisi
Kejenuhan akan hidup kian menggangguku, bayangan Rahman harus segera aku hapus dalam pikirku ini, biarlah jika kelak ia memilih wanita itu dari pada aku dan Queeniera. Ya aku harus sendiri dulu, aku ingin sendiri saja walau sebentar. Mematangkan niatku untuk berpisah dari Rahman.Tapi sebelum aku pergi berlibur, aku harus bertemu Febri terlebih dahulu, ya aku harus memohon maaf kepadanya. Dan jujur tentang kejadian saat SMA dahulu, kenapa aku sampai harus meninggalkan dia saat kuliah. Aku dengar dari teman-teman SMA karena aku, Febri belum bisa move on dan memiliki pendamping yang serius sampai kini. Aku menelponnya, jarak rumah Febri dari kantorku tidak jauh ya, 10 menit saja aku sudah di jemput olehnya.“Masuk Sin ke mobil.”“Ya Feb, terima kasih.”“Tumben, kenapa telepon Gue, sudah beberapa tahun ini gak ketemu, bodiguard Lo kemana Sin?”“Lagi pergi ke laut sama pelakor Feb.”“Serius Lo Sin? Sintia suaminya di rebut pelakor?”“Ya, kenapa musti kag
Satu tahun aku hidup di madu, ada yang bilang Rahman hanya pacaran, ada yang bilang Rahman telah menikah lagi di belakangku. Karier aku hancur, anak ku tumbuh tanpa ayah, Rahman tetap kerja, dia selalu pergi pagi dan pulang tengah malam bahkan hampir subuh. Hidupku bagaikan neraka. Sikap cueknya membuat aku muak. Semakin hari dia semakin dingin terhadapku, tetapi terhadap Queeniera rasa sayangnya masih tetap sama.Hilang sudah rasa romantis Rahman kepadaku, dulu yang selalu setia menemani aktivitasku kini nyaris tidak sama sekali. Aku pergi kerja sendiri, makan siang bersama teman-teman, Shopping , ke salon Rahman benar-benar tak peduli dengan apa yang kulakukan dan kian acuh dan makin acuh saja.Selain bekerja, aku tetap merintis usahaku di rumah, mulai dari toko pakaian anak, aksesoris Hp, pulsa Hp, obat herbal dan lain sebagainya. Semua kegiatan itu ku lakukan demi menghilang kan rasa sepi ku. Terkadang mama dan Egi yang selalu mendukungku untuk bisnis, tak ada rasa m
Sudah lama Sintia terluka oleh Rahman, Sintia pun sudah kuat memutuskan bercerai dari Rahman, keputusan yang sudah benar-benar bulat. Badanku kian kurus, air mata pun telah habis, berhari-hari dan bertahun-tahun aku selalu menangisi rasa sakit yang seharusnya dan lebih baik tak pernah aku tangisi. Aku akan pergi Rahman, hiduplah dengan dia bukan aku dan anakmu. Hari ini hatiku kuat untuk berkata itu, kata-kata yang mungkin terasa berat terucap dari mulutku 1 tahun lalu saat aku mengetahui kebusukan permainanmu dengan dia. Dan kini, hampir setiap malam Rahman pulang larut selalu saja dia pulang di atas jam 20.00 WIB, badan kusut, bau bensin dan debu tampak habis melakukan perjalanan jauh. Ke mana dia pergi? padahal sudah tidak kerja lagi. Temanku yang aku tugaskan untuk mengikuti pun memberi kabar, kalau Rahman sering datang ke kosan selingkuhannya itu, hampir setiap hari dia menghabiskan waktunya di sana, buat apa lagi jika bukan menghabiskan waktu dan bersenang-
Beberapa minggu berlalu, ya kini aku benar-benar sudah terbebas, dan tampaknya dia sudah benar-benar tak peduli kepada kami lagi. Mungkin perpisahan ini yang sudah mereka harapkan, idam-idamkan, nantikan selama ini. Egi, dia main ke rumahku, aku ceritakan apa yang sudah terjadi, bahwa aku telah bercerai dari Rahman, dan aku cerita kan segala perasaan galau kepadanya. Aku ingin dia menjauh dariku, agar tidak terjadi fitnah di lingkungan kami. Egi meneteskan air mata, dia bilang kepadaku andai semua waktu bisa di putar ke saat tahun-tahun 2010 lalu. Mungkin semua hal yang buruk bisa berubah. Tapi kita juga harus paham, jika jodoh, maut, rejeki atau perpisahan sekalipun adalah takdir yang sudah di tetapkan Allah. ”Kenapa semuanya jadi harus berakhir seperti ini, kak Egi sudah ada pengganti Kamu, namanya Natalie, kakak pacaran dengannya setelah kamu pergi dan tak ada kabar berita lagi. Sulit dek melupakan Kamu.”“Iya maafkan Sintia ya Kak.”“Kak Egi benar-benar
April tahun 2017 aku pergi ke Jakarta untuk mengharapkan karier yang baru, serta kehidupan baru. Quenniera aku titipkan kepada mama dan papa di Lampung. Aku putuskan pindah kota dengan Alan memadu cerita asmara baru yang berawal dari status kawan lama saja. Akan tetapi cinta ku dengan Alan adalah cinta terlarang. Ya Alan belum sah bercerai dengan istrinya, dia lagi mengurus proses cerainya yang maju mundur. Singkat cerita, istri Alan terlalu matre dan mendewakan dunia, sehingga Alan merasa tidak kuat untuk melanjutkan pernikahan yang jauh dari prinsip hidupnya yang aku kenal sederhana.Alan adalah sahabat lamaku saat bekerja di salah satu Bank swasta di Lampung, hanya kami berbeda cabang saja. Aku di cabang Metro, dan Alan di cabang Sribawono. Awal berpisah dari Rahman hampir setiap saat aku bermain Face Book. Di Face Book yang menjadi awal pertemuan aku dan Alan, Alan meminta perkawanan dengan ku di Face Book. Setelah dua hari kemudian, Alan mengirimkan pesan kepadaku di d