Beberapa minggu berlalu, ya kini aku benar-benar sudah terbebas, dan tampaknya dia sudah benar-benar tak peduli kepada kami lagi. Mungkin perpisahan ini yang sudah mereka harapkan, idam-idamkan, nantikan selama ini.
Egi, dia main ke rumahku, aku ceritakan apa yang sudah terjadi, bahwa aku telah bercerai dari Rahman, dan aku cerita kan segala perasaan galau kepadanya. Aku ingin dia menjauh dariku, agar tidak terjadi fitnah di lingkungan kami. Egi meneteskan air mata, dia bilang kepadaku andai semua waktu bisa di putar ke saat tahun-tahun 2010 lalu. Mungkin semua hal yang buruk bisa berubah. Tapi kita juga harus paham, jika jodoh, maut, rejeki atau perpisahan sekalipun adalah takdir yang sudah di tetapkan Allah.
”Kenapa semuanya jadi harus berakhir seperti ini, kak Egi sudah ada pengganti Kamu, namanya Natalie, kakak pacaran dengannya setelah kamu pergi dan tak ada kabar berita lagi. Sulit dek melupakan Kamu.”“Iya maafkan Sintia ya Kak.”“Kak Egi benar-benarApril tahun 2017 aku pergi ke Jakarta untuk mengharapkan karier yang baru, serta kehidupan baru. Quenniera aku titipkan kepada mama dan papa di Lampung. Aku putuskan pindah kota dengan Alan memadu cerita asmara baru yang berawal dari status kawan lama saja. Akan tetapi cinta ku dengan Alan adalah cinta terlarang. Ya Alan belum sah bercerai dengan istrinya, dia lagi mengurus proses cerainya yang maju mundur. Singkat cerita, istri Alan terlalu matre dan mendewakan dunia, sehingga Alan merasa tidak kuat untuk melanjutkan pernikahan yang jauh dari prinsip hidupnya yang aku kenal sederhana.Alan adalah sahabat lamaku saat bekerja di salah satu Bank swasta di Lampung, hanya kami berbeda cabang saja. Aku di cabang Metro, dan Alan di cabang Sribawono. Awal berpisah dari Rahman hampir setiap saat aku bermain Face Book. Di Face Book yang menjadi awal pertemuan aku dan Alan, Alan meminta perkawanan dengan ku di Face Book. Setelah dua hari kemudian, Alan mengirimkan pesan kepadaku di d
Tiga tahun sudah Queeniera aku titip kan kepada orang tuaku di kampung. Aku bekerja berpindah-pindah untuk mencari kata tenang agar tidak di ganggu oleh mantan suami maupun pelakor jahat itu. Mama dan Papa tiriku tampak semakin tua setiap kali ku menjenguk tampak nyata guratan-guratan tua dan kesedihan di wajah mereka. Jelas, pasti saja berat mereka memikirkan nasib hidupku yang lagi tidak baik-baik saja ini.Kini aku tinggal dan bekerja di Jakarta, berat sih berat bahkan tidak pernah terbayangkan sejak dulu harus bisa berjuang di kota metro politan yang penuh kejahatan, pergelutan dalam dunia kerja dan yang pasti tak ada yang gratis disini. Aku harus menyewa kamar kos, harus mencari makan sendiri, dan berjuang pergi ke kantor sendiri berjubelan di atas kendaraan umum baik kereta maupun busway. Tidak banyak teman yang aku miliki karena ini adalah kota baru yang aku singgahi untuk mencari kerja dan rejeki yang baru.Setiap awal bulan aku selalu menyempatkan diri unt
Malam ini, aku tersenyum sendiri di pojok kamarku. Senyum yang entah merasa sedih atau bahagia. Teringat hari itu di kala aku dan Hilda memutuskan mencari kerja di Jakarta. Nekad hanya beberapa jam saja mematangkan rencana mencari kerja berlima dengan Alan, Deo dan Wahyu. Ruru nugraha telah melarangku untuk ikut mereka, ya sahabartcenayangku dia bilang padaku.“Untuk apa ke Jakarta, urungkan saja jika masih mungkin, di sana mungkin akan ada kehidupan tapi tak jauh rumitnya seperti disini. ““Ya aku harus memberi kesempatan untuk Alan.”“Alan ingin pergi karena hatinya masih gelap, masih bingung diantara dua pilihan.”“Iya Ru, aku faham, tapi apa salahnya jika aku berusaha untuk percaya.”“Ya terserah Sin, tak bisa juga aku menahanmu, kau masih di butakan oleh cinta, hanya sedih saja aku melihat semua yang akan kamu lakukan adalah sia-sia belaka.”“Ru, doakan.”&ldqu
Hampir setahun aku menyendiri dan hanya fokus dengan kerja saja, semua lelaki yang mendekati hanya aku anggap teman semata, tidak ada perasaan lebih dari itu semua. Jujur sekarang aku lebih peka untuk menilai laki-laki. Sekiranya mereka yang hanya sekedar iseng, sekedar main-main, sekedar coba-coba aku juga sama cukup sekedar kenal saja dengan mereka itu. Hati dan perasaanku cukup mahal untuk sekedar main-main kini. Ya aku hanya ingin mencari pendamping yang pasti, yang mapan, yang memiliki kerja dan siap menghidupi aku dan Queeniera kelak. Saat menelepon putri ku sering sekali yang di tanyakan adalah sosok Papa. Ya di usia nya yang baru 3 tahun, antara mengenal dan mungkin lupa dengan sosok papa yang terkenang di memory otaknya itu."Mama beli papa baru dong." Atau, "Ma enak ya Aziz selalu di antarkan sekolah sama Papa dan mamanya Queeniera kapan Ma."Semua kata-kata yang Queeniera tanyakan dan lontarkan itu, terkadang aku hanya dapat menangis dan menjer
Jakarta - Bekasi jarak yang cukup menyita waktu perjuangan aku memadu kasih dengan mas Dwi, cukuplah bagi ku mengenal calon imam ku itu, dan mungkin sudah saatnya untuk ku membawa pulang ke Lampung. Ya Dwi akan aku perkenalkan dengan Mama, Papa dan anakku. Semoga, semoga kali ini pilihanku tepat. Dan semoga ini jodoh yang Allah benar-benar kirimkan untukku bukan sekedar ujian atau main-main semata.Libur Lebaran pun tiba, kami pun pergi ke Lampung, aku perkenalkan Dwi kepada mama, papa dan anakku. Alhamdulillah mereka menerima niat baik kami untuk menikah. Sekitar tiga hari kami berlibur dan berlebaran di Lampung. Kami habiskan waktu untuk saling mengenal dan tentunya mendekatkan mas Dwi kepada kedua anakku dan orang tuaku.Alhamdulillah mas Dwi orang yang mudah bergaul dan sangat menyayangi anak kecil, kami pergi ke pantai, ke Mall dan bermain di taman bermain bersama Queeniera. Cukuplah menjadi awal yang baik untuk kami, khususnya anakku. Akhirnya Queeniera mendapatkan
Tahun pertama pernikahan pasti perlu adanya penyesuaian diri, rumah yang masih kosong, dan bentuk standar develover yang harus di renovasi, aku yang masih harus kerja demi membantu perekonomian keluarga, dan masih banyak impianku bersama Dwi, masih ingin melewati bulan madu kami, ingin merenovasi rumah dan isi rumah dengan furnitur-furnitur yang cantik. Tentu aku harus lanjutkan bekerja seperti biasa, anak ku pun masih kutitipkan mama di Lampung. Aku harus memberikan waktu lebih untuk suamiku, perlahan-lahan merubah kebiasaan dan keadaan agar semuanya tidak kaget dengan perubahan ini. Bahkan aku masih harus stay di Jakarta dan bekerja di Jakarta sama seperti dulu.Setiap akhir minggu selalu kami habiskan bersama, melewati masa-masa indah dan bulan maduku. Rekreasi ke Puncak, Bandung atau pun ke Garut. Satu demi satu destinasi wisata kami kunjungi. Setelah beberapa bulan menikah, ternyata kami memiliki kegemaran yang sama seperti mendengarkan musik, jalan-jalan dan tak l
Dwi, dia sosok suami yang baik bagiku, sekaligus dia pun seorang ayah yang penyayang dan bertanggung jawab kepada Queeniera. Tapi terkadang dia sedikit cerewet dan bawel kepada kami, ada sisi galak dari diri Dwi. Semua di lakukan karena rasa sayang dan khawatir kepada kami. Walaupun kami hidup dengan sederhana tapi lahir batin kami sangat di penuhi dengan baik dan kebahagiaan penuh selalu dia berikan. Dia suami yang suka bekerja keras dan berusaha memenuhi segala kebutuhan hidup kami. Mungkin kali ini, tidak perlu hidup dengan bergelimpangan harta, tapi cukup hidup secara sederhana, tetapi bahagia dan dapat berkumpul dengan anak- anak dan orang tua kami dalam 1 rumah lagi. Empat tahun kemudian, Setelah melahirkan anak ketigaku, aku berusaha utarakan niat ku kepada Mama dan Papa, untuk mengambil kedua putra - putri yang kami titipkan. Dan pastinya, mereka sudah sangat banyak berjasa dan membantu kami selama 3 tahun ini. Membantu merawat anak-anak k
35 tahun tepat mamaku mengadopsiku, menjagaku, memberiku segala cinta, kasih sayang, perhatian dan harta yang mereka miliki. Mama bagiku, mama terbaik dan terhebat, begitu pun dengan papa tiriku walau sering jahat tapi tetap sayang padaku. Akhir-akhir ini mereka sudah sering sakit, hampir 68 tahun usia mereka. Itu yang menjadikan ku sering sedih dan gelisah, aku takut mereka sakit jauh dariku.Lebih dari 3 kali dalam sehari mereka aku video call sehari, walau aku sudah tua tapi tetap saja masih sangat manja kepada Mama dan Papaku, bagi mereka aku tetaplah seorang anak mama yang manja. Bisa nangis tak henti-henti jika dua hari saja aku tidak mendengar kabar dari mereka. Mama dan papa masih di Palembang, satu bulan sudah mereka di sana. Menempati rumah yang sangat sederhana dan jarang kami tinggali dengan segala fasilitas yang sedikit kurang mendukung. Aku kian khawatir, mereka terbiasa hidup di rumah yang luas dan nyaman dengan segala fasilitasnya. Tapi ya sudah karena alasan tang