Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.
Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.
Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin.
"Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.
Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat. Ditariknya nafas dalam dalam, dan ia mulai menutup matanya.
"Nak, hei.. nak?" Ucap seseorang saat Alex membuka matanya perlahan.
"Kamu kenapa belum pulang?. Ini sudah mau petang?" Tanya Pria itu. Di name tag di bajunya sebelah kanan tertulis namanya "PAUL". Pak Paul adalah seorang penjaga di sekolah Alex.
"Ha? Petang?" Tanya Alex pada pak Paul.
"Ayo bangkit dan pulanglah. Orang tuamu pasti sudah menunggu dirumah." Ucap pak Paul lalu pergi meninggalkan Alex untuk berkeliling di sekotar sekolah.
Alex bangkit dan mulai menitihkan air matanya. Hatinya teriris, hingga jam segini papanya belum juga menjemputnya. Padahal sudah mulai gelap dan bajunya sudah sedikit nengering dari air hujan yang membasahi. Tetapi tubuhnya masih merasa kedinginan saat itu.
Dengann langkah yang berat, ia kemudian mengambil tasnya lalu berjalan keluar koridor dan lapangan lalu berjalan di pinggiran jalan sekolah menuju rumahnya. Keadaan sepi dan gelap. Sepertinya orang orang sudah masuk ke rumah mereka masing masing.
Untungnya, Alex masih sanggup mengingat jalan jalan yang setiap pagi ia lewati bersama papanya saat berangkat ke sekolah.Butuh waktu setengah jam. Alex akhirnya sampai di rumah. Ia mulai mengetok pintu rumahnya dan memanggil mamanya. Tapi ia tidak melihat mobil milik papanya.
"Ma," tok tok tok," Ma, pa, paa..?" Teriak Alex lemas.
"Krekk" Tanpa disengaja Alex membuka pintu karena sikunya bersender di pegangan pintu.
Rumahnya terasa kosong. Tidak ada Papa atau mama bahkan nenek dan kakeknya.
Tidak mau ambil pusing. Alex segera berjalan ke arah balkon menuju kamarnya. Dibukanya seragam sekolahnya lalu membaringkan dirinya di atas tempat tidur.
Dengan tubuhnya yang masih mengigil ia kembali tertidur diatas tempat tidurnya.
****
"Maafkan kami Pak,Buk. Kami sudah berusaha semaksimal dan sebisa kami. Tapi, maaf nyawa kedua orang tua ibu, tidak bisa kami selamatkan." Seorang Dokter berbicara pada Kiara dan Bram di sampingnya.
"Apa? Hikss, "tidakkk Dokk... saya mohon. Bantulah saya. Saya akan membayar semua pengobatan keduanya dengan cepat. Tapi saya mohon. Selamatkan Mama dan Papa saya" suara Kiara terdengar sangat lirih memohon kepada Sang Dokter.
"Mohon maaf buk, kami hanyalah perantara kesembuhan. Karena sejatinya sumbernya adalah yang Pencipta." Ucap Dokter itu lalu pergi meninggalkan Kiara yang tengah histeris.
"Hee? Enggakkkk... enggak.. Bramm, Brammm, kamu tahu... Dokter itu, Dokter itu pasti bercanda. Yaa... Dokter itu pasti tengah bercanda dengann kitakan?" Teriak Kiara yang semakin histeris dan menangis.
"Kiara, tenangkan dirimu. Bersabarlah. Ini sudah ditakdirkan" ucap Bram menenangkan Istrinya itu.
"Ditakdirkan? Apanya yabg ditakdirkan ha??" Suara Kiara sekarang memenuhi ruangan itu dan membuat orang orang disekitarnya mulai memperhatikan kearah mereka berdua.
"Sayangg, Ku mohon. Tenangkan dirimu." Ucap Bram.
"Tenang? Ha? Ha?. Bagaimana Bram?? Bagaimana aku bisa tenang. Ini semua karena Alex. Anakmu itu..! " teriak Kiara.
"Alex?. Alex tidak tahu apa apa sayang.!, aku bahkan belum menjemputnya sekarang padahal hari sudah gelap."
"Ini semuaa karenanya. Semua bermula saat Kamu akan menjemput ia pulang sekolah Akhhhggghhhh" teriak Kiara.
Sebelumnya, Siang itu. Saat dirumah. Kiara tengah memasak sayur di dapur rumahnya. Sementara Bram membersihkan Lantai. Papa Kiara dan Mamanya trngah duduk menonton televisi yang juga terdapat di dapur.
"Kiara, Kamu tidak menjemput Alex. Anakmu?" Tanya Mamanya pada Kiara.
"Tidak bu, hari ini biar saja ia pulang dengan berjalann kaki" jawab ketus Kiara.
"Apa maksudmu?, Nak." Sahut Papa Kiara yang mendengar jawaban Anaknya.
Kiara hanya terdiam mendengar pertanyaan papanya.
"Jangan karena permasalahan kemarin malam. Kamu jadi membenci Anakmu sendiri. Biar bagaimanapun Alex tetap anakmu" seru Papa Kiara.
"Anakku?" Tanya Kiara.
"Sudahlah pa, jangan diperpanjang lagi" sahut Mama Kiara menenangkan keadaan panas saat itu.
"Diluar sedang mendung, Nak. Bagaimana mungkin kamu membiarkan Alex berjalan sendirian, bagaimana bila nanti hujan datang?" Tanya Mama Kiara.
"Biar saja, Ma" jawab Ketus Kiara.
"Khmmmmm,,, kamu ini. Kamu sudah dewasa. Seharusnya kamu memahami keadaan Alex. Sudahlah. Biar aku saja yang menjemput Alex, Cucuku" ucap Papa Kiara lalu mengambil kunci mobil yang ada di depannya.
"Pa,, Aku ikut. Agar kupayungi nanti saat berjalan ke dalam mobil" ucap Mama Kiara lalu berjalan lambat di belakang suaminya yang sudah berumur.
Kiara sama sekali tidak menoleh kearah mereka.
Jam di dinding menunjukkan pukul mpat sore. Tetapi Orang tua Kiara serta Alex belum juga kembali ke rumah.Kiara tengah duduk di sofa ruang tengah. Mengigit jarinya dan menunggu kehadiran orang tuanya.
"Bramm, Papa dan Mama belum kembali" ucap Lirih Kiara.
"Belum kembali? Dari mana?" Tanya Bram.
"Tadi mereka ingin menjemput Alex dari sekolah. Tapi sudah hampir satu jam merekan belum kunjung kembali" jawab Kiara.
"Khmm, ayo. Mari kita cari mereka" ajak Bram.
"Tok tok tok" tiba tiba terdengar suara ketokan di pintu rumah.
"Sepertinya itu mereka" ucap Bram.
Kiara lalu berlari menuju depan pintu dan membuka pintu rumah.
"Krakk" tapi ternyata yang berdiri di depan pintu bukanlah orang tua Kiara maupun Alex. Tetapi seorang pemuda bernama Victor, tetangga mereka.
"Selamat Sore nyonya Kiara, tadi saya lewat dari jalan Rabbit dan melihat sebuah kecelakaan mobil. Ketika saya mendekat untuk memeriksanya ternyata mobil itu milik kedua orang tua anda. Dan mereka sedang dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit Neal." Ucap Victor saat Kiara membuka pintu.
"Apa? Ha? Bagai..ma? "
"Kringgg Kringgg" telepon Rumah tiba tiba berbunyi. Seseorang menunggu jawaban diujung panggilan itu.
Kiara berlari dan mengangkat telepon itu.
"Halo?" Ucap Kiara.
"Selamat sore. Kami dari pihak Rumah Sakit Neal, ingin memberitahukan bahwa kedua orang tua dari rumah Andansedang berada di Rumah sakit kami dan menjalani perawatan intensif karena mengalami luka yang sangat parah. Kami mohon dengan segera Anda dapat kemari. Rumah sakit berada di alamat Jalan Rabbit nomor Lima puluh" ucap Seorang wanita ditelepon.
Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu."Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya."Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex."Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex
"Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m
Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya."Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet.Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex."Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex."Bukan, di
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu."Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya."Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex."Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex
Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin."Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat.
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya."Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet.Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex."Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex."Bukan, di
"Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m