Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.
Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.
Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***
Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu.
"Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya.
"Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.
Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex.
"Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex.
"Mama?, apa maksudnya ini?" Tanya Alex kebingungan sambil memegangi pipinya yang terasa panas.
"Gara gara kamuuu, ini semua gara gara kamu!" Kata Kiara dengan air mata yang bercurah deras.
"Hiksss, apa maksudnya Ma? Seharusnya aku yang..." belum sempat Alex melanjutkan kata katanya, ia tiba tiba terbungkam.
"Plakk" sebuah tamparan kedua kini meluncur dipipi kanan Alex.Ia mengerutkan keningnya dan menahan kedua pipinya dengan tangan yang masih kedinginan. Beberapa menit kemudian Kiara pergi keluar karena ada suara yang memanggil Namanya.***
"Intinya kamu tidak boleh memberi tahu dady ku, Leo!" Ucap Hans memegang sebuah Helm berwarna hitam.
"Tenang saja, Aku kan teman mu. Mana mungkin kuberi tahu. Asal, kau harus membagi setengah dari uang jajan mu setiap hari kepadaku. kalau tidak akan kuberitahu pada Dady mu Hans!" Ancam Leo pada Hans.
"Baik, okelah. Tidak masalah bagiku hanya uang saja! Asal jangan kau beritahu nanti aku bisa dipindahkan ke sekolah lain, dan semua aset bisa ditarik dariku" ucap Hans menyetujui Ancaman Leo.
"Hmm, baiklahh. Deal." sahut Leo
***
Juliet turun dari sebuah mobil mewah dibelakangnya. Seorang pria tegap dengan setelan jas hitam dan earphone tanpa kabel melekat di telinga kanannya.
Dari dalam mobil ia berbicara melalu earphone kepada seorang pria lainnya.
"Putri anda telah sampai di depan sekolah, Tuan." Ucap pria itu sambil memegang kendali setir mobil yang dimana tadi, baru saja Juliet keluar dari sana."Baiklah Tuan, Terima kasih kembali" jawab Pria itu sesaat setelah mendengar jawaban dari ujung earphonenya.
Dikelas, para siswa sudah memasuki ruangan itu. Juliet juga sudah duduk dibangkunya. Semua siswa tengah duduk rapi menanti kehadiran seorang guru kelas mereka. Beberapa selang kemudian, Emely masuk ke dalam ruangan kelas itu dan beberapa buku tertata rapi di dalam genggaman tangan kirinya. Ia mengucapkan salam kepada seluruh siswa lalu mengeluarkan absen kelas.
"Juliet" tanya Emely.
"Hadir Miss" sahut Juliet ketika namanya dipanggil oleh Emely.
"Hans?"
"Hadir Miss"
Hingga semua nama siswa dipanggil.
"Alex?"
Seketika ruangan terdian sunyi.
"Dimana Alex?" Tanya Emely.
"Tidak hadir, Miss." Sahut Seorang siswa perempuan berwajah mungil bernama Evelin.
"Adakah dari kalian yang tau dia kemana, dan kenapa tidak masuk hari ini?." Tanya Emely.
"Tidak ada, Miss" lanjut Evelin.
Selesai jam pelajaran, Emely keluar kelas menuju ruang Kesiswaan disekolah itu.
Ia membuka buka sebuah buku, membolak balik dan mencari sesuatu di dalamnya."Nah, Ketemu." Ucap Emely sambil menunjuk sebuah kalimat yang tertulis di dalam buku yang sedari tadi ia bolak balik tidak menentu.
Ia keluar dari ruangan itu, berjalan ke tempat parkiran. Mengambil kendaraannya dan keluar dari area sekolah.
Beberapa menit setelahnya, ia berhenti dan turun dari kendaraanya tepat disebuah rumah sederhana yang sedang ramai oleh orang orang di dalamnya. Beberapa orang terlihat sibuk dan beberapa lainnya tengah duduk.
Ia berjalan ke arah rumah itu, bertemu dengan seorang wanita paruh baya dan bertanya tentang apa hal yang terjadi di rumah itu.
Setelah bertanya, iaa berjalan kearah kendaraannya dan mengemudikan kendaraannya kembali ke sekolah.
"Kenapa dia tidak memberi tahu hal ini pada sekolah?" Tanya Emely dalam Hatinya.
***
Matahari kembali hadir. Jam dinding kembali mulai berdetik lagi di angka tujuh. Seorang anak pria bernama Alex sedang duduk terdiam di dalam sebuah ruangan kelas yang masih sepi karena belum ada satupun siswa yang hadir saat itu. Tampak dari matanya yang berkilauan mengeluarkan air mata.
"Alex?" Tanpa disadari oleh Alex, Juliet masuk ke dalam kelas diammana Alex terdiam menangis.
Alex hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan dari Juliet.
"Alex? Kamu menangis?" Tanya Juliet.
Alex menggelengkan kepalanya kekanan dan kekiri seolah mengartikan bahwa ia sedang baik baik saja.
"Alex? Bisakah kamu menjawab pertanyaanku?" Tanya Juliet.
Bosan tidak mendapat respon dari Alex,Juliet lalu menepuk pundak Alex ketika melihat Air mata Alex jatuh tepat di tanganya.
"Hey, ayolah. Aku tau kamu sedang sedih. Ada apa? Ceritakan padaku, lex." Ucap Juliet menenangkan Alex.
"Hikss, tidak apa apa Juliet! Aku hanya menguap tadi" sahut Alex.
"Jangan berbohong lex, aku melihat air matamu terjatuh tadi, kamu menangiskan? Ada apa?" tanya Juliet lagi.
"Aku benar benar bingung, Juliet." Jawab Alex yang sekarang mau membuka mulitnya untuk bercerita dengan Juliet.
"Ada apa?"
Alex mulai bercerita semua hal yang dialaminya kemarin malam dan tadi pagi sebelum ia berangkat ke sekolah.
Juliet memperhatikan Alex dengan segala cerita yang ia alami. Gadis itu benar benar serius dalam mendengarkan temannya itu bercerita. Ekspresi wajahnya menunjukkan seolah ia benar benar memahami rasa sakit yang Alex rasakan saat itu.
Ringkas cerita, Alex menghentikan pembicaraannya ketika Seorang Anak pria lainnya yang tidak lain adalah Hans memasuki ruangan kelas itu.
"Wah, ada apa ini? Kalian pacaran ya?" Celektuk Hans ketika melihat Juliet dan Alex duduk berdekatan.
"Ckrek" Hans mengambil ponsel disakunya dan memotret Alex dan Juliet.
"Ha ha ha, bisa jadi bahan cerita ini." Sahut Hans.
"Heii, Hans hapus foto itu sekarang." ucap Juliet yang kemudian berdiri, berjalann menghampiri Hans yang sedang sibuk dengan Ponselnya.
"Eitt, tidak bisa." Jawab Hans menaikkan tangannya hendak menjauhkan ponsel yang ia pegangan agar tidak tertangkap oleh Juliet.
"HANSSS" Suara teriakan tiba tiba menghentikan gerakan Hans yang menjauhkan diri dari Juliet.
Hans melirik ke sumber suara yang memenuhi ruangan kelas sepi pagi itu, dan matanya melotot heran karena ia melihat papanya datang ke sekolah dengan setelan jas lengkap dengan kaca mata hitam di atas hidungnya. Ditambah kulit putih dan rambutnya yang tersisir dengan rapi menambah pesona dan Penampilannya benar benar sempurna untuk ukuran orang tua."Daddy?" Ucap Hans heran karena Dadynya tiba tiba ada di ruangan kelasnya."Hapus foto itu" Teriak Dady Hans dengan keras."Tidak mau" ucap Hans."Hans, kamu pilih hapus foto itu atau uang jajan kamu hari ini tidak Dady berikan?" Ancam Dedynya."Ha? A..ap..aapa?" Sahut Hans terbata bata sambil memeriksa saku celananya."Iya... Dady datang kemari karena kamu lupa ambil uang jajan mu di Meja belajar, dan sekarang kamu jawab, pilih hapus foto itu atau uang jajan mu hari ini tidak Dady berikan?" "E.. baiklah Dadyy, akan kuhapus foto ini" ucap Hans. Dia lalu menunjukkan layar ponselnya sembari mengahapus foto itu."Hmm.," baiklah. Ini uang janjanmu, ingat jangan pernah buat masalah di sekolah atau kamu akan kehilangan uang jajanmu seperti hari itu" Tegas Dady Hans lalu berjalan pelan ke arah luar pintu kelas. Dari dalam kelas, di luar ruangan itu tampak dua berpakaian setelan jas hitam sedang menunggu dan mengawasi Dady Hans."Baiklah Dedy" jawab Hans dengan sedikit menundukkan kepalanya."Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m
Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya."Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet.Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex."Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex."Bukan, di
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin."Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat.
Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu."Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya."Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex."Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex
Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin."Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat.
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya."Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet.Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex."Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex."Bukan, di
"Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m